Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS PARU (TBC)

OLEH :
NAMA : HAERUNNISA
NIM : 020.02.1111
SEMESTER : II
PRODI : PROFESI NERS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERCULOSIS PARU
A. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).

Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama


menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat
merupakan organisme patogen atau saprofit (Sylvia Anderson, 1995).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru (Bruner dan Suddart. 2002).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini
disebabkan oleh mikrooganisme Mycobacterium tuberculosis (Elizabeth J.
Corwn, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium
tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru
adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan
mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen
atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.

B. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian
besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara
kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini
terjadi karena kuman
bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan
tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya.
Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian
lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui
saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer
(ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah
primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru
primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan
yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan
paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain (
Elizabeth Jpowh 2001)
1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2). Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam
terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4). Individu tanpa perawatan yang adekuaT
5). Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi,
by pass gatrektomi.
6). Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika

Latin Karibia)
7). Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8). Individu yang tinggal di daerah kumuh
9). Petugas kesehatan
C. Manifestasi Klinis
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-
macam atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali
dalam pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
0
pana badan dapat mencapai 40-41 Celsius. Serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya hilang timbul demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak
pernah terbeba dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat
terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
tuberkolosis masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
Gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan
menjadi produktif(menghasilkal sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk
darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus
3. sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak
nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering
ditemukan berupaanaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi
kselitan tidur pada malam hari (Price, 2005). Gejala malaise ini makin lama
makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur.
 Takikardia
(Amin, 2007)
D. Pathway
E. Pemeriksaan Penunjang
1. foto thoraks PA dan lateral. gambaran foto toraks yang menunjang
diagnosis TB
2. pemeriksaan sputum BTA
3. tes PAP {peroksidase anti peroksidase]
4. tes mantoux/ tuberkulin
F. PenatalaksanaaN
Penatalaksanaan :
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
 Streptomisin injeksi 750 mg.
 Pas 10 mg.
 Ethambutol 1000 mg.
 Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi
setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis
 INH.
 Rifampicin.
 Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
 Rifampicin.
 Isoniazid (INH).
 Ethambutol.
 Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi
2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat
yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah
Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping
itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh
WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik
langsung =sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki
sarana tersebut
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya
dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
G. Komplikasi
 Kerusakan tulang dan sendi
Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi
kuman TB menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang. Dalam banyak
kasus, tulang iga juga bisa terinfeksi dan memicu nyeri di bagian tersebut.
 Kerusakan otak
Kuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis
atau peradangan pada selaput otak. Radang tersebut memicu pembengkakan
pada membran yang menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal atau
mematikan.
 Kerusakan hati dan ginjal
Hati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada adi aliran darah.
Fungsi ini akan mengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut
terinfeksi oleh kuman TB.
 Kerusakan jantung
Jaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh kuman TB. Akibatnya
bisa terjadi cardiac tamponade, atau peradangan dan penumpukan cairan
yang membuat jantung jadi tidak efektif dalam memompa darah dan
akibatnya bisa sangat fatal.
 Gangguan mata
Ciri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah berwarna kemerahan,
mengalami iritasi dan membengkak di retina atau bagian lain.
 Resistensi kuman
Pengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak disiplin,
bahkan ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak
tuntas atau tidak disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal,
sehingga harus diganti dengan obat lain yang lebih kuat dengan efek
samping yang tentunya lebih berat. (Sources : Detik Health)
H. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-
tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
o Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
o Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
o Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat dan
putus harapan.
o Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah
anggota keluarga yang banyak.
Pola fungsi kesehatan.
 Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota
keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka
sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan
pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan
imunisasi.
 Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
 Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan
atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan
splenomegali.
 Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak
nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).
 Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat
pada malam hari.
 Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
 Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan
kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi
penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn.
E. Doenges, 2000)
 Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari
penularan terhadap anggota keluarga yang lain. (Marilyn. E. Doenges,
1999).
o Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam
hari dan berkeringat pada malam hari
o Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
o Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur
pada malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
o Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
o Cardiovaskuler Gejala : takikardia (Doengoes, 2000)
Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam
pernapasan.
 Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup
besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura,
perkusi memberikan suara pekak.
 Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa
rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup
besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
 Palpasi
Badan teraba hangat (demam)
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
o Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit
o Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
o Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.
o Anemia bila penyakit berjalan menahun
o Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
o LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai
tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
o GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
o Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
o Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak
normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi
c. Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
 TB dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan TB yang
lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak
pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah
penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
 (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura). c.
Pemeriksaan fungsi paru
 Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara
residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan
penyakit pleural.
Data Subyektif
 Pasien mengeluh panas
 Batuk/batuk berdarah
 Sesak bernafas
 Nyeri dada
 Malaise dan kelelahan
Data Obyektif
 Ronchi basah, kasar dan nyaring.
 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara limforik.
 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
 Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
 Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
 Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub
mandibula.
 Kadang terjadi abses.
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
3. Rencana Tindakan
Dx 1
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman
tuberkulosis.
Tujuan: Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.
Kriteria Hasil :
 Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko
penyebaran infeksi
 Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup dalam
melakkan lingkungan yang nyaman
 TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi
Intervensi
 Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet
udara selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi.
 Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib,
dan tetangga.
 Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu,
menghindari meludah sembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai dan
teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untukmengulangi demonstrasi.
 Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi pernafasan.
Observasi TTV (suhu tubuh).
 Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun adanya
dibetes militus, kanker, kalium.
 Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
 Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering
makanan kecil dan makanan besardalam jumlah yang tepat.
 Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
Dx 2
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret
darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit,
diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
 pasien melaporkan sesak berkurang
 pernafasan teratur
 ekspandi dinding dada simetris
 ronchi tidak ada
 sputum berkurang atau tidak ada
 frekuensi nafas normal (16-24)x/menit
Intervensi
Mandiri
 Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
 Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
 Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang
 Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
 Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
 Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan sadar
 Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada
kontraindikasi
 Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
 Lakukan suction bila perlu
 Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
Kolaborasi
 Berikan O2 sesuai indikasi
 Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik,
antibiotik, atau steroid.
Dx 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelahdiberikan askep selama 2x30 menit diharapkan pertukaran
gas kembali efektif dengan kriteria :
 Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
 Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
 Napas teratur
 Tanda vital stabil
 Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45
mmHg, PO2 : 95-100 mmH
Intervensi :
Mandiri
 Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan.
Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir,
ketidak mampuan berbicara / berbincang
 Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta
mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat
(circumoral).
 Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya
hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta dispnea
berat dan kelemahan.
 Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika
diindikasikan.
Kolaborasi
 Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul dan
masker
 Memonitor ABGs, pulse oximetry.
Dx 4
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau
terkontrol, dengan KH:
 Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
 Pasien tampak rileks
Intervensi:
Mandiri
 Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki
perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
 Pantau TTV
 Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang, relaksasi/latihan nafas
 Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
 Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama
episode batuk.
Kloaborasi
 Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Dx 5
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan hipertermi
dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
 Pasien melaporkan panas badannya turun.
 Kulit tidak merah.
0
 Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,7 C.
 Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
 Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.
 RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
Intervensi :
Mandiri
 Pantau TTV
 Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
 Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada
kontraindikasi.
 Berikan kompres air biasa/hangat
KolaborasI
 Kolaborasi pemberian cairan IV.
 Kolaborasi pemberian obat antipiretik
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 22 Januari 2019 jam 21.03
dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/
Anonim. 2002. Tuberkulosis Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia.
Diakses tanggal 22 januari 2019 jam 22.15 dari http://www.klikpdpi.com/
konsensus/tb/tb.pdf 2002
Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses keperawatan),
Bandung
Dewi, Kusma. 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru.
Diakses tanggal 22 januari 2019 jam 21.15 dari http://www.scribd.com /doc/52033675/
Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai