Anda di halaman 1dari 29

KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


TUBERCULOSIS PADA REMAJA

Disusun oleh :

Hana Irma Ainun Yasin

20214663033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2021
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Pengertian

Menurut Kemenkes RI (2014), Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang


disebabkan oleh bakteri berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap pewarnaan. Oleh karena itu disebut Basil Tahan Asam (BTA).
Bakteri Tuberkulosis cepat mati apabila terkena sinar matahari secara langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang lembab dan gelap.
Sebagian besar bakteri terdiri atas asam lemak atau lipid, kemudian
peptidoglikan dan arabinomanan. Lipid ini yang membuat bakteri lebih tahan
terhadap asam (asam alkhohol) sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA) dan
juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Bakteri dapat bertahan hidup
pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan hidup
bertahun-tahun didalam es). Hal ini terjadi karena bakteri berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini bakteri dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif kembali. Di dalam jaringan bakteri hidup sebagai parasit intra
seluler yakni dalam sitoplasma makrofag.
1.2 Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2016), Penyakit TB paru disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang bisa menularkan dengan cara
penderita penyakit TB paru aktif mengeluarkan organisme. Individu yang rentan
menghirup droplet dan bisa terinfeksi. Bakteri ditransmisikan ke alveoli dan
dapat memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan
bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa.
Menurut Muttaqin Arif (2012), Ketika pasien TB Paru batuk, bersin, atau
berbicara, maka secara tidak sengaja bisa tertular droplet nurkei dan jatuh ke
tanah, lantai atau tempat lainya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu panas,
droplet atau nuklei dapat menguap. Menguapnya droplet bakteri tuberculosis
yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Jika bakteri terhirup oleh
orang sehat maka orang itu berpotensi terkenan TB Paru.
Resiko tinggi yang tertular virus Tuberkulosis menurut Smeltzer & Bare
(2016) yaitu:
1. Mereka yang terlalu dekat kontak dengan pasien TB Paru yang
mempunyai TB Paru aktif.
2. Individu imunnosupresif (lansia, pasien dengan kanker, meraka yang
dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terkontaminasi oleh HIV).
3. Mengunakan obat-obatan IV dan alkhoholik.
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan,
etnik dan juga ras minoritas, terutama pada anak-anak di bawah uiasa 15
tahun dan dewasa muda sekitar usia 15 sampai 44 tahun).

5. Gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (diabetes, gagal ginjal kronis,
silikosis, dan penyimpanan gizi).

6. Individu yang tinggal di daerah perumahan yang kumuh atau sub stardar.

7. Pekerjaan (tenangga kerja kesehehatan, terutama yang melakukan aktivitas


yang mempunyai resiko tinggi).
1.3 Patofisiologi

Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari


penderita kepada orang lain. Dengan demikian, penularan penyakit tuberculosis
terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular
(terinfeksi), misalnya berada di dalam ruangan yang sama. Penyebaran penyakit
tuberculosis sering tidak mengetahui bahwa ia menderita sakit tuberculosis.
Droplet yang mengandung basil tuberculosis yang dihasilkan dari batuk dapat
melayang di udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya
sinar matahari serta kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban.

Pada tempat yang gelap dan lembab bekteri dapat bertahan sampai berhari-
hari bahkan berbulan-bulan. Jika droplet terhirup oleh orang lain yang sehat, maka
droplet akan masuk dan terdampar pada dinding system pernapasan. Droplet besar
akan terdampar pada saluran pernapasan bagian atas, sedangkan droplet kecil akan
masuk ke dalam alveoli di lobus manapun, tidak ada prediksi lokasi terdamparnya
droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil tuberculosis akan membentuk
suatu focus infeksi primer berupa tempat pembiakan basil tuberculosis tersebut
dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi tersebut
akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase
yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang makrofag, sehingga
berkurang atau tidaknya jumlah bakteri tergantung pada jumlah makrofag. Karena
fungsi dari macrofag adalah membunuh bakteri atau basil, apabila proses ini
berhasil dan macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan
tubuhnya akan meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya menurun pada saat itu
maka bakteri tersebut akan bersarang di dalam jaringan paru-paru dengan
membentuk tuberkel (biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-
kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama akan
timbul perkejuan di tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis tersebut
dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka
klien akan batuk darah (hemaptoe). (Djojodibroto, 2014).

