Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar TB Paru

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. TB menyerang paru-paru dan dapat menginfeksi

organ lain. TB dapat ditularkan melalui udara , saat orang yang terjangkit TB

bersin atau batuk (Irianto, 2014).

Tuberkulosis (TB) paru merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang menyerang jaringan parenkim paru.

Mycobacterium tuberculosis termasuk bakteri yang sering menginfeksi jaringan

yang memiliki kandungan oksigen tinggi. Patogen Mycobacterium tuberculosis

cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat

yang gelap dan lembab. Penularan TB umumnya terjadi melalui droplet yang

dikeluarkan dengan cara batuk, bersin atau percikan ludah orang yang terinfeksi

TB paru (Dewi, 2019).

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang bagian paru-paru, yang kemudian

dapat menyerang kebagian tubuh lainnya. Infeksi biasanya terjadi pada 2-10

minggu. Pasca 10 minggu, akan muncul manifestasi penyakit karena gangguan

dan ketidakefektifan respons imun (Puspasari, 2019).


7

2.1.2 Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut Mycobacterium

tuberculosis. Penyakit ini menyebar saat penderita TB batuk atau bersin dan

orang lain menghirup droplet yang dikeluarkan. Meskipun TB menyebar dengan

cara yang sama dengan flu, penyakit ini tidak menular dengan mudah. Seseorang

harus kontak dalam waktu beberapa jam dengan orang yang terinfeksi. Infeksi

TB biasanya menyebar antar anggota keluarga yang tinggal satu rumah

(Puspasari, 2019).

2.1.3 Patofisiologi

Penularan TB Paru terjadi karena kuman keluar melalui bersin atau batuk

dari orang yang terinfeksi dan menjadi droplet nuklei di udara. Bakteri ini dapat

menetap di udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar

ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan

gelap kuman dapat bertahan selama berhari-hari hingga berbulan-bulan. Bila

bakteri ini terhirup oleh orang sehat maka akan menempel pada jalan napas atau

paru-paru. Bakteri dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5

mikromilimeter.

TB Paru adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara

sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah

imunoresponsif nya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan

makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokin nya.

Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi


8

sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cenderung

tertahan di hidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah

berada di alveolus biasanya bagian bawah lobus atas paru-paru atau bagian atas

lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit

polimorfonuklear tampak di daerah tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak

membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan

oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul

gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya,

sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus

difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah

bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan

infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel

tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini butuh waktu 10-20

hari.

Nekrosis pada bagian sentral menjadi seperti keju yang biasa disebut

nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi

disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon

yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut

yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru disebut fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar

getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks ghon. Respon lain yang

dapat terjadi di daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas

kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Bakteri tuberkel yang dilepaskan


9

dari dinding kavitas akan masuk kedalam pecabangan trakeobronkhial. Proses ini

dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga

tengah atau usus.

Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan

meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda, lumen bronkus

dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan

perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak

dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan

bahan perkejuan dan lesi mirip denga lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini

dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan

dengan bronkus sehingga menjadi peradangan aktif.

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.

Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah

dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada organ lain. Jenis

penyebaran ini disebut limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri.

Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat

menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak

pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem

vaskuler dan tersebar ke organ-organ lainnya (Widiastuti, 2010).

2.1.4 Klasifikasi

1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit :

a. Tuberkulosis yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB

dianggap sebagai TB paru karena lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB


10

di rongga dada (hilius atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat

gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru , dinyatakan sebagai

TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB Paru dan sekaligus juga

menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.

b. Tuberkulosis ekstra paru. TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya

: pleura, kelenjer limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak

dan tulang. Diagnosa TB paru ekstra paru harus diupayakan berdasarkan

penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang

menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan sebagai pasien TB

ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya :

a. Pasien baru TB : adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT tetapi kurang

dari 1 bulan (<dari 28 dosis).

b. Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB

terakhir, yaitu :

1) Pasien kambuh : adalah pasien TB yang sebelumnya pernah dinyatakan

sembuh setelah menjalani pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosa

TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi atau klinis (baik karena

benar-benar sembuh atau karena terinfeksi).

2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal : adalah pasien TB yang

pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.


11

3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat : adalah pasien yang

pernah diobati dan dinyatakan putus berobat.

4) Lain lain : adalah pasien TB yang pernah diobati tetapi hasil akhir

pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat :

a. Mono resistan (TB MR) : resisten terhadap salah satu jenis OAT pertama

saja.

b. Poli resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini

pertama selain Isoniazid dan Rifampisin secara bersamaan.

c. Multidrug resistan (TB MDR) : resistan terhadap Isoniazid dan Rifampisin

secara bersamaan.

d. Extensive drug resistan (TB XDR) : resistan terhadap salah satu OAT

golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT jenis suntikan

(kanamisin, kapreomisin, dan amikasin).

e. Resistan rifampisin (TB RR) : resistan terhadap rifampisin dengan atau

tanpa resistan terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode

genotip (tes cepat).

4. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV :

a. Pasien TB dengan HIV positif : pasien TB dengan hasil tes HIV positif

sebelumnya atau sedang mendapatkan ART atau hasil tes HIV positif pada

saat diagnosis TB.

b. Pasien TB dengan HIV negatif : pasien TB dengan tes HIV negatif

sebelumnya atau hasil tes HIV negatif pada saat diagnosis TB.
12

c. Pasien dengan status HIV tidak diketahui : pasien tanpa ada bukti

pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan.

2.1.5 Manifestasi Klinis

Menurut Widiastuti (2010), gejala TB Paru dapat dibagi menjadi gejala

umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat.

Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga

cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

a. Gejala sistemik/umum

1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya

dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang

serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

2) Penurunan nafsu makan dan berat badan.

3) Batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

b. Gejala khusus

1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi

sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju paru-paru) akibat

penekanan

kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi’,

suara nafas melemah yang disertai sesak.

2) Kalau ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat

disertai dengan keluhan sakit dada.


13

3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang

yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit

di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan

disebut meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi,

adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

2.1.6 Komplikasi

a. Komplikasi dini

1) Pleuralitis

2) Efusi pleura

3) Empiema

4) Laryngitis

5) TB usus

b. Komplikasi lanjut

1) Obstruksi jalan napas

2) Kor pulmonal

3) Amiloidosis

4) Karsinoma paru

5) Sindrom gagal nafas (Ardiansyah, 2012).

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Amin (2014), pemeriksaan diagnostik berikut biasanya dilakukan

untuk menegakkan infeksi TB :


14

a. Darah : pada saat TB baru mulai aktif didapat leukosit meningkat, jumlah

limfosit dibawah normal, laju endap darah meningkat.

b. Sputum : dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah

dapat dipastikan. Pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi

pengobatan yang sudah diberikan.

c. Tes Tuberkulin : tes ini dipakai untuk menegakkan diagnosis terutama pada

anak-anak, tes ini hanya menyatakan apakah sedang atau pernah mengalami

infeksi Mycobacterium tuberculosis.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

Selain mengobati, pengobatan TB paru juga untuk mencegah kematian,

kekambuhan, resistensi terhadap OAT serta memutuskan rantai penularan. Obat

Anti Tuberkulosis (OAT) yaitu Rifampisin, Isoniazid, Pyrazinamid, Ethambutol

dan Streptomycin (Dewi, 2019). Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua

fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat

yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang

digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid,

Pyrazinamid, Streptomycin dan Ethambutol (Muttaqin, 2012).


15

2.1.9 Pathway

2.1 Gambar Pathway TB Paru


16

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

Menurut Yura (1983) dalam buku Setiadi (2012), proses keperawatan adalah

tindakan berurutan yang dilakukan secara sistemik untuk menentukan masalah

dengan membuat perencanaan untuk melaksanakannya dan mengevaluasi

keberhasilan secara efektif terhadap masalah tersebut.

2.2.1 Pengkajian

Adapun menurut Wijaya dan Yessie (2013), pengkajian yang dilakukan pada

klien dengan penderita TB Paru adalah sebagai berikut :

a. Biodata

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, tempat/tanggal lahir, alamat dan

pekerjaan.

b. Riwayat kesehatan

Keluhan yang sering muncul antara lain demam, batuk, sesak napas, nafsu

makan, berat badan menurun dan perlu ditanyakan tinggal dengan siapa,

karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan

tetapi merupakan penyakit infeksi menular.

c. Aktivitas istirahat

Gejala :

1) Kelelahan umum dan kelemahan

2) Napas pendek karena beban kerja paru meningkat

3) Kesulitan tidur atau demam pada malam hari, menggigil dan berkeringat.

Tanda :

1) Takikardi, takipnea / dispnea pada kerja


17

2) Kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut)

d. Integritas ego

Gejala :

1) Adanya faktor stress lama

2) Masalah keuangan, rumah

3) Perasaan tak berdaya / tak ada

harapan Tanda :

1) Menyangkal (khususnya tahap dini)

2) Ansietas, ketakutan

e. Makanan /

cairan Gejala :

1) Kehilangan nafsu makan

2) Tidak dapat mencerna

3) Penurunan berat

badan Tanda :

1) Turgor kulit buruk, kering / kulit bersisik

2) Kehilangan otot / hilang lemak subkutan

f. Nyeri / ketidaknyamanan

Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang

Tanda :

1) Berhati-hati pada area yang sakit

2) Perilaku distraksi, gelisah

g. Pernapasan
18

Gejala :

1) Batuk produkif atau tidak produktif

2) Napas pendek

3) Riwayat tuberkulosis / terpajan penderita terinfeksi

Tanda :

1) Peningkatan frekuensi pernapasan

2) Pengembangan paru tak simetri

3) Perkusi pekak

4) Karakteristik sputum : hijau / purulen, mukoid kuning atau bercak darah

5) Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik)

h. Keamanan

Gejala :

1) Adanya kondisi penekanan imun, contoh : AIDS, kanker

2) Tes HIV positif

Tanda : demam rendah

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang,

sebagai dasar intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan

(Setiadi, 2012).

