Anda di halaman 1dari 5

 Definisi tbc

Tuberkulosis (TBC) atau yang lebih dikenal dimasyarakat dengan sebutan penyakit
TB merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen yang bernama
Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit TBC dapat menyerang organ paru-paru manusia.
Penyakit ini dapat menyebabkan penderitanya mengalami batuk yang berlangsung sangat
lama yaitu lebih dari 3 minggu, batuk mengandung lendir dahak, terkadang juga dapat
mengeluarkan darah. Penyakit TBC tidak hanya menyerang organ paru-paru tetapi juga
dapat menyerang organ-organ lainnya seperti usus, tulang ataupun kelenjar dalam tubuh.
Penularan penyakit TBC dapat menyebar melalui udara ketika penderita batuk maka akan
mengeluarkan basil lebih dari 5000 dari paru-paru, cairan liur penderita. (Toresa, 2020)

Sumber: Suntoko, H. (2022). PROMOSI KEPATUHAN PENGOBATAN PADA PASIEN


TUBERKULOSIS (TBC) (Doctoral dissertation, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Magelang).

 Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan sinar ultraviolet. Ada
dua macam mycobacterium tuberculosis tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin
berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human bisa
berada dibercak ludah (droplet) dan diudara yang berasal dari penderita TBC, dan orang
yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya. Setelah organisme terinhalasi, dan
masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup dan menyebar kenodus limfatikus local.
Penyebaran melalui aliran darah ini dapat menyebabkan Tb pada orang lain, dimana
infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun-tahun (Nurarif dan Kusuma,2015).
 Manifestasi klinis
Manifestasi menurut Nurarif dan Kusuma (2015) : 1) Demam 40-41C, serta ada
batuk atau batuk darah 2) Sesak nafas dan nyeri dada 3) Malaise, keringat malam 4)
Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada 5) Peningkatan sel darah putih dengan
dominasi limfosit 6) Pada anak berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang
jelas atau tumbuh, demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu,
batuk kronik > 3 minggu, dengan atau tanpa wheezing, riwayat kontak dengan pasien TB
paru dewasa

Sumber : Ismail, M., Annisa, F., Kusuma, E., & Putra, K. W. R. (2021). ASUHAN
KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN KETIDAK EFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAFAS
DENGAN DIAGNOSA MEDIS TBC PARU DI DESA BENDUNGAN KECAMATAN KRATON
PASURUAN (Doctoral dissertation, Politeknik Kesehatan Kerta Cendekia).

 Patofisiologi
Seorang penderita tuberkulosis ketika bersin atau batuk menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Bakteri kemudian menyebar melalui jalan
nafas ke alveoli, di mana pada daerah tersebut bakteri bertumpuk dan berkembang biak.
Penyebaran basil ini dapat juga melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain
(ginjal, tulang, korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (Soemantri, 2009). Pada saat
kuman tuberkulosis berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru,
terjadilah infeksi yang mengakibatkan peradangan pada paru, dan ini disebut kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6
minggu. Setelah terjadi peradangan pada paru, mengakibatkan terjadinya penurunan
jaringan efektif paru, peningkatan jumlah secret, dan menurunnya suplai oksigen
(Yulianti & dkk, 2014). Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel
T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respon ini
disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat).
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast,
menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk
jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberke.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus
dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan
masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke
bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh
jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas
penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas
keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh (Soemantri, 2014)

Sumber : Wahdi, A., & Puspitosari, D. R. (2021). MENGENAL TUBERKULOSIS


Tuberkulosis, Klasifikasi TBC, Cara Pemberantasan, Asuhan Keperawatan TBC Dengan
Aplikasi 3S (SDKI, SLKI & SIKI).
 Klasifikasi
Berasarkan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR HK.01.07/MENKES/755/2019 TENTANG PEDOMAN NASIONAL
PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA TUBERKULOSIS, klasifikasi Tb
terbagi menjadi 4 klasifikasi, yaitu :
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis :
a. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. TB
milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. Pasien yang
mengalami TB paru dan ekstra paru harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.
b. TB ekstra paru adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru
seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitorurinaria, kulit,
sendi dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstra paru dapat ditegakkan secara
klinis atau histologis setelah diupayakan semaksimal mungkin dengan konfirmasi
bakteriologis.
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan :
a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya atau
riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis bila memakai obat
program).
b. Kasus dengan riwayat pengobatan adalah pasien yang pernah mendapatkan OAT
1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai obat program). Kasus ini
diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir sebagai
berikut:
c. Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini
ditegakkan diagnosis TB episode kembali (karena reaktivasi atau episode baru
yang disebabkan reinfeksi).
d. Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir pengobatan.
e. Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan
atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut dan
dinyatakan loss to follow up sebagai hasil pengobatan.
f. Kasus lain-lain adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil
akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan.
g. Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui adalah pasien yang tidak
diketahui riwayat pengobatan sebelumnya sehingga tidak dapat dimasukkan
dalam salah satu kategori di atas.