1.4 Manifestasi Klinis

Pada stadium awal penyakit TB paru tidak menunjukkan tanda dan gejala
yang spesifik. Namun seiring dengan perjalanan penyakit akan menambah
jaringan parunya mengalami kerusakan, sehingga dapat meingkatkan produksi
sputum yang ditunjukkan dengan seringnya klien batuk sebagai bentuk
kompensasi pengeluaran dahak. Selain itu, klien dapat merasa letih, lemah,
berkeringat pada malam hari dan mengalami penurunan berat badan yang berarti.
Secara rinci tanda dan gejala TB paru ini dapat dibagi atas dua golongan yaitu
gejala sistemik (demam dan malaise) dan gejala respiratorik (batuk, batuk darah,
sesak nafas, dan nyeri dada)

1.5 Tanda dan Gejala

Gejala klinik Tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala
respiratorik dan gejala sistemik :

a. Gejala Respiratorik, meliputi :

1) Batuk : Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak ditemukan. Batuk

terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif) kemudian setelah timbul peradangan kemudian menjadi produktif
(menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3 minggu. Keadaan yang selanjutnya
adalah batuk darah (hemoptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

2) Batuk darah: Pada saat baruk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau
darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.

3) Sesak nafas: Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
dimana infiltrasinya sudah setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan
apabila terjadi kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia dan lain-lain.

4) Nyeri dada: Nyeri dada pada Tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritic yang
ringan. Gejala nyeri dada ini timbul apabila system persarafan di pleura terkena.

b. Gejala Sistemik, meliputi :

1) Demam: Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan
berat ringannya infeksi bakteri tuberculosis yang masuk. Demam merupakan
gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore hari dan malam hari mirip
dengan deman influenza, hilang timbul dan semakin lama semakin panjang
serangannya sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.

2) Gejala sistemik lain: Gejala sistemik lainnya adalah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise (gejala malaise sering ditemukan berupa :
tidak nafsu makan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, dll). Timbulnya gejala ini
biasanya berangsur-angsur dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga
timbul menyerupai gejala pneumonia (naga, S , 2012).
1.6 Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi Tuberkulosis menurut Depkes (2011) yaitu:

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena :

a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang


menyerang jaringan (parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru)
dan kelenjar pada hilus.

b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain


selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.

Pasien dengan TB Paru dan TB ekstra paru diklasifikasikan sebagai TB Paru.

1. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, keadaan


ini terutama ditujukan pada TB Paru:
a. Tuberkulosis Paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan bakteri TB
positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.
b. Tuberkulosis Paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB Paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative.
2) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi
pasien dengan HIV negatif.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya disebut sebagai tipe
pasien, yaitu:
a. Kasus baru : pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan
BTA bisa positif atau negatif.
b. Kasus yang sebelumnya diobati
1) Kasus kambuh (Relaps) : pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
2) Kasus setelah putus berobat (Default) : pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
3) Kasus setelah gagal (Failure) : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
c. Kasus Pindahan (Transfer In) : pasien yang dipindahkan keregister lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
d. Kasus lain: semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti:
1) Dengan tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya.
2) Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya.
3) Kembali diobati BTA negatif.

1.7 Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, menurut Suyono (2011), komplikasi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Komplikasi Dini
a. Pleuritis
b. Efusi pleura
c. Empiema
d. Laringitis
e. Menjalar ke organ lain (usus)
f.Poncets arthropathy
2. Komplikasi Lanjut
a.Obstruksi jalan nafas (SOPT: Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
b. Kerusakan parenkim berat (SOPT/Fibrosa Paru, kor pulmonal)
c. Amiloidasis
d. Karsinoma Paru
e. Sindrom gagal nafas dewasa (ARDS)
1.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyakit Tuberkulosis Paru

Kondisi social ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin dan faktor toksis
pada manusia merupakan faktor penting dari penyebab penyakit tuberculosis yaitu
sebagai berikut (Naga, 2014) :

a. Faktor lingkungan: Faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam penularan


penyakit tuberkulosis yaitu kaitannya dengan kondisi rumah, kepadatan hunian,
lingkungan perumahan, serta lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk.

b. Faktor social ekonomi: Pendapatan keluarga juga sangat mempengaruhi


penularan penyakit tuberculosis karena dengan pendapatan yang kecil membuat
orang tidak dapat hidup dengan layak seperti tidak mampu mengkonsumsi
makanan yang bergizi.

c. Status gizi: Kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan lain-lain
(malnutrisi), akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan
terhadap berbagai penyakit termasuk tertular penyakit tuberculosis paru.

d. Umur: Penyakit tuberculosis paru ditemukan pada usia muda atau usia
produktif, dewasa, maupun lansia karena pada usia produuktif orang yang
melakukan kegiatan aktif tanpa menjaga kesehatan berisiko lebih mudah terserang
tuberkulosis. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi demografi akan menyebabkan
usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut atau lebih dari 55
tahun, system imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap
berbagai penyakit termasuk penularan penyakit tuberculosis.
e. Jenis kelamin: Menurut WHO penyakit tuberculosis lebih banyak di derita oleh
laki-laki, hal ini dikarenakan laki-laki lebih banyak merokok dan minum alcohol
yang dapat menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga wajar jika perokok
dan peminum beralkohol sering disebut agen dari penyakit tuberculosis paru.

