Anda di halaman 1dari 36

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gangguan Jiwa

Kesehatan jiwa adalah kondisi sehat emosional, psikologis, dan

social yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan

perilaku dan koping individu efektif, konsep diri yang positif dan

kestabilan emosional (Videback,2018). Gangguan jiwa adalah respon

maladaptive terhadap stressor dari dalam dan luar lingkungan yang

berhubungan dengan perasaan dan perilaku yang tidak sejalan dengan

budaya/kebiasaan/norma/setempat dan mempengaruhi interaksi social

individu, dan fungsi tubuh.(Videback,2018)

2.2 Konsep Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

2.1.1 Pengertian Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu dari gangguan jiwa dimana

seseorang tidak mampu membedakan antara kehidupan nyata dengan

kehidupan palsu. Dampak yang muncul dari pasien dengan gangguan

halusinasi mengalami panik, perilaku dikendalikan oleh

halusinasinya, dapat bunuh diri atau membunuh orang, dan perilaku

kekerasan lainnya yang dapat membahayakan dirinya maupun orang

disekitarnya (Rahmawati, 2019).

Sedangkan menurut Yusuf (2015) halusinasi merupakan salah

satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori

persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan atau penciuman. Pasien merasakan stimulus


yang sebenarnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami

perubahan dalam hal orientasi realistis. Salahsatu manifestasi yang

muncul adalah halusinasi yang membuat pasien tidak dapat

menjalankan pemenuhan dalam kehidupan sehari (Bakhtiar, 2015).

2.1.2 Etiologi Halusinasi

Menurut Halimah (2016) , factor penyebab halusinasi adalah :

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari

1) Faktor Biologis : Adanya riwayat anggota keluarga yang

mengalami gangguan jiwa (herediter), riwayat penyakit atau

trauma kepala, dan riwayat penggunaan narkotika, psikotropika

dan zat adiktif lain (NAPZA).

2) Faktor Psikologis Memiliki riwayat kegagalan yang berulang.

Menjadi korban, pelaku maupun saksi dari perilaku kekerasan serta

kurangnya kasih sayang dari orang-orang disekitar atau

overprotektif.3) Sosio budaya dan lingkungan Sebahagian besar

pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi

rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari

lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi

seringkali memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta

pernahmmengalami kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian,

hidup sendiri), serta tidak bekerja.

2. Faktor Presipitasi Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi

sensori halusinasi ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi,


penyakit kronis atau kelainan struktur otak, adanya riwayat

kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam

hidup, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau

masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik

antar masyarakat.

3. Mekanisme Koping

Tiap upaya yang diarahkanpada pelaksanaan stress, termasuk

upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan

yang digunakan untuk melindungi diri. Terdapat 3 mekanisme

yaitu :

a) Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari – hari.

b) Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan

berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang

lain.

c) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik

dengan stimulus internal (Stuart, 2007).umber Koping

Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.

Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan

sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai

modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan

keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan

pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi

koping yang berhasil.


2.1.3 Jenis jenis Halusinasi

Jenis-jenis halusinasi menurut (Wiscarz, 2016) sebagai berikut:

1) Halusinasi pendengaran: Mendengarkan kegaduhan atau suara,

paling sering dalam bentuk suara. Suara yang berkisar dari

kegaduhan atau suara sederhana, suara berbicara tentang

penderita, menyelesaikan percakapan antara dua orang atau

lebih tentang orang yang berhalusinasi. Pikiran mendengar

dimana penderita mendengar suara- suara yang berbicara pada

penderita dan perintah yang memberitahu penderita untuk

melakukan sesuatu dan kadang-kadang berbahaya.

2) Halusinasi penglihatan: Stimulus visual dalam bentuk kilatan

atau cahaya, gambar geometris, tokoh kartun, adegan, bayangan

rumit dan kompleks. Bayangan dapat menyenangkan atau

menakutkan seperti melihat monster.

3) Halusinasi penciuman/penghidu : Mencium tidak enak, busuk,

tengik seperti darah, urin, atau feses dan terkadang bau

menyenangkan. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan

stroke, kejang,atau dimensia.

4) Halusinasi perabaan: Penderita mengalami nyeri atau

ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Merasa sensasi

listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.


5) Halusinasi pengecapan: Penderita sering meludah, muntah,

merasakan seperti mengecap darah,urine seperti feses, atau yang

lainnya.

6) Halusinasi kenestik: Penderita merasakan fungsi tubuh seperti

darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau

pembentukan urine.

7) Halusinasi kinestetik: Penderita merasakan pergerakan

sementara berdiri tanpa bergerak.

2.1.4 Tahap Halusinasi

Menurut Halimah (2016) ,Halusinasi yang dialami pasien

memiliki tahapan sebagai berikut

1) Tahap I : Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas

pasien sedang. Pada tahap ini halusinasi secara umum

menyenangkan.

