OLEH:
NPM: 12114201170211
Kelas: C
FAKULTAS KESEHATAN
1
LATIHAN 1
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare,
2002 ).
B. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN
Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
TB Paru:
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
2
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
3
Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
4
C. ETIOLOGI
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam
(BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun
dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant, tertidur lama selama
bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam
jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
5
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
D. PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai
reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan
dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
6
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari
kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
Pathway
7
Pathway TBC (Tuberkulosis)
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan
(Depkes, 2006).
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien merasa
tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
8
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit tidaklah
sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam
jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan
bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada malam hari
tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.
F. KOMPLIKASI
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
9
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
KASUS:
Seorang pria berusia 44 tahun di rawat dengan diagnosa medis TB aktif. Pernapasan
24x/menit, ronchi pada kanan dan kiri paru, produksi sputum banyak, indeks masa
tubuh 16, tampak pucat dan terlihat sesak serta kelelahan. Terpasang oksigen 8
liter/menit, saturasi oksigen 93o/o.
10
B. Klasifikasi data:
C. Analisa data
D. Prioritas keperawatan
11
1. ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
2. intolerasnsi aktifitas b/d kelemahan otot
E. Intervensi keperawatan
LATIHAN 2
12
Kasus:
Seorang pria brusia 60 tahun mengeluh batuk berdahak sejak tiga hari yang lalu. Batuk
semakin sering mucul jika udara dingin dan pada waktu malam hari. Menurut pasien
secret yang keluar berwarna hijau dan sangat kental. Saat dilalukan auskultasi
didapatkan suara ronchi pada bagian besar paru dextra.
Klsifikasi data
Analisa data
13
No Data Etiologi Masalah
1. Data subjektif Peumpukan Ketidakefektifan bersihan jalan
- Klien mengeluh secret napas
batuk berdahak
sejak 3 hari yang
lalu
- Klien mengatakan
secret yang keluar
berwarna hijau dan
Kental
Data objektif
- Terdapat suara
ronchi pada bagian
besar paru dextra
saat di dilakukan
auskultasi
Intervensi
14
No Diagnosa keperawatan Tujuaan & kriteria hasil Intervensi
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
bersihan jalan napas b/d keperawatan diharapkan 2.Observasi kemampuan
penumpukan lendir bersihan jalan napas bisa mengeluarkan secret dan batuk
ditandai dengan ronchi teratasi dengan secara efektif
pada bagian besar paru Kriteria hasil: 3. berikan posisi semi fowler
dextra -Tidak ada suara ronchi 4. ajarkan batuk efektif
-secret berkurang 5. kolaborasi dengan dokter
dalam pemeberian obat
6. kolaborasi dalam pemebrian
inhalasi nebulizer
15
LATIHAN 3
1. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan akibat
penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat hilang
dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi pernafasan diantara dua
interval asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, karena
adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat reversible, peradangan
pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas terhadap berbagai rangsangan
hiperresponsivitas, obstruksi pada saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/
kontraksi otot polos bronkus, oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus
meningkat (Putri & Sumarno, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan asma bronchial
adalah penyakit saluran pernafasan yang terjadi karena adanya penyempitan saluran
nafas yang mengakibatkan sesak nafas dimana fase inspirasi lebih pendek dari fase
ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing).
2. Etiologi
Faktor penyebab asma bronchial menurut Wijaya & Putri (2013) adalah
sebagai berikut :
a. Alergen
Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi diperlukan jumlah alergen yang
sedikit untuk menimbulkan serangan asma.
b. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan biasanya disebabkan oleh virus respiratory
synchyhal virus (RSV) dan virus para influenza.
c. Iritasi
Iritasi dapat di sebabkan oleh hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau
asam dari cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin.
d. Refleks gastroesopagus
16
Iritasi trakeobronkheal karena isi lambung dapat memperberat penyakit
asma.
e. Psikologis
Hal ini dapat memicu stress yang akan menurunkan respon tubuh sehingga
mudah terjadi inflamasi pada bronkus yang akan menimbulkan asma bronkiale
(Muttaqin, 2008).
3. Klasifikasi
Menurut Djojodibroto (2017) Ada 2 penggolongan besar asma bronchial,
yaitu :
a. Asma bronchial yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai riwayat
pribadi atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik. Dapat disebut asma
ekstrinsik (asma alergik) yaitu asma yang mulai terjadi saat kanak-kanak, kadar
IgE serum meningkat, mekanisme terjadinya berkaitan dengan sistem imun.
b. Asma bronchial pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan diatesis atopik.
