Anda di halaman 1dari 16

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 WOC

4.2 Manifestasi Klinis

a. Sesak napas : Pada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke
rongga pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan jaringan pada
rongga dada lalu dapat terjadi pneumothoraks dan hemothoraks yang akan menyebabkan
gangguan ventilasi sehingga menyebabkan terjadinya sesak napas.
b. Tanda-tanda insuffisiensi pernapasan: Sianosis, takipnea : Pada fraktur costa terjadi
gangguan pernapasan yang disertai meningkatnya penimbunan CO2 dalam darah
(hiperkapnia) yang bermanifestasi menjadi sianosis.
c. Nyeri tekan pada dinding dada : Pada fraktur costa terjadi pendorongan ujung-ujung
fraktur masuk ke rongga pleura sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur
dan jaringan pada rongga dada dan terjadi stimulasi pada saraf sehingga menyebabkan
terjadinya nyeri tekan pada dinding dada.
d. Kadang akan tampak ketakutan dan kecemasan : Rasa takut dan cemas yang dialami pada
pasien fraktur costa diakibatkan karena saat bernapas akan bertambah nyeri pada dada.
e. Adanya gerakan paradoksal
f. Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri
g. Korban bernafas dengan cepat, dangkal dan tersendat. Hal ini sebagai usaha untuk
membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri.
h. Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk
i. Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar suara udara
yang “dihisap” masuk ke dalam rongga dada.
j. Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.

4.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen standar
Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hematothoraks dan
pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae.
Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa. Pemeriksaan
Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu
untuk identifikasi fraktur iga.
b. EKG
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
d. Pulse oksimetri

4.4 Penatalaksanaan

Berdasarkan letak fraktur maka dapat dibagi menjadi:


a. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
b. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)
c. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks,
atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah:
• Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
• Bronchial toilet
• Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
• Cek Foto Ro berkala
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan
pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit diperlukan
untuk menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.
Berdasarkan tahapan penatalksanaan:
a. Primary survey
• Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
1. Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
2. Penilaian akan adanya obstruksi
Management:
3. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in - line immobilisasi
4. Bersihkan airway dari benda asing.

b. Breathing dan ventilasi


Penilaian :
1. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line
immobilisasi
2. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
3. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat
deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan
dan tanda-tanda cedera lainnya.
4. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
5. Auskultasi thoraks bilateral
Management:
1. Pemberian oksigen
2. Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu pengembangan dada:
Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi denganaspirin atau
asetaminofen setiap 4 jam.
3. Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat
fraktur costae
4. Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. interkostalis
pada costa yang fraktur serta costa-costa di atas dan di bawah yang cedera. Tempat
penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus.
Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru
5. Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi pernapasan.

c. Circulation dengan kontrol perdarahan


Penilaian
1. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
2. Mengetahui sumber perdarahan internal
3. Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi
masif segera.
4. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
5. Periksa tekanan darah

Management:
1. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
2. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas
Darah (BGA).
3. Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat
4. Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon os terhadap pemberian
cairan awal.
5. Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.

d. Disability
1. Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi.
e. Exposure/environment
1. Buka pakaian penderita
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang cukup
hangat.
Tambahan primary survey
1. Pasang monitor EKG
2. Kateter urin dan lambung
3. Monitor laju nafas, analisis gas darah
4. Pulse oksimetri
5. Pemeriksaan rontgen standar
6. Lab darah
Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi
1. Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal
2. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta awasi
tanda-tanda syok.
Secondary survey
1. Anamnesis à AMPLE dan mekanisme trauma
2. Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan maksilofasial
b)Vertebra servikal dan leher
c) Thorax
d) Abdomen
e) Perineum
f) Musculoskeletal
g) Neurologis
h) Reevaluasi penderita
f. Rujuk
1. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan
SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk.
2. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selama
perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

Penatalaksanaan umum untuk fraktur


Prinsip penanganan pada fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi
serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi
Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi atau mengembalikan fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya. Metode
untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka.
Metode yang dipilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada fraktur iga digunakan reduksi terbuka dengan fiksasi interna yang digunakan
dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan operatif untuk menghindari cacat
permanen. Alat fiksasi interna yang digunakan berupa pin, kawat, sekrup, plat. Indikasi
Operasi (stabilisasi) pada flail chest bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain seperti
hematotoraks.
b. Imobilisasi
Imobilisasi digunakan dengan mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan, untuk itu pasien dengan
fraktur iga dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas fisik untuk sementara waktu. Perawat
berpartisipasi membantu segala aktivitas perawatan mandiri pasien. Pada fraktur iga tidak
dianjurkan dilakukan pembebatan karena dapat mengganggu mekanisme bernapas.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan, mengoptimalkan serta stabilisasi fungsi
organ selama masa imobilisasi. Bersama ahli fisioterapi secara bertahap dilakukan aktifitas
fisik yang ringan hingga tahap pemulihan fungsi organ terjadi.

