Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN PALIATIF DAN MENJELANG AJAL

TERAPI KOMPLEMENTER ”STORYTELLING”

Disusun oleh:

Hanna Irma Ainun Yasin (20171660050)

Mutiara Oktaviani (20171660051)

Rahma Nadine Az-Zahra (20171660105)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya kami
dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal Terapi Komplementer
StoryTelling ini dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Paliatif dan
Menjelang Ajal. Pada makalah ini kami akan membahas materi mengenai bagaimana Terapi
Komplementer StoryTelling yang kami susun dari berbagai sumber dan kami rangkum pada
laporan ini.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik
berupa ide-ide maupun yang terlibat langsung dalam pembuatan makalah ini. Kami juga
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua untuk dijadikan penunjang dalam mata
kuliah Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal.

Demikianlah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kesalahan atau kekurangan
kami mohon maaf. Kritik dan saran sangat terbuka supaya laporan ini dapat diperbaiki dan
menjadi lebih baik lagi untuk berikutnya.

Surabaya, 18 Desember 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................
1.3 Manfaat Penulisan................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................

2.1 Definition...............................................................................................................................
2.2 Scientific Basic.....................................................................................................................
2.3 Interventions........................................................................................................................
2.4 Uses........................................................................................................................................
2.5 Cultural Applications..........................................................................................................

BAB III PENUTUP....................................................................................................................

3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................
3.2 Saran.....................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terapi di keperawatan adalah konsep diri sebagai penyembuh harus dipahami dan
dialami oleh setiap perawat untuk akan pengetahuan dan terampil dalam
pengiriman,arahan,atau konseling,pasien dalam penggunaan berbagai terapi. Hal ini
mencakup pemahaman kesehatan. Terapi Komplementer ini sudah dikenal secara luas
serta telah digunakan sejak dulu dalam dunia kesehatan. Namun, dalam beberapa survei
yang telah dilakukan mengenai penggunaan terapi komplementer, cakupan terapi
komplementer sendiri masih agak terbatas. Seperti Thomas Friedman (2005) mengatakan;
saat ini, dunia kesehatan, termasuk salah satunya praktisi keperawatan masih bingung
tentang apa itu terapi komplementer. Terapi komplementer adalah salah satu model terapi
yang digunakan perawat dalam melakukan perawatan kepada pasien.
Storytelling atau mendongeng didefiniskan sebagai maha karya atau akting dalam
menceritakan sebuah cerita (Dictionary.com, 2013). Saat ini pasien telah membentuk
cerita dan melalui kisah-kisah yang menarik, menghibur dan intruksi, perawat dapat
merubah mereka menjadi pendengar. Rule,2009 dalam Ruth, 2013 menjelaskan bahwa
digital storytelling merupakan bentuk modern dari sebuah karya seni kuno dari
storytelling. Cerita digital memporeleh kekuatan mereka dengan cara gambar, musik,
narasi, dan bersuara bersama, dan dengan demikian mereka memberi dimensi dalam dan
warna vivid pada karakter, situasi, pengalaman, dan sudut pandang. Walaupun teknologi
pada cerita digital menyediakan proses dan aestetik, tetapi juga dapat membuat menjadi
sulit. Untuk beberapa kebudayaan yang dibatasi penggunaan katanya, dalam 24 jam, 365
hari ketersediaan kata dalam komputer membuat sebuah ketidakpastian. Mencocokkan
pendengar dan pembaca dan kontrak mereka yang tersirat sangat penting ketika memilih
jenis alat angkut. Storytelling, digital ataupun tradisional, dibaca atau ditulis, menyajikan
berbagai macam manfaat selama perjalanan kita hidup dan dapat digunakan oleh perawat.
Perawat dapat mendengarkan cerita ketika pasien bercerita tentang apa yang terjadi pada
hidupnya; dan mereka cerita dan menceritakan ulang kejadian kapan pun ketika mereka
mendengar cerita pasien lain (Fairbairn & Carson, 2002). Kejadian yang sedang
berlangsung, terjalin, dan menyambung bahwa cerita itu akan jadi cerita ku, ceritamu, dan
cerita kita. Cerita yang terjalin kedalam utas dari life’s fabric in our daily lives
(Barton,2004). Kita semua tersambung lebih dalam atau – anda lebih suka – level yang
lebih tinggi dan storytelling akan membawa kita ke level ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan terapi StoryTelling?
2. Bagaimana dasar ilmiah terapi StoryTelling?
3. Bagaimana intervensi dalam melakukan terapi StoryTelling?
4. Bagaimana penggunaan terapi StoryTelling?
5. Bagaimana penemuan masa depan terkait terapi StoryTelling?

