Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

“TUBERCULOSIS PARU”

EGIL KASMITIARDI

BT2001069

II C

CI LAHAN CI INSITITUSI
AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA

WATAMPONE

2021

I. KONSEP MEDIK
A. DEFENISI
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi, disebabkan oleh basilus tahan asam
Mycobacterium Tuberculosis. Organisme ini melapisi dirinya sendiri dalam selaput
berlilin (spora) yang sulit dihancurkan. (Bunker Rosdahl Caroline &T.Kowalski Mary,
2017).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan
bagian bawah yang sebagian basil tuberkulosis masuk kedalam jaringan paru melalui
airbone infection yang selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer
dari ghon .(Wijaya Andra Saferi & Putri Yessie Mariza, 2013).
Tubeculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri
ini dapat masuk melalui saluran pernafasan dan saluran pencernan (GI) dan luka terbuka
pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang
terinfeksi bakteri tersebut.(Huda Amin&Kusuma Hardhi, 2016)
B. ETIOLOGI
Penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis.Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada
dua macam Mycobacterium Tuberculosis yaitu :
a. Basil Tipe Human bisa berada dibercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal
dari penderita TBC, dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirupnya.
b. Basil Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis
usus.
Setelah organisme terinhalasi dan masuk ke dalam paru-paru, bakteri dapat bertahan
hidup dan menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat
menyebabkan TB pada organ lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-
tahun.(Huda Amin&Kusuma Hardhi, 2016).