- Karakteristik : Karakteristik tahap ini ditandai dengan

adanya perasaan bersalah dalam diri pasien dan timbul

perasaan takut. Pada tahap ini pasien mencoba menenangkan

pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui

bahwa pikiran dan sensori yang dialaminya dapat

dikendalikan dan bisa diatasi (non psikotik).

- Perilaku yang Teramati: Menyeringai / tertawa yang tidak

sesuai , Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara ,

Respon verbal yang lambat , Diam dan dipenuhi oleh

sesuatu yang mengasyikan.


2) Tahap II : Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami

ansietas tingkat berat dan halusinasi bersifat menjijikkan untuk

pasien.

- Karakteristik : pengalaman sensori yang dialmi pasien

bersifat menjijikkan dan menakutkan, pasien yang

mengalami halusinasi mulai merasa kehilangan kendali,

pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang

dipersepsikan, pasien merasa malu karena pengalaman

sensorinya dan menarik diri dari orang lain (non psikotik).

- Perilaku yang teramati : Peningkatan kerja susunan

sarapotonom yang menunjukkan timbulnya ansietas seperti

peningkatan nadi, TD dan pernafasan. Kemampuan

kosentrasi menyempit. Dipenuhi dengan pengalaman

sensori, mungkin kehilangan kemampuan untuk

membedakan antara halusinasi dan realita.

3) Tahap III : Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan

perilaku pasien, pasien berada pada tingkat ansietas berat.

Pengalaman sensori menjadi menguasai pasien.

- Karakteristik : Pasien yang berhalusinasi pada tahap ini

menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan

membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi

dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami

kesepian jika pengalaman tersebut berakhir ( Psikotik )


- Perilaku yang teramati: Lebih cenderung mengikuti petunjuk

yang diberikan oleh halusinasinya dari pada menolak,

Kesulitan berhubungan dengan orang lain. Rentang

perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari

ansietas berat seperti : berkeringat, tremor, ketidakmampuan

mengikuti petunjuk.

4) Tahap IV : Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan

dan tingkat ansietas berada pada tingkat panik. Secara umum

halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkait dengan delusi

- Karakteristik : Pengalaman sensori menakutkan jika

individu tidak mengikuti perintah halusinasinya. Halusinasi

bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak

diintervensi (psikotik).

- Perilaku yang teramati : Perilaku menyerang - teror seperti

panik. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau

membunuh orang lain. Amuk, agitasi dan menarik diri.

Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek .

Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

2.1.5 Tanda Gejala Halusinasi

Menurut Hamid (2019),perilaku klien yang terkait dengan

halusinasi adalah sebagai berikut :

- Bicara sendiri

- Senyum sendiri

- Ketawa sendiri
- Menggerakkan bibir tanpa suara

- Pergerakan mata yang cepat

- Respon verbal yang lambat

- Menarik diri dari orang lain

- Berusaha untuk menghindari orang lain

- Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata

- Terjadi peningkatan denyut jantung,pernafasan dan

tekanan darah

- Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya

beberapa detik

- Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori

- Sulit berhubungan dengan orang lain

- Ekspresi muka tegang

- Mudah tersinggung, jengkel, dan marah

- Tidak mampu mengikuti perintah dari perawatTampak

tremor dan berkeringat

- Perilaku panic

- Agitasi dan kataton

- Curiga dan bermusuhan

- Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan

- Ketakutan

- Tidak mengurus diri


2.1.6 Rentang Neurobiologi Halusinasi

Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham

merupakan gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan

dari respons neurobiologi. Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang

respons halusinasi mengikuti kaidah rentang respons neurobiologi.

Rentang respons neurobiologi yang paling adaptif adalah adanya

pikiran logis dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Rentang

respons yang paling maladaptif adalah adanya waham, halusinasi,

isolasi sosial, dan menarik diri.

Berikut adalah gambaran rentang respons neurobiology :

Adaptif Maladaptive

 Pikiran sesekali
 Pikiran logis  Gangguan
terdistorsi
 Persepsi akurat pemikiran/
 Ilusi reaksi
waham
 Emosi konsisten  Berlebihan
dengan  Halusinasi
emosional
pengalaman  Kesulitan
bereaksi atau
 Perilaku cocok penngolahan
tidak
emosii
 Hubungan sosial  Perilaku aneh
harmonis  Perilaku kacau
atau penarikan
tidak biasa  Isolasi sosial
Proses terjadinya halusinasi

1) Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-

norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu

tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan

dapat memecahkan masalah tersebut. Respon adaptif meliputi:

a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarahkan pada

kenyataan

b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan

c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang

timbul dari pengalaman ahli

d) Perilaku cocok adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam

batas kewajaran

e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang

lain dan lingkungan.

