Anda di halaman 1dari 41

TUGAS

PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH:

Nama: Ronaldo Metekohy

NPM: 12114201170211

Kelas: C

PROGDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU 2020

1
LATIHAN 1

LAPORAN TB(TUBERKOLOSIS) AKTIF

A.    PENGERTIAN

 Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Santa, dkk, 2009).
 Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
 Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare,
2002 ).
B.     KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN

Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien digolongkan:

1.  Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan


(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2.   Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada

TB Paru:

a.  Tuberkulosis paru BTA positif.

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.

2
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak

ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b.  Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif


 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3.      Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

 TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat


keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien
buruk.
 TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus,
TB saluran kemih dan alat kelamin.
4.      Tipe Pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:

3
 Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
 Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
 Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
 Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
 Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
 Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

4
C.  ETIOLOGI

Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman berbentuk


batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Tergolong dalam
kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :

1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam
(BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama
bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam
jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid (Asril Bahar,2001).

Cara penularan TB  (Depkes, 2006).

 Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
 Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin
menular pasien tersebut.

5
 Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

D.    PATOFISIOLOGI

Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran


pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui
udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat
masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.

Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas (lambat)

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn   respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat

6
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari
kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.

 Pathway 

7
Pathway TBC (Tuberkulosis)

      

E.  MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan
(Depkes, 2006).

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah


banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar. 2001):

1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.

8
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah
sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan
bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari
tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.

F.  KOMPLIKASI

Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :

1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.

9
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

KASUS:
Seorang pria berusia 44 tahun di rawat dengan diagnosa medis TB aktif. Pernapasan
24x/menit, ronchi pada kanan dan kiri paru, produksi sputum banyak, indeks masa
tubuh 16, tampak pucat dan terlihat sesak serta kelelahan. Terpasang oksigen 8
liter/menit, saturasi oksigen 93o/o.

10
B. Klasifikasi data:

Data subjektif Data objektif


- - RR= 24x/menit
- Ronchi pada paru kanan dan kiri
- Produksi sputum banyak
- Klien tampak pucat dan terlihat
sesak serta kelelahan
- Terpasang oksigen 8 liter/menit

C. Analisa data

No Data Etiolgi Masalah


1. Data subjektif: Kelemahan otot Intoleransi aktifitas
-
Data objektif
-Klien tampak pucat
dan terlihat sesak
serta kelelahan
-RR= 24x/menit
-Terpasang oksigen
8/menit
2. Data subjektif Penumpukan scret Ketidakefektifan bersihan
- jalan napas
Data objektif
- Ronchi pada paru
kanan dan kiri
- Produksi sputum
banyak
-RR= 24x/menit

D. Prioritas keperawatan
11
1. ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
2. intolerasnsi aktifitas b/d kelemahan otot

E. Intervensi keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi


hasil
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV
bersihan jalan napas tindakan keperawatan 2.Observasi kemampuan
b/d penumpukan diharapkan bersihan mengeluarkan secret dan batuk
lendir ditandai dengan jalan napas bisa secara efektif
ronchi pada paru kiri teratasi dengan 3. berikan posisi semi fowler
dan kanan Kriteria hasil: 4. ajarkan batuk efektif
-Tidak ada ronchi 5. kolaborasi dengan dokter dalam
pada paru kiri dan pemeberian obat
kanan 6. kolaborasi dalam pemebrian
-Produksi sputum inhalasi nebulizer
berkurang
2. Intolerasnsi aktifitas Setelah dilakukan 1. Observasi TTV
b/d kelemahan otot tindakan keperawatan 2. Ajarkan teknik ROM
ditandai dengan klien diharapkan maslah 3. kompres hangat pada persendian
tampak kelelahan dan intoleransi aktifvitas 4. anjurkan untuk aktifitas yang
pucat serta sesak dapat teratasi dengan ringan
Kriteria hasil: 5. kolaborasi dengan tim medis
-Pasien mengatakan terkait pemberian fisioterapi
tidak merasa
kelelahan
- TTV normal

LATIHAN 2
12
Kasus:
Seorang pria brusia 60 tahun mengeluh batuk berdahak sejak tiga hari yang lalu. Batuk
semakin sering mucul jika udara dingin dan pada waktu malam hari. Menurut pasien
secret yang keluar berwarna hijau dan sangat kental. Saat dilalukan auskultasi
didapatkan suara ronchi pada bagian besar paru dextra.