1.3 Manfaat Penulisan


1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa itu terapi StoryTelling
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui dasar ilmiah terapi StoryTelling
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui intervensi dalam melakukan terapi StoryTelling
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui penggunaan terapi StoryTelling
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui penemuan masa depan terkait terapi StoryTelling
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definition
Storytelling atau mendongeng didefiniskan sebagai maha karya atau akting dalam
menceritakan sebuah cerita (Dictionary.com, 2013). Cerita merupakan “sebuah narasi,
dapat berupa fiktif atau nyata, dalam bentuk prosa ataupun verse, didesign untuk menarik,
menghibur, atau diintruksikan untuk pendengaratau pembaca, [a] peri.” Sociolinguist
William Labov (as cited in Sandelowski, 1994) menyatakan bahwa tipikal cerita yang
lengkap berisi:
1. Abstract – menceritakan bagaimana cerita tersebut akan terjadi
2. Orientation – merupakan awalan dalam cerita atau “siapa, kapan, dimana, dan apa”
dalam cerita
3. Complicating Action – merupakan bagian “apa yang akan terjadi selanjutnya” pada
cerita
4. Evaluation – merupakan bagian dari “so what” pada cerita
5. Resolution – merupakan bagian dari “apa yang akhirnya diharapkan terjadi” pada
cerita
6. Coda – sebuah tanda atau sinyal bahwa cerita ini akan usai
7. Return to the present (Sandelowski, 1994, p.25) dalam Ruth Lindquist, 2013

Sesuai intruksi alami bahwa storytelling sangat mengarik untuk health care sebagai
alternativ outcome: mengimporvisasi kesehatan. Tetapi kita juga harus paham bahwa
kehidupan kita, termasuk kesehatan kita “terbentuk dari cerita yang kita jalani” (Heliker,
2007, p.21). Saat ini pasien telah membentuk cerita dan melalui kisah-kisah yang
menarik, menghibur dan intruksi, perawat dapat merubah mereka menjadi pendengar.
Rule,2009 dalam Ruth, 2013 menjelaskan bahwa digital storytelling merupakan bentuk
modern dari sebuah karya seni kuno dari storytelling. Cerita digital memporeleh kekuatan
mereka dengan cara gambar, musik, narasi, dan bersuara bersama, dan dengan demikian
mereka memberi dimensi dalam dan warna vivid pada karakter, situasi, pengalaman, dan
sudut pandang. Walaupun teknologi pada cerita digital menyediakan proses dan aestetik,
tetapi juga dapat membuat menjadi sulit. Untuk beberapa kebudayaan yang dibatasi
penggunaan katanya, dalam 24 jam, 365 hari ketersediaan kata dalam komputer membuat
sebuah ketidakpastian. Mencocokkan pendengar dan pembaca dan kontrak mereka yang
tersirat sangat penting ketika memilih jenis alat angkut.
Storytelling, digital ataupun tradisional, dibaca atau ditulis, menyajikan berbagai macam
manfaat selama perjalanan kita hidup dan dapat digunakan oleh perawat. Perawat dapat
mendengarkan cerita ketika pasien bercerita tentang apa yang terjadi pada hidupnya; dan
mereka cerita dan menceritakan ulang kejadian kapan pun ketika mereka mendengar
cerita pasien lain (Fairbairn & Carson, 2002). Kejadian yang sedang berlangsung, terjalin,
dan menyambung bahwa cerita itu akan jadi cerita ku, ceritamu, dan cerita kita. Cerita
yang terjalin kedalam utas dari life’s fabric in our daily lives (Barton,2004). Kita semua
tersambung lebih dalam atau – anda lebih suka – level yang lebih tinggi dan storytelling
akan membawa kita ke level ini.