2) Respon psikososial meliputi:

a) Proses pikiran sesekali terdistorsi adalah proses yang

menimbulkan gangguan dalam ekonomi.

b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang

penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena

rangsangan panca indra.

c) Emosi berlebihan atau berkurang.

d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang

melebihi batas kewajaran.


e) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindari intraksi

dengan orang lain.

3) Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan

lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi:

a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh

dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan

bertentangan dengan kenyataan socialHalusinasi merupakan

persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak

realita atau tidak ada

b) Kesulitan pengolahan emosi adalah sesuatu yang timbul dari

hati

2.1.7 Manifetasi Klinis Halusinasi

Menurut Halimah (2016) Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari

hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda

dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:

1. Data Subyektif: Pasien mengatakan :

a) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.

b) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

c) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang

berbahaya.

d) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,

melihat hantu atau monster


e) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-

kadang bau itu menyenangkan.

f) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses

g) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

2. Data Obyektif

1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu

4) Menutup telinga

5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu

6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.

7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.

8) Menutup hidung.

9) Sering meludah

10) Muntah

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pada Halusinasi dilakukan pemeriksaan diagnostic meliputi :

1) Pemeriksaan darah dan urine untuk melihat kemungkinan

infeksi dan serta penyalahgunaan alcohol dan NAPZA

2) EEG untuk mengetahui apakah halusinasi disebabkan oleh

epilepsy

3) Pemindaian CT scan atau MRI untuk mendeteksi stroke atau

kemungkinan adanya cedera atau tumor di otak


2.1.9 Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan terapi keperawatan pada klien skizofrenia dengan

halusinasi bertujuan membantu klien mengontrol halusinasinya

sehingga diperlukan beberapa tindakan keperawatan yang dapat

dilakukan perawat dalam upaya meningkatkan kemampuan untuk

mengontrol halusinasinya yaitu dengan tindakan keperawatan generalis

dan spesialis (Kanine, 2012).

a) Tindakan Keperawatan Generalis : Individu dan Terapi Aktifitas

Kelompok Tindakan keperawatan generalis individu berdasarkan

standar asuhan keperawatan jiwa pada klien skizofrenia dengan

halusinasi oleh Carolin (2008), maka tindakan keperawatan

generalis dapat dilakukan pada klien bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan dan

psikomotor yang harus dimiliki oleh klien skizofrenia dengan

halusinasi yang dikemukakan oleh Millis (2000, dalam Varcolis,

Carson dan Shoemaker, 2006), meliputi :

1. Cara mengontrol halusinasi dengan menghardik dan

mengatakan stop atau pergi hingga halusinasi dirasakan pergi,

2. Cara menyampaikan pada orang lain tentang kondisi yang

dialaminya untuk meningkatkan interaksi sosialnya dengan cara

bercakapcakap dengan orang lain sebelum halusinasi muncul,

3. Melakukan aktititas untuk membantu mengontrol halusinasi dan

melawan kekhawatiran akibat halusinasi seperti mendengarkan


musik, membaca, menonton TV, rekreasi, bernyanyi, teknik

relaksasi atau nafas dalam. Kegiatan ini dilakukan untuk

meningkatkan stimulus klien mengontrol halusinasi.

4. Patuh minum obat. Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) yang

dilakukan pada klien skizofrenia dengan halusinasi adalah

Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi yang

terdiri dari 5 sesi yaitu :

1. Sesi pertama mengenal halusinasi,

2. Sesi kedua mengontrol halusinasi dengan memghardik,

3. Sesi ketiga dengan melakukan aktifitas,

4. Sesi keempat mencegah halusinasi dengan bercakap dan

5. Sesi kelima dengan patuh minum obat

b) Tindakan Keperawatan Spesialis : Individu dan Keluarga Terapi

spesialis akan diberikan pada klien skizofrenia dengan halusinasi

setelah klien menuntaskan terapi generalis baik individu dan

kelompok. Adapun terapi spesialis meliputi terapi spesialis

individu, keluarga dan kelompok yang diberikan juga melalui

paket terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT). Tindakan

keperawatan spesialis individu adalah Cognitive Behavior Therapy

(CBT). Terapi Cognitive Behavior Therapy (CBT) pada awalnya

dikembangkan untuk mengatasi gangguan afektif tetapi saat ini

telah dikembangkan untuk klien yang resisten terhadap

pengobatan. Adapun mekanisme pelaksanaan implementasi

keperawatan sebagai berikut: langkah awal sebelum dilakukan


terapi generalis dan spesialis adalah mengelompokan klien

skizofrenia dengan halusinasi mulai dari minggu I sampai dengan

minggu IX selama praktik resdensi. Setelah pasien dikelompokan,

selanjutnya semua klien akan diberikan terapi generalis mulai dari

terapi generalis individu untuk menilai kemampuan klien

skizofrenia dengan halusinasi.