Klsifikasi data

Data subjektif Data objektif


- Klien mengeluh batuk berdahak - Terdapat suara ronchi pada bagian
sejak 3 hari yang lalu besar paru dextra saat di dilakukan
- Klien mengatakan batuk sering auskultasi
muncul jika udara dingin dan pada
waktu malam hari
- Klien mengatakan secret yang
keluar berwarna hijau dan kental

Analisa data

13
No Data Etiologi Masalah
1. Data subjektif Peumpukan Ketidakefektifan bersihan jalan
- Klien mengeluh secret napas
batuk berdahak
sejak 3 hari yang
lalu
- Klien mengatakan
secret yang keluar
berwarna hijau dan
Kental

Data objektif
- Terdapat suara
ronchi pada bagian
besar paru dextra
saat di dilakukan
auskultasi

Prioritas diagnosa keperawtan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan lendir

Intervensi

14
No Diagnosa keperawatan Tujuaan & kriteria hasil Intervensi
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
bersihan jalan napas b/d keperawatan diharapkan 2.Observasi kemampuan
penumpukan lendir bersihan jalan napas bisa mengeluarkan secret dan batuk
ditandai dengan ronchi teratasi dengan secara efektif
pada bagian besar paru Kriteria hasil: 3. berikan posisi semi fowler
dextra -Tidak ada suara ronchi 4. ajarkan batuk efektif
-secret berkurang 5. kolaborasi dengan dokter
dalam pemeberian obat
6. kolaborasi dalam pemebrian
inhalasi nebulizer

15
LATIHAN 3

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONCHIALE

1. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan akibat
penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat hilang
dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi pernafasan diantara dua
interval asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, karena
adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat reversible, peradangan
pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan
hiperresponsivitas, obstruksi pada saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/
kontraksi otot polos bronkus, oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus
meningkat (Putri & Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma bronchial
adalah penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena adanya penyempitan saluran
nafas yang mengakibatkan sesak nafas dimana fase inspirasi lebih pendek dari fase
ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing).
2. Etiologi
Faktor penyebab asma bronchial menurut Wijaya & Putri (2013) adalah
sebagai berikut :
a. Alergen
Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlah alergen yang
sedikit untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan biasanya disebabkan oleh virus respiratory
synchyhal virus (RSV) dan virus para influenza.
c. Iritasi
Iritasi dapat di sebabkan oleh hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau
asam dari cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin.
d. Refleks gastroesopagus

16
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat penyakit
asma.
e. Psikologis
Hal ini dapat memicu stress yang akan menurunkan respon tubuh sehingga
mudah terjadi inflamasi pada bronkus yang akan menimbulkan asma bronkiale
(Muttaqin, 2008).
3. Klasifikasi
Menurut Djojodibroto (2017) Ada 2 penggolongan besar asma bronchial,
yaitu :
a. Asma bronchial yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai riwayat
pribadi atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik. Dapat disebut asma
ekstrinsik (asma alergik) yaitu asma yang mulai terjadi saat kanak-kanak, kadar
IgE serum meningkat, mekanisme terjadinya berkaitan dengan sistem imun.
b. Asma bronchial pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan diatesis atopik.
Asma ini golongkan sebagai asma instrinsik atau asma idiosinkratik yaitu asma
yang terjadi saat dewasa, kadar IgE normal dan bersifat Non-imun.
4. Manifestasi klinik
Menurut Putri & Sumarno, 2013 manifestasi klinik untuk asma bronkial
adalah sesak nafas mendadak disertai inspirasi yang lebih pendek dibandingkan
dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai
serangan sesak nafas yang kumat-kumatan.
5. Pathofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan
allergen. Alergen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya
akan merangsang pembentukan IgE. IgE akan segera diikat oleh mastosit yang ada
dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi.
Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi
perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Kadar cAMP yang menurun itu
akan menimbulkan degranulasi sel berupa histamin dan kinin. Akibat dari
bronkospasme akan terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan
menimbulkan rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Tanda gelaja tersebut merupakan tanda dari asma bronkiale (Muttaqin, 2008).
6. Pemeriksaan Diagnostik

