Disusun oleh :
2021
BAB I
TINJAUAN TEORI
1.1 Definisi
Harga diri yang tinggi dikaitkan dengan kecemasan yang rendah, aktif
dalam kehidupan berkelompok mengenai penerimaan orang lain terhadap dirinya,
sedangkan masalah kesehatan dapat menyebabkan harga diri, sehingga harga diri
dikaitkan dengan hubungan interperonal yang buruk sehingga beresiko terjadinya
depresi sehingga perasaan negatif mendasari hilangnya kepercayaan diri dan harga
diri individu dan mengakibatkan gangguan harga diri (Wandono, 2017). Harga
diri rendah adalah disfungsi psikologis yang merupakan kunci penting terhadap
kemampuan diri dalam melakukan suatu perilaku dalam memperoleh hasil yang
diinginkan. Memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung memiliki kenyakinan
dan kemampuan untuk memperoleh suatu tujuan (Pardede, Ariyo & Purba, 2020).
Jika dihadapkan dengan yang sulit maka dibutuhkan kepercayaan dan kemampuan
keluarga serta tindakan yang tepat untuk merawat anggota keluarga yang sakit
(Pardede, Harjuliska, & Ramadia, 2021).
1.2 Etiologi
1) adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak dicintai
kemudian dampaknya anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal pula untuk
mencintaui orang lain.
3) Sikap orang tua protekting, anak merasa tidak berguna, orang tua atau
orang terdekat sering mengkritik sering merevidasikan individu.
4) Anak menjadi frustasi, putus asa merasa tidak berguna dan merasa rendah
diri.
3) Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa percaya diri.
b. Faktor presipitasi atau stressor pencetus dari munculnya harga diri rendah
menurut (Pardede, Keliat, & Yulia 2020), mungkin ditimbulkan dari sumber
internal dan eksternal seperti:
1) Gangguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga sehingga keluarga
merasa malu dan rendah diri.
1.3 Klasifikasi
b. Harga Diri Rendah Kronik adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi
diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama. (Pardede,
Keliat, & Yulia, 2020),
f. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk, pandangan hidup yang pesimis
Keterangan : a. Respon adaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta
bersifat membangun (konstruksi) dalam usaha mengatasi stressor yang
menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri.
b. Respon maladaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta bersifat
merusak (destruktif) dalam usaha mengatasi stressor yang menyebabkan
ketidakseimbangan dalam diri sendiri.
f. Depersonalisasi : Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari
lingkungan. Hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan
dalam uji realitas. Individu mengalami kesulitan dalam membedakan diri sendiri
dan orang lain dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya (Muhith,
2015)
b. Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan
yang diterima masyarakat.
1.7 Penatalaksanaan
b. Psikoterapi: Terapi ini untuk mendorong penderita agar bisa bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama
(Rokhimma & Rahayu, 2020).
a. Pengkajian
1) Identifikasi klien
2) Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan,
topik pembicaraan
-Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah
dan perkembangan yang dicapai.
b) Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki / perempuan.
c) Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut
d) Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan
penyakitnya
e) Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan
orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan terhadap
dirinya sebagai wujud harga diri rendah.
9) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok
yang diikuti dalam masyarakat.
10) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah. i. Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama
wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori,
tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri
b. Diagnosa Keperawatan
KASUS I
I. Identitas klien
Ya Tidak
2. Pengobatansebelumnya.
3. Pelaku/Usia Korban/UsiaSaksi/Usia
Aniaya fisik
Aniaya seksual
Penolakan
Tindakan kriminal
IV.FISIK
V.PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Jelaskan : Pasien merupakan anak pertama dari 8 bersaudara, ibu pasien
meninggal saat ia berumur 8 tahun. Setelah menikah, px tinggal berdua dengan
suami, px memiliki hubungan yang cukup dekat dengan suaminya. Dalam
pengambilan keputusan rumah tangga ialah suami sebagai kepala rumah tangga.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah kep.