Langkah berikutnya adalah mengikutkan klien pada terapi

generalis kelompok yaitu Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)

Stimulasi Persepsi Sensori Halusinasi. Demikian juga keluarga

akan dilibatkan dalam terapi keluarga. Hal ini bertujuan agar

keluarga tahu cara merawat klien skizofrenia dengan halusinasi di

rumah. Terapi keluarga dilakukan pada setiap anggota keluarga

yang datang mengunjungi klien. Terapi spesialis keluarga yaitu

psikoedukasi keluarga yang diberikan pada keluarga klien

skizofrenia dengan halusinasi adalah Family Psycho Education

(FPE) yang terdiri dari lima sesi yaitu sesi I adalah identifikasi

masalah keluarga dalam merawat klien skizofrenia dengan

halusinasi, sesi II adalah latihan cara merawat klien halusinasi di

rumah, sesi III latihan manajemen stres oleh keluarga, sesi IV

untuk latihan manajemen beban dan sesi V terkait pemberdayaan

komunitas membantu keluarga.

c) Komunikasi Terapeutik Pada Klien Gangguan Jiwa (Halusinasi)

Komunikasi terapeutik merupakan media utama yang digunakan

untuk mengaplikasikan proses keperawatan dalam lingkungan


kesehatan jiwa. Keterampilan perawat dalam komunikasi

terapeutik mempengaruhi keefektifan banyak intervensi dalam

keperawatan jiwa. Komunikasi terapeutik itu sendiri merupakan

komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk membantu

penyembuhan/ pemulihan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik

membantu klien untuk menjelaskan dan mengurangi beban

perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk

mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang

diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal

mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan

egonya serta mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan

dirinya sendiri (Putri, N, & Fitrianti, 2018).

Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan

sebuah teknik khusus, ada beberapa hal yang membedakan

berkomunikasi antara orang gangguan jiwa dengan gangguan

akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :

1) Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan

konsep diri, penderita gangguan penyakit fisik masih memiliki

konsep diri yang wajar (kecuali pasien dengan perubahan fisik,

ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien

pentakit terminal dll).

2) Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri

sedangkan penderita penyakit fisik membutuhkan support dari

orang lain.
3) Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita

penyakit fisik bisa saja jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut

terganggu. Komunikasi dengan penderita gangguan jiwa

membutuhkan sebuah dasar pengetahuan tentang ilmu

komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang

melompat, fokus terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan

menciptakan dan mengolah kata – kata bisa saja kacau balau.

Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita

gangguan jiwa:

a) Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas

komunikasi, baik meminta klien berkomunikasi dengan

klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi

terkadang menikmati dunianya dan harus sering harus

dialihkan dengan aktivitas fisik.

b) Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan

reinforcement.

c) Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau

kegiatan yang bersama – sama, ajari dan contohkan cara

berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri penjelasan

manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika

dia tidak mau berhubungan dll.

d) Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku

kekerasan maka harus direduksi atau ditenangkan dengan

obat – obatan sebelum kita support dengan terapi – terapi


lain, jika pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan

pasien lain bisa menjadi korban.

2.3 Konsep Manajemen Halusinasi

2.3.1 Terapi Menghardik

Menurut Kemenkes (2022) terapi menghardik adalah kegiatan

yang dilakukan klien pada saat mendengar suara-suara palsu

untuk mengusir halusinasi dengan cara mengucapkan kalimat

dalam hati secara berulang-ulang tiga sampai empat kali.

Menurut Keliat dan Akemat (2014) dalam strategi pelaksanaan

keperawatan halusinasi menawarkan teknik-teknik

mengendalikan halusinasi yaitu teknik menghardik, melakukan

kegiatan bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktifitas

yang terjadwal dan yang terakhir adalah minum obat secara

teratur.

2.3.2 Terapi Dzikir

Dzikir secara etimologis didefinisikan sebagai kegiatan untuk

mengingat Tuhan. Dimana manfaat dzikir ini adalah dapat

menghilangkan rasa resah dan gelisah, memelihara diri dari was-

was setan, ancaman manusia, dan membentengi diri dari maksiat

dan dosa, serta dapat memberikan sinaran kepada hati dan

menghilangkan kekeruhan jiwa (Potter,2020)