17
Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaan diagnostik pada
pasein asma bronchial yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium dapat dilihat leukosit dengan netrofil yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah meningkat > 250/mm3.
b. Pemeriksaan radiologi pada asma bronchial akan ditandai dengan adanya
hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar (wijaya & putri, 2013)
c. Uji kulit dilakukan untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh.
7. Penatalaksanaan
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma bronchial yaitu :
a. Pengobatan Farmakologi
7. Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
8. Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
9. Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam
jangka yang lama harus diawasi dengan ketat.
10. Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
11. Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan dengan
cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord
( budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50,
100, 200, 250, 400 μg / dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri &
Sumarno, 2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013) dapat
dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif
a. Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan
dapat mengeluarkan secret secara maksimal.. Tujuan membantu
membersihkan jalan nafas., Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien
dengan batuk yang tidak efektif

18
b. Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi paru.
Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.
8. Komplikasi
Status asmatikus merupakan asma yang lama dan hebat dan tidak berespon
terhadap terapi rutin. status asmatikus dapat menyebabkan gagal napas dengan
hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Intubasi endotrakea, ventilasi mekanis, dan
terapi obat agresif dapat diperlukan untuk mempertahankan jiwa. Selain gagal nafas
akut, komplikasi lain terkait status asma, antara lain dehidrasi, infeksi pernafasan,
atelektasis, pneumotoraks, dan kor pulmonale (Priscilla, Karen, Gerene, 2016).

Kasus
Seorang pria umur 55 tahun didiagnosa medis asma bronchiale, mengeluh sesak napas.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan RR : 36x/menit, terdapat pernapasan cuping hidung
dan retraksi intercostal.

Klasifikasi data

Data subjektif Data obejktif


- Klien mengeluh sesak napas - Pernapasan cuping hidung
Dan retraksi intercostal
- RR: 36x/menit

Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1. Data subjektif: Ganggaun suplai Pola napas tidak efetif
- Klien okseigen
mengeluh (bronospasme)
sesak napas
Data objektif:
- Pernapasan
cuping hidung
dan retrasi

19
intercostal
- RR: 36x/menit

Prioritas diagnosa keperawatan:


- Pola napas tidak efektif b/d ganggaun suplai oksigen (bronkospasme)

Intervensi

No Diagnosa ke[erawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Pola napas tidak efektif Sestelah di lakukan tindakan 1. Observasi TTV
b/d ganggaun suplai keperawtan diharapkan 2. Kaji frekuensi kedalaman
oksigen masalah pola nafas tidak pernapasan
(bronkospasme) efektif teratasi dengan 3. Auskultasi bunyi napas
ditandai dengan Kriteria hasil: 4. Ajarkan pasien teknik
Pernapasan cuping - TTV normal pernapasan dalam
hidung dan retrasi - Tidak ada pernapsan 5. Berikan posisi yang nyaman
intercostal cuping hidung bagi pasien (semi fowler)
RR: 36x/men - Klien tidak sesak 6. kolaborasi dengan dokter
napas terkait pemberian oksigen

20
LATIHAN 4

Kasus
Seorang perempuan usia 50 tahun datang ke IRD dengan keluhan nyeri dada kiri
depan yang tidak berkurang dengan istirahat. Nyeri tidak menjalar ke bagian tubuh
lain dan bisa ditunjuk. Tanda-tanda vital menunjukan suhu 38,6oC, frekuensi nadi
90x/menit. Klien takut dirinya mengalami sakit jantung koroner dan hanya berbaring
di tempat tidur.