4.5 Pengkajian

a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

c) Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka dikaki
sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
(3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces
pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
(4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
(5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
(6) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien
harus menjalani rawat inap
(7) Persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien adalah rasa takut akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan
pandangan dirinya yang salah
(8) Pola sensori dan kognitif
Klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian fraktur,
sedangkan pada indera yang lainnya tidak timbul gangguan begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan
(9) Pola reproduksi seksual
Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri. Selain itu, klien juga perlu
dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
(10) Pola penanggulangan stress
Perasaan cemas, takut, marah, apatis, faktor-faktor stress multiple seperti
masalah finansial, hubungan, gaya hidup
2. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan
dengan pembedahan : tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari
luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang kronis atau batuk dan
merokok.
c) Pantau keseimbangan cairan
d) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada
pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun, konfusi,
dan gelisah)
e) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya
timbul selama minggu kedua) dan tanda vital
f) Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan,
panas, kemerahan, dan edema pada betis

2. Secara sistemik
a) Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma meningkat, bengkak, edema,
nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk.
Tidak ada lesi, simetris, tak edema
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
f) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi : Kaji bising usus
g) Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah merembes atau
tidak.

4.6 Analisa Data

1. DS : pasien mengatakan nyeri pada Fraktur  merusak nyeri


daerah yang fraktur jaringan lunak
DO : pasien menunjukkan wajah disekitar  post op
meringis  nyeri
2. DS : pasien mengatakan sulit tidur Fraktur  merusak Gangguan pola
DO : jaringan lunak tidur
a. frekuensi jam tidur pasien disekitar  post op
berkurang  nyeri adanya
b. pasien tampak lemah gangguan istirahat
tidur
3. DS : pasien mengatakan sesudah Fraktur  merusak Risiko infeksi
melakukan operasi jaringan lunak
DO : terdapat luka post op, terpasang disekitar  post op
balutan luka post op  adanya luka 
resiko infeksi
4. DS : pasien mengatakan takut untuk Fraktur  merusak Gangguan mobilitas
gerak-gerak jaringan lunak fisik
Do : pasien tampat membatasi disekitar  post op
gerakan, pasien tampak lemah,  adanya luka 
aktivitas masih dibantu oleh keluarga terbatasnya
ataupun perawat pergerakan 
gannguan mobilitas
fisik

4.7 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma) ditanda dengan mengeluh nyeri dan tekanan darah meningkat
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai dengan mengeluh sulit
tidur, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh tidak puas tidur, dan mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun
3. Resiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis, efek prosedur invasif
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang ditandai
dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, nyeri saat bergerak