2. Konsepdiri
a Gambaran diri : Pasien mengatakan ingin memiliki tubuh langsing
d. Ideal diri : Pasien mengatakan ingin memiliki anak kandung, dan memberikan
keturunan bagi suaminya
e. Harga diri : Pasien mengatakan ia merasa rendah diri kepada suami dan
tetangga karena belum bisa hamil hingga saat ini
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : Pasien mengatakan suami dan orangtuanya adalah orang
yang penting dalam hidupnya
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan bahwa ia tidak terlalu percaya dan
yakin terhadap tuhan
1. Penampilan
2. Pembicaraan
Jelaskan : Selama pengkajian postur tubuh pasien menunduk, kontak mata kurang,
pasif, lesu dan tidak bergairah, berbicara pelan dan lirih.
3. Aktivitas Motorik:
4. Alam perasaaan
Jelaskan : Pasien mengatakan ia tidak bisa menjadi istri yang baik, karena tidak
bisa memberikan keturunan
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah situasional
5. Afek
Jelaskan : Selama pengkajian postur tubuh pasien menunduk, kontak mata kurang,
pasif, lesu dan tidak bergairah, berbicara pelan dan lirih.
Jelaskan : saat wawancara pasien melakukan kontak mata sekali lalu menunduk
7. Persepsi
8. Proses Pikir
9. Isi Pikir
Waham
Disorientasi
11. Memori
Jelaskan : pasien tidak menyadari penyakit pada dirinya dan merasa tidak perlu
pertolongan.
a. Perawatan diri :
Mandi BAB/BAK
Makan
b. Nutrisi
Ya Tidak
- Nafsu makan
- BB tertinggi 85 kg BB terendah 45 kg
- Diet khusus : Tidak ada diet khusus
Jelaskan : -----
c. Tidur
Ya Tidak
Jelaskan : -----
Ya Tidak
Ya Tidak Ya Tidak
Ya Tidak
Adaptif Maladaptif
9. Kegiatan di luarrumah
Belanja Ya tidak
Transportasi Ya tidak
Lain-lain Ya tidak
Koping obat-obatan
Lainnya :
2. Isolasi sosial
3. Distress spiritual
7. Defisit pengetahuan
Diagnosa Keperawatan
Analisa Data
Intervensi
SP PASIEN
SP KELUARGA
1.1 Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo,
2014)
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara.(Kusumawati & Hartono, 2012)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalamai
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012)
1.2 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sehjak
kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap
stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress
berkepanjangan menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak.
d. Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyataa menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
padapenyakit ini. (Prabowo, 2014)
2. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stresosor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi stress.
(Prabowo, 2014)
d. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan nyata dan tidak.
1) Dimensi fisik
Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalamwaktu
yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi dari halusinasi
dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengotrol semua perilaku klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasiberupa ancaman,
dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interkasi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
dan halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya
terganggu.(Damaiyanti, 2012)
1.3 Patofisiologi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase memiliki
karakteristik yang berdeda yaitu:
1. Fase I comporting (Halusinasi menyenangkan, Cemas ringan)
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba berfokus pada pikiran yang menyenangkan
untuk meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam
dan asyik sendiri.
2. Fase II comdeming (Halusinasi menjijikan, Cemas sedang)
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas kendali
dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber dipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan, dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan
untuk membedakan halusinasi dengan reaita.
3. Fase III controlling (Pengalaman sensori berkusa, Cemas berat)
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan dengan orang ain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang ain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV conquering (Melebur dalam pengaruh halusinasi, Panik)
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangat membahayakan. ( Prabowo, 2014)
1.4 Klasifikasi
Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,
diantaranya :
1. Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik) 70%
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-
suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
2. Halusinasi Pengihatan (visual) 20%
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya,
gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan
kompleks. Bayangan bias bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi Penghidu (Olfaktory)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau busuk,
amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-
kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan dementia.
4. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis, dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine. (Yosep Iyus, 2007)
7. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang
ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering
merasa dirinya terpecah dua.
b. Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang dialaminya
seperti dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012)
1.5 Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien dinyatakan
boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam
hal merawat pasien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai
pengawas minum obat
1. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita skizofrenia yang
menahun,hasilnyalebih banyak jika mulai diberi dalam dua tahun
penyakit.Neuroleptika dengan dosis efek tiftinggi bermanfaat pada penderita
psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grand
mall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang
dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien kembali
kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien
bergaul dengan orang lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya pasien
tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang
baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti
therapy modalitas yang terdiridari :
4. Terapi aktivitas
a. Terapi music
Focus ; mendengar ; memainkan alat musik ; bernyanyi. yaitu menikmati
dengan relaksasi music yang disukai pasien.
b. Terapi seni
Focus: untuk mengekspresikan perasaan melalui beberapa pekerjaan seni.
c. Terapi menari
Focus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
d. Terapi relaksasi
Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok
Rasional : untuk koping/perilaku mal adaptif/deskriptif meningkatkan
partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.
e. Terapi social
Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lain
f. Terapi kelompok
1) Terapi group (kelompok terapeutik)
2) Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity therapy)
3) TAK Stimulus Persepsi; Halusinasi
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
g. Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana d idalam keluarga( Home Like
Atmosphere).(Prabowo,2014)
1.6 Rentang Respon
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari suatu
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra. Respon
neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran logis,
persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial. Rentang respon
dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan;
1. Rentang Respon
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah
tersebut. Respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon psikosossial
Meliputi :
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indra
3) Emosi berlebih atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
c. Respon maladapttif
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan, ada
pun respon maladaptive antara lain :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakin ioleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
4) Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur
5) Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negative mengancam.(Damaiyanti,2012)
1.6 Asuhan Keperawatan Jiwa Teori
1.6.1 Pengkajian
Wawancara
a. Identitas
b. Jenis Halusinasi
c. Isi Halusinasi
d. Waktu Munculnya Halusinasi
e. Frekusensi Munculnya Halusinasi
f. Situasi Munculnya Halusinasi
g. Pasien terhadap Halusinasi
h. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi Halusinasi
ObservasI
a. Bicara atau Tertawa sendiri
b. Marah Tanpa Sebab
c. Menutup Telinga
d. Menunjuk Ke arah tertentu
e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
Isolasi
Causasosial : menarik
diri
1.6.3 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Halusinasi: Gg. Persepsi sensosri pendengaran/penglihatan
3. Isolasi sosial: menarik diri
1.6.4 Intervensi Keperawatan
A. Tindakan peperawatan
1. BHSP
2. Membantu pasien mengenal halusinasi
3. Melatih pasien mengontrol halusinasi
a. Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan:
a) Melawan: menghardik
b) Mengendalikan: minum obat
c) Distraksi: Bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
b. Melatih cara mengontrol halusinasi:
Menghardik, minum obat, bercakap-cakap, dan melakukan
kegiatan.