1.9 Penatalaksanaan

a. Farmakologi

Tujuan pengobatan Tuberkulosis menurut Kemenkes RI (2014) yaitu:


untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan,
memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi bakteri terhadap
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang merupakan obat-obatan paling efektif dan
paling rendah toksisitasnya, tetapi dapat menimbulkan resistensi dengan cepat bila
digunakan sebagai obat tunggal. Oleh karena itu, terapi ini selalu dilakukan
dengan kombinasi dari 2-4 macam obat untuk bakteri tuberculosis yang sensitif.
Berikut obat anti tuberculosis yang termasuk obat-obat primer adalah (Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), 2017) :

1) Isoniazid : merupakan devirat asam isonikotinat yang berkhasiat untuk obat


tuberculosis yang paling kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam fase
istirahat)

2) Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang banyak dipakai untuk
menanggulangi infeksi Mycobacterium tuberculosis.

3) Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk mengobati infeksi


bakteri Tuberkulosis dan bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri.

4) Etambutol adalah obat antibiotic yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri


tuberculosis di dalam tubuh.

5) Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur tanah disebut


Streptomyces griseus yang dapat digunakan untuk mengatasi sejumlah infeksi
seperti tuberculosis untuk menghambat pertumbuhan mikroba.
6) Obat-obatan sekunder diberikan untuk tuberculosis yang disebabkan oleh
bakteri yang resisten atau bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidak
dapat ditoleransi.

Pengobatan tuberculosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu :

1) Tahap intensif (2-3 bulan awal) penderita mendapatkan obat setiap hari dan
diawasi langsung unutuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT,
terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya penderita yang menularkan penyakit menjadi tidak menularkan
penyakit dalam kurun waktu 2 minggu.

2) Tahap lanjutan (4-7 bulan) penderita mendapatkan jenis obat lebih sedikit
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini penting untuk
membunuh bakteri persisten (dormant) sehingga dapat mencegah terjadinya
kekambuhan.

b. Terapi non-farmakologis

1) Konseling mengenai pentingnya tipe pengobatan preventif dibandingkan


kuratif

2) Konseling mengenai penyakit TBpada pasien

3) Konseling kepada pasien untuk melakukan kontrol rutin jika ada keluhan dan
mengambil obat di Puskesmas jika obatnya habis

4) Konseling kepada pasien untuk memeriksakan kembali dahaknya setelah dua


bulan dan enam bulan pengobatan

5) Konseling kepada pasien untuk makan makanan yang bergizi berupa tinggi
kalori dan tinggi protein

6) Konseling kepada pasien efek samping obat yang timbul seperti buang air kecil
akan berwarna merah yang menandakan itu bukanlah darah hanya menandakan
reaksi obat. Selain itu juga bisa timbul gatal-gatal dan kepala terasa pusing. Hal
ini dilakukan agar pasien tetap minum obatnya dan tidak berhenti minum obat

7) Konseling kepada pasien untuk mengalihkan stress psikososial dengan hal-hal


bersifat positif
8) Edukasi mengenai gaya hidup bersih dan sehat seperti tidak merokok serta
fungsi dari ventilasi dalam rumah.

Dengan mengikutsertakan peran keluarga yakni :

1) Konseling mengenai penyakit TB pada pasien dan keluarganya

2) Konseling mengenai penyakit TB yang dapat menular dengan anggota keluarga


lainnya yang dapat dicegah dengan pemakaian masker, dan tidak membuang
dahak sembarangan (di wc/ kotak sampah didapur/ asbak)

3) Konseling kepada pasien untuk pemberian imunisasi BCG kepada cucunya


yang masih berusia satu bulan untuk pencegahan terhadap TB

4) Memberikan edukasi kepada keluarga untuk berperan dalam mengingatkan


pasien mengenai rutinitas minum obat

5) Edukasi dan motivasi mengenai perlunya perhatian dukungan dari semua


anggota keluarga terhadap perbaikan penyakit pasien

6) Deteksi dini kuman TB pada keluarga yang tinggal serumah dengan pasien.

c. Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan


sebagai pendukung kepada pengobatan medis konvensional atau sebagai
pengobatan pilihan lain diluar pengobatan medis (Budhi Purwanto, 2013). Titik
akupresur ini dilakukan peijatan setiap titiknya minimal 3 menit. Berikut yaitu
titik akupresur untuk mengurangi batuk berdahak pada penderita penyakit
tuberculosis sebagai berikut :

1) Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 3 jari di bawah jari kaki,
di sela-sela antara jari tengah dan jari manis

2) Titik refleksi paru-paru ditemukan pada telapak kaki 2 jari di bawah jari-jari
kaki, di sela-sela antara ibu jari dan jari telunjuk

3) Titik refleksi tenggorokkan pada punggung kaki di antara sela-sela ibu jari dan
jari telujuk

4) Titik refleksi tenggorokan ditemukan pada telapak tangan di sela-sela jari


telunjuk dan jari tengah

5) Titik refleksi untuk meredakan batuk yang berada di telapak tangan bagian 2
jari dibawah ibu jari
6) Titik refleksi untuk meredakan batuk pada dibawah tulang tengkorak kepala,
tulang tengah punggung leher kiri dan kanan, dan di sebelah tulang belikat atas
sebelah kanan dan kiri.