2.4 Evidence Base Practise
No Judul Artikel Sumber Artikel Metodeologi Hasil

1. Pengaruh Terapi Dzikir Terhadap Penurunan (Emulyani & Herlambang)  Jenis penelitian ini Diperoleh hasil bahwa nilai rata-
Tanda Daan Gejala Halusinasi Pada Pasien Program Studi S1 Keperawatan STIKes adalah kuantitatif rata keberhasilan kontrol
Halusinasi Payung Negeri Pekanbaru dengan desain quasi- halusinasi pada pasien halusinasi
Heath care : Jurnal Kesehatan 9 (1) Juni exprimental sebelum terapi dzikir adalah
2020 (17-25) 16,90 dan setelah terapi zikir
 populasi semua pasien
adalah 5,48 dengan nilai p =
halusinasi di ruang
0,000 <0,05. Hal ini berarti ada
Sebayang dan Indragiri
pengaruh terapi zikir pada
dengan total 21 pasien.
kontrol halusinasi pada pasien
Sampel dalam penelitian
halusinasi. Perlunya terapi zikir
ini adalah seluruh pasien
dilakukan dalam pengelolaan
yang menjalani
layanan keperawatan dalam
halusinasi yang telah
layanan standar prosedur
menjalani SP 1
operasional (SOP) pada terapi
(berteriak) dan SP 2
yang dijadwalkan.
(berbicara dengan orang
lain)
 Menggunakan terapi
dzikir
2. Penerapan Intervensi Manajemen Halusinasi (Ari Yogo , Darjati, Ita Apriliani)  studi kasus Pemberian intervensi manajemen
Dalam Mengurangi Gejala Halusinasi Fakultas Kesehatan, Universitas Harapan halusinasi dilakukan selama 3
Pendengaran. Bangsa
 Penelitian ini merupakan
hari menunjukkan hasil bahwa
jenis studi kasus dengan
Buletin Kesehatan Vol.6 No.1 Januari- dapat mengatasi masalah
teknik simple random
Juli 2022 keperawatan gangguan persepsi
sampling untuk
E-ISSN : 2746-5810 sensori teratasi sebagian. Terlihat
penentuan responden.
ISSN : 2614-8080 dari kondisi klien yang lebih
 Intervensi manajemen tenang dan dapat mengontrol
halusinasi selama 3 hari. halusinasi yang dirasakan.

3. Manajemen asuhan keperawatan spesialis jiwa (Sri Nyumirah)  studi kasus Hasil penerapan terapi perilaku
pada klien halusinasi di ruang sadewa di RS. DR. STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS kognitif dan psikoedukasi
H MARZOEKI MAHDI BOGOR. Jurnal Keperawatan jiwa,Vol.2, No.1,
 Terapi perilaku kognitif
keluarga meningkatkan
dan psikoedukasi
2.5 Konsep Teori Keperawatan

2.5.1 Teori Keperawatan Peplau

Teori yang dikembangkan Hildegard E Peplau adalah keperawatan

psikodinamik “Psychodynamic Nursing is being able to understand

one’s own behaviorto help other identify felt difaculities and to apply

priciples of human relations to the problems that arise at all levels of

eksperimen”. Menurut Peplau, perawatan psikodinamik adalah

kemampuan untuk memahami perilaku seseorang untuk membantu

mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan yang dirasakan dan untuk

mengaplikasikan prinsip-prinsip kemanusiaan yang berhubungan

dengan masalah masalah yang muncul dari semua hal atau kejadian

yang telah dialami.

2.6 Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

1. Data identitas

Data identitas meliputi nama pasien penanggung jawab

pasien, pekerjaan, umur, alamat, tanggal pengkajian serta

diagnosa medis (Nasir dan Muhith, 2011).

2. Keluhan utama / Alasan masuk

Pasien dengan halusinasi penglihatan biasanya terjadi gejala

ketakutan yang tidak jelas, menunjuk-nunjuk kearah tertentu

seperti melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada, ada


pengalaman yang tidak menyenangkan dan dialami oleh

pasien dan ada riwayat putus obat atau berhenti minum obat.

3. Faktor predisposisi

Pasien dengan halusinasi penglihatan apakah ada gangguan

jiwa di masa lalu, apakah pernah melakukan mengalami dan

menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari

lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan

kriminal, adanya keluarga yang menderita gangguan jiwa

dan adanya riwayat penyakit, dan trauma kepala.

4. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pada pasien terdapat riwayat trauma kepala dan

infeksi.

5. Pemeriksaan fisik

Menurut Herman (2011), yang dapat dilakukan untuk

pemeriksaan fisik pada pasien yang mengalami gangguan

jiwa yaitu :

a. Terjadinya peningkatan Tekanan Darah, denyut nadi yang

meningkat, pernafasan meningkat jika terjadi kecemasan.

b. Adanya penurunan berat badan.

c. Pasien mengalami keluhan pada fisik yaitu kelemahan otot,

nyeri atau kaku pada persendian, serta adanya kecacatan.

6. Psikososial

Menurut Herman (2011), pengaruh terjadinya skizofrenia

terhadap masalah psikososial yaitu :


a. Genogram

Dapat digambarkan tentang silsilah keluarga pasien minimal

3 generasi dan dikaji apakah ada riwayat keturunan

gangguan jiwa.

b. Konsep diri

1) Gambaran tentang diri atau citra tubuh, apakah didapati

ada anggota tubuh yang tidak disukai misal, pada bagian

hidungnya yang pasien tidak menyukainya karenatidak

mancung. Dan juga apakah ada bagian tubuh yang

membuat pasien tidak percaya diri dan dapat

mengganggu hubungannya dengan orang lain.

