0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
8 tayangan15 halaman
Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien Tn. S dengan penyakit Tuberkulosis (TBC) paru di RSUD Jombang. Ringkasannya adalah: (1) TBC didefinisikan sebagai penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang menyerang paru, (2) Gejala umum TBC paru adalah batuk berdarah lebih dari 2 minggu dan kelelahan, (
Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien Tn. S dengan penyakit Tuberkulosis (TBC) paru di RSUD Jombang. Ringkasannya adalah: (1) TBC didefinisikan sebagai penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang menyerang paru, (2) Gejala umum TBC paru adalah batuk berdarah lebih dari 2 minggu dan kelelahan, (
Dokumen tersebut memberikan ringkasan tentang laporan pendahuluan asuhan keperawatan pada pasien Tn. S dengan penyakit Tuberkulosis (TBC) paru di RSUD Jombang. Ringkasannya adalah: (1) TBC didefinisikan sebagai penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang menyerang paru, (2) Gejala umum TBC paru adalah batuk berdarah lebih dari 2 minggu dan kelelahan, (
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
Tn.S DENGAN PENYAKIT TUBERCULOSIS (TBC) PARU DI RUANG
GATOTKACA RSUD JOMBANG
Disusun Oleh :
Mar atus Sholihah 20181420146006
Prodi Ners
PROFESI NERS STIKES BAHRUL ULUM
TAMBAK-BERAS JOMBANG 2021-2022 Landasan Teori TBC
1.1 Definisi TBC
Tuberculosis paru adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh
Micobacterium Tuberculosis, dimana penyakit ini menjadi salah satu penyakit yang menyerang berbagai organ terutama paru. Penyakit ini menyerang bagian saluran napas bawah. Penyebaran penyakit ini sangat cepat yaitu melalui udara, percikan ludah atau dahak, bersin dan batuk (Fitriani dkk, 2020). 1.2 Etiologi TBC Penyebab utama dari Tb paru adalah Micobacterium Tuberculosis, Micobacterium Bovis atau Micobacterium africanum yang di kenal sebagai bakteri asam basa (BTA), memiliki sifat basil berbentuk batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80℃) serta mudah mati jika terkena sinar ultraviolet dan dapat bertahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar atau ruangan yang lembab (Fitriani dkk, 2020). 1.3 Manifestasi Klinis Gejala umum yang paling sering di alami oleh penderita Tb paru adalah batuk berdahak kurang lebih selama 2-3 minggu atau bisa lebih dari itu. Batuk dapat di iringi dengan gejala tambahan yakni dahak bercampur darah, batuh berdarah, sesak napas, badan terasa lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, berkeringat di malam hari meski tidak melakukan aktifitas fisik dan demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala tersebut dapat di jumpai pada pasien dengan penyakit paru selain Tb yang dapat di katakana sebagai seorang tersangka (suspek) pasien Tb dan perlu di lakukan permeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Fitriani dkk, 2020). Yang termasuk ke dalam suspek MDR dengan gejala tersebut adalah : a. Kasus kronik yaitu pasien Tb yang pengobatannya gagal dalam kategori 2. b. Pasien Tb yang tidak konversi dalam pengobatan kategori 2. c. Paisen Tb yang memiliki Riwayat pengobatan di fasilitas layanan kesehatan non-DOTS. d. Pasien Tb gagal pengobatan kategori 1. e. Pasien Tb tidak konversi setelah pemberian sisipan. f. Pasien Tb dengan kekambuhan. g. Pasien Tb yang kembali menjalani pengobatan setelah lalai/default. h. Pasien Tb yang memiliki Riwayat kontak erat dengan pasien Tb MDR 1.4 Klasifikasi TBC Berdasaran pedoman pengendalian Nasional Pengendalian Tuberculosi yang di kemukakan oleh (Fitriani dkk, 2020) adalah sebagai berikut : a. Klasifikasi berdasarkan letak anatomi 1) Kasus Tuberculosis paru melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial. Tb paru ikatakan sebagai Tb miller karena terdapat lesi di paru. 2) Tb ekstra paru yaitu kasus Tb yang melibatkan diluar parenkim paru seperti, pleura, abdomen, kulit, sendi dan tulang, dan selaput otak. b. Klasifikasi berdasarkan Riwayat pengobatan sebelumnya 1) Pasien baru Tb Merupakan pasien yang belum pernah berobat sama sekali, atau sudah minum OAT (Obat Anti Tuberculosis) tetapi kurang dari 1 bulan (≤ 28 dosis). 2) Pasien Tb yang pernah di obati Pasien yang pernah menelan OAT lebih dari 1 bulan atau lebih dari 28 hari. Pasien ini selanjutnya di klasifikasikan pasien pengobatan terkahir Tb yakni : (1) Paien kambuh yaitu pasien yang di nyatakan pernah sembuh dan saat ini di diagnosis Tb berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena kambuh atau reinfeksi). (2) Pasien yang di obati lagi setelah gagal yakni pasien pernah di obati namun di nyatakan gagal pada saat pengobatan terakhir. (3) Pasien yang di obati kembali setelah putus berobat . (4) Lain-lain yaitu pasien yang sudah di obati namun tidak di ketahui hasil pengobatan sebelumnya. c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Pengelompokan hasil uji kepekaan obat contoh uji dari Micobacterium Tuberculosis terhadap OAT dapat berupa : 1) Mono resistan (Tb MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja. 2) Poli resistan (Tb MR): resisten terhadap leboh dari satu OAT lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan. 3) Multi drug resistance (Tb XDR): resistan pada obat Isoniazid dan Rifampisin secara bersamaan. 4) Extensive drug resistance (Tb XDR): Tb MDR yang sekaligus resisten pada salah satu OAT golongan fluorokuinolon, salah satunya OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapriomisin, Amikasin). 5) Resistan Rifampisin (Tb PR): resisten Rifampisin dengan atau tanpa resisten terhadap OAT. 1.5 Patofisologi Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru- paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru- paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit
bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari
pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari. 1.6 Pemeriksaan Fisik Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa bentuk dada seperti tong (barrel chest), terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup), terlihat penggunaan dan hipertrofi otot-otot bantu napas, pelebaran sela iga, dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi vena jugularis dan edema tungkai. Pada perkusi biasanya ditemukan adanya hipersonor. Pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan fremitus melemah, suara napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang, ronki, dan mengi. Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut 1) Inspeksi - Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong ) - Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup ) - Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas - Pelebaran sela iga - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai - Penampilan pink puffer atau blue bloater 2) Palpasi - Fremitus melemah - Sela iga melebar 3) Perkusi - Hipersonor 4) Auskultasi - Fremitus melemah, - Suara nafas vesikuler melemah atau normal - Ekspirasi memanjang - Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi) - Ronki Pink puffer Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing. Blue bloater Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer. Pursed - lips breathing Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO yang terjadi pada gagal napas kronik. 1.7 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan dahak mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan sewaktu-pagisewaktu (SPS). 1) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua 2) P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas. 3) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi hari. Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen dan pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana `pewarnaannya dilakukan dengan auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan)
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis) yang merupakan rekomendasi dari WHO. ‘ b. Pemeriksaan Bactec Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah dengan memakai Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT) c. Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai dengan organ yang terlibat. d. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda: 1) Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. 2) Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikro bakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah. 3) ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 µl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran. e. Pemeriksaan Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah f. Pemeriksaan histopatologi jaringan g. Pemeriksaan darah h. Uji tuberkulin Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian. 1.1 Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara: a. Promotif 1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC 2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko 3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. b. Preventif 1. Vaksinasi BCG 2. Menggunakan isoniazid (INH) 3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab. 4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara dini. 2. Penatalaksanaan secara medik Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian : 1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan. * Streptomisin injeksi 750 mg. * Pas 10 mg. * Ethambutol 1000 mg. * Isoniazid 400 mg. 2. Jangka panjang Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis : * INH. * Rifampicin. * Ethambutol. Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan. 3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat : * Rifampicin. * Isoniazid (INH). * Ethambutol. * Pyridoxin (B6). 1.2 Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a) Identitas klien b) Pemeriksaan fisik - Inspeksi Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. - Perkusi Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak. - Auskultasi Terdengar suara nafas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa ronchi basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar , asukultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. - Palpasi badan teraba hangat (demam) 2. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 2. Gangguan pertukaran gas 3. Pola nafas tidakefektif 4. Hipertermi 5. Nyeri akut 6. Ketidakseimbangan cairan dan nutrisi 7. Intoleransi aktivitas 3. Intervensi Keperawatan Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan O
tindakan keperawatan 1. monitor pola nafas 3x24 jam diharapkan pola 2. monitor bunyi nafas nafas membaik dengan kriteria hasil: tambahan 3. monitor sputum 1. dyspnea menurun T 2. penggunaan otot bantu 1. pertahankan kepatenan nafas menurun jalan nafas 3. pernafasan cuping 2. posisikan semifowler hidung menurun 3. berikan minuman hangat 4. frekuensi nafas 4. lakukan fisioterapi dada membaik jika perlu 5. kedalaman nafas 5. lakukan penghisapan membaik lendir kurang dari 15 detik 6. berikan oksigen jika perlu E 1. anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi 2. ajarkan teknik batuk efektif K 1. kolaborasi pemberian bronkodilator , ekspekktoran dan mukolitik Bersihan jalan nafas tidak Setelah diakukan tindakan O keperawatan selama 3x24 efektif jam diharapkan bersihan 1. monitor pola nafas jalan nafas membaik 2. monitor bunyi nafas dengan kriteria hasil : tambahan 1. batuk efektif meningkat 2. produksi sputum 3. monitor sputum meningkat T 3. wheezing menurun 1. pertahankan kepatenan 4. dyspnea menurun 5. frekuensi nafas jalan nafas meningkat 2. posisikan semifowler 6. pola nafas meningkat 3. berikan minuman hangat 4. lakukan fisioterapi dada jika perlu 5. lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik 6. berikan oksigen jika perlu E 1. anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi 2. ajarkan teknik batuk efektif K 1. kolaborasi pemberian bronkodilator , ekspekktoran dan mukolitik DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012
jam 09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/ Ariyanti et al. 2021. “Intervensi Health Coaching dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap pencegahan penularan tuberculosis.” Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4(1): 1–2. Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru. http://www.scribd.com /doc/52033675/