1.10 Pencegahan penyakit Tuberkulosis Paru

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit tuberculosis


paru. Pencegahan-pencegahan berikut dapat dilakukan oleh penderitaa,
masyarakat, maupun petugas kesehatan (Naga, 2014) :

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup mulut


saat batuk, dan membuang dahak tidak sembarangan tempat, memiliki alat makan
dan minum yang berbeda (tidak digunakan secara bergantian dengan orang lain)

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan meningkatkan


ketahanan terhadap bayi yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan


penyuluhan tentang penyakit tuberculosis, yang meliputi gejala, bahaya dan akibat
yang ditimbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.

d. Petugas kesehatan juga harus melaukan pengisolasian dan pemeriksaan


terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan memberikan pengobatan
khusus kepada penderita tuberculosis ini. Pengobatan dengan cara menginap di
rumah sakit hanya dilakukan oleh penderita dengan katagori berat dan
memerlukan pengembangan program pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki
pengobatan jalan.

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melakukan desinfeksi, seperti


cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatiah khusus terhadapmuntahan
atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit tuberculosis (piring, tempat
tidur, pakaian) dan menyediakan ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.

f. Melakukan imunisasi pada orang-orang yang melakukan kontak langsung


dengan penderita, seperti keluarga perawat, dokter, petugas kesehatan dan orang
lain yang terindikasi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif
tertular.

g. Melakukan penyelidikan terhadap orang-orang yang terindikasi. Perlu


dilakukan tes tuberkulin bagi seluruh anggota keluarga. Apabila cara ini
menunjukkan hasil negative, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan
dan perlu penyelidikan intensif.

h. Dilakukan pengobatan khusus. Pada penderita dengan TBC aktif diperlukan


pengobatan yang tepat, yaitu obat-obatan kombinasi yang telah ditetapkan oleh
dokter untuk diminum dengan tekun dan teratur, selama 6-12 bulan. Perlu
diwaspadai adanya resisten terhadap obat-obat, maka dilakukan pemeriksaan
penyelidikan oleh dokter.

1.10 Pemeriksaan Diagnostik

a. Kultur sputum : mikobakterium tuberculosis positif pada tahap akhir penyakit.

b. Tes tuberculin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi
dalam 48-72 jam).

c. Foto thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap ini tampak
gambaran bercak-bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.Dapat
kavitasi bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi tampak bayangan bercak-
bercak padat dengan densitas tinggi.

d. Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena


TB paru.

e. Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

f. Spirometry : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

1.11 Konsep Tumbuh Kembang pada Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak ke dewasa, Menurut


Sarwono, 2013 dalam Fatimatuzzahroh, 2017 masa remaja adalah suatu masa
dimana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan sosial. Individu yang
mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi
dewasa. Serta individu yang mengalami peralihan dari ketergantungan menjadi
keadaan yang relatif lebih mandiri .

Karakteristik remaja menurut Gunarsa pada (Saputro, 2017) dijelaskan


sebagai berikut :

1. Masa remaja awal. Biasanya duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama,


dengan ciri-ciri: tidak stabil keadaannya, lebih emosional, mempunyai banyak
masalah, masa yang kritis. mulai tertarik pada lawan jenis, munculnya rasa kurang
percaya diri, suka mengembangkan pikiran baru, gelisah, suka berkhayal dan suka
menyendiri

2. Masa remaja madya (pertengahan): biasanya duduk di bangku Sekolah


Menengah Atas dengan ciri-ciri: sangat membutuhkan teman, cenderung bersifat
narsistik/kecintaan pada diri sendiri, berada dalam kondisi keresahan dan
kebingungan, karena pertentangan yang terjadi dalam diri, berkeinginan besar
mencoba segala hal yang belum diketahuinya, keinginan menjelajah ke alam
sekitar yang lebih luas

3. Masa remaja akhir: ditandai dengan ciri-ciri: Aspek psikis dan fisiknya mulai
stabil, meningkatnya berfikir realistis, memiliki sikap pandang yang sudah baik,
lebih matang dalam cara menghadapi masalah, ketenangan emosional bertambah,
lebih mampu menguasai perasaan, sudah terbentuk identitas seksual yang tidak
akan berubah lagi.