Asma ini golongkan sebagai asma instrinsik atau asma idiosinkratik yaitu asma
yang terjadi saat dewasa, kadar IgE normal dan bersifat Non-imun.
4. Manifestasi klinik
Menurut Putri & Sumarno, 2013 manifestasi klinik untuk asma bronkial
adalah sesak nafas mendadak disertai inspirasi yang lebih pendek dibandingkan
dengan fase ekspirasi dan diikuti oleh bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai
serangan sesak nafas yang kumat-kumatan.
5. Pathofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan
allergen. Alergen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya
akan merangsang pembentukan IgE. IgE akan segera diikat oleh mastosit yang ada
dalam jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi.
Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi
perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.Kadar cAMP yang menurun itu
akan menimbulkan degranulasi sel berupa histamin dan kinin. Akibat dari
bronkospasme akan terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan
menimbulkan rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Tanda gelaja tersebut merupakan tanda dari asma bronkiale (Muttaqin, 2008).
6. Pemeriksaan Diagnostik
17
Menurut Mubarak, Chayatin, dan Susanto (2015) pemeriksaan diagnostik pada
pasein asma bronchial yaitu :
a. Pemeriksaan laboratorium dapat dilihat leukosit dengan netrofil yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi, eosinofil darah meningkat > 250/mm3.
b. Pemeriksaan radiologi pada asma bronchial akan ditandai dengan adanya
hiperinflasi paru-paru diafragma mendatar (wijaya & putri, 2013)
c. Uji kulit dilakukan untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh.
7. Penatalaksanaan
Menurut (Muttaqin, 2008) penatalaksanaan pada pasien asma bronchial yaitu :
a. Pengobatan Farmakologi
7. Agnosis beta: metaproterenol ( alupent, metrapel). Bentuknya aerosol,
bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit.
8. Metilxantin : aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta
agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
9. Kortikosteroid. Diberikan jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respon yang baik. Dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam
jangka yang lama harus diawasi dengan ketat.
10. Kromolin dan Iprutropioum bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khusunya untuk anak-anak.
11. Terapi nebulizer. Dosis obat untuk pemberian Nebulizer ditentukan dengan
cara Berat badan (BB) x 3600/ cc. Jenis obat yang dipakai yaitu Pulmicord
( budesonide 100 μg, 200 μg, 400 μg/ dosis), Ventolin ( beclomethasone 50,
100, 200, 250, 400 μg / dosis, NaCl 2 ml, Bisolvon larutan (Putri &
Sumarno, 2013).
b. Non Farmakologi
Penatalaksanaan pada pasien asma menurut Putri & Sumarno (2013) dapat
dilakukan dengan melakukan terapi nebulizer dan batuk efektif
a. Batuk Effektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar,
dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan
dapat mengeluarkan secret secara maksimal.. Tujuan membantu
membersihkan jalan nafas., Indikasi :Produksi sputum yang berlebih , Pasien
dengan batuk yang tidak efektif
18
b. Menerapkan posisi semi fowler untuk memfasilitasi nafas dan ekspansi paru.
Posisi ini mengurangi kerja napas dan meningkatkan ekspansi paru.
8. Komplikasi
Status asmatikus merupakan asma yang lama dan hebat dan tidak berespon
terhadap terapi rutin. status asmatikus dapat menyebabkan gagal napas dengan
hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis. Intubasi endotrakea, ventilasi mekanis, dan
terapi obat agresif dapat diperlukan untuk mempertahankan jiwa. Selain gagal nafas
akut, komplikasi lain terkait status asma, antara lain dehidrasi, infeksi pernafasan,
atelektasis, pneumotoraks, dan kor pulmonale (Priscilla, Karen, Gerene, 2016).
Kasus
Seorang pria umur 55 tahun didiagnosa medis asma bronchiale, mengeluh sesak napas.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan RR : 36x/menit, terdapat pernapasan cuping hidung
dan retraksi intercostal.
Klasifikasi data
Analisa data
19
intercostal
- RR: 36x/menit
Intervensi
20
LATIHAN 4
Kasus
Seorang perempuan usia 50 tahun datang ke IRD dengan keluhan nyeri dada kiri
depan yang tidak berkurang dengan istirahat. Nyeri tidak menjalar ke bagian tubuh
lain dan bisa ditunjuk. Tanda-tanda vital menunjukan suhu 38,6oC, frekuensi nadi
90x/menit. Klien takut dirinya mengalami sakit jantung koroner dan hanya berbaring
di tempat tidur.