Klafikasi data

Data subjektif Data objektif


- Klien mengatakan nyeri - TTV:
dada kiri depan yang 1. Suhu: 38,6oC
tidak berkurang dengan 2. Nadi : 90x/menit
istirahat
- Klien mengatkan nyeri
tidak menjalar kebagian
tubuh lain dan bisa
ditunjuk
- Klien merasa takut
dirinya mengalami sakit
jantung koroner dan
hanya berbaring
ditempat tidur

21
Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1. Data subjektif Iskemia jaringan Gangguan rasa nyaman nyeri
- Pasien mengeluh nyeri jantung
pada dada kiri depan
yang tidak berkurang
dengan istirahat
- Pasien mengatakan
nyeri tidak menjalar ke
bagian tubuh lain dan
bisa ditunjuk
Data objektif
TTV:
- S: 38,6Oc
- N: 90x/menit

2. Data subjektif Iskemia jaringan Resiko Penurunan curah jantung


- Pasien mengeluh nyeri jantung
pada dada kiri depan
yang tidak berkurang
dengan istirahat
- Pasien mengatakan
nyeri tidak menjalar ke
bagian tubuh lain dan
bisa ditunjuk
Data objektif
TTV:
- S: 38,6Oc
N: 90x/menit

22
Prioritas diagnosa keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d iskemia jaringan jantung

2. Resiko penurunan curah jantung b/d iskemia jaringan jantung

Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawtan
1. Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor dan kaji karakteristik dan
nyaman nyeri b/d keperawtan diharapkan lokasi nyeri
Iskemia jaringan pasien mampu menunjukkan 2. Monitor tanda-tanda vital  ( tekanan
jantung ditandai rasa nyeri dada dengan darah, nadi)
dengan Pasien Kriteria hasil : 3. Ciptakan suasana lingkungan yang
mengeluh nyeri pada tenang dan nyaman
- Pasien tampak rileks
dada kiri depan yang 4. Ajarkan dan anjurkan pada pasien
- Skala nyeri 0
tidak berkurang untuk melakukan tehnik relaksasi
- TD : 120/80 mmHg
dengan istirahat 5. Kolaborasi dengan deokter dalam
pemberian analgesik

2. Resiko penurunan Setelah dilakukan tindakan 1. monitor TTV


curah jantung b/d keperawatan diharapkan 2. evaluasi adanya nyeri dada
iskemia jaringan Tidak ada penurunan curah 3. catat adanya distrimia jantung
jantung ditandai janrtung dengan Kriteria 4. monitor status kardiovaskuler
dengan Pasien hasil: 5. monitor abdomen sebagai indikator
mengeluh nyeri pada - TTV normal penurunan perfusi
dada kiri depan yang - tidak terjadi 6. monitor adanya peningkatan tekanan
tidak berkurang penurunan curah darah
dengan istirahat jantung 7. anjurkan klien untuk menurunkan stres

LATIHAN 5

23
LAPORAN PENDAHULUAN

PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK) atauCHRONIC


OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)

1. DEFINISI
 PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial,
serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya
(GOLD , 2009).
 PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005)
 PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPDadalah : Bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001)
 PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner &
Suddarth, 2002).
 PPOK  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel,
terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).

B.    KLASIFIKASI

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:

1.   Bronchitis Kronis

24
a.   Definisi

Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan


mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun
berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).

b.   Etiologi

Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:

1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.

2) Alergi

3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll

c.  Manifestasi klinis

1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.

2) Mukus lebih kental

3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan


mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan
dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi
mukus akan meningkat.

4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.

5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,


terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara

25
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan
penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.

6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal


timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2.

7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi


polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.

8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul
yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF.