2.2 Dasar Ilmiah


Guber,2007, p.55 dalam Ruth,2013 menjelaskan bahwa storytelling “merupakan salah
satu alat terkuat di dunia untuk mencapai hasil yang menajubkan” di hampir semua
industri. Dalam kontrak tersirat yang terjadi antara pembaca cerita dengan pendengar
cerita (Guber, 2007). waktu selalu bahan yang sangat berguna dalam storytelling.
Pembaca cerita harus membagi waktu untuk membaca semua bagian dalam cerita,
menggunakan gesture atau gerakan yang bermanfaat, proses dan estetika. Pendengar
cerita harus bersedia memberikan waktunya untu mendengarkan dan menyerap makna
dari cerita yang di dengarnya. Transmisi yang sukses, pendengar akan diizinkan untuk
mengulang cerita yang telah didengarnya. Pengulangan, membawa ke transmisi yang
lebih kuat dari kedua belah pihak.
Efektiftas pembaca dalam memahami pendengar dapat diukur dari apa yang sudah
mereka ketahui, apa yang mereka pedulikan, dan apa yang mereka ingin dengar. Pembaca
yang bagus, akan membawa cerita lebih dapat dipahami oleh pendengar lebih dari yang
dipahami oleh pembaca cerita (Guber, 2007).

2.3 Interventions
Bergner (2007) dalam Ruth (2013) menuliskan tentang “kekuatan dari sebuah cerita”,
yang mana mempunyai manfaat menyalurkan pesan terapeutik. Dia bercerita tentang
kisah yang telah dicertiakan oleh pasien pada 8 tahun yang lalu.

a. Teknik
Terapi menggunakan cerita menggambarkan budaya pada pasien, mengintegrasikan
pengetahuan, dan oleh karena itu tidak memerlukan pengetahuan baru untuk
bergabung. (Bergner, 2007). Kata kunci dapat digunakan untuk mengingatkan cerita
yang sudah dibacakan kepada pasien untuk hari berikutnya. Bercerita dapat
ditargetkan pada beberapa diagnosa dalam meningkatkan semangat untuk pasien.

b. Pedoman

Urutan pedoman telah disajikan dalam literatur untuk mendongeng dalam terapi:
cerita, menguraikan yang diperlukan untuk meningkatkan pemahaman, dan
kemudian mendiskusikan pengaplikasian untuk pasien khusus (Bergner,2007).
Dalam beberapa budaya, ada situasi di mana realita dapat “berbicara menjadi ada.”
Dalam budaya yang dominan di Amerika Serikat, people akan mendiamkan
seseorang jika ia berbicara tentang kematian, kanker, atau beberapa hal buruk.
Dalam budaya masyarakat adat tradisional, akan sulit untuk menjelaskan arahan
muka atau informed consent dalam cara yang disajikan di fasilitas medis. Hal ini
berlaku baik dalam merawat pasien atau dalam melakukan penelitian. Sebagai
contoh, mungkin tugas dari penyedia layanan kesehatan untuk menceritakan
American Indian tradisional yang lebih tua bahwa individu ini bisa mati, atau patah
kaki, atau mendapatkan infeksi jika dilakukan pengobatan tradisional. Pasien tidak
akan meninjau atau menandatangani formulir persetujuan yang berisi fakta-fakta
tersebut.

c. Saran untuk mengimplementasikan Storytelling

Saran untuk tenaga kesehatan, pendidik, atau peneliti menggunakan storytelling meliputi:
1. Pelajari perbedaan antara kelisanan dan keaksaraan:
a) Hal ini jauh lebih dari: satu kelompok membaca dan menulis.
b) Sebuah sistem seluruh aturan untuk penggunaan setiap ada.
c) Penggunaan jalur yang berbeda untuk sampai pada hasil yang diinginkan.
d) Kelisanan dan keaksaraan dapat digunakan secara terpisah atau bersama-sama.
e) Memahami bagian dan mekanisme untuk bercerita:
Orang yang tepat untuk memberitahu pasien, hak mengatur fakta-fakta pada saat
yang tepat, dengan cara yang benar, dan tempat yang tepat.
2. Memahami perbedaan dalam menanggapi mendongeng oleh usia dan budaya :
a) Muda, pasien yang lebih tua mungkin lebih selaras dengan tradisional,
lisan, tatap muka dalam bercerita.
b) Remaja melalui pasien tengah-dewasa mungkin lebih terbuka dan selaras
dengan teknik bercerita digital.