Adapun diagnosa keperawatan pada klien dengan TB paru adalah :

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekret kental

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan atelektasis


19

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakadekuatan intake nutrisi

d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan terbatasnya pengetahuan

f. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahanan

primer tidak adekuat


20

2.2.3 Intervensi Keperawatan

2.2 Tabel Intervensi Keperawatan dengan TB Paru

Menurut NIC (2015), adapun intervensi TB Paru diantaranya :

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan O2
bersihan jalan napas keperawatan selama 3x24 jam 2. Anjurkan klien
berhubungan dengan klien menunjukkan untuk istirahat dan
sekret kental keefektifan jalan napas napas dalam
dengan kriteria hasil : 3. Posisikan klien
- Menunjukkan jalan napas untuk
yang paten memaksimalkan
- Mampu ventilasi
mengidentifikasikan dan 4. Auskultasi suara
mencegah faktor yang napas
dapat menghambat jalan 5. Atur intake cairan
napas untuk
mengoptimalkan
keseimbangan
6. Monitor respirasi
dan status O2
7. Kolaborasi
pemberian obat
sesuai indikasi
OAT (Obat Anti
Tuberkulosis)
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan asuhan 1. Posisikan klien
gas berhubungan keperawatan selama 3x24 jam untuk
dengan atelektasis gangguan pertukaran klien memaksimalkan
teratasi dengan kriteria hasil : ventilasi
- Mendemonstrasikan 2. Atur intake cairan
peningkatan ventilasi dan untuk
oksigenasi yang adekuat mengoptimalkan
- Mendemonstrasikan batuk keseimbangan
efektif dan suara nafas 3. Monitor respirasi
yang bersih (mampu dan status O2
mengeluarkan sputum, 4. Catat pergerakan
mampu bernafas dengan dada, amati
mudah) kesimetrisan,
- Tanda-tanda vital dalam penggunaan otot
rentang normal tambahan
21

5. Monitor suara
napas
6. Monitor pola
napas
7. Auskultasi suara
napas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
8. Monitor TTV
9. Auskultasi bunyi
jantung, jumlah,
irama dan
denyut jantung
10. Kolaborasi tirah
baring, batasi
aktivitas dan
bantu kebutuhan
perawatan diri
sehari-hari
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x24 jam alergi makanan
kebutuhan tubuh nutrisi kurang teratasi dengan 2. Kolaborasi dengan
berhubungan dengan kriteria hasil : ahli gizi untuk
ketidakadekuatan - Adanya peningkatan berat menentukan
intake nutrisi badan jumlah kalori dan
- Mampu mengidentifikasi nutrisi yang
kebutuhan nutrisi dibutuhkan klien
- Tidak ada tanda-tanda 3. Yakinkan diet
malnutrisi yang dimakan
mengandung
tinggi serat
untuk mencegah
konstipasi
4. Monitor adanya
penurunan BB dan
gula darah
5. Monitor intake
nutrisi
6. Anjurkan banyak
minum
7. Kolaborasi dengan
dokter tentang
22

kebutuhan
suplemen
makanan
4. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam pengkajian nyeri
inflamasi paru diharapkan klien tidak secara
komprehensif
mengalami nyeri dengan
2. Observasi reaksi
kriteria hasil : nonverbal dari
- Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
- Melaporkan bahwa nyeri 3. Kontrol
berkurang dengan lingkungan yang
menggunakan manajemen dapat
nyeri mempengaruhi
- TTV dalam rentang normal nyeri
4. Ajarkan teknik
non farmakologi
5. Berikan analgesik
untuk mengurangi
nyeri
5. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam pengetahuan klien
terbatasnya klien menunjukkan dan keluarga
pengetahuan pengetahuan tentang proses 2. Gambarkan tanda
penyakit dengan kriteria dan gejala yang
hasil : biasa muncul
- Klien dan keluarga 3. Identifikasi
menyatakan pemahaman penyebab
tentang penyakit, kondisi, 4. Sediakan bagi
prognosis dan program keluarga informasi
pengobatan tentang kemajuan
- Klien dan keluarga mampu klien
melaksanakan prosedur 5. Diskusikan pilihan
yang dijelaskan secara terapi atau
benar penanganan
- Klien dan keluarga mampu selanjutnya
menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan
lainnya
6. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Review patologi
dan terhadap keperawatan selama 3x24 jam penyakit fase
penyebaran diharapkan kriteria hasil : aktif/tidak aktif
- Menunjukkan perubahan 2. Identifikasi orang-
berhubungan dengan
23

pertahanan primer pola hidup untuk orang yang


tidak adekuat meningkatkan lingkungan beresiko terkena
yang aman infeksi seperti
anggota keluarga,
teman dan orang
dalam satu
perkumpulan
3. Anjurkan klien
menutup mulut
jika batuk/bersin
4. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan
suplemen
makanan

2.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja

sehari-hari. Dengan kata lain implementasi adalah melakukan rencana tindakan

yang telah ditentukan untuk mengatasi masalah klien (Rohmah, 2012).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang

kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan evaluasi adalah

untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan

kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Anda mungkin juga menyukai