1. Emfisema

a.   Definisi

Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding


alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner &
Suddarth, 2002).

b.   Etiologi

a. Faktor tidak diketahui


b. Predisposisi genetic
c. Merokok
d. Polusi udara
c.    Manifestasi klinis
e. Dispnea
f. Takipnea
g. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan

26
h. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
i. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
j. Hipoksemia
k. Hiperkapnia
l. Anoreksia
m. Penurunan BB
n. Kelemahan
2. Asthma Bronchiale

a.   Definisi

Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan
yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).

b.   Etiologi

1)      Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)

2)      Infeksi saluran  nafas

3)      Stress

4)      Olahraga (kegiatan jasmani berat)

5)      Obat-obatan

6)      Polusi udara

7)      Lingkungan kerja

8)      Lain-lain (iklim, bahan pengawet)

c.    Manifestasi Klinis

1)      Dispnea

2)      Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),

3)      wheezing,

27
4)      batuk non produktif

5)      takikardi

6)      takipnea

C.     ETIOLOGI

Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup  oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :

1.   asap rokok 

a.    perokok aktif 

b.   perokok pasif 

2.   polusi udara

a.    polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor

b.   polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan

3.    polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

4.    infeksi saluran nafas bawah berulang

D.    PATOFISIOLOGI

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah
peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah
distribusi darah yang sudah teroksigenasi. 

Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan


paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas
vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi

28
paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap
kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok


merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi
sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan
(GOLD, 2009).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik


pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus,
maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena
ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil
Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga
terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi
perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi
perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema,
bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan
konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

29
E.     MANIFESTASI KLINIS

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk
bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama
dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit
dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.

30
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang
hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang
biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat
saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.

Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:

1)      Batuk bertambah berat

2)      Produksi sputum bertambah

3)      Sputum berubah warna

4)      Sesak nafas bertambah berat

5)      Bertambahnya keterbatasan aktifitas

6)      Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis

7)      Penurunan kesadaran

F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1.  Pemeriksaan radiologi

a.  Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1)  Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang
menebal.

2)  Corak paru yang bertambah

b.  Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

1)  Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan

bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

2)  Corakan paru yang bertambah.

31
3)  Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan
KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow
rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan
diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya
pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

2. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi


vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

3. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari
1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

5. Laboratorium darah lengkap

G.    KOMPLIKASI

1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.

2. Asidosis Respiratory

32
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.

3. Infeksi Respiratory

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,


peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.

4. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus


diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.

5. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.

6. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit


ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon
terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan
distensi vena leher seringkali terlihat.

H.    PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

33
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,


menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak


perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid


untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran


lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.

2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif.

3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.

4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara

2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :

a.   Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x

34
0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam
klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza
dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti
kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami
eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka
dianjurkan antibiotik yang kuat.

b.   Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan

berkurangnya sensitivitas terhadap CO2

c.    Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.

d.   Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya

golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol

5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer

atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.

3.   Terapi jangka panjang di lakukan :

a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari


dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari
fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4.   Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

5.   Mukolitik dan ekspektoran

6.   Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan


terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

35
KASUS

Seorang laki laki berusia 50 tahun di antar ke klinik dengan keluhan batuk dan sesak napas
yang semakin berat sejak 2 hari terakhir. Pada annamnesa didapatkan riwayat merokok dan
didiagnosa PPOK. Pemeriksaan fisik didapatkan trekanan darah 150/90mmhg, nadi
90x/menit, frekuensi pernapasan 34x/menit, edema tungkai

Klasifikasi data

Data subjektif Data objektif


- Klien mengeluh batuk dan sesak - TD: 150/90mmHg
napas yang semakin berat sejak - N: 90x/menit
2 hari terakhir - Edema tungkai

Analisa data

No Data Etiologi Masalah

36
1. Data subjektif Inflamasi Ketidakefektifan jalan
- Klien mengeluh batuk dan napas
sesak napas yang semakin Sputum meningkat
berat sejak 2 hari terakhir
Data objektif Berihan jalan napas

- TD: 150/90mmHg tidak efektif

- N: 90x/menit
Gangguan irama
jantung
2. Data subjektif Penurunan curah
- jantung
Data objektif
- TD: 150/90mmHg
- N: 90x/menit
- Edema tungkai

Prioritas diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan jalan napas b/d peningkatan sputum