3. Pengukuran Hasil

Berbagai alat dapat digunakan untuk mengukur hasil dari cerita. Tergantung pada
tujuan yang bercerita sedang digunakan, instrumen pengkuran kecemasan, depresi,
isolasi sosial, spiritual dan rasa kesejahteraan mungkin tepat. metode penelitian
kualitatif juga dapat digunakan untuk mengukur efektivitas atau perubahan melalui
mendongeng, termasuk peningkatan pemahaman informasi.

4. Kewaspadaan
Dengan bercerita dapat membangkitkan emosi cerita yang kuat. Tenaga kesehatan
harus siap untuk membantu dan mendukung para peserta, karena beragam reaksi
dapat terjadi. Hanya orang yang terlatih dalam psikoterapi dapat menggunakan
storytelling dengan orang-orang yang memiliki masalah psikologis. Ilmu kesehatan
merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk memahami manusia dari berbagai
perspektif dan disiplin ilmu.

2.4 Penggunaan
Penggunaan storytelling di layanan kesehatan, penelitian kesehatan, dan pengajaran tidak
terbatas. Perawat dapat menggunakan cerita dalam beberapa situasi di masa hidup untuk
berbagai tujuan. Cerita dapat digunakan dalam terapi keluarga dan dapat membantu
anggota dalam memanfaatkan aliran yang berarti dari masa lalu, sekarang, dan masa
depan, dan membantu pasien membuka kemungkinan untuk “membuat makna” dan
penyembuhan (Roberts, 1994). Aspek lain dari menggunakan cerita adalah ketika teller
cerita adalah salah satu untuk mendapatkan keuntungan dari itu DiRamirez-Esparza dan
Pennebaker (2006).

Fenomena yang dihasilkan telah terlihat dalam mendongeng digital juga. Teller cerita
menerima perasaan kesejahteraan yang lebih besar atau manfaat terkait kesehatan
lainnya. Berbagi pengalaman, keringanan beban, dan membantu orang lain peserta
diperbolehkan untuk memberikan laporan perasaan yang lebih baik (Haigh & Hardy,
2011).
a. Orangtua : Praktek
Untuk meningkatkan perawatan di rumah jompo, berbagi cerita telah digunakan sebagai
strategi intervensi. Penggunaan storytelling telah terbukti meningkatkan kualitas hidup
warga di enam rumah jompo yang berbeda (Heliker, 2007). Melalui berbagi cerita,
staf didorong untuk datang untuk mengetahui pasien, latar belakang, minat, dan
sejenisnya. mendengarkan secara aktif dan ekspresi dari perhatian adalah kunci. Ini
adalah proses di mana setiap pengalaman, kepercayaan, dan berbagi menjadi jelas.
Intervensi yang disarankan oleh Heliker digunakan tiga sesi. 1 jam antara enam
pembantu perawat dan fasilitator. Dalam sesi 1, staf belajar tentang kerahasiaan,
hormat dan penuh perhatian mendengarkan, dan bermain peran. Dalam sesi 2, staf
membawa sebuah benda yang memiliki arti pribadi untuk diri mereka sendiri, untuk
lebih memahami warga. Dalam sesi 3, staf belajar tentang “berbagi menginformasikan
peduli”. (Heliker, 2007).