2) Identitas diri tidak jelas, apakah pasien dengan masalah

keperawatan tidak puas dengan jenis kelaminnya.

3) Peran, apakah ada perilaku sosial pasien yang tidak

diterima oleh masyarakat, ketidakmampuan menjalankan

peran

4) Ideal diri berisikan tentang harapan pasien tentang tubuh,

posisi, status, tugas dan fungsi, serta harapan pasien

terkait dengan sekolahnya, pekerjaannya, keluarganya

terhadap penyakitnya dan terhadap cita-citanya.

5) Harga diri berisikan bagaimana hubungan pasien dengan

orang lain terkait kondisi gambaran diri, identitas diri,

peran serta ideal diri.

7. Hubungan social
Pada hubungan perawat menanyakan kepada pasien siapa

orang yang berarti dalam kehidupannya, tempat mengadu,

tempat bicara, minta bantuan atau dorongan. Biasanya

pasien tidak mempunyai tempat untuk mengadu dan bicara.

8. Spiritual

Perawat menanyakan tentang kegiatan ibadah yang diikuti

pasien.

9. Pemeriksaan status mental

a. Penampilan

Penampilan fisik bisa terlihat langsung dari pasien, tentang

bagaimana kondisi rambut, kuku, kulit, gigi, cara berpakaian

dan lain-lain.

b. Karakteristik gaya bicara

Pembicaraan pasien dapat di lihat dari kegiatan wawancara

dengan pasien apakah pasien berbicara tepat, keras, gagap,

membisu, apatis atau lambat, berpindah-pindah dari satu

kalimat ke kalimat yang lain atau bicara kacau.

c. Alam perasaan

Perasaan pasien dapat dilihat saat melakukan wawancara

dengan pasien apakah pasien menpunyai perasaan sedih,

merasa putus asa, adanya ketakutan terhadap suatu hal,

bahkan terdapat kecemasan, dan merasa tidak mempunyai

harapan tentang kehidupan.

d. Afek
Perawat dapat mengetahui kondisi pasien ketika datar yaitu

tidak ada perubahan roman muka saat ada stimulus yang

menyenangkan atau menyedihkan. Tumpul yaitu hanya

bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat, labil yaitu emosi

yang cepat berubah ubah, tidak sesuai, bertentangan dengan

stimulus yang ada.

e. Interaksi selama wawancara

Pasien dapat dilihat saat wawancara apakah pasien saat

wawancara tidak kooperatif, bermusuhan, mudah untuk

tersinggung, curiga dengan orang lain, kontak mata

berkurang tidak mampu menatap lawan bicara

f. Persepsi

Gangguan persepsi seperti halusinasi mengenai diri pasien

maupun lingkungan yang pernah dialami dan isi dari

halusinasi tersebut harus dijelaskan seperti jenis halusinasi,

isi halusinasi, situasi dari halusinasi, waktu terjadinya

halusinasi, frekuensi halusinasi, perasaan, serta respon

pasien saat halusinasi itu muncul (Nurhalimah, 2016).

g. Proses piker

Seorang pasien dapat menunjukan cara berpikir yang

lambat. Juga dapat mengalami blocking yaitu

ketidakmampuan dalam mengingat apa yang telah atau yang

ingin dikatakan atau pembicaraan berhenti tiba-tiba,

sirkumstansial adalah mengemukakan suatu ide pasien


menyertai banyak detai yang tidak relevan dan komentar

tambahan namun pada akhirnya kembali ke ide semula

dengan kata lain pembicaraan yang berbelit-belit tetapi

sampai tujuan, kehilagan asosiasi merupakan pembicaraan

yang tidak memiliki hubungan antara kalimat satu dengan

lainnya tetapi pasien tidak menyadari.

h. Isi piker

Isi pikir mengarah pada apa yang dipikirkan seseorang.

Genogram isi pikir dapat berupa waham, obsesi,

depersonalisasi, fobia, hipokondria, ide yang terkait dan

pikir magis. Obsesi merupakan pikir yang selalu muncul

walaupun pasien berusaha menghilangkannya. Fobia

merupakan ketakutan yang patologis.

Hipokondria yaitu keyakinan terhadap adanya gangguan

dalam organ tubuh terapi sebenarnya tidak ada.

Depresonalisasi merupakan perasaan pasien yang asing

terhadap diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Ide yang

terjadi dilingkungan, bermakana, dan terkait pada dirinya.