2. penurunan curah jantung b/d gangguan irama jantung

Intervensi

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

37
1. Ketidakfefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
bersihan jalan napas keperawatan diharapkan 2.Observasi kemampuan
b/d peningktan bersihan jalan napas bisa mengeluarkan secret dan batuk
sputum yang ditandai teratasi dengan secara efektif
dengan Klien Kriteria hasil: 3. berikan posisi semi fowler
mengeluh batuk dan -TTV normal 4. ajarkan batuk efektif
sesak napas yang -Tidak ada suara ronchi 5. kolaborasi dengan dokter dalam
semakin berat sejak 2 -TIdak ada pernapasan pemeberian obat
hari terakhir cuping hidung 6. kolaborasi dalam pemebrian
inhalasi nebulizer
2. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 1. monitor TTV
jantung b/d gangguan keperawatan diharapkan 2. evaluasi adanya nyeri dada
irama jantung ditandai Tidak ada penurunan 3. catat adanya distrimia jantung
dengan curah janrtung dengan 4. monitor status kardiovaskuler
Klien mengeluh batuk Kriteria hasil: 5. monitor abdomen sebagai
dan sesak napas yang - TTV normal indikator penurunan perfusi
semakin berat - tidak terjadi 6. monitor adanya peningkatan
penurunan curah tekanan darah
jantung 7. anjurkan klien untuk
menurunkan stres
8. kolaborasi dengan dokter
terkait pemberian obat

LATIHAN 6

KASUS

38
Seorang anak laki-laki berusia 11 bulan dibawa orang tuanya ke RS dengan keluhan sesak
napas disertai panas dan batuk pilek. Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi pernapasan
56x/menit, napas cuping hidung (+), retraksi intercostal (+). Perawat akan melakukan
pemasangan oksigen

Klasifikasi data

Data subjektif Data objektif


- Klien mengeluh sesak napas - RR: 56x/menit
disertai panas dan batuk pilek - Napas cuping hidung (+)
- Retraksi intercostal (+)

Analisa data

No Data Etiologi Masalah

39
1. Data subjektif Ganggaun suplai okseigen Pola napas tidak efektif
- Klien (bronospasme)
mengeluh
sesak napas
disertai panas
dan batuk
pilek
Data objektif

- RR:
56x/menit
- Napas cuping
hidung (+)
- Retraksi
intercostal
(+)
2. Data subjektif Pores peradangan Hipertermi
- Klien
mengeluh
sesak napas
disertai panas
dan batuk
pilek
Data objektif
-

40
Prioritas diagnosa keperawatan:

1. Pola napas tidak efektif b/d Ganggaun suplai okseigen (bronospasme)

2. hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

Intevensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawatan
1. .Pola napas tidak Sestelah di lakukan tindakan 1. Observasi TTV
efektif b/d keperawtan diharapkan 2. Kaji frekuensi kedalaman
Ganggaun suplai masalah pola nafas tidak pernapasan
okseigen efektif teratasi dengan 3. Auskultasi bunyi napas
(bronospasme) di Kriteria hasil: 4. Ajarkan pasien teknik
tandai dengan klien - TTV normal pernapasan dalam
mengeluh sesak - Tidak ada pernapsan 5. Berikan posisi yang nyaman
napas cuping hidung bagi pasien (semi fowler)
Klien tidak sesak napas 6. kolaborasi dengan dokter
terkait pemberian oksigen
2. Hipertermi Sestelah di lakukan tindakan 1. Observasi TTV
berhubungan keperawtan diharapkan suhu 2. Pantau suhu tubuh klien
dengan proses tubuh pasien dalam batas 3. berikan kompres mandi
peradangan normal dengan hangat pada lipatan paha dan
ditandai dengan Kriteria hasil: aksila
klein mengeluh - Klien tidak merasa 4. tingkatkan intake dan cairan
panas panas nutrisi
- TTV dalam batas 5. kolaborasi dengan dokter
normal terkait pemberian obat

41

Anda mungkin juga menyukai