b. Orang tua: Pendidikan


“Banyak orang dewasa yang lebih tua dibesarkan di era ketika belajar terjadi marily
pri melalui membaca, diskusi, dan menceritakan kembali kisah-kisah” (Cangelosi
&Sorrell 2008, 19). Seringkali melalui cerita, baik formal atau informal informasi
dibagi. Banyak yang lebih tua pasien rinci berbagai topik dan peristiwa sampai mereka
memukul pada informasi terkait dalam menjelaskan masalah mereka saat ini.
mereka tidak akan dapat berbagi informasi dengan perawatan kesehatan professional
yang sangat penting untuk cerita kesehatan mereka. membutuhkan waktu, kesabaran,
dan empati. Selain itu, orang tua perlu waktu untuk mendengar dan memproses apa
penyedia perawatan kesehatan mengatakan kepada mereka. Salah satu strategi adalah
informasi kesehatan berbagi dalam kelompok pengaturan yang memungkinkan
dukungan dari orang lain dalam kelompok (Cangelosi & Sorrell, 2008). Tapi dengan
menggunakan cerita sebagai intervensi untuk mengajar orang yang lebih tua,
kebutuhan belajar yang unik akan terpenuhi (Cangelosi & Sorrell, 2008).
c. Digital Mendongeng
Cerita digital mungkin menjadi cara yang efektif untuk mendidik orang-orang muda,
apakah di dalam kelas atau di pendidikan pasien, di dunia ini selalu berubah teknologi.
media visual dan audio dapat merangsang belajar lebih dalam populasi ini, yang
sebagian besar akrab dan nyaman dengan penggunaan teknologi (Sandars, Murray, &
Pellow 2008). Bercerita digital telah digunakan oleh mahasiswa kedokteran sebagai
pedoman, mereka menyarankan berikut 12 langkah urutan kejadian untuk digital
bercerita:
1. Tentukan topik cerita.
2. Menulis cerita.
3. Kumpulkan berbagai multimedia untuk membuat sebuah cerita.
4. Pilih mana yang digunakan untuk membuat cerita.
5. Buat cerita.
6. Menyajikan cerita digital.
7. Mendorong refleksi pada setiap tahap proyek.
8. Menghindari terlalu ambisius.
9. Memberikan dukungan teknis yang memadai.
10. Mengembangkan kerangka penilaian yang relevan.
11. Menanamkan dalam pendekatan belajar mengajar yang ada.
12. Membujuk orang lain dari nilainya.

d. Aplikasi Budaya
Dalam banyak budaya masyarakat, terutama ketika mereka digambarkan sebagai
budaya, praktek-praktek kesehatan barat akan dilihat sebagai modalitas asli dan
melengkapi (Moss, 2000). Hal ini penting karena praktisi, pendongeng harus
memahami bahwa untuk pasien yang berasal dari budaya pada dasarnya cerita sudah
dipandang sebagai utama untuk kesejahteraan mereka. Ada sejumlah studi terkait
dengan kesehatan yang menggunakan mendongeng di berbagai budaya (Crawford
O'Brien, 2008; Finucane & McMullen, 2008; Inglebret, Jones, & Pavel, 2008; LArKey &
Gonzalez, 2007; Leeman, Skelly, Burns, Carlson, & Soward 2008).
Dalam analisis naratif dari 115 cerita perempuan keturunan Afrika, Banks-Wallace
(2002) ditemukan mendongeng berguna untuk belajar lebih banyak tentang faktor-
faktor historis dan kontekstual yang mempengaruhi kesejahteraan dari wanita ini.
Fungsi utama Mendongeng dilayani adalah: kontekstual terdapat ikatan dengan orang
lain, memvalidasi dan menegaskan pengalaman, ventilasi dan katarsis, menolak
penindasan, dan mendidik orang lain.
Rogers (2004) ditemukan mendongeng di depan 11 janda Pacific Northwest Afrika
Amerika, 55 tahun dan lebih tua, yang menggambarkan pengalaman mereka berkabung
setelah kematian suami mereka. Selama wawancara, para janda mengambil berbagai
tingkah laku dan pola bicara orang-orang yang merupakan bagian dari cerita. Nada-nada
berubah termasuk suara, gerakan tangan, bahasa tubuh.