Klafikasi data
21
Analisa data
22
Prioritas diagnosa keperawatan
Intervensi
LATIHAN 5
23
LAPORAN PENDAHULUAN
1. DEFINISI
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial,
serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya
(GOLD , 2009).
PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPDadalah : Bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001)
PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner &
Suddarth, 2002).
PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel,
terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).
B. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
24
a. Definisi
b. Etiologi
2) Alergi
c. Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
25
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan
penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul
yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF.
1. Emfisema
a. Definisi
b. Etiologi
26
h. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
i. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
j. Hipoksemia
k. Hiperkapnia
l. Anoreksia
m. Penurunan BB
n. Kelemahan
2. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan
yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
3) Stress
5) Obat-obatan
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3) wheezing,
27
4) batuk non produktif
5) takikardi
6) takipnea
C. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. asap rokok
a. perokok aktif
b. perokok pasif
2. polusi udara
3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
D. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah
peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah
distribusi darah yang sudah teroksigenasi.
28
paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap
kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil
Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga
terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi
perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi
perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema,
bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan
konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
29
E. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk
bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama
dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit
dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
30
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang
hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang
biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat
saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang
menebal.
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
31
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan
KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow
rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan
diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya
pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari
1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
G. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
32
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
4. Gagal jantung
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
H. PENATALAKSANAAN
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
33
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
5. Pengobatan simtomatik.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x
34
0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam
klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza
dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti
kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami
eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka
dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol
5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
35
KASUS
Seorang laki laki berusia 50 tahun di antar ke klinik dengan keluhan batuk dan sesak napas
yang semakin berat sejak 2 hari terakhir. Pada annamnesa didapatkan riwayat merokok dan
didiagnosa PPOK. Pemeriksaan fisik didapatkan trekanan darah 150/90mmhg, nadi
90x/menit, frekuensi pernapasan 34x/menit, edema tungkai
Klasifikasi data
Analisa data
36
1. Data subjektif Inflamasi Ketidakefektifan jalan
- Klien mengeluh batuk dan napas
sesak napas yang semakin Sputum meningkat
berat sejak 2 hari terakhir
Data objektif Berihan jalan napas
- N: 90x/menit
Gangguan irama
jantung
2. Data subjektif Penurunan curah
- jantung
Data objektif
- TD: 150/90mmHg
- N: 90x/menit
- Edema tungkai
Intervensi
37
1. Ketidakfefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
bersihan jalan napas keperawatan diharapkan 2.Observasi kemampuan
b/d peningktan bersihan jalan napas bisa mengeluarkan secret dan batuk
sputum yang ditandai teratasi dengan secara efektif
dengan Klien Kriteria hasil: 3. berikan posisi semi fowler
mengeluh batuk dan -TTV normal 4. ajarkan batuk efektif
sesak napas yang -Tidak ada suara ronchi 5. kolaborasi dengan dokter dalam
semakin berat sejak 2 -TIdak ada pernapasan pemeberian obat
hari terakhir cuping hidung 6. kolaborasi dalam pemebrian
inhalasi nebulizer
2. Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan 1. monitor TTV
jantung b/d gangguan keperawatan diharapkan 2. evaluasi adanya nyeri dada
irama jantung ditandai Tidak ada penurunan 3. catat adanya distrimia jantung
dengan curah janrtung dengan 4. monitor status kardiovaskuler
Klien mengeluh batuk Kriteria hasil: 5. monitor abdomen sebagai
dan sesak napas yang - TTV normal indikator penurunan perfusi
semakin berat - tidak terjadi 6. monitor adanya peningkatan
penurunan curah tekanan darah
jantung 7. anjurkan klien untuk
menurunkan stres
8. kolaborasi dengan dokter
terkait pemberian obat
LATIHAN 6
KASUS
38
Seorang anak laki-laki berusia 11 bulan dibawa orang tuanya ke RS dengan keluhan sesak
napas disertai panas dan batuk pilek. Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi pernapasan
56x/menit, napas cuping hidung (+), retraksi intercostal (+). Perawat akan melakukan
pemasangan oksigen
Klasifikasi data
Analisa data
39
1. Data subjektif Ganggaun suplai okseigen Pola napas tidak efektif
- Klien (bronospasme)
mengeluh
sesak napas
disertai panas
dan batuk
pilek
Data objektif
- RR:
56x/menit
- Napas cuping
hidung (+)
- Retraksi
intercostal
(+)
2. Data subjektif Pores peradangan Hipertermi
- Klien
mengeluh
sesak napas
disertai panas
dan batuk
pilek
Data objektif
-
40
Prioritas diagnosa keperawatan:
Intevensi
41