Perkembangan pada remaja adalah dalam sebagai berikut:

Masa remaja di bagi menjadi dua Remaja awal : 13-16 tahun Remaja akhir : 16-
bagian 18 tahun
Ciri-ciri masa remaja 1. Periode yang penting
2. Periode peralihan
3. Periode perubahan
4.Usia bermasalah
5.Masa mencari identitas
6.Usia yang menimbulkan ketakutan
7. Masa yang tidak realistik
8. Ambang masa dewasa
Perubahan sosial yang penting 1. Meningkatnya pengaruh kelompok sebaya
dalam masa remaja 2. Pola perilaku yang lebih matang
3. Pengelompokan sosial baru dan nilai-nilai
baru dalam pemilihan teman dan pemimpin
4. Dukungan sosial.
Minat yang paling penting dan 1. Minat rekreasi
paling universal remaja masa kini 2.Minat pribadi dan sosial
3.Minat pada pendidikan
4.Minat pada pekerjaan
5. Minat agama
6. Minat pada simbol status
Berdasarkan Perkembangannya Remaja dikelompokan menjadi :

1. Perkembangan biologis adalah percepatan pertumbuhan, perubahan hormonal,


dan kematangan seksual yang datang dengan pubertas (Santrock 2011 dalam
Fatimatuzzahroh, 2017). Perubahan fisik yang sangat berpengaruh besar terhadap
perkembangan jiwa remaja adalah pertumbuhan tinggi badan yang semakin tinggi,
berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi
basah pada laki-laki), dan tanda-tanda seksual sekunder yang tumbuh. Perubahan
fisik tersebut dapat meyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya,
sehingga dapat berpengaruh pada perubahan psikologi remaja tersebut (Sarwono,
2013 dalam Fatimatuzzahroh, 2017).

2. Perkembangan atau perubahan kognitif yang terjadi selama masa transisi dari
masa kanak-kanak ke masa remaja adalah peningkatan dalam berpikir abstrak,
idealis, dan logis. Ketika mereka melakukan transisi tersebut, remaja mulai
berpikir secara lebih egosentris, sering merasa bahwa mereka berada di panggung,
unik, dan tidak terkalahkan. Dalam menanggapi perubahan tersebut, orang tua
memberikan lebih banyak tanggung jawab untuk pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh para remaja.

3. Perubahan sosio-emosional yang dialami remaja adalah pencarian jati diri.


Ketika untuk kebebasan, konflik dengan orang tua, dan keinginan untuk
menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebaya. Percakapan dengan
teman-teman menjadi lebih intim dan memasukkan lebih banyak keterbukaan diri.
Ketika anak-anak memasuki masa remaja mereka akan mengalami kematangan
seksual sehingga mereka akan mengalami ketertarikan yang lebih besar dalam
hubungan dengan lawan jenis. Remaja akan mengalami perubahan mood yang
lebih besar daripada masa kanak-kanak (Santrock, 2011 dalam Fatimatuzzahroh,
2017). Erik Erikson dalam (Krismawati, 2018) juga menyatakan bahwa remaja
sedang berada di tahap Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Pengasingan) dimana
seorang remaja menghadapi tugas perkembangan pembentukan relasi yang akrab
dengan orang lain, Erikson menggambarkan keakraban sebagai penemuan jati diri,
tanpa kehilangan diri sendiri pada orang lain. Pada periode ini, individu
termotivasi untuk berhasil melalui perkembangan sosial
Micobacterium Masuk lewat jalan
1.12 WOC Droplet infection nafas
Tuberculosa

Menempel pada paru

Keluar dari
Dibersihkan oleh Menetap dijaringan
tracheobionchial
Makrofag paru
bersama sekret

Terjadi proses
Sembuh tanpa peradangan
pengobatan

Pengeluaran zat pirogen Tumbuh dan berkembang


di sitoplasma makrofag

Mempengaruhi hipothalamus

Sarang primer/
Mempengaruhi sel point afek primer

Hipertermi

Komplek primer Limfangitis lokal Limfangitis regional

Menyebar ke organ lain (paru Sembuh sendiri tanpa Sembuh dengan bekas
lain, saluran pencernaan, pengobatan fibrosis
tulang) melalui media
(bronchogen, percontinuitum,
hematogen, limfogen)

Kadang tahunan di bronkus Pertahanan primer tidak adekuat

Kerusakan membran
Berkembang menghancurkan Pembentukan tuberkel alveolar
jaringan ikat sekitar

Bagian tengah nekrosis Pembentukan sputum Menurunnya efek paru


berlebih

Membentuk jaringan keju Alveolus


Bersihan jalan nafas tidak efektif
Sekret keluar saat Alveolus mengalami
batuk konsolidasi dan
eksudasi
Batuk produktif (batuk
terus-menerus) Gangguan
pertukaran gas

Droplet infection Batuk berat

Terhirup orang Distensi abdomen


sehat

Mual, muntah
Resiko Infeksi

Penurunan nafsu makan

Peningkatan penggunaan
energi metabolik

Penurunan massa lemak


& otot

Penurunan berat badan

Defisit Nutrisi
ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1) Identitas klien

Meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status


perkawinan, pekerjaan, alamat, diagnosa medik, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan tanggal pengkajian.

2) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus TB Paru adalah batuk, batuk
berdarah, sesak napas, nyeri dada bisa juga di sertai dengan demam. Batuk terjadi
karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai
dengan batuk purulen (menghasilkan sputum) timbul dalam jangka waktu lama
yaitu selama tiga minggu atau lebih.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang


di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita
untuk mencari pengobatan.

4) Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita


yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA, efusi
pleura, serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Mencari diantara anggota keluarga yang memiliki riwayata penyakit


tuberkulosis paru sehingga dapat dilakukan pencegahan penularannya.
6) Riwayat Sosial Ekonomi: Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan, waktu dan
tempat bekerja dan jumlah penghasilan.

7) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan


bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah
berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan
biaya yang banyak, masalah tentang masa depan atau pekerjaan pasien, tidak
bersemangat dan putus harapan.

8) Factor pendukung

 Riwayat lingkungan.
 Pola hidup : nutrisi, kebiasaan merokok, minum alcohol, pola istirahat dan
tidur, kebersihan diri.
 Tingkat pengetahuan atau pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit
TBC, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
Aktivitas/istirahat : kelelahan umum, kelemahan, napas pendek karena kerja,
kesulitan tidur atau demam malam hari. Tandanya yaitu : takikardia,
takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak.

Integritas ego : : gejala-gejala stress yang berhubungan lamanya perjalanan


penyakit, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/putus asa, menurunnya
produktivitas. Tandanya yaitu : menyangkal (khususnya selama tahap dini) dan
ansietas, ketakutan.

Makanan/cairan : kehilangan nafsu makan, tak dapat mencerna dan penurunan


berat badan. Tandanya yaitu : turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan
otot/hilang lemak subkutan.

Nyeri dan keamanan : nyeri dada meningkat karena pernafasan, batuk berulang.
Tandanya yaitu : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi dan gelisah.

Pernapasan : batuk (produktif atau tidak produktif), napas pendek, riwayat


terpajan Tuberkulosis dengan individu terinfeksi. Tandanya yaitu : peningkatan
frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura),
pengembangan pernapasan tidak simetris (efusi pleura), perkusi pekak dan
penurunan premitus (cairan pleural atau penebalan pleural), bunyi napas
:menurun/ tidak ada secara bilateral atau unilateral (efusi pleura/pneumotoraks),
bunyi napas : tubuler atau bisikan pektoral diatas lesi luas. Karakteristik sputum :
hijau purulen, mukoid kuning, atau bercak darah, airway ditandai dengan SpO2 .
Tandanya yaitu : akral dingin, sianosis dan hipoksemia.

Keamanan : adanya kondisi penurunan imunitas secar umum memudahkan infeksi


sekunder, contoh AIDS, kanker dan tes HIV positif. Tandanya yaitu : demam
rendah atau sakit panas akut.

Interaksi Sosial : perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.


Tandanya yaitu: denial.

Penyuluhan dan Pembelajaran : riwayat keluarga TB, ketidakmampuan umum /


status kesehatan buruk, gagal untuk membaik / kambuh TB, tidak berpartisipasi
dalam terapi. Pertimbangan rencana pemulangan : memerlukan bantuan dengan /
gangguan dalam terapi obat dan bantuan diri dan pemeliharaan / perawatan rumah
(Kunoli, 2012).

9) Riwayat Psikososial

Menurut Asmadi (2008), riwayat psikososial lebih sering terjadi pada


penderita yang ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak
dengan penderita TB Paru yang lain.

a. Persepsi dan harapan klien terhadap masalahnya


Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Presepsi yang salah dapat
menghambat respon koperatif pada diri pasien.
b. Pola interaksi dan komunikasi
Gejala TB Paru sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya
secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan
orang lain.
c. Pola nilai dan kepercayaan
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercaya dapat
meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan
Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan metode
penanggulangan stres yang konstruktif.
10) Pola Kesehatan Sehari-hari
Pola-pola Saat Sakit
a. Nutrisi Pada klien dengan TB Paru biasanya mengeluh
anoreksia, nafsu makan menurun. Perlu dikaji tentang
status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.

Penderita TB Paru dilarang menahan buang air kecil dan


b. Eliminasi buang air besar, kebiasaan menahan buang air kecil dan
buang air besar akan menyebabkan feses menghasilkan
radikal bebas yang bersifat meracuni tubuh,
menyebabkan sembelit, dan semakin mempersulit
pernafasan.