Pikiran magis yaitu khayalan pasien tentang kemampuannya

untuk melakukan hal hal yang mustahil atau diluar

kemampuannya.

i. Tingkat kesadaran

Biasanya pasien tampak bingung dan kacau, stupor adalah

gangguan motorik seperti kelakuan, gerakan berulang-ulang,


anggota tubuh pasien dalam sikap canggung yang

dipertahankan dalam waktu lama tetapi pasein menyadari

semua yang terjadi dilingkungan, sedasi yaitu pasien

mengatakan bahwa ia merasa melayang-layang antara sadar

atau tidak sadar.semua yang terjadi dilingkungan, sedasi

yaitu pasien mengatakan bahwa ia merasa melayang-layang

antara sadar atau tidak sadar.

j. Memori

Data diperoleh dari wawancara dengan pasien, apakah

pasien tidak dapat mengingat kejadian yang terjadi lebih dari

1 bulan atau mengalami gangguan daya ingat jangka

Panjang, apakah pasien dapat mengingat kejadian yang

terjadi dalam waktu 1 minggu terakhir atau gangguan daya

ingat jangka pendek, dan apakah pasien dapat mengingat

kejadian yang baru saja terjadi atau gangguan daya ingat

saat ini, atau pasien mengalami konfabulasi atau

pembicaraan tiak sesuai dengan kenyataan.

k. Tingkat konsentrasi dalam berhitung

Bagaimana konsentrasi pada pasien apakah mudah untuk

dialihkan, ketidakmampuan dalam berkonsentrasi, serta

apakah pasien tidak mampu berhitung.

l. Kemampuan penilaian

Gangguan kemampuan penilaian ringan yaitu dapat

mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang


lain sebagai contoh 26 memberikan kesempatan pasien

untuk memilih mandi dahulu sebelum makan atau makan

dahulu sebelum mandi.

m. Kebutuhan persiapan pulang

a) Makan

Kemampuan dalam menyiapkan makanan, makan dan

membersihkan alat- alat makan, kemampuan pasien dalam

menempatkan alat makan dan minum apakah dilakukan

secara mandiri, bantuan minimal atau bantuan total.

b) Defekasi atau berkemih

Kemampuan pasien dalam mengontrol untuk BAB/BAK

ditempatnya yang sesuai serta membersihkan WC,

membersihkan diri dan merapikan pakaian, apakah pasien

melakukan dengan mandiri, bantuan minimal dan bantuan

total.

c) Mandi

Kemampuan pasien untuk mandi, sikat gigi, keramas,

gunting kuku, secara mandiri, bantauan minimal atau

bantuan total.

d) Berpakaian

Kemampuan mengambil, memilih memeakai pakaian dan

frekuensi ganti baju apakah dilakukan pasien secara

mandiri , bantuan minimal, bantuan total.

e) Istirahat dan tidur


Kemampuan untuk tidur adanya gangguan tidur dengan

bantuan obat atau tidak, kemampuan pasien dalam

menempatkan waktu istirahat, termasuk merapikan sprei

selimut bantal apakah dilakukan pasien secara mandiri atau

tidak dengan bantuan minimal atau dengan bantuan total.

f) Penggunaan obat

Frekuensi jenis, dosis, waktu dan cara pemberian diawasi

dan dibimbing perawat atau tidak.

g) Pemeliharaan kesehatan

Hal ini dapat ditanyakan langsung kepada pasien yang

menderita gangguan jiwa dan keluarga pasien tentang

perawatan lanjutan dan sistem pendukung yang telah

dimiliki.

h) Aktivitas di dalam rumah

Dikaji apakah Pasien mampu untuk menyajikan makanan,

merapikan kamar, mencuci pakaian sendiri, dan mengatur

kebutuhan sehari-hari dilakukan secara mandiri atau tidak

dilakukan dengan bantuan minimal atau bantuan total.

i) Aktivitas di luar rumah

Apakah pasien mampu untuk belanja kebutuhan sehari-hari,

melakukan perjalanan mandiri serta aktivitas lain yang

dilakukan diluar rumah dengan bantuan minimal, bantuan

total atau dilakukan secara mandiri.

j) Mekanisme koping
Ketika menghadapi masalah, tekanan dan peristiwa

traumatik yang hebat, apa yang dilakukan pasien dalam

menyelesaikan masalah tersebut pasien bercerita dengan

orang lain (asertif), diam (represi/supresi), menyalahkan

orang lain (sublimasi), mengamuk atau merusak alat-alat

rumah tangga (displacement), mengalihkan kegiatan yang

bermanfaat (konversi), memberikan alas an yang logis

(rasionalisasi), mundur ketahap perkembangan sebelumnya

(regresi), dialihkan obyek lain seperti memarahi tv,

memarahi tanaman atau binatang (proyeksi).

k) Masalah psikososial dan lingkungannya

Adanya penolakan dilingkungan tempat tinggal atau

masyarakat, adanya penolakan ditempat kerja atau sekolah,

adanya penolakan dari keluarga terhadap pasien, tinggal di

keluarga yang berada dibawah garis kemiskinan.