2.5 Penemuan Masa Depan

Teknologi tentu akan memainkan peran lebih besar dalam mendongeng di masa depan.
Namun, kelisanan mendongeng dengan yang kita kenal akan selalu dipertahankan.
Oleh karena itu, mengintegrasikan tren masa depan akan tetap modalitas sejalan dengan
berkembang usaha manusia. Wyatt dan Hauenstein (2008) mengeksplorasi “bagaimana
teknologi dan mendongeng dapat bergabung untuk mempromosikan hasil kesehatan”
(hlm 142). Mereka mengakui bahwa meskipun mendongeng secara luas digunakan
untuk anak-anak mengajar di dalam kelas, telah minimal digunakan di arena kesehatan
sebagai alat belajar-mengajar. Dengan kemajuan teknologi dan di mana-mana
kehadiran-interaktif, bercerita digital dapat menyediakan satu mekanisme untuk
bantuan meningkatkan promosi kesehatan.
Explorations diperlukan untuk menentukan kemanjuran sketsa dalam penelitian dan
praktek, terutama dengan individu dari budaya lain dan dengan orang dewasa yang
lebih tua. Triangulasi langkah-langkah kualitatif dan kuantitatif akan memberikan
pemeriksaan yang lebih lengkap refleksi pasien mengerti dan hasil pertanyaan khusus
yang memerlukan investigasi meliputi:
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Storytelling atau mendongeng didefiniskan sebagai maha karya atau akting dalam
menceritakan sebuah cerita. Storytelling, digital ataupun tradisional, dibaca atau ditulis,
menyajikan berbagai macam manfaat selama perjalanan kita hidup dan dapat digunakan
oleh perawat. Perawat dapat mendengarkan cerita ketika pasien bercerita tentang apa
yang terjadi pada hidupnya; dan mereka cerita dan menceritakan ulang kejadian kapan
pun ketika mereka mendengar cerita pasien lain.

3.2 Saran
Semoga dengan makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, agar mahasiswa dapat
memahami dan mengetahui terapi storytelling.
DAFTAR PUSTAKA

Bank-Wallace, J. (2002). Bicara yang bicara: Bercerita dan analisis berakar pada tradisi
lisan Afrika Amerika. Kualitatif Penelitian Kesehatan, 12 (3), 410-426.
Barton, SS (2004). Permintaan Narasi: Menemukan epistemologi aborigin dalam
metodologi relasional. Journal of Advanced Nursing, 45 (5), 519-526.
Bergner, RM (2007). cerita terapi ditinjau kembali. American Journal of Psikoterapi, 61
(2), 149-162.
Bickmore, TW, & Paasche-Orlow, MK (2012). Peran teknologi informasi dalam
penelitian melek kesehatan. Jurnal Komunikasi Kesehatan: Internasional Perspektif,
17 (Suppl 3.), S23-S29.
Cangelosi, PR, & Sorrell, JM (2008). Mendongeng sebagai strategi pendidikan untuk
orang dewasa yang lebih tua dengan penyakit kronis. Jurnal Psikososial Keperawatan
dan Pelayanan Kesehatan Jiwa, 46 (7), 19-22.
Crawford O'Brien, S. (Ed.). (2008). Agama dan penyembuhan dalam asli Amerika:
Persiapan untuk pembaruan. Westport, CT: Praeger.
Dictionary.com. Cerita. Diperoleh 28 Februari 2013, dari: http://kamus.reference.com/
Edmondson, ME (1971). Lore: Pengantar ilmu cerita rakyat dan sastra. New York, NY:
Holt, Rinehart, & Winston.
Evans, J. (2007). Ilmu mendongeng. Astrobiology, 7 (4), 710-711.
Fairbairn, GJ, & Carson, AM (2002). Menulis tentang penelitian keperawatan:
Pendekatan bercerita. Perawat Peneliti, 10 (1), 7-14.
Finucane, ML, & McMullen, CK (2008). Membuat diabetes pengelolaan diri tion educa-
budaya yang relevan untuk Filipina Amerika di Hawaii. Diabetes Educator, 34 (5),
841-853.
Guber, P. (2007). Empat kebenaran dari pendongeng. Harvard Business Review, 85 (12),
52-59, 142.
Haigh, C., & Hardy, P. (2011). Menceritakan kisah-A eksplorasi konseptual mendongeng
dalam pendidikan kesehatan. Perawat Pendidikan Hari ini, 31 (4), 408-411.
Heliker, D. (2007). Cerita berbagi: Mengembalikan timbal balik dari kepedulian dalam
perawatan jangka panjang.
Jurnal Psikososial Keperawatan dan Pelayanan Kesehatan Jiwa, 45(7), 20-23.
Inglebret, E., Jones, C., & Pavel, DM (2008). Mengintegrasikan American Indian /
Alaska budaya asli dalam intervensi buku cerita bersama. Bahasa, Pidato, dan Jasa
Mendengar di Sekolah, 39 (4), 521-527.

Anda mungkin juga menyukai