Dengan adanya sesak nafas dan nyeri dada pada


c. Istirahat
penderita TB Paru mengakibatkan terganggunya
kenyamanan tidur dan istirahat

Perlu dikaji personal Hygiene pada pasien yang


d. Personal
mengalami TB Paru. Terkadang ada hambatan dalam
Hygien
personal hygiene.

Perlu dikaji tentang aktivitas keseharian pasien seperti


e. Aktivitas
pekerjaan, dan aktivitas lainnya. Dengan adanya batuk,
sesak nafas dan nyeri dada akan mempengaruhi
menurunnya toleransi tubuh terhadap aktivitas.

11) Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum klien
Keadaan umum pada pasien asma yaitu compos mentis, terlihat pucat,
lemah, lemas dan sesak nafas.
b. Pemeriksaan kepala dan muka
Simetris, tidak ada nyeri tekan, warna rambut hitam atau putih, tidak ada
lesi. Biasanaya pada pasien asma muka pucat.
c. Pemeriksaan telinga
Simestris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, ada serumen atau tidak.
d. Pemeriksaan mata
Simestris, konjugtiva merah mudah, seklera putih, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada benjolan.
e. Pemeriksaan Hidung
Simetris, terdapat rambut hidung, terdapat kotoran atau tidak, tidak ada
nyeri tekan, pada pasien asma biasanya terdapat cuping hidung.
f. Pemeriksaan mulut dan faring
Mukosa bibir lembab, pada penderita asma biasanya tidak ada nyeri tekan,
tidak ada lesi, biasanya ada kesulitan untuk menelan.
g. Pemeriksaan leher
Simetris, ada pembesaran vena jugularis atau tidak, ada nyeri tekan atau
tidak, ada benjolan atau tidak.
h. Pemeriksaan payudara dan ketiak
Ketiak tumbuh rambut atau tidak, tidak ada lesi, tidak ada benjolan,
payudara simetris.
i. Pemeriksaan thoraks
1) Pemeriksaan Paru
a) Inspeksi
Menurut Somantri (2009), Batuk produktif/nonproduktif, terdapat
sputum yang kental dan sulit dikeluarkan, bernafas dengan
menggunakan otot-otot tambahan, sianosis sentral. Mekanika bernafas,
pernafasan cuping hidung, penggunaan oksigen, dan sulit bicara karena
sesak nafas.
b) Palpasi
Bernafas dengan menggunakan otot-otot tambahan. Takikardi
akan timbul di awal serangan, kemudian diikuti taktil premitus
(Somantri, 2009)
c) Perkusi
Lapang paru yang hipersonor pada perkusi (Kowalak, Welsh, dan Mayer,
2012).
d) Auskultasi
Pada saat ekspirasi terdengar suara gaduh yang dalam (Ronchi),
disebabkan gerakan udara yang melewati jalan napas menyempit akibat
obstruksi napas (sumbatan akibat odema, tumor, atau sekresi). (Somantri,
2009).
2) Pemeriksaan Jantung
a) Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi: ictus cordis terletak di ICS V mid klavikula kiri
c) Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal.
d) Perkusi : suara pekak
j. Pengkajian abdomen dan pelvis
a) Inspeksi
Pada inspeksi perlu perlu disimak apakah abdomen membusung
atau membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus
menonjol atau tidak, amati apakah ada bayangan vena, amati juga
apakah di daerah abdomen tampak benjolan- benjolan massa. Laporkan
bentuk dan letaknya.
b) Auskultasi
Mendengar suara peristaltik usus, normal berkisar 5-35
kali/menit: bunyi peristaltik yang keras dan panjang ditemui pada
gastroenteritis atau obstruksi usus pada tahap awal. Peristaltik yang
berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak
terdengar suara peristaltik maka kita lakukan peristaltik negatif (pada
pasien post operasi).
c) Palpasi
Sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada
pasien adakah daerah yang nyeri apabila ada maka harus di palpasi
terakhir, palpasi umum terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk
mengetahui apakah ada nyeri umum (peritonitis, pancreatitis). Kemudian
mencari dengan perabaan ada atau tidaknya massa/benjolan (tumor).
Periksa juga turgor kulit perut untuk menilai hidrasi pasien. Setelah itu
periksalah dengan tekanan region suprapubika (cystitis), titik mcburney
(appendicitis), region epigastrica (gastritis), dan region iliaca (adnexitis)
barulah secara khusus kita melakukan palpasi hepar. Palpasi hepar
dilakukan dengan telapak tangan dan jari kanan dimulai dari kuadran
kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama nafas dan
cembungan perut. Rasakan apakah ada pembesaran hepar atau tidak.
Hepar membesar pada keadaan malnutrisi, gangguan fungsi hati /
radang hati (hepatitis, tyroid fever, malaria, dengue, tumor hepar),
bendungan karena dekomp cordis
d) Perkusi
- Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada lambung dan
usus (tympani atau redup)
- Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau massa
dalam perut. Bunyi perkusi pada perut yang normal adalah timpani,
tetapi bunyi ini dapat berubah pada keadaan-keadaan tertentu misalnya
apabila hepar dan limpa membesar, maka bunyi perkusi akan menjadi
redup, khusunya perkusi di daerah bawah kosta kanan dan kiri.
11) Pemeriksaan integumen
Adanya nyeri tekan atau tidak, struktur kulit halus, warna kulit sawo
matang, tidak ada benjolan.
12) Pemeriksaan ekstremitas
Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan ekstremitas
menurut Somantri (2009), yaitu:
- Tanda – tanda injuri eksternal
- Nyeri
- Pergerakan
- Odema, fraktur.
13) Pemeriksaan Diagnostik