l) Aspek pengetahuan

Bagaimana tentang pemahaman pasien terhadap penyakit

yang dideritanya, tanda dan gejala kekambuhan obat yang di

minum dan cara menghindari kekambuhan, pemahaman

tentang kesembuhan, pemahaman tentang sumber koping

yang adaptif, pemahaman tentang manajemen hidup sehat.

m) Aspek medic

Peneliti dapat menuliskan diagnosa medis yang telah

dirumuskan oleh dokter yang merawat. Serta tuliskan obat-


obat yang di dapatkan oleh pasien saat ini, baik obat fisik

maupun psikofarma dan terapi lain.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang

menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan

pola interaksi actual/potensial) dari individu atau kelompok

tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status

kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan atau

mencegah perubahan(Rohma,2012)

Pohon masalah klien dengan halusinasi :

Resiko perilaku kekerasan


Effect
(diri sendiri, orang
lain,lingkungan, dan verbal)

Gangguan Persepsi
Core Problem Sensori :

Halusinasi

Isolasi sosial :
Causa
Menarik diri

Gambar 2.3 Pohon Masalah


3. Intervensi

Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian

tindakan yang dapat mencapai setiap tujuan khusus. Pearawat

dapat memberikan alasan ilmiah terbaru dari tindakan yang

diberikan. Alasan ilmiah merupakan pengetahuan yang

beradasarkan pada literature, hasil penelitian atau penngalaman

praktik. Rencana tindakan disesuaikan dengan standart asuhan

keperawatan jiwa Indonesia (keliat,2015).

4. Implementasi

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan

rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata implementasi

sering kali jauh berbeda dengan rencana. Hal itu terjadi karena

perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam

melaksankan tindakan keperawatan, yang biasa dilakukan

perawat adalah menggunakan rencana tidak tertulis yaitu apa

yang dipikirkan, dirasakan itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat

membahayakan klien dan perawat jika tindakan berakibat fatal,

dan juga tidak memenuhi aspek legal. Sebelum melaksanakan

tindakan yang sudah direncanakan perawat perlu memvalidasi

dengan singkat apakah rencana tindakan masih dibutuhkan dan

sesuai oleh keadaan klien saat ini (her and now). Pada saat akan

melaksanakan tindakan perawat membuat kontrak terlebih

dahulu dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan

dikerjakan dan peran serta yang diharapkan klien.


Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan

beserta respon klien (Keliat, 2015)

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek

dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus-

menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang

telah dilaksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses

atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan

tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan

membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta

umum yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan

menggunakan pendekatan SOAP (Keliat, 2015) sebagai pola

pikir yaitu :

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan menanyakan “

Bagaimana perasaan ibu setelah latihan nafas dalam ?”

O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan

yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi

perilaku klien pada saat tindakan dilakukan atau menanyakan

kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik

sesuai dengan hasil observasi.

A : Analis ulang atas data subjektif dan objektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul masalah


baru atau ada data yang kontraindikasi dengan masalah yang

ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil

analisis pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien

dan tndak lanjut perawat.


No Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
Kode Diagnosis Kode SLKI Kode hal SIKI
hal hal
1. D.0085 Gangguan Persepsi Sensori L.13122 (Persepsi Sensori) I.09288 Manajemen Halusinasi
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan selama 7x24 jam 1. Monitor perilaku yang mengidikasi halusinasi
diharapkan persepsi realitas 2. Monitor dan sesuaikan tingkat aktivitas
terhadap stimulus baik internal 3. Monitor isi halusinasi
maupun eksternal membaik Terapeutik
dengan kriteria hasil : 1. Pertahankan lingkungan
1. Verbalisasi mendengar bisikan 2. Lakukan tindakan keselamatan ketika tidak dapat
menurun mengontrol perilaku
2. Verbalisasi melihat bayangan 3. Diskusikan perasaan dan respons terhadap halusinasi
menurun 4. Hindari perdebatan tentang validitas halusinasi
3. Verbalisasi merasakan sesuatu Edukasi
melalui indra perabaan 1. Anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya
menurun halusinasi
4. Verbalisasi merasakan sesuatu 2. Anjurkan bicara pada orang yang dipercaya untuk
melalui indra penciuman memberi dukungan dan umpan balik korektif
menurun terhadap halusinasi
5. Distorsi sensori menurun 3. Anjurkan melakukan distraksi
6. Perilaku halusinasi menurun 4. Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol
7. Menarik diri menurun halusinasi
8. Curiga menurun Kolaborasi
9. Mondar mandir menurun 1. Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan anti
10. Respon sesuai stimulus ansietas jika perlu
membaik
11. Konsentrasi membaik
12. Orientasi membaik

Tabel Intervensi

Anda mungkin juga menyukai