Penting diidentifikasi adanya riwayat pengobatan sebelumnya karena terdapat risiko


resistensi obat. Sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan obat menggunakan tercepat yang telah disetujui WHO
(TCM TB MTB/Rif atau LPA (Hain test dan genoscholar) untuk semua pasien
dengan riwayat pemakaian OAT.

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Berdasarkan hasil uji
kepekaan, klasifikasi TB terdiri dari :
a. Monoresisten: resistensi terhadap salah satu jenis OAT lini pertama.
b. Poliresisten: resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain
isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multidrug resistant (TB MDR) : minimal resistan terhadap isoniazid (H) dan
rifampisin (R) secara bersamaan.
d. Extensive drug resistant (TB XDR) : TB-MDR yang juga resistan terhadap
salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu dari OAT lini kedua
jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan amikasin).
e. Rifampicin resistant (TB RR) : terbukti resistan terhadap Rifampisin baik
menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional),
dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi. Termasuk
dalam kelompok TB RR adalah semua bentuk TB MR, TB PR, TB MDR dan
TB XDR yang terbukti resistan terhadap rifampisin
4. Klasifikasi berdasarkan status HIV
a. Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB terkonfirmasi bakteriologis atau
terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil tes HIV-positif, baik yang
dilakukan pada saat penegakan diagnosis TB atau ada bukti bahwa pasien telah
terdaftar di register HIV (register pra ART atau register ART).
b. Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB terkonfirmasi bakteriologis
atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil negatif untuk tes HIV
yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis TB. Bila pasien ini diketahui
HIV positif di kemudian hari harus kembali disesuaikan klasifikasinya.
c. Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB terkonfirmasi
bakteriologis atau terdiagnosis klinis yang tidak memiliki hasil tes HIV dan
tidak memiliki bukti dokumentasi telah terdaftar dalam register HIV. Bila
pasien ini diketahui HIV positif dikemudian hari harus kembali disesuaikan
klasifikasinya

Menentukan dan menuliskan status HIV sangat penting dilakukan untuk


mengambil keputusan pengobatan, pemantauan dan menilai kinerja program.
Dalam kartu berobat dan register TB, WHO mencantumkan tanggal pemeriksaan
HIV, kapan dimulainya terapi profilaksis kotrimoksazol, dan kapan dimulainya
terapi antiretroviral.

 Mekanisme kerja nati bakteri


Mekanisme kerja antibakteri berdasarkan aktivitasnya dapat dibagi atas 2 kelompok,
yaitu aktivitas bakteriostatik dan bakterisida (Fuadi, 2014). Aktivitas bakteriostatik
bersifat menghambat pertumbuhan bakteri, namun tidak membunuhnya, sedangkan
bakterisida bersifat membunuh bakteri dalam spectrum luas. Jika dilihat dari mekanisme
kerjanya, antibakteri dapat dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu :
- Menghambat Sintesis Dinding Sel Bakteri memiliki dinding sel dengan tekanan
osmotik yang tinggi di dalam sel dan berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan
ukuran sel. Pada dinding sel bakteri mengandung peptidoglikan. Bakteri Gram Positif
memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tebal daripada bakteri Gram Negatif.
Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau
mengubahnya setelah selesai terbentuk.
- Mengganggu Keutuhan Membran Sel Membran sitoplasma yang berfungsi dalam
perpindahan molekul aktif dan menjaga keseimbangan zat di dalam sel. Kerusakan
membran sitoplasma sel dapat menyebabkan keluarnya makromolekul seperti
protein, asam nukleat, dan ion-ion penting sehingga sel menjadi rusak.
- Menghambat Sintesis Protein Sintesis protein yang dilakukan oleh sel bakteri
digunakan untuk kelangsungan kehidupannya yang berlangsung di ribosom dengan
bantuan Mrna dan tRNA. Pada bakteri ribosom terdiri atas dua subunit ribosom yaitu
30S dan ribosom 50S. Kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA
menjadi ribosom 70S untuk sintesis protein. Penghambatan pada komponen ribosom-
ribosom tersebut menyebabkan gangguan protein sel.
- Menghambat Asam Nukleat Penghambatan sintesis asam nukleat dilakukan dengan
cara mengikat enzim DNA-dependent RNA polymerase sehingga menghambat
sintesis Ribosa Nukleotida Acid (RNA) bakteri.
- Menghambat Metabolisme Sel Bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan
hidupnya. Asam folat tersebut harus disintesis sendiri oleh bakteri dari asam para
aminobenzoate (PABA)

Anda mungkin juga menyukai