4. Memberikan kesempatan pasien mempraktekkan cara mengontrol
dengan cara menghardik, minum obat, berсакар-сакар dan
melakukan kegiatan
5. Memberi pujian
6. Siap mendengarkan ekspres posin fetelah melakukan tindakan.
B. Strategi Pelaksanaan pasien Halusinasi
1. Fase orientasi
a. Salam
b. Evaluas
c. Validasi
d. Kontrak (Topik d tujuan, waktu, tempat)
2. Fase kerja
a. Pengkajian
b. Diagnosis
c. Tindakan keperawatan Belajar cara mengontrol Suara"
d. Menjelaskan 4 cara mengontrol halusinasi
e. Latih dengan cara menghardik
f. Tindakan keperawatan belajar mengontrol dengan cara
bercakap-cakap
3. Fase terminasi
a. Evaluasi subjektif
b. Evaluasi objektif
c. Rencana tindak lanjut pasien
d. Rencana tindak lanjut perawat
C. Tindakan untuk keluarga
1. BHSP
2. Diskusi terkait masalah yang di rasakan pasien
3. Jelaskan tentang halusinasi
4. Jelaskancara merawat halusinasi
5. Latih cara merawat ngoota keluarga yang mengalami halusinasi
6. Persiapan pulang
1.6.5 Implementasi
1. Sp1 pasien: membantu klien mengenali halusinasi dan menjelaskan cara
mengntrol dan mengajarkan pasien mengontrol dengan cara menghardik
2. Sp2 pasien: melatih pasien degan bercakap-cakap dengan orang lain
3. Sp3 pasien: melatih pasien dengan cara melakukan aktivitas terjadwal
4. Sp4 pasien: melatih pasien menggunakan obat secara teratur
1.6.6 Evaluasi
1. Evaluasi kemampuan pasien
Pasien mengenal halusinasi, mampu mengontrol halusinasi dengan
cara: menghardik, bercakap-cakap, membuat jadwal kegiatan, melakukan
jadwal kegiatan dan minum obat. Pasien mampu mengindentifikasi
manfaat Latihan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasi
2. Evaluasi kemampuan keluarga
Keluarga mampu menejlaskan masakah halusinasi yang dialami oleh
pasien, menjelaskan cara merawat melalui 4 cara yaoti, menghardik,
bercakap-cakap, melakukan aktivitas dan minum obat. Keluarga mampu
memperagaka cara merawat halusinasi dan melaporkan keberhasilan
merawat pasien.
KASUS II
I. Identitas klien
Aniaya fisik
Aniaya seksual
Penolakan
Jelaskan No. 1, 2, 3 : Pasien rutin control, hanya saja tidak mau minum obat.
Pasien mengatakan bahwa ia pernah dijauhi oleh temannya
karena mempercayai hal-hal ghaib.
IV.FISIK
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : Pasien mengatakan ingin lengannya berotot dan perutnya
sixpack, alat kelaminnya lebih besar dan panjang
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : pasien mengatakan orang yang berarti baginya adalah kedua
orangtuanya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat : pasien mengatakan tidak
pernah mengikuti kegiatan di lingkungan sekitarnya.
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan bahwa ia percaya dan yakin kepada
Allah SWT.
Keterangan :
: Perempuan
: Laki laki
: pasien
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
2. Pembicaraan
Jelaskan : Pembicaraan pasien berpindah-pindah dari satu topik ke topik yang lain
dan tidak ada kaitannya.
3. Aktivitas Motorik:
4. Alam perasaaan
5. Afek
Jelaskan : Saat wawancara pasien melakukan kontak mata sekali lalu menunduk.
7. Persepsi
√ Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
8. Proses Pikir
Waham
Jelaskan : Ketika ditanya pembicaraan pasien meloncat ke satu topik ke topik yang
lain.
Disorientasi
11. Memori
Jelaskan : Pasien tidak menyadari penyakit pada dirinya dan merasa tidak perlu
pertolongan.
Mandi √ BAB/BAK √
√ √
Kebersihan Ganti pakaian
√
Makan
b. Nutrisi
Ya Tidak
- Nafsu makan √
- BB tertinggi 50 kg BB terendah 49 kg
c. Tidur
Ya Tidak
√
- Apakah ada masalah ?
√
- Apakah anda merasa segar setelah bangun tidur ?
√
- Apakah anda kebiasaan tidur siang ?
Lamanya 2 jam
Ya Tidak
Ya Tidak Ya Tidak
√
Keluarga Teman sejawat
Jelaskan : Pasien mengatakan sumber pendukung baginya adalah kedua orang tuanya
Ya Tidak
5. Apakah klien menikmati saat bekerja kegiatan yang menghasilkan atau hobi
√
Adaptif Maladaptif
√
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Lainnya :
DO :
- Pasien sering
mondar-mandir
- Pasien tampak
senyum sendiri
- Kontak mata
kurang, sering
menunduk
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
P : Ulangi SP 1
P : Ulangi SP 1
P : Lanjutkan SP 3
Tg No Dx Perencanaan
l Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
SP 3 Melibatkan klien
dalam
1. Evaluasi kegiatan sebelumnya memperkenalkan
(SP 2)
2. Melatih kegiatan agar halusinasi halusinasinya
tidak muncul
Tahapannya :
SP KELUARGA
SP 1: Memberikan edukasi tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi,
dan cara merawat pasien dengan halusinasi