Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

Tn.S DENGAN PENYAKIT TUBERCULOSIS (TBC) PARU DI RUANG


GATOTKACA RSUD JOMBANG

Disusun Oleh :

Mar atus Sholihah 20181420146006

Prodi Ners

PROFESI NERS STIKES BAHRUL ULUM


TAMBAK-BERAS JOMBANG
2021-2022
Landasan Teori TBC

1.1 Definisi TBC

Tuberculosis paru adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh


Micobacterium Tuberculosis, dimana penyakit ini menjadi salah satu
penyakit yang menyerang berbagai organ terutama paru. Penyakit ini
menyerang bagian saluran napas bawah. Penyebaran penyakit ini sangat
cepat yaitu melalui udara, percikan ludah atau dahak, bersin dan batuk
(Fitriani dkk, 2020).
1.2 Etiologi TBC
Penyebab utama dari Tb paru adalah Micobacterium Tuberculosis,
Micobacterium Bovis atau Micobacterium africanum yang di kenal sebagai
bakteri asam basa (BTA), memiliki sifat basil berbentuk batang, bersifat
aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80℃) serta mudah
mati jika terkena sinar ultraviolet dan dapat bertahan hidup berbulan-bulan
pada suhu kamar atau ruangan yang lembab (Fitriani dkk, 2020).
1.3 Manifestasi Klinis
Gejala umum yang paling sering di alami oleh penderita Tb paru
adalah batuk berdahak kurang lebih selama 2-3 minggu atau bisa lebih dari
itu. Batuk dapat di iringi dengan gejala tambahan yakni dahak bercampur
darah, batuh berdarah, sesak napas, badan terasa lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, berkeringat di malam hari meski tidak
melakukan aktifitas fisik dan demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala
tersebut dapat di jumpai pada pasien dengan penyakit paru selain Tb yang
dapat di katakana sebagai seorang tersangka (suspek) pasien Tb dan perlu di
lakukan permeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Fitriani dkk,
2020). Yang termasuk ke dalam suspek MDR dengan gejala tersebut adalah :
a. Kasus kronik yaitu pasien Tb yang pengobatannya gagal dalam
kategori 2.
b. Pasien Tb yang tidak konversi dalam pengobatan kategori 2.
c. Paisen Tb yang memiliki Riwayat pengobatan di fasilitas layanan
kesehatan non-DOTS.
d. Pasien Tb gagal pengobatan kategori 1.
e. Pasien Tb tidak konversi setelah pemberian sisipan.
f. Pasien Tb dengan kekambuhan.
g. Pasien Tb yang kembali menjalani pengobatan setelah lalai/default.
h. Pasien Tb yang memiliki Riwayat kontak erat dengan pasien Tb MDR
1.4 Klasifikasi TBC
Berdasaran pedoman pengendalian Nasional Pengendalian Tuberculosi
yang di kemukakan oleh (Fitriani dkk, 2020) adalah sebagai berikut :
a. Klasifikasi berdasarkan letak anatomi
1) Kasus Tuberculosis paru melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. Tb paru ikatakan sebagai Tb miller karena terdapat
lesi di paru.
2) Tb ekstra paru yaitu kasus Tb yang melibatkan diluar parenkim paru
seperti, pleura, abdomen, kulit, sendi dan tulang, dan selaput otak.
b. Klasifikasi berdasarkan Riwayat pengobatan sebelumnya
1) Pasien baru Tb
Merupakan pasien yang belum pernah berobat sama sekali, atau
sudah minum OAT (Obat Anti Tuberculosis) tetapi kurang dari 1
bulan (≤ 28 dosis).
2) Pasien Tb yang pernah di obati
Pasien yang pernah menelan OAT lebih dari 1 bulan atau lebih dari
28 hari. Pasien ini selanjutnya di klasifikasikan pasien pengobatan
terkahir Tb yakni :
(1) Paien kambuh yaitu pasien yang di nyatakan pernah sembuh dan
saat ini di diagnosis Tb berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena kambuh atau reinfeksi).
(2) Pasien yang di obati lagi setelah gagal yakni pasien pernah di
obati namun di nyatakan gagal pada saat pengobatan terakhir.
(3) Pasien yang di obati kembali setelah putus berobat .
(4) Lain-lain yaitu pasien yang sudah di obati namun tidak di ketahui
hasil pengobatan sebelumnya.
c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan hasil uji kepekaan obat contoh uji dari Micobacterium
Tuberculosis terhadap OAT dapat berupa :
1) Mono resistan (Tb MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja.
2) Poli resistan (Tb MR): resisten terhadap leboh dari satu OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
3) Multi drug resistance (Tb XDR): resistan pada obat Isoniazid dan
Rifampisin secara bersamaan.
4) Extensive drug resistance (Tb XDR): Tb MDR yang sekaligus
resisten pada salah satu OAT golongan fluorokuinolon, salah satunya
OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapriomisin, Amikasin).
5) Resistan Rifampisin (Tb PR): resisten Rifampisin dengan atau tanpa
resisten terhadap OAT.
1.5 Patofisologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman
dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam
udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh
orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru- paru. Partikel
dapat masuk ke alveolar bila ukurannya
kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya
sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan
limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung
tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit
( Dannenberg
1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus
atas paru- paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
didaerah tersebut dan memfagosit

bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari


pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses
akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar
getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
1.6 Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa bentuk dada
seperti tong (barrel chest), terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti
orang meniup), terlihat penggunaan dan hipertrofi otot-otot bantu napas,
pelebaran sela iga, dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi vena
jugularis dan edema tungkai. Pada perkusi biasanya ditemukan adanya
hipersonor. Pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan fremitus melemah, suara
napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang, ronki, dan mengi.
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut
1) Inspeksi
- Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong ) - Terdapat cara bernapas
purse lips breathing (seperti orang meniup )
- Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot bantu nafas -
Pelebaran sela iga - Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
vena jugularis leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
2) Palpasi
- Fremitus melemah
- Sela iga melebar
3) Perkusi
- Hipersonor
4) Auskultasi
- Fremitus melemah,
- Suara nafas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
- Ronki
 Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed – lips breathing.
 Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
 Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO yang terjadi pada gagal napas kronik.
1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
sewaktu-pagisewaktu (SPS).
1) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua
2) P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
3) S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi hari.
Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan
mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen
dan pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana `pewarnaannya dilakukan
dengan auramin-rhodamin (khususnya untuk penapisan)

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD


(International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis) yang
merupakan rekomendasi dari WHO.

b. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh
mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan
secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji
kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah dengan memakai Mycobacteria
Growth Indicator Tube (MGIT)
c. Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih
yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Hasil
pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang
pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang
menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai
sebagai pegangan untuk diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut
diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru
sesuai dengan organ yang terlibat.
d. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:
1) Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa
masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi
menetap dalam waktu yang cukup lama.
2) Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikro bakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM)
yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir
plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di
dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka
akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan
mudah.
3) ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah
uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum.
Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan
5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma
M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen
tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran
immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis)
disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 µl
diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi
melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG
terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen
dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila
setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat
garis antigen pada membran.
e. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan
pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura
terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
f. Pemeriksaan histopatologi jaringan
g. Pemeriksaan darah
h. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah
dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Uji ini akan mempunyai makna bila
didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila
kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada pleuritis tuberkulosa uji
tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika
awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian.
1.1 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC,
cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar
dapat diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi
setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan
dengan jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam
pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien
b) Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal
dalam pernapasan.
- Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila
mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
- Auskultasi
Terdengar suara nafas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan
berupa ronchi basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar , asukultasi memberikan suara amforik.
Bila mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas yang lemah
sampai tidak terdengar sama sekali.
- Palpasi
badan teraba hangat (demam)
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Pola nafas tidakefektif
4. Hipertermi
5. Nyeri akut
6. Ketidakseimbangan cairan dan nutrisi
7. Intoleransi aktivitas
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan O


tindakan keperawatan 1. monitor pola nafas
3x24 jam diharapkan pola
2. monitor bunyi nafas
nafas membaik dengan
kriteria hasil: tambahan
3. monitor sputum
1. dyspnea menurun
T
2. penggunaan otot bantu
1. pertahankan kepatenan
nafas menurun
jalan nafas
3. pernafasan cuping
2. posisikan semifowler
hidung menurun
3. berikan minuman hangat
4. frekuensi nafas
4. lakukan fisioterapi dada
membaik
jika perlu
5. kedalaman nafas
5. lakukan penghisapan
membaik
lendir kurang dari 15 detik
6. berikan oksigen jika
perlu
E
1. anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
ada kontraindikasi
2. ajarkan teknik batuk
efektif
K
1. kolaborasi pemberian
bronkodilator ,
ekspekktoran dan
mukolitik
Bersihan jalan nafas tidak Setelah diakukan tindakan O
keperawatan selama 3x24
efektif jam diharapkan bersihan 1. monitor pola nafas
jalan nafas membaik 2. monitor bunyi nafas
dengan kriteria hasil :
tambahan
1. batuk efektif meningkat
2. produksi sputum 3. monitor sputum
meningkat T
3. wheezing menurun
1. pertahankan kepatenan
4. dyspnea menurun
5. frekuensi nafas jalan nafas
meningkat 2. posisikan semifowler
6. pola nafas meningkat
3. berikan minuman hangat
4. lakukan fisioterapi dada
jika perlu
5. lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
6. berikan oksigen jika
perlu
E
1. anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
ada kontraindikasi
2. ajarkan teknik batuk
efektif
K
1. kolaborasi pemberian
bronkodilator ,
ekspekktoran dan
mukolitik
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012


jam 09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/
Ariyanti et al. 2021. “Intervensi Health Coaching dalam meningkatkan pengetahuan
dan sikap pencegahan penularan tuberculosis.” Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan 4(1): 1–2.
Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis
Paru. http://www.scribd.com /doc/52033675/

Anda mungkin juga menyukai