4.8 Intervensi
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut setelah dilakukan Observasi Observasi
berhubungan intervensi selama 1. Identifikasi skala 1.
dengan agen 2x24 jam maka nyeri Mengidentifikasikan
pencedera tingkat nyeri 2. Identifikasi skalannyeri
fisiologis (mis. menurun dengan faktor yang 2. Mengidentifikasi
Inflamasi, kriteria hasil : memperberat dan apa yang
iskemia, 1. Keluhan memperingan memperberat dan
neoplasma) nyeri nyeri memperingan nyeri
ditanda dengan menurun 3. Identifikasi 3. Mengidentifikasi
mengeluh nyeri 2. Anoreksia pengaruh nyeri pengaruh nyeri pada
dan tekanan menurun pada kualitas kehidupannya.
darah meningkat 3. Muntah hidup Terapeutik
menurun Terapeutik 1. Memberikan
4. Tekanan 1. Berikan teknik tehnik
darah nonfarmakologis nonfarmakologis
membaik untuk untuk mengurangi
mengurangi rasa rasa nyeri, seperti
nyeri (mis, memberikan terapi
TENS, hipnosis, musik,
akupresur, terapi pijat,aromaterapi
musik, dan kompres
biofeedback, hangat/dingin.
terapi pijat, 2.memberikan
aromaterapi, fasilitas istrahat dan
teknik imajinasi tidur yang nyaman.
terbimbing, Edukasi
kompres 1. Menjelaskan apa
hangat/dingin, penyebab dan
terapi bermain) pemicu dari nyeri
2. Fasilitasi istirahat 2. Memberitahukan
dan tidur penggunaan
Edukasi analgesik yang
1. Jelaskan teratur dnan tepat
penyebab, 3. Mengajarkan
periode, dan tehnik
pemicu nyeri nonfarmakologis
2. Anjurkan untuk mengurangi
menggunakan rasa nyeri .
analgesik secara Kolaborasi
tepat 1. Memberiknan
3. Ajarkan teknik kolaborasi
nonfarmakologis pemberian analgesik
untuk jika diperlukan.
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgesik, jika
perlu
2. Gangguan pola Setelah dilakukan Observasi Observasi
tidur intervensi selama 1. Identifikasi pola 1.
berhubungan 2x24 jam maka aktivitas dan Mengidentifikasikan
dengan kurang pola tidur tidur pola aktivitas dan
kontrol tidur membaik dengan 2. Identifikasi tidur
ditandai dengan kriteria hasil : faktor 2.menanyakan apa
mengeluh sulit 1. Keluhan sulit pengganggu faktor yang
tidur, mengeluh tidur mengganggu
pola tidur meningkat tidur tidurnya
berubah, 2. Keluhan tidak 3. Identifikasi 3. Mengidentifikasi
mengeluh tidak puas tidur makanan dan makan dan minum
puas tidur, dan meningkat minuman yang yang mengganggu
mengeluh 3. Kemampuan mengganggu tidur
kemampuan beraktivitas tidur Terapeutik
beraktivitas menurun 1. Memberitahukan
menurun 4. Keluhan pola Terapeutik lingkungan tidur
tidur berubah 1. Modifikasi yang senyaman
meningkat lingkungan mungkin, jika perlu
(mis, 2. Memfasilitasi
pencahayaan, menghilangkan stres
kebisingan, sebelum tidur
suhu, matras, 3. Membuatkan
dan tempat jadwal rutin untuk
tidur) batasi tidur .
watu tidur Edukasi
siang, jika perlu 1. Menjelaskan
2. Fasilitasi pentingnya tidur
menghilangkan yang cukup saat
stres sebelum skakit
tidur 2. Memberitahukan
3. Tetapkan menepati kebisan
jadwal tidur wkatu tidurnya
rutin 3. Menganjurkan
Edukasi makan dnan minum
1. Jelaskan yang mengganggu
pentingnya tidurnya.
tidur cukup
selama sakit
2. Anjurkan
menepati
kebiasaan
waktu tidur
3. Anjurkan
makanan atau
minuman yang
mengganggu
tidur
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan Observasi Observasi
dibuktikan intervensi selama 1. Monitor tanda 1. Memonitor tanda
dengan penyakit 2x24 jam maka dan gejala dnan gejala infeksi
kronis, efek tingkat infeksi infeksi lokal lokal dan iskemik
prosedur invasif menurun dengan dan sistemik Terapeutik
kriteria hasil : 1. Membatasi
Terapeutik jumlah pengunjung
1. Nyeri meurun 1. Batasi jumlah 2. Memberikan
2. Kebersihan pengunjung perawatan kulit
badan 2. Berikan pada areaa yg luka
meningkat perawatan klit 3. Memberitahukan
3. Kultur darah pada area untuk mencuci
membaik edema tangan sebelum
3. Cuci tangan dnan sesudah
sebelum dan kontak dengan
sesudah kontak pasien.
dengan pasien Edukasi
dan lingkungan 1. Menjelaskan
pasien tanda dan gejala
infeksi
Edukasi 2. Mengajarkan cara
1. Jelaskan tanda mencuci tangan
dan gejala dengan benar
infeksi 3. Mengajarkan cara
2. Ajarkan cara batuk yang baik
cuci tangan dnan benar
dengan benar 4. Memberitahukan
3. Ajarkan teknik untuk meningkatkan
batuk asukan nutrisinya
4. Anjurkan Kolaborasi
meningkatkan 1. Memberikan
asupan nutrisi kolaborasi
Kolaborasi imunisasi, jika
1. Kolaborasi diperlukan.
pemberian
imunisasi, jika
perlu
4. Gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi
mobilitas fisik intervensi selama 1. Identifikasi 1. Menanyakan
berhubungan 2x24 jam maka adanya nyeri adnanya nyeri dan
dengan mobilitas fisik dan keluhan keluhan fisik
kerusakan meningkat dengan fisik lainnya lainnya
integritas kriteria hasil : 2. Identifikasi 2.mengidentifikasi
struktur tulang 1. Kekuatan otot toleransi fisik toleransi fisik
ditandai dengan meningkat melakukan melakukan
mengeluh sulit 2. Rentang pergerakan pergerakan
menggerakkan gerak (ROM) Terapeutik
ekstremitas, meningkat Terapeutik 1.;memberikan
kekuatan otot 3. Nyeri 1. Fasilitasi fasilitas aktivitas
menurun, nyeri menurun aktivitas mobilisasi dengan
saat bergerak 4. Kaku sendi mobilisasi alat bantu tempat
menurun dengan alat tidur
bantu (mis, 2. Memberikan
pagar tempat
fasilitas untuk
tidur) melakukan
2. Fasilitasi pergerakan ,jika
melakukan diperlukan
pergerakan, jikaEdukasi
perlu 1. Menjelaskan
tujuan dari prosedur
Edukasi mobilisasi
1. Jelaskan tujuan 2. Menganjurkan
dan prosedur untuk melakukan
mobilisasi mobilisasi dini.
2. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini

Anda mungkin juga menyukai