- Kultur sputum : mikobakterium tuberculosis positif pada tahap akhir


penyakit.
- Tes tuberculin : Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi
dalam 48-72 jam).
- Foto thorax : infiltrasi lesi awal pada area paru atas. Pada tahap ini tampak
gambaran bercak-bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.Dapat
kavitasi bayangan, berupa cincin. Pada klasifikasi tampak bayangan bercak-
bercak padat dengan densitas tinggi.
- Bronchografi : untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena
TB paru.
- Darah : peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
- Spirometry : penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan proses
infeksi tuberculosis
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas ditandai dengan infeksi saluran nafas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus-kapiler ditandai dengan tuberculosis paru
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
ditandai dengan infeksi
Intervensi

No Diagnosa Kep. Tujuan & KH Intervensi


1 Hipertermi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipertermi
berhubungan keperawatan diharapkan O : Identifikasi penyebab
dengan proses suhu tubuh tetap dalam hipertermi
penyakit ditandai rentang normal, dengan - Monitor suhu tubuh
dengan proses kriteria hasil : - Monitor kadar elektrolit
infeksi tuberculosis 1. Suhu tubuh membaik - Monitor haluaran urine
2. menggigil menurun T : Sediakan lingkungan yang
dingin
- Longgarkan / lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen jika hiperhidrosis
- hindari pemberian antipiretik /
aspirin
E : Anjurkan tirah baring
K : kolaborasi pemberian cairan
elektrolit Iv, jika perlu
2 Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Latihan batuk efektif
nafas tidak efektif keperawatan diharapkan O : Identifikasi kemampuan batuk
berhubungan obstruksi - Monitor adanya retensi sputum
dengan mempertahankan jalan - Monitor tanda gejala infeksi
hipersekresi jalan nafas meningkat, dengan saluran nafas
nafas ditandai kriteria hasil : - Monitor input dan ouput cairan
dengan infeksi 1. Batuk efektif T : atur posisi semifowler
saluran nafas meningkat - pasang perlak dn bengkok di
2. Produksi sputum pangkuan pasien
menurun - buang sekret ditempat sputum
3. Mengi menurun E : Jelaskan tujuan dan prosedur
4. Wheezing menurun batuk efektif
- Anjurkan nafas dalam melalui
hidung selama 4s, tahan 2s, lalu
keluarkan melalui mulut dengan
bibir mencucu 8s
- Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setalah nafas dalam yang
ke3
K : kolaborasi pemberian
mukolitik/ekspektoran, jika perlu
3 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Pemantauan respirasi
pertukaran gas keperawatan diharapkan O : Monitor frequensi, irama,
berhubungan oksigenasi/ eliminasi kedalaman, dan upaya nafas
dengan perubahan karbondioksida pada - Monitor pola nafas
membran alveolus- memberan alveolus - Monitor kemampuan batuk
kapiler ditandai dalam batas normal, efektif
dengan dengan kriteria hasil: - Monitor adanya produksi sputum
tuberculosis paru 1. Dispnea menurun - Monitor adanya sumbatan jalan
2. Bunyi nafas tambahan nafas
menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi
3. PCO2 membaik paru
4. Takikardia membaik - Auskultasi bunyi nafas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil xray toraks
T : atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemantauan
E : Jelaskan tujua dan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standart Internvensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI

KEMENTERIAN KESEHATAN, 2014

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC

DEPARTEMEN KESEHATAN, 2011

Djojodibroto, R. D. (2014). Respirologi : respiratory medicine (2nd ed.). Jakarta:


EGC.

Ikawati, Z. (2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan.


Yogyakarta: Bursa Ilmu.

Naga, S.Sholeh. (2012). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam.


Jogjakarta: Diva Press.

Budhi Purwanto. (2013). Herbal dan Keperawatan Komplementer,Yogyakarta:


Nuha Medika.

Zettira, Z., & Sari, M. I. (2017). Penatalaksanaan Kasus Baru TB Paru dengan
Pendekatan Kedokteran Keluarga. Medula: Jurnal Profesi Kedokteran
Universitas Lampung.

Anda mungkin juga menyukai