C. PATOFISIOLOGI
Port de’ entri kuman mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui
udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi terdiri dari
satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung
dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam ruang
alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus
bawah.Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.Leukosit polimorfonuklear
tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh
organisme tersebut.
Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
selular ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembangbiak di
dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian
bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini
biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (Wahid Abdul & Suprapto Imam,
2013).
D. MANIFESTASI KLINIK
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempuyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti
lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik :
1) Gejala Respiratorik, meliputi :
a) Batuk
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering(non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang lanjut
adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
b) Batuk Darah
Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.Berat ringannya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c) Sesak Nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan bila
kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2) Gejala sistemik, meliputi :
a) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza.Tapi kadang-kadang panas
bahkan dapat mencapai 40-41˚C.Keadaan ini sangat dipengaruhi daya tahan
tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
serta malaise (gejala malaise sering ditemukan berupa : tidak ada nafsu
makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll). (Wahid Abdul & Suprapto
Imam, 2013).
E. KOMPLIKASI
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita dengan stadium lanjut :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial
3. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya
6. Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).(Wahid Abdul &
Suprapto Imam, 2013).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Darah
Pada saat tuberculosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan diferensiasi pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah
normal.Laju endap darah mulai meningkat.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis
tuberculosis sudah dapat dipastikan.Kriteria sputum BTA positif adalah bila
sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata
lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.
3. Tes Tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai cara Mantoux yakni
dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative) intrakutan
berkekuatan 5 T.U (intermediate strength)
4. Foto Thoraks
Foto thoraks dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiologi standar.
Jenis pemeriksaan radiologi lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan
lain-lain. (Huda Amin & Kusuma Hardhi, 2016).
G. PENATALAKSANAAN MEDIK.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan.Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama
dan tambahan.
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :
1. Rifampisin
2. INH
3. Pirazinamid
4. Streptomisin
5. Etambutol
2. Pengobatan suportif
Pengobatan yang diberikan kepada penderita tb perlu diperhatikan keadaan
klinisnya.Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan.
Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala atau keluhan.
a. Penderita rawat jalan
(1) Makan makanan yang bergizi bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita
tuberculosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
(2) Bila demam dapat diberikan obat penurun panas atau demam
(3) Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak nafas atau
gejala lain.
b. Penderita rawat inap
(1) TB paru disertai keadaan atau komplikasi sbb : batuk darah (profus), keadaan
umum buruk, pnemutoraks, empiema, efusi pleura nasif/bilateral, sesak nafas
berat (bukan karena efusi pleura)
(2) TB diluar paru yang mengancam jiwa : TB paru milier, menigitis TB
1) Terapi pembedahan
a) Indikasi mutlak
(1) Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak
tetap positif
(2) Penderita batuk darah yang pasif tidak dapat diatasi dengan cara
konservatif
(3) Penderita dengan fistula bronkopleura dan emiema yang tidak
dapat diatasi secara konsevatif
b) Indikasi relatif
(1) Penderita dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
(2) Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan sisa kaviti yang
menetap
c) Tindakan Invasif selain pembedahan
(1) Bronkoskopi
(2) Pungsi pleura
(3) Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
2) Kriteria sembuh
a) BTA mikroskopik negatif 2 kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat.
b) Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/perbaikan
c) Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif (Huda
Amin & Kusuma Hardhi, 2016).
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah unsur penting dalam tiap fase proses keperawatan. Pengkajian dimulai
ketika pasien pertama kali berhadapan dengan sistem layanan kesehatan dan berlanjut
selama pasien membutuhkan layanan (Wahid Abdul & Suprapto Imam, 2013).
a. Pengkajian TB paru
1) Data Klien
Penyakit tuberculosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai
dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada klien yang tinggal didaerah dengan
tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari kedalam rumah
sangat minim.
2) Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain :
a) Demam sub febris, febris (400C-410C) hilang timbul.
b) Batuk, terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering
sampai dengan batuk purulent (menghasilkan sputum).
c) Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-
paru.
d) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai
ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam.
f) Sianosis, sesak nafas, kolaps, merupakan gejala atelektasis. Bagian dada
pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang
sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit tampak bayangan hitam dan
diafragma menonjol ke atas.
g) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini
muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit
infeksi menular.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya
a) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b) Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c) Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d) Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e) Daya tahan tubuh yang menurun.
f) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
4) Riwayat Pengobatan Sebelumnya
a) Kapan klien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b) Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c) Berapa lama klien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
5) Riwayat Sosial Ekonomi
(a) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat kerja, jumlah
penghasilan.
(b) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan
bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah
sehubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama
dan biaya yang banyak, tidak bersemangat dan putus harapan.
6) Faktor Pendukung
a) Riwayat lingkungan.
b) Pola hidup : Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan
tidur, kebersihan diri.
c) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
7) Pemeriksaan Diagnostik
a) Kultur sputum : Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir
penyakit
b) Tes Tuberkulin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi
48-72 jam).
c) Foto toraks : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas : pada tahap dini tampak
gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas. Pada kavitas
bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak
padat dengan densitas tinggi.
d) Bronchografi untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena
TB Paru.
e) Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED)
f) Spirometri : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
8) Pemeriksaan Fisik
a) Pada tahap dini sulit diketahui.
b) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
c) Hipersonor/tympani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberikan suara umforik.
d) Pada keadaan lanut terjadi atropi, tetraksi interkostal, dan fibros.
e) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak).
9) Pola kebiasaan Sehari-hari
a) Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif : rasa lemah, cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak (nafas
pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Obyektif : takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap lanjut
: infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 0C-410C)
hilang timbul.
b) Pola Nutrisi
Subyektif : anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Obyektif : turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak subkutan.
c) Respirasi
Subyektif : batuk produktif/non produktif, sesak nafas, sakit dada.
Obyektif : mual batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent,
mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar
bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu, sesak nafas,
pengembangan pernafasan tidak simetris, pekusi pekak dan penurunan
fremitus, deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d) Rasa nyaman/nyeri
Subyektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obyektif : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri
bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e) Integritas Ego
Subyektif : faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak
ada harapan.
Obyektif : menyangkal, ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
b. Pengkajian Sistem Pernafasan (oksigenasi)
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari thoraks posterior, klien pada posisi duduk
b) Dada di observasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya
c) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah
d) Inspeksi thoraks posterior terhadap warna kulit dan kondisinya, skar, lesi,
massa, gangguan tulang belakang seperti: kiposis, lordosis dan skoliosis
e) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan
dada
f) Observasi tipe pernafasan, seperti: pernafasan hidung atau pernafasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
ekspirasi (E). Ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang
memanjan menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan sering
ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD
h) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP)
dengan diameter lateral/transversal (T). Ratio ini normalnya berkisar 1 : 2
sampai 5 : 7, tergantung dari cairan tubuh klien (Wahid Abdul & Suprapto
Imam, 2013)
2) Palpasi
Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal/ tactile
premitus (vibrasi). Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji
sat inspeksi seperti: massa, lesi, bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama
jika klien megeluh nyeri. Vocal premitus: getaran dinding dada yang dihasilkan
ketika berbicara.
a) Leher
Trakea yang normal dalam garis lurus di antara otot sternokleidomastoideus
pada leher dan mudah digerakkan serta dengan mudah kembali ke posisi
garis tengah setelah digeser.
b) Dada
(1) Vocal premitus adalah vibarsi yang dirasakan ketika pasien mengatakan
“77” (tujuh tujuh). Vibrasi normal bila terasa di atas batang bronkus
utama. Bila teraba di atas perifer paru, hal ini menunjukkan konsolidasi
sekresi atau efusi pleura ringan sampai sedang
(2) Fremitus ronkhi adalah vibrasi yang teraba di atas sekresi dan kongesti
pada bronkus atau trakea
(3) Emfisema subkutan menyebabkan krepitasi diatas daerah yang terkena.
Bila di auskultasi, juga terdengar crackles. Hal ini dapat berpindah ke
daerah yang berbeda tergantung padraks atau pneumomediastinum ke
dalam jaringan subkutan menyebabkan emfisema subkutan
3) Perkusi
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pilmoner, organ yang ada
disekitarnya dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
Jenis suara perkusi:
a) Suara perkusi normal:
Resonan (Sonor): Bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru
normal.
Dullness: Dihasilkan di atas bagian jantung atau paru
Timphany: Musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara
b) Suara perkusi abnormal:
Hiperresonan: Bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan
timbul pada bagian paru yang abnormal berisi udara.
Flatness: sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih tinggi. Dapat
didengar pada perkusi daerah paha, dimana area seluruhnya berisi jaringan.
4) Auskultasi
Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara
nafas normal, suara nafas tambahan (abnormal), dan suara.Suara nafas normal
dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli,
dengan sifat bersih. (Wahid Abdul & Suprapto Imam, 2013
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian.

III. PENYIMPANGAN KDM


IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang telah ditentukan maka
bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil :
1) Batuk efektif meningkat
2) Produksi sputum menurun
3) Mengi menurun
4) Wheezing menurun
5) Meconium menurun
6) Dyspnea menurun
7) Ortopnea menurun
8) Sulit bicara menurun
9) Sianosi menurun
10) Gelisah menurun
11) Frekuensi napas membaik
12) Pola napas membaik
MANAJEMEN JALAN NAPAS
Observasi
1) Monitor pola napas (mis. Frekuensi, kedalamam, usaha napas)
2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronvhi kering)
3) Monitor sputum (jumlah,warna dan aroma)
Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika
curiga trauma servikal)
2) Posisika semi fowler atau fowler
3) Berikan minuman hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan ondotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8) Berikan oksigen, jika perlu.
Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang telah ditentukan maka pola
napas membaik dengan kriteria hasil :
1) Ventilasi semenit meningkat
2) Kapasitas vital meningkat
3) Diameter thoraks anterior-psterior meningkat
4) Tekanan ekspirasi meningkat
5) Tekanan inspirasi meningkat
6) Dyspnea menurun
7) Penggunanaan otot bantu menurun
8) Pemanjangan fase ekspirasi menurun
9) Ortopnea menurun
10) Pernapasan pursed-lip menurun
11) Pernapasan cuping hidung menurun
12) Frekuensi napas membaik
13) Kedalaman napas membaik
14) Ekskursi dada membaik.
PEMANTAUAN RESPIRASI
Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
2)Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
Stokes, Biot, ataksik
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
1) Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang telah ditentukan maka
status nutrisi membaik dengan kriteria hasil :
3) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
4) Kekuatan otot pengunyah meningkat
5) Kekuatan otot menelan meningkat
6) Serum albumin meningkat
7) Verbalisasi keinginan untuk kebutuhan nutrisi meningkat
8) Pengetahuan tentang pilihan minuman yang sehat meningkat
9) Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat
10) Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat
11) Penyiapan dan penyimpanan makanan yang aman meningkat
12) Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat
13)Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat
14) Perasaan cepat kenyang menurun
15) Nyeri abdomen menurun
16) Sariawan menurun
17) Rambut rontok mennurun
18) Diare menurun
19) Berat badan membaik
20) IMT membaik
21) Frekuensi makan membaik
22) Nafsu makan membaik
23) Bising usus membaik
24) Tebal lipatan kulit trisep membaik
25) Membrane mukosa membaik
MANAJEMEN NUTRISI
Observasi
1) Identifikasi status nutrisi
2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
6) Monitor asupan makanan
7) Monitor berat badan
8) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1) Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2) Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
3) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4) Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6) Berikan suplemen makanan, jika perlu
7) Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap kematian.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama waktu yang telah ditentukan tingkat
ansietas menurun dengan kriteria hasil :
1) Verbalisasi kebingunan menurun
2) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
3) Perilaku gelisah menurun
4) Perilaku tegang menurun
5) Keluhan pusing menurun
6) Anoreksia menurun
7) Palpitasi menurun
8) Frekuensi pernapasan menurun
9) Frekuensi nadi menurun
10) Tekanan darah menurun
11) Diaphoresis menurun
12) Tremor menurun
13) Pucat menurun
14) Konsentrasi membaik
15) Pola tidur membaik
16) Perasaan keberdayaan membaik
17) Kontak mata membaik
18) Pola berkemih membaik
19) Orientasi membaik
RESUKSI ANSIETAS
Observasi
1) Identifikasi saat tingkat ansitas berubah
2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3) Monitor tanda tanda anisetas
Terapeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,jika memungkinkan
3) Pahami situasi yang membuat ansietas
4) Dengarkan dengan penuh perhatian
5) Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan
6) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
Edukasi
1) Jelaskan prosedur,termasuk sensasi yang mungkin di alami
2) Informasikan secara factual mengenai diagnosis,pengobatan,dan prognosis
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien,jika perlu
Kaloborasi
1) Kaloborasi pemberian obat antiansietas.
V. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelasanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah di
tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutuan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data
yang baru (Rohmah,2016).
VI. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari Diagnosa keperawatan, rencana intervensi, dan implementasi.
Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau perkembangan klien, digunakan
SOAP/SOAPIER. Penggunaan tersebut tergantung dari kebijakan setempat. Pengertian
SOAPIER sebagai berikut (Setiadi, 2012).
1. Evaluasi Formatif
S : Data Subjektif Adalah perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang
didasarkan, dikeluhkan, dikemukakan klien.
O : Data Objektif Perkembangan yang bisa diamati yang dilakukan oleh perawat atau
tim kesehatan lainnya.
A : Analisis Penelitian dari dua jenis data (baik subjektif maupun objektif) apakah
perkembangan kearah perbaikan atau kemunduran.
P : Planning Rencana penanganan klien yang didasarkan oleh hasil analisis diatas yang
berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum
teratasi.
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan
dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam
proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar di dapat data-data, masalah atau
rencana yang perlu dimodifikasi.
S : Data Subjektif Adalah perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang
didasarkan, dikeluhkan, dikemukakan klien.
O : Data Objektif Perkembangan yang bisa diamati yang dilakukan oleh perawat atau
tim kesehatan lainnya.
A : Analisis Penelitian dari dua jenis data (baik subjektif maupun objektif) apakah
perkembangan kearah perbaikan atau kemunduran.
P : Planning Rencana penanganan klien yang didasarkan oleh hasil analisis diatas yang
berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum
teratasi.
I : Implementasi Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana
E : Evaluasi Yaitu penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dari evaluasi telah
dilaksanakan dan sejauh masalah klien teratasi.
R : Reassessment Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian
ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif dan proses
analisanya.

DAFTAR PUSTAKA

Abd, Wahid & Iman Suprapto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada
Ganggguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Media
Amin Huda & Kusuma Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Andra Saferi Wijaya & Yesssie Mariza Putri. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika

Caroline Bunker Rosdahl & Mary T. Kowalski. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar Edisi
10 : Jakarta: EGC

PPNI DPP SDKI Pokja Tim, (2018). Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia Edisi 1 :
Jakarta: DPP PPNI

PPNI DPP SIKI Pokja Tim, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta:
DPP PPNI

PPNI DPP SLKI Pokja Tim, (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 : Jakarta:
DPP PPNI

Rohmah & Walid. (2016). Proses Keperawatan: Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta : Ar-Ruzz

Setiadi. 2012. Konsep&Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan Praktik.


Yogyakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai