Anda di halaman 1dari 68

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI:HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghidu tanpa stimulus nyata (Keliat
dkk, 2011).
Halusinasi adalah pencerapan (persepsi) tanpa adanya rangsangan apapun
pada panca indra seseorang, yang terjadi pada keadaan sadar/bangun dasarnya
mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik (Sunaryo, 2004).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara-suara
padahal tidak ada orang yang berbicara. Halusinasi adalah persepsi klien
terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien
menginteprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/ rangsangan dari luar
(Direja.A.H.S, 2011).

B. Klasifikasi Halusinasi
Menurut Keliat dkk (2011) Pada proses pengkajian, data penting yang
perlu anda dapatkan adalah sebagai berikut:
1. Jenis dan isi halusinasi. Data objektif dapat anda kaji dengan cara
mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data subjektif dapat anda kaji
dengan melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat
mengetahui isi halusinasi pasien. Jenis-jenis halusinasi yaitu :
a. Halusinasi pendengaran (halusinasi auditif/ halusinasi akustik), meliputi
mendegar suara-suara, paling sering adalah suara orang berbicara kepada
klien atau membicarakan klien. Mungkin ada satu atau banyak suara dapat
berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi
pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling sering teradi.
Halusinasi perintah adalah suara-suara yang menyuruh klien untuk
mengambil tindakan, sering kali membahayakan diri sendiri atau orang lain
dan dianggap berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan (halusinasi optic), dapat mencakup melihat
bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau
orang yang telah meninggal, atau mungkin sesuatu yang bentuknya rusak,
misalnya melihat monster yang menakutkan padahal yang dilihat adalah
seorang perawat. Halusinasi ini merupakan jenis halusinasi kedua yang
paling sering teradi.
c. Halusinasi penciuman, meliputi mancium aroma atau bau padahal tidak
ada. Bau tersebut dapat berupa bau tertentu seperti urine atau fese, atau bau

1
yang sifatnya lebih umum, misalnya bau busuk atau bau yang tidak sedap.
Jenis halusinasi ini sering kali ditemukan pada klien demensia, kejang atau
stroke.
d. Halusinasi pengecapan (halusinasi gustatorik), mencakup rasa yang tetap
ada dalam mulut, atau perasaab bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang
lain. Rasa tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit atau mungkin seperti
rasa tertentu.
e. Halusinasi perabaan (halusinasi taktil), seperti ada aliran listrik yang
menjalar keseluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap di kulit.
f. Halusinasi gerak (halusinasi kinestik). Halusinasi seolah-olah merasa
badannya bergerak di sebuah ruangan tertentu dan merasa anggota
badannya bergerak dengan sendirinya
g. Halusinasi viseral, halusinasi alat tubuh bagian dalam yang seolah-olah ada
perasaan tertentu yang timbul di tubuh bagian dalam (mis. Lambung seperti
di tusuk-tusuk jarum).
h. Halusinasi hipnagogik, persepsi sensorik bekerja yang salah yang terdapat
pada orang normal, terjadinya sebelum tidur.
i. Halusinasi hipnopomik, persepsi sensorik bekerja yang salah, pada orang
normal, terjadi tepat sebelum bangun tidur.
j. Halusinasi histerik, halusinasi yang timbul pada neurosis histerik karena
konflik emosional.
2. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi.
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi? Apakah pagi,
siang, sore, atau malam? Jika mungkin pukul berapa? Frekuensi terjadinya
apakah terus menerus atau hanya sekali-kali? Situasi terjadi apakah ketika
sendiri, atau setelah terjadi kejadian tertentu? Hal ini dilakukan untuk
menentukan intervensi khusu pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari
situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, sehingga pasien tidak larut
dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi
dapat di rencanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
3. Respon terhadap halusinasi. Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien
ketika halusinasi itu muncul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang
dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga
menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat pasien. Selain itu dapat juga
dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi timbul.

C. Rentang respon
Rentang respon halusinasi menurut Direja. A.H.S, (2011) yaitu
- Pikiran logis - Kadang-kadang - Waham
- Persepsi akurat proses berfikir - Halusinasi
Adaptif Mal Adaptif
- Emosi terganggu - Kerusakan
konsisten - Ilusi proses emosi
dengan - Emosi - Perilaku tidak
pengalaman berlebihan
2 terorganisasi
- Perilaku cocok - Perilaku yang - Isolasi sosial
- Hubung sosial tidak biasa
harmonis - Menarik diri
D. Penyebab
Penyebab halusinasi menurut Direja. A.H.S, (2011) yaitu:
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobiologi
c. Neurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pegolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
c. Adanya gejala pemicu

E. Proses terjadinya halusinasi


Menurut Direja. A.H.S, (2011) Halusinasi berkembang melaui empat fase, yaitu
sebagai berikut:
1. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpisikotik. Karakteristik klien: mengalami
stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak,
dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal
yang menyenangkan, cara ini hananya menolong sementara.
Perilaku: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asik
dengan halusinasi, dan suka menyendiri.
2. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikan, termsuk dalam pisikotik ringan. Karakteristik: pengalaman sensori
menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berfikir
sendiri menjadi dominan. Mulai di rasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien
tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien: meningkatkan tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasi
dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase ketiga

3
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Prilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor,
dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan halusinsinya.
Termasuk dalam pisikotik berat.
Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi mengancam, perintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontro, dan tidak
dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan

F. Merumuskan diagnosa keperawatan pasien halusinasi


Diagnosisi keperawatan ditetapkan berdasarkan data subjektif dan objektif yang
di temukan pada pasien. Diagnosis keperawatan pada gangguan ini adalah
Gangguan sensori persepsi : halusinasi…….

G. Tindakan keperawatan pasien halusinasi


Menurut Keliat dkk(2011) Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
1. Pasien mengenal halusinasi yang dialaminya
2. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
3. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
Tindakan keperawatan :
1. Membantu pasien mengenal halusinasi. Untuk membantu pasien mengenal
halusinasi, anda dapat melakukannya dengan cara berdiskusi dengan pasien
tentang halusinasi (apa yang didengar/ dilihat), waktu terjadi halusinasi
muncul dan respon pasien terhadap halusinasi muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi anda dapat melatih pasien empat cara yang sudah
terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi:
a. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih
untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
memedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasinya yang
muncul. Mungkin halusinasinya tetap ada namun dengan kemampuan ini
pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:

4
1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
2) Memperagakan cara menghardik
3) Meminta pasien memperagakan ulang
4) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.
b. Menggunakan obat secara teratur. Untuk mampu mengontrol halusinasi
pasien juga harus dilatih untuk mengunakan obat secara teratur sesuai
dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat dirumah sering kali
mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan.
Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan
lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih mengunakan obat sesuai program
dan berkelanjutan. berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh
mengunakan obat:
1) Jelaskan kegunaan obat
2) Jelaskan akibat putus obat
3) Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat.
4) Jelaskan cara mengunakan obat dengan prinsip 5 benar ( benar obat,
benar pasien, benar cara, benar waktu,pasien, benar cara, benar waktu,
benar dosis).

c. Bercakap-cakap dengan orang lain. Untuk mengontrol halusinasi dapat


juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-
cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan
beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain
tersebut. sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi
adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
d. Melakukan aktivitas yang terjadwal. Untuk mengurangi resiko munculnya
kembali halusinasi adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang
teratur. Dengan aktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami
banyak waktu luang sendiri yang sering kali mencetuskan halusinasi.
Untuk pasien yang mengalami halusinasi dapat dibantu untuk mengatasi
halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi
sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu, setiap kegiatan yang
dilatih dimasukkan kesdalam jadwal kegiatan pasien sampai tidak di
temukan waktu luang. Tahapan intervensinya adalah sebagai berikut:
1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien.
3) Melatih pasien melakukan aktivitas
4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih. Upaayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi
sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.

5
5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif.
H. Latihan kegiatan halusinasi
1. SP 1: Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu
menghardik halusinasi
Orientasi
“Selamat pagi D. saya perawat … yang akan merawat D. nama saya SS,
senang dipanggil S, nama D siapa? Senang di panggil siapa”
Bagaimana perasaan D hari ini ? apakah keluhan D saat ini?
“baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini D dengar tapi tidak tanpak wujudnya? Dimana kita duduk? Di ruang
tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?”
Fase Kerja
“apakah D mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara
itu”
“apakah terus menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling
sering D dengar suara? Berapa kali sehari D alami? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah waktu sendiri?”
“apakah yang D rasakan pada saat mendengar suara itu?”
“apa yang D lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul?”
“D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan
yang keempat minum obat dengan teratur.”
“bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
“cara sebagai berikut: saat suara –suara itu muncul, langsung D bilang,
pergi saya tidak mau dengar ,. . . .saya tidak mau dengar, pergi jangan
ganggu saya. Stop jangan ganggu saya. Begitu diulang-ulang sampai suara
itu tidak terdengar lagi. Coba D peragakan! Nah begitu, . . . bagus! Coba
lagi! Ya bagus, D sudah dapat.”
Terminasi
“bagaimana perasaan D setelah pergerakan latihan tadi? Kalau suara-suara
itu muncul lagi, silahkan coba cara tersebut! bagaimana kalau kita buat
jadwal latihannya? Mau pukul berapa saja latihannya.(anda masukkan
kegiatan latihan menghardik halusinasi kedalam jadwal kegiatan harian
pasien) bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara kedua? Jam berapa D? bagaimana
kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih? Dimana tempatnya?”
baiklah, sampai jumpa.

6
2. SP 2: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Orientasi:
“Assalammualaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai satu cara yang telah kita
latih ? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini
sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-
obatan yang D minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu
makan siang. Di sini saja ya D?”
Fase Kerja:
“D adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang D
dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat
yang D minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang warna orange
(CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk
menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama
gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3
kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang.
Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti
konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, D akan kambuh dan
sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis D bisa minta
ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. D juga harus teliti saat menggunakan
obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,artinya D harus memastikan bahwa
itu obat yang benar-benar punya D. Jangan keliru dengan obat milik orang
lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan
cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya. D juga
harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum
10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah
berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan!
Bagus! (jika jawabanbenar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada
jadwal kegiatan D. Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat
atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita
ketemu lagi untuk belajar cara ketiga mencegah suara yang telah kita
bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00. sampai jumpa.
Wassalammu’alaikum.”

3. SP 3: Latihan mengontrol pasien halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-


cakap dengan orang lain.
Orientasi

7
“selamat pagi, D bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suara itu
masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?
Berkurangkah suara-suaranya? Bagus! Sesuai janji kita tadi, saya akan
melatih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini
saja?”
Fase Kerja
Cara kedua untuk menccegah /mengontrol halusinasi yang lain adalah
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar
suara-suara, langsung saja cari teman untuk di ajak ngobrol. Minta teman
untuk mengobrol dengan D. contohnya begini. . . . tolong, saya mulai
mendengar suara-suara. ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang lain
di rumah misalnya kakak D, katakana, Kak, ayo ngobrol dengan D. D sedang
dengar suara-suara. begitu D. coba D lakukan seperti yang tadi saya lakukan.
Ya begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya, D!”
Terminasi
“bagaimana perasaan D setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara
yang D pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara
ini kalau D mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita msukkan dalam
jadwal kegiatan harian“bagaimana perasaan D setelah latihan ini? Jadi
sudah ada berapa cara yang D pelajari untuk mencegah suara-suara itu?
Bagus, cobalah kedua cara ini kalau D mengalami halusinasi lagi.
Bagaimana kalau kita msukkan dalam jadwal kegiatan harian D? mau pukul
berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur jika
sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan kemari lagi.
Bagaimana kalau kita latihan cara yang ketiga yaitu melaksanakan aktivitas
terjadwal? Mau pukul berapa ? bagaimana kalau pukul 10 ? mau dimana?
Sampai besok ya. Selamat pagi.”

4. SP 4 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara keempat:


melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi:
“Assalamu’alaikum D. Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai ketiga cara yang telah kita
latih ? Bagaimana hasilnya? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan
belajar cara yang keempat untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan
kegiatan terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu.
Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”

Fase Kerja:

8
“Apa saja yang biasa D lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah
banyak sekali kegiatannya.
Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali D
bisa lakukan. Kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah suara tersebut
muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam
ada kegiatan.
Terminasi:
“Bagaimana perasaan D setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga untuk
mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita
latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam
jadwal kegiatan harian D. Coba lakukan sesuai jadwal ya! (Saudara dapat
melatih aktivitas yang lain pada pertemuanberikut sampai terpenuhi seluruh
aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang
nanti, kita membahas sejauh mana D sudah melatih keempat cara untuk
mencegah suara yang pernah kita bicarakan? Mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 12.00 pagi? Di ruang makan ya! Sampai jumpa.
Wassalammualaikum.

9
PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi perilaku kekerasan


Kekerasan (violence) merupakan suatu bentukperilaku agresi (agressive
behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan menganggu hubungan
intrapersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada
waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya. Untuk itu, perawat harus pula mengetahui tentang
respon kemarahan seseorang dan fungsi positif marah.
Menurut Stuart & Sundeen (1996) Marah merupakan perasaan jengkel
yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman. Menurut Purba (2008) Marah
merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang
tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat biasanya ada kesalahan,
yang mungkin nyata-nyata kesalahannya atau mungkin juga tidak. Pada saat
marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar
sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka
akan terjadi perilaku agresif (Muhith, A, 2015)

B. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik : muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku dan jalan mondar-mandir.
2. Verbal : bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam
secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor, suara keras dan
ketus.
3. Perilaku : melempar atau memukul benda atau orang lain, menyerang orang
lain, melukai diri sendiri, orang lain,merusak lingkungan, dan amuk atau
agresif.
4. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian ; Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual (Keliat,
2011).

C. Proses terjadinya perilaku kekerasan.

10
Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu untuk beresiko perilaku
kekerasan, yaitu:
1. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor
berikut dialami oleh individu (Keliat, 2011):
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical Theory: teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Frued berpendapat bahwa
perilaku manusia dipengaruhi oleh 2 insting, pertama insting hidup yang
diekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang
diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation aggression theory: teori yang dikembangkan oleh
pengikut frued ini berawal dri asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk
mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang
untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir
semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai riwayat perilaku
agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif: mendukung
pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup.
Hal ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih
mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari
pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga tidak mempu
untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau reaksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak atau seductional parental yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk
pola pertahanan dan koping (Muhith. 2015).
b. Faktor sosial budaya
Social Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa agresi
tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan, maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosional secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajari. Pembelajaran ini bias internal dan
eksternal. Contoh internal: orang yang mengalami keterbangkitan seksual
karena menonton film erotis menjadi lebih agresif dibandingkan mereka
yang tidak menonton film tersebut, seorang anak yang marah karena tidak

11
boleh beli es kemudian ibunya memberinya es agar anak berhenti marah.
Anak tersebut akan belajar bahwa bila ia marah, ia akan mendapatkan apa
yang ia inginkan. Contoh eksternal: seorang anak menunjukan perilaku
agresif setelah melihat orang dewasa mengespresikan beragai bentuk
perilaku agresif terhadap sebuah boneka. Cultural dapat pula
mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat
diterima sehingga dapat membantu individu untuk mengeskpresikan
marah dengan cara asertif (Muhith. 2015).
c. Faktor biologis.
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis:
1) Neurobiologis: Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap
proses impuls agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
3) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan (Muhith, 2015).
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart & Sundeen (2002) Secara umum seseorang akan
marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis,

12
atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
a. Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan termasuk
kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri.
b. Peristiwa besar dalam kehidupan
c. Peran dan ketegangan peran
d. Perubahan fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit
fisik
e. Sumber-sumber koping meliputi status sosioekonomi, keluarga, jaringan
interpersonal dan organisasi sekunder yang dinaungi oleh lingkungan
sosial yang lebih luas.
Menurut Yosep (2009), Faktor-faktor yang dapat mencetuskan
perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
Menurut Keliat (1996), Bila dilihat dari sudut perawat – klien, maka
faktor yang menncetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni:
1) Klien: Kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri.
2) Lingkungan: Ribut, kehilangan orang/objek yang berharga, konflik
interaksi social.

D. Rentang respon perilaku kekerasan


Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit
diri sendiri dan menganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan
langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Oleh karnanya
perawat harus pula mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi
positif marah.(Muhith 2015)

13
Respon adaptif Respon maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif


dan melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan
menantang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif-kekerasan perilaku
yang menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
a. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
b. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak
realistis.
c. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami.
d. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang
lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang
lain.
e. Amuk : Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara
menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai disertai melukai pada
tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara
serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri (Muhith 2015).

E. Penatalaksanaan pasien dengan kekerasan akut.


1. Pertama putuskan bahwa pasien hilang kendali secara akut. Apabila demikian,
tangani segera dengan pengekangan fisik dan medikasi, buakn dengan
percakapan. Segera temui pasien jangan menunggu.
2. Dekati pasien yang kurang bersahabat dengan hati-hati dan berda pada posisi
yang aman. Waspadai tanda-tanda peringatan (missal, gelisah,sikap menuntut)
apabila bercakap-cakap tampak bermanfaat, coba lakukan, tapi berilah batas
yang jelas selama wawancara.
3. Medikasi terhadap pasien dengan agitasi akut: larazepam 1-2 mg IM setiap 2-
4 jam, maksimal 3 dosis: haloperidol 5 mg IM/jam untuk dosis 3-4 atau
depridol (5mg IM/jam 2-3 dosis tidak direkomendasi oleh FDA untuk
keperluan tersebut. Apakah pasien mengunakan obat-obatan yang menekan
SSP, apakah pasien dalam kondisi dedirium? Kalau demikian, berikan
medikasi dan observasi ECT dapat mengendalikan kekerasan psikotik.
4. Jika pasien mengancam dan agitasi tetapi tidak ganas, perlakukan dengan
penuh penghormatan-manusiawi, langsung pasti tenang, menentramkan.
Jangan menantang dan menprofokasikan atau secara terang-terangan tidak
setuju dengan pasien.

14
5. Temukan etiologi kekerasan. Apakah ada penyakit mental, cedera otak?
Penggunaan obat-obatan apakah ada pencetus lingkungan yang dapat
dikenali? Lakukan intervensi secara langsung pada pasien psikotik.
6. Kebanyakan pasien dapat ditenangkan dengan dukungan, pengertian dan
medikasi, apabila harus paksa ke rumah sakit apakah ini benar-benar masalah
criminal dan benarkah melibatkan polisi (Tomb, D. 2003).

F. Pohon masalah perilaku kekerasan

AkibatMencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Core problemPerilaku kekerasan/amuk

SebabMekanisme koping tidak efektif: gangguan harga diri


(Keliat, 2011).

G. Asuhan Keperawatan perilaku kekerasan.


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Penanggung jawab
c. Keluhan utama
d. Alasan masuk.
e. Faktor predisposisi
1) Riwayat penyakit pasien
2) Riwayat pengobatan
3) Riwayat trauma
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Riwayat masa lalu yang tidak menyenangkan
f. Pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital, TB, BB, kondisi fisik
g. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
b) Identitas
c) Peran
d) Ideal diri
e) Harga diri
3) Hubungan sosial: dengan orang terdekat, dalam masyarakat,
hambatan dalam hubungan dengan orang lain.
4) Spiritual: nilai keyakinan, kegiatan ibadah.
h. Status mental
1) Penampilan

15
2) Pembicaraan
3) Aktivitas motorik
4) Alam perasaan
5) Afek
6) Interaksi selama wawancara
7) Persepsi
8) Pola piker
9) Tingkat kesadaran
10) Memori
11) Tingkat konsentrasi dan berhitung
12) Kemampuan penilaian
13) Daya tilik diri
i. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
2) BAB/BAK
3) Mandi
4) Berpakaian/berhias
5) Istirahat dan tidur
6) Penggunaan obat
7) Pemeliharaan kesehatan
8) Kegiatan di dalam rumah
j. Mekanisme koping
1) Mampu berbicara dengan orang lain
2) Mampu menjelaskan masalah ringan
3) Lebih suka diam jika ada masalah
k. Masalah psikososial dan lingkungan
1) Masalah dengan kelompok
2) Masalah dengan lingkungan
3) Masalah dengan kesehatan
4) Masalah dengan perumahan
5) Masalah dengan ekonomi
l. Aspek medic
m. Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau
wawancara tentang perilaku:
1) Muka merah dan tegang
2) Pendangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Megepalkan tangan
5) Jalan mondar-mandir
6) Bicara kasar
7) Mengancam secara verbal atau fisik
8) Melempar dan memukul

16
9) Merusak barang.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang muncul adalah :
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

3. Rencana intervensi keperawatan


Tujuan:
a. pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan.
d. pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
e. pasien dapat menyebutkancara mencegah/mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya, dalam menbina hubungan saling percaya
perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksi dengan anda: mengucap salam, berjabat tangan, menjelaskan
tujuan, membuat kontrak topic.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang
lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi perilaku kekerasan
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang bias dilakukan pada
saat marah yaitu secara verbal: orang lain, diri sendiri dan lingkungan.
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1) SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi
penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik
I yaitu latihan napas dalam dan pukul kasur dan bantal.
2) SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara obat.
a) Evaluasi latihan nafas dalam dan pukul kasur dan bantal
b) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
(benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna
obat dan akibat berhenti minum obat.
c) Susun jadual minum obat secara teratur
d) Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
3) SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal:
a) Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik

17
b) Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
4) SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a) Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik dan sosial/verbal
b) Latihan sholat/berdoa
c) Buat jadwal latihan shoalat/berdoa
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik: latihan nafas
dalam dan pukul kasur bantal, susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul
kasur bantal.
h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara social/verbal.
1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal:menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
i. Latih mengontrol perilaku kekerasn secara spiritual:
1) Diskusikan kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien.
2) Latihan mengontrol marah dengan melakukan kegiatan ibadah yang
biasa dilakukan pasien.
3) Buat jadwal latihan kegiatan ibadah
j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar
disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
2) Susun jadwal minum obat secara teratur.
k. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan

Latihan SP 1 : Bina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan


marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya cara mengontrol secara fisik ke 1.
ORIENTASI:
“Selamat pagi pak, perkenalkan saya T A, Panggil saya T, saya perawat yang
dinas di puskesmas….Nama Bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah
Bapak.”
“Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 20
menit?”
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau
diruang tamu?”
KERJA:

18
“Apa yang menyebabkan Bapak marah? Apakah sebelumnya Bapak pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? O… ia, jadi
ada 2 penyebab marah Bapak”
“pada saat penyebab marah itu ada, seperti Bapak pulang kerumah istri belum
menyediakan makanan, apa yang Bapak rasakan?”
“apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada Bapak berdebar-debar mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal”
“setelah itu apa yang Bapak lakukan?O… ia, Bapak memukul istri Bapak dan
memecahkan piring, apakah dengan cara ini makanan terhidang? Iya, tentu
tidak.. Apa kerugian cara Bapak lakukan? Betul, istri jadi sakit dan takut, piring
pecah. Menurut Bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Bapak belajar
cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
“Bagaimana kalua kita belajr satu cara dahulu?”
“Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak rasakan maka Bapak
berdiri, lalu tarik nafas dalam dari hidung, ttahan sebentar, lalu keluarkan tiup
perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi,
tarik dari hidung, bagus…, tahan, dan tiup melalui mulut, nah lakukan 5 kali.
Bagus sekali, bapak sudah dapat melakukannya. Bagaimana perasaanya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul Bapak sudah terbiasa melakukannya.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
Bapak?
“iya jadi ada 2 penyebab Bapak marah…… dan yang Bapak rasakan…. Dan
yang Bapak lakukan… serta akibatnya.”
“Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah Bapak yang lalu.
Jangan lupa latihan nafas dalamnya ya pak. Sekarang kita buat jadwal latihanya
ya pak, berapa kali sehari Bapak mau latihan nafas dalam? Jam berapa saja
pak?”
“Baik, bagaimana kalau 2 hari lagi saya datang dan kita latihan cara lain untuk
mencegah/mengontrol marah? Tempatnya dirumah Bapak saja ya, selamat
pagi!”

Latihan SP 1: latihan megontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2


ORIENTASI:
“Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya
datang lagi.”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak
marah? Apakah latihan nafas dalamnya sudah dilakukan? Coba saya lihat jadwal
kegiatannya. Bagus sekali, bapak telah lakukan dengan baik.”

19
“baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan
kegiatan fisik untuk cara kedua”
“mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”
“dimana kita bicara? Bagaimana kalau diruang tamu?”
KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, dada
berdebar, mata melotot, selain nafas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur
dan bantal.”
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi
kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal, nah coba bapak lakukan,
pukul kasur dan bantal. Ya bagus, sekali bapak melakukannya.”
“Lampiaskan kekesalam ke kasur atau bantal.”
“Nah cara ini pun dapat bapak lakukan secara rutin jika perasaan marah.
Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya.
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada beberapa cara yang sudah kita latih? Coba bapak sebutkan lagi! Bagus
“Mari kita masukkan ke dalam jadwal kegiatan bapak sehar-hari. Pukul kasur
bantal mau berapa pukulan? Bagaimana kalau setiap bangun tidur
Baik, jadi pukul 5 pagi dan pukul 3 sore. Lalu kalau ada keinginan marah
sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya, pak sekarang kita masukkan di
jadwal kegiatan bapa.”
“bagaimana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara mengontrol
marah dengan belajar minum obat. Mau pukul berapa, Pak? Baik, pukul 10 pagi
ya. Sampai Jumpa!”

Latihan SP 2: latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat.


ORIENTASI:
“Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya
datang lagi.”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak
marah? “Apakah latihan nafas dalam, pukul bantal dan kasur sudah dilakukan?
Coba saya lihat jadwal kegiatannya, jadi rasa marah sudah berkurang.”
Bagaimana kalau sekarang kita bicara dengan latihan tentang cara minum obat
yang benar untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“Mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”
KERJA
“Bapak sudah dapat obat dari dokter?”

20
Berapa macam obat yang bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam
berapa bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang nama oranye namanya CPZ gunanya agar
pikiran bapak tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan tenag, yang
merah jambu namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang.
Semua ini harus bapak minum 3 kali dalam 1 hari pada pukul 7 pagi, 1 siang, dan
jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak dapat mengisap es batu.”
Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan
beraktivitas dahulu.”
“Sebelum minum obat ini bapak lihat dulu labelnya di kotak obat apakah benar
nama bapak tertulis disitu, berapa dosisnya yang harus diminum, pukul berapa
saja yang harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!”
“Jangan pernah menghentikan obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak,
karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obat ke dalam jadwalnya ya pak”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum
obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?
Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya.”
bagaimana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara mengontrol marah
dengan belajar bicara yang baik. Mau pukul berapa, Pak? Baik, pukul 10 pagi
ya. Sampai Jumpa!”

Latihan SP 3: latihan mengontrol perilaku kekerasan secara social/ verbal


ORIENTASI
“Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang saya
datang lagi.”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak
marah? Apakah latihan nafas dalam, pukul bantal, kasur dan minum obat sudah
dilakukan? Coba saya lihat jadwal kegiatannya, jadi rasa marah sudah
berkurang.” Bagaimana kalau sekarang kita bicara dengan latihan tentang cara
bicara untuk mengontrol rasa marah?”
“dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”
KERJA

21
“Baiklah kita akan latihan cara bicara yang baik untuk mencegah perasaan
marah. Sekarang saya akan menjelaskan tentang cara bicara yang baik bila
Bapak sedang marah, ada 3 caranya pak :
“Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara rendah serta tidak
menggunakan kata- kasar, misalnya pak saya mau minta makanan, coba bapak
praktekkan? Bagus bapak.
“Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya karena sedang ada pekerjaan, katakan maaf saya tidak bisa
melakukannya karena sedang ada pekerjaan, coba bapak praktekkan ? bagus
bapak”
“Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat
kesal ibu dapat mengatakan saya menjadi marah karena perkataanmu itu coba
bapak praktekkan? Bagus bapak.”
TERMINASI
“Bagaimana perasan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengendalikan marah dengan cara bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari. Bagus
sekali.
Sekarang mari kita masukan dalam jadwal, berapa kali bapak mau melakukan
latihan bicara yang baik?”
“Besok kita akan membicarakan cara mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan
cara ibadah.”
“bapak mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.”
“Tempatnya dimana bapak? bagaimana kalau disini saja, jadi besok kita ketemu
lagi disini jam 10 ya pak. Assalamualaikum.”

Latihan SP 4: latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual.


ORIENTASI:
“Assaalamualaikum bapak, apakah ibu masih ingat dengan saya?, sesuai dengan
janji saya kemarin, saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak pada pagi hari ini?. apakah bapak sudah
melakukan latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur atau bantal? Bagaimana
dengan minum obatnya? bagaimana dengan cara berbicara yang baik, apakah
bapak sudah melakukannya.”
“Sekarang kita melanjutkan berbicang-bincang tentang cara mengontrol rasa
marah dengan cara ibadah. seusai kontrak kemarin, kita akan bicara selama 20
menit.
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan sebelumnya di
rumah? Baik bapak, ada banyak kegiatan ibadah ya. Nah, dari berbagai kegiatan
ini menurut bapak mana yang kira-kira yang efektif yang bisa bapak lakukan di
rumah sakit? Baik, bapak memilih dengan Istighfar ya? Nah kalau bapak sedang

22
marah coba ibu langsung duduk dan tarik nafas dalam, jika tidak reda juga
marahnya rebahkan badan agar rileks. Setelah nafas dalam bapak bisa merasa
rileks, kemudian ibu ucapkan Astaghfirullahaladzimii. Mari kita cobakan bu?
bagus sekali. bapak bisa lakukan kegiatan ini secara teratur untuk meredakan
kemarahan ya bapak.”
TERMINASI
“Bagaimana perasan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengendalikan marah dengan cara melakukan kegiatan ibadah?”
“Coba bapak sebutkan lagi berapa cara mengendalikan marah yang sudah kita
pelajari?. Bagus sekali.”
“Sekarang mari kita masukan dalam jadwal, berapa kali bapak mau melakukan
kegiatan ibadah?.”
“Besok saya akan datang lagi, nanti kita akan bicarakan kemampuan bapak yang
telah kita latih selama ini dan apakah bapak sudah mengontrol rasa
marahnya,bapak mau jam berapa ?”
“bapak mau dimana? bagaimana Disini lagi? baik jadi besok kita ketemu lagi
disini jam 10 ya Bapak. Assalamualaikum.”

GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

A. Pengertian Waham
Waham adalah keyakinan yang salah, dan dipertahankan yang tidak
memiliki dasar dalam realitas. Klien memegang keyakinan ini dengan kepastian
total, langsung, dan segera. Karena klien percaya pada ide waham, ia akan
bertindak sesuai dengan ide tersebut. Keyakinan waham ini tidak tergoyahkan
oleh informasi atau fakta dari luar dan yang bertentangan. Waham merupakan
gejala positif dari skizofrenia (Videbeck, 2008).
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara
kuat/terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, 2011).
Waham adalah keyakinan seseorang yang salah dan tidak tetap sesuai
dengan pengetahuan atau latar belakang budaya. Seorang individu mempunyai
keyakinan rasa dendam yang dibuktikan secara nyata bahwa itu salah atau tidak
masuk akal (Townsend, 2014).

23
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan
fakta dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” atau bisa pula tidak aneh hanya
sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan
bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham sering ditemui pada
gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham sering ditemukan pada
skizofrenia. Semakin akut psikosis semakin sering ditemui wahan disorganisasi
dan waham tidak sistematis (Tomb, 2004).

B. Jenis-Jenis Waham
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya ini
pejabat di departemen kesehatan”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/
mencederai dirinya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh “saya tahu, anda ingin menghancurkan hidup saya karena iri dengan
kesuksesan saya”.
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan,
diucapkan berulang kali tetapi tidak seseuai kenyataan. Contoh “kalau saya
mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari”.
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang
penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya
sakit kanker”. Setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda
kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh “ini kan
alam kubur, semua yang ada di sini adalah roh-roh” (Videbeck, 2008)
f. Waham referensi atau gagasan rujukan
Mencakup keyakinan klien bahwa tanyangan televisi, musik, atau artikel surat
kabar memiliki makna khusus bagi dirinya. Contoh “klien mungkin
melaporkan bahwa presiden berbicara langsung dengannya dalam sebuah
tayangan berita atau pesan-pesan khusus dikirim melalui artikel surat kabar”.
(Tomb, 2004)
g. Waham penyiaran pikiran
Keyakinan bahwa orang lain dapat mendengar pikiran mereka
h. Waham penyisipan pikiran
Keyakinan bahwa pikiran orang lain dimasukkan ke dalam benak pasien

24
C. Diagnosis keperawatan (Keliat, 2011).
Diagnosis keperawatan yaitu gangguan proses pikir (waham)

D. Tindakan keperawatan (Keliat, 2011).


Tujuan Tindakan :
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b. Pasien menggunakan obat secara teratur
c. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
d. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya. Tindakan yang harus anda lakukan dalam
rangka membina hubungan saling percaya adalah :
1) Mengucapkan salam teurapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
b. Bantu orientasi realita
1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-haei
4) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti
membicarakannya
5) Fokuskan pembicaraan pada realitas (mis, memanggil nama pasien),
menjelaskan hal yang sesuai realita
6) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realita
c. Diskusikan kebutuhan psikologis/ emosional yang tidak terpenuhi sehingga
menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah.
d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional
pasien
e. Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
f. Berdiskusi tentang obat yang diminum
g. Melatih minum obat yang benar
E. Strategi Pelaksanaan (Keliat, 2011).
a. Sp 1 pasien : membina hubungan saling percaya: mengidentifikasi kebutuhan
yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan dan latihan orientasi
realita
Contoh percakapan
Fase orientasi

25
“assalamu’alaikum A, perkenalkan nama saya N, saya perawat yang berdinas
pagi hari ini di ruang melati, saya dinas dari pukul 08-14.00 nanti, saya yang
akan merawat A hari ini, nama panjang A siapa dan senag dipanggil apa ?
“Bisa kita berbincang-bincang hari ini tentang apa yang A rasakan
sekarang ?
“Berapa lama A mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 15 menit
saja ?”
Fase Kerja
“saya mengerti A merasa bahwa A adalah seorang presiden, tetapi sulit bagi
saya untuk mempercayainya karena setau saya presiden negara kita sekarang
adalah bapak J dan sedang berada di ibu kota negara kita, bisa kita lanjutkan
pembicaraan kita yang terputus tadi A ?
“Tampaknya A merasa gelisah, bisa A ceritakan apa yang A rasakan ?
“O... jadi A merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya
hak untuk mengatur diri A sendiri?”
“Siapa menurut A yang sering mengatur-atur diri A?”
“Jadi teman A yang terlalu mengatur-atur ya A, juga adik A yang lain?”
“Kalau A sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo, Bagus A sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut A.”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya A ingin ada kegiatan di luar rumah
sakit karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
Fase Terminasi
“Bagimana perasaan A setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini A coba lakukan, setuju A?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah A miliki?”
“A mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja A?”

b. Sp 2 pasien : mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar


Contoh percakapan
Fase Orientasi
“Assalamualaikum A.” “Bagaimana A, bagaimana kabarnya hari ini ?.”
“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang
harus A minum, Bagaimana kalau kita mulai sekarang A?”
“Berapa lama A mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30
menit saja?”
Fase Kerja
“A berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang diminum?”
“A perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.”

26
“Obatnya ada tiga macam , yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang
merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya
ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.”
“Bila nanti setelah minum obat mulut A terasa kering, untuk membantu
mengatasinya A bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.”
“Sebelum minum obat ini A mengecek dulu label dikotak obat apakah benar
nama A tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam
berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya A tidak
menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan
dokter.”
Fase Terminasi :
“Bagaiman perasaan A setelah kita becakap-cakap tentang obat yang A
minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan
nanti saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!”
“Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya A
“Abesok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah
dilaksanakan.
“Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?”
“Sampai besok ya A.”

c. Sp 3 pasien : menjelaskan dan melatih cara memenuhi kebutuhan dasar


Contoh percakapan
Fase orientasi
“assalamu’alaikum A, bagaimana perasaannya saat ini ? bagus!
Bagaimana kalau kita bicarakan tentang kebutuhan A saat ini ?
Dimana enaknya kita berbincangbincang ?
Berapa lama A mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 20 menit
tentang hal tersebut?
Fase kerja
“apa saja kegiatan A saat ini ?
Wah.. rupanya A banyak juga kegiatannya ya
Bisa A ceritakan lagi kegiatan A dari bangun tidur hingga malam ?
Wah.. bagus sekali apa yang sudah A lakukan
Nah, A sepertinya belum mandi ya ? rambutnya juga masih kusut. Bagaimana
kalau saya ajarkan A untuk mandi dan menyisir rambut.
Ya seperti itu A”
Fase terminasi

27
“bagaimana perasaan A setelah kita bercakapcakap dan berlatih mandi dan
merapikan diri?
Setelah ini coba A lakukan lagi ya dan bagaimana kalau kita masukkan ke
dalam jadwal harian
Besok kita ketemu lagi ya A
Besok kita akan membahas tentang hobi A, baik A mau kita berbincang disini
saja ?
Baik A kalau begitu saya permisi dulu

d. Sp 4 pasien : mengidentifikasi kemampuan positif yang dimilikinya dan


membantu mempraktekkannya
Contoh percakapan
Fase Orientasi :
“Assalamualaikum A, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah A sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran A?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi A tersebut?”
“Berapa lama A mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”
Fase Kerja :
“Apa saja hobi A? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
“Wah, rupanya A pandai merajut ya.”
“Bisa A ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar merajut, siapa
yang dulu mengajarkannya kepada A, dimana?”
“Bisa A peragakan kepada saya bagaimana cara merajut yang bagus itu.”
“Wah, bagus sekali . Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan A
ini. Berapa kali sehari/seminggu A mau merajut?”
“Apa yang A harapkan dari kemampuan merajut ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan A yang lain selain merajut?”
Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan A setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan
kemampuan A?”
“Setelah ini coba A lakukan latihan merajut sesuai dengan jadwal yang telah
kita buat ya?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”

F. Pohon Diagnosis (Direja, 2011)


Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Perubahan Sensori Waham

Isolasi Sosial Menarik Diri

28
Harga Diri Rendah Kronis

29
ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan seoran individu yang mengalamipenurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Untuk mengkaji pasien
dengan isolasi sosial Anda dapat menggunakan waawancaa dan observasi kepada
pasien dan keluarga (Keliat, B. A, 2011). Isolasi sosial adalah individu yang
mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain dan
dengan lingkungan sekitarnya secara wajar dalam khalayaknya sendiri yang tidak
realistis (Dalami dkk, 2009).
Menurut Depkes RI (2000), dalam Direja (2011), isolasi sosial merupakan
suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribaian yang tidak
fleksibel menimbulkan perilaku maladaftif dan menganggu fungsi seseorang
dalam hubungan sosial. Isolasi sosial merupakan salah satu gangguan kepribadian
yang tidak fleksibel, tingkah laku maladaptif dan mengganggu fungsi individu
dalam hubungan sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1998 dalam Direja, 2011).

B. Etiologi
Menurut Direja p: 123-125 (2011), terjadinya gangguan ini dipengaruhi
oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan
dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain,
ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, dan tidak mampu
merumuskan keinginan, serta merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan
perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam
diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan seharihari terabaikan.

a. Faktor Predisposisi
1) Faktor tumbuh kembang
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi
sampai dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan sosial yang
positif, diharapkan setiap tahapan perkembangan dapat dilalui dengan
sukses (Dalami, 2009). Jika tugas-tugas dalam perkembangan tidak
terpenuhi maka akan menghambat perkembangan sosial yang nantinya
akan menimbulkan masalah (Direja, 2011).
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial (Direja, 2011). Bila keluarga

30
hanya menginformasikan hal-hal yang negatif akan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan
disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan anak menjadi
enggan beromunikasi dengan orang lain (Dalami, 2009).
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan sosial.
Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, tidak mempunyai anggota masyarakat yang kurang
produktif seperti lanjut usia, orang cacat dan penderita penyakit kronis.
Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai
yang berbeda dari yang dimilki budaya moyoritas (Dalami, 2009).
4) Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaftif (Dalami,
2009). Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan
hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien dengan skizofrenia yang
mengalami masalah dalam hubungan sosial memilki struktur yang
abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk
sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal (Direja, 2011).
b. Faktor Presipitasi
1) Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga (Direja, 2011). Stress dapat
ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah
dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit (Dalami
dkk, 2009).
2) Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat
terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak
terpenihinya keutuhan individu (Direja, 2011).

C. Tanda dan Gejala


Menurut Keliata, B.A., (2011), tanda dan gejala isolasi sosial adalah sebagai
berikut:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
4. pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. pasien merasa tidak berguna
7. pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

31
Pertanyaan-pertanyaan berikut dapa diajukan pada saat wawancara untuk
mendapatkan data subjektif:
a. bagaimana pedapat pasien terhadap orang-orang disekitarnya (keluarga atau
tetangga) ?
b. Apakah pasien mempunyai teman dekat ? Bila punya, siapa teman dekat itu ?
c. Apa yang membuat Pasien tidak mempunyai teman yang terdekat
dengannya ?
d. Apa yang pasien inginkan dari orang-orang disekitanya ?
e. Apa ada perasaan yang tidak aman yang dirasakan oleh pasien ?
f. Apa yang menghambat hubungan harmonis antara pasien denga orang-orang
di sekitarnya ?
g. Apakah pasien merasa bahwa waktu begitu lama berlalu ?
h. Apakah pernah ada perasaan ragu untuk mejalani kehidupan ?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat diobservasi menurut keliat, B.A., dkk,
(2011), adalah sebagai berikut:
a. Tidak memiliki teman dekat
b. Menarik diri
c. Tidak komunikatif
d. Tidakan berulang dan tidak bermakna
e. Asyik dengan piiran sendiri
f. Tidak ada kontak mata
g. Tampak gelisah, efek tumpul

D. Rentang Respon

Adaptif Maladaftif

menyendiri merasa sendiri menarik diri

otonomi dependen ketergantungan

bekerjasama curiga manipulasi

Independen curiga
Gambar 1.1 Rentang Respon Isolasi Sosial
Sumber: Townsend (1998) dalam Direja, (2011)
Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi sosial menurut
Direja, p:126-127 (2011):
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapt diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan yang berlaku. Berikut adalh sikap yang termasuk
respon adaptif:
1) Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseoang untuk merenungkan apa
yang telah terjadi di lingkungan sosialnya

32
2) Otonomi, kemampuan indvidu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerjasama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama
lain
4) Indenpenden, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain
dalam membina hubungan unterpesonal
b. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan
kehidupan disuatu tempat. Berikut adalah perilaku yang termasuk respon
maladaptif:
1) Menarik diri, seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina
hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri
sehingga tergantung dengan orang lain
3) Manipulasi, seseorang yang menganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam
4) Curiga, seseoang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang
lain

33
E. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang
lain, dan lingungan

Defisit perawatan diri


GPS: Halusinasi
Intolerasi aktivitas
Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis


Koping individu tidak efektif
Koping keluarga tidak efektif
Gambar 1.1 Pohon Masalah Isolasi Sosial
Sumber: Fitria (2009) dalam Direja, (2011)

F. Masalah keperwatan yang mungkin muncul


Menurut Direja, (2011)
1. Isolasi sosial
2. Harga diri rendah
3. perubahan persepsi sensori: halusinasi
4. koping individu tidak efektif
5. koping keluarga tidak efektif

G. Tindakan Keperawatan pada Pasien dengan Isolasi Sosial


Tujuan:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menyadari penyebab isolasi sosial
c. Berinteraksi dengan orang lain
Tindakan (Keliat, B.A, dkk, 2011):
a. Membina hubungan saling percaya. Tindakan yang harus dilakukan dalam
membina hubungan saling pecaya adalah:
1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
Anda sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien
3) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
4) Buat kontrak asuhan: apa yang akan Anda lakukan bersama pasien,
berapa lama dikerjakan, dan tempatnya dimana
5) Jelaskan bahwa Anda akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
6) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan

34
b. Membantu pasien menganal penyebab isolasi social
Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai berikut:
1) menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain
2) Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain
c. Membantu pasien mengenali keuntungan dari membina hubungan dengan
orang lain. Lakukan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien memiliki
banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka
d. Membantu pasien mengenal kerugian dari tidak membina hubungan.
Dilakukan dengan cara:
1) Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain
2) Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
e. Membantu pasein untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
Dapat dilakukan dengan cara:
1) Beri kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi dengan
orang lain yang dilakukan dihadapan Anda
2) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan atu orang (anggota keluarga
atau tetangga)
3) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan dua, tiga, empat dan seterusnya
4) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
pasien
5) Siap menengarkan ekspresi pasien setelah berinteraksi dengan orang
lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasien tetap
semangat meningkatkan interaksi

H. Strategi Pelakasaan
SP 1 pasien: Mendiskuskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat isolasi
sosial
ORIENTASI:
“Assalamualaikum. Nama Saya …. Saya senang dipanggil …. Nama Ibu siapa?
Senang dipanggil apa?
“Apa keluhan S hari ini?Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga
dan teman-teman S? Mau dimana kiat bercakap-cakap? Bagaimana kalau di
ruang tamu?Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit?”
KERJA:
“Siapa saja yang tinggal? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?”

35
“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien
lain?”
“Menurut Sapa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman? Wah benar,
ada teman bercakap-cakap. Apa lagi?(Sampai pasien dapat menyebut
beberapa)Nah kalau kerugiannya tidak punya teman? Benar. Jadi, banyak juga
ruginya kalau tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah S belajar bergaul
dengan orang lain?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan S setelah kita bercakap-cakap tentang hal ini? “S tadi
sudah menyebutkan tentang keuntungan dan kerugian jika kita tidak mempunyai
teman. Nah bagaimana kalau nanti siang kita belajar berkenalan dengan orang
lain. Oh S ingin ditempat yang sama ya? Baiklah. Sampai jumpa.”

SP 2 pasien: Percakapan untuk menjelaskan dan melatih cara berkenalan


dengan 2-3 orang atau lebih
ORIENTASI
Assalamualaikum. Masih ingat dengan Saya S?
Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Tampaknya lebih cerah ya? Baik sesuai janji
kita tadi pagi sambil menunggu makan siang kita akan belajar tentang cara
berkenalan dengan orang lain.”
Mau berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?Oh S
ingin di ruang ini saja kita berbincangnya?”
KERJA
Begini S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama saya S, senang
dipanggil Si. Asal dari Bireun, hobi memasak.”
Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya:
Nama bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asal darimana? Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba, misalnya saya belum kenal dengan S. coba berkenalan dengan
saya!”
“Ya, bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali.”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S dapat melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan untuk S bicarakan, Misalnya, tentang
cuaca, tentang hobi, keluarga pekerjaan dan sebagainya.”
“Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak S berkenalan dengan perawat N,
ayo kita temui perawat N di sana.”
“Selamat pagi Ibu N, ini S ingin berkenalan dengan Ibu.”
“Baiklah S, S dapat berkenalan dengan Ibu N seperti yang telah kita prakltikkan
kemarin.”
(Pasien mendemonstrasikan cara berkenalan dengan Perawat N: member salam,
menyebut nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya.)

36
TERMINASI
"Bagaimana perasaan S setelah kita belajar dan berlatih cara berkenalan? Nah
bagaimana kalau besok pagi kita belajar cara berbicara dengan teman sambil
melakukan pekerjaan.. Oh S ingin ditempat yang sama ya? Baiklah. Sampai
jumpa.”

SP 3 pasien: Percakapan menjelaskan dan melatih pasien berbicara saat


melakukan kegiatan sehari-hari
ORIENTASI
Assalamualaikum. Apa kabar S?
Bagaimana perasaan S hari ini? Tampaknya lebih cerah ya? Apakah sudah
mencoba berkenalan lagi dengan orang lain? Berapa kali Ibu melakukannya?
Wah bagus sekali..
“Nah sesuai janji kita kemarin hari ini kita akan belajar dan melatih cara
bercakap-cakap saat sedang melakukan kegiatan sehari-hari. Mau berapa lama
kita berbincangbincang? Bagaimana kalau 30 menit? Mau di mana? Bagaimana
kalau di ?
KERJA
Selain 2 cara terdahulu yang telah S coba lakukan ada cara lain supaya S tidak
merasa sendiri,namanya adalah bercakap-cakap saat sedang melakukan
aktivitas sehari-hari.
“Nah, jika S sedang melakukan suatu pekerjaan bersama teman misalnya S
sedang menyapu halaman bersama teman, S dapat mengajak teman S berbicang-
bincang.”
“Ayo, coba dengan saya S. Oh S ingin melipat kain? Baik ayo kita bercakap-
cakap sambil kita melipat kain.” (Biarkan pasien berbicara)

TERMINASI
“Bagaimana perasaan S setelah latihan ini ?
“Ya, bisa S ulang ulangi apa yang telah kita pelajari? Ya bagus sekali..
“Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal S, oh baik. Baik bagaimana kalau
nanti siang kita ketemu lagi untu berlatih cara yang keempat. Oh S setuju. S ingin
disini saja? Baik sampai jumpa S.

SP 4 pasien: menjelaskan dan melatih berbicara sosial; meminta sesuatu,


berbelanja, dan sebagainya
ORIENTASI
Assalamualaikum. Sekarang Saya datang lagi.
“Tampaknya S senang sekali siang ini? Oh benar, S sering berbincang-bincang
dengan teman ya? Wah senang sekali. Sambil menunggu makan siang
bagaimana kalau kita bercakap-cakap dam melatih cara yang keempat sesuai
janji saya tadi pagi. Oh S mau 30 menit saja? S mau kita berbincang di teras?

37
KERJA
“Ya, S senang punya teman bercerita ya. Nah S senang tidak jika teman S bisa
membantu S?
“Nah kalau S sudah punya teman, S dapat meminta tolong padanya atau pun
meminjam sesuatu seperti buku, sisir, alas kaki, dan lain-lain.”
“Misal seperti ini, S saya ingin pergi ke ruang Melati boleh saya pinjam
sendalnya?”
“Sekarang coba S lakukan pada saya?” (Tunggu pasien melakukan). “Wah,
bagus sekali S sudah bisa.”
TERMINASI
Bagaimana perasaan S setelah kita berbincang-bincang dan melakukan latihan
ini?
“Bisa S sebutkan dan coba kembali? Wah bagus S masih ingat.
“Nah, bagaiman kalau besok kita berjumpa lagi untuk melihat sejauh mana S
sudah berlatih keempat cara ini? Oh ya S setuju? S ingin kita berbincang di sini.
Baik sampai jumpa.

38
HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (Keliat, Akemat, Helena, Nurhaeni, 2011). Harga diri rendah
adalah perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri, merasa
gagal dalam mencapai suatu keinginan (Direja, 2011)
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/ perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu lama (NANDA,
2005 dalam Direja, 2011). Harga diri rendah juga dapat diartikan sebagai evaluasi
diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negative dan dapat
secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Towsend, 1998 dalam Direja,
2011).

B. Tanda dan Gejala


Berikut ini adalah tanda dan gejala harga diri rendah:
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimis
4. Penurunan produktivitas
5. Penolakan terhadap kemampuan diri
Selain data diatas, anda dapat juga mengamati penampilan seseorang
dengan harga diri rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri,
berpakaian tidak rapi, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara,
lebih banyak menunduk, bicara lambat dengan nada suara lemah (Keliat, Akemat,
Helena, Nurhaeni, 2011 p.118).
Sedangkan tanda gejala yang dapat muncul pada pasien gangguan jiwa
dengan harga diri rendah menurut Fitria, (2009 dalam Direja, 2011) antara lain:

1. Mengkritik diri sendiri


2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimistis
4. Tidak menerima pujian
5. Penurunan produktivitas
6. Penolakan terhadap kemampuan diri
7. Kurang memperhatikan perawatan diri
8. Berpakaian tidak rapi, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan
bicara.
9. Lebih banyak menunduk
10. Bicara lambat dengan nada suara lemah

39
C. Proses Terjadinya Masalah
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga
diri situasional yang tidak diselesaikan. Atau juga dapat terjadi karena individu
tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku pasien
sebelumnya bahkan mungkin kecendrungan lingkungan yang selalu memberi
respon negatif mendorong individu menjadi harga diri rendah (Direja, 2011).
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha
menyelesaikan krisis namun tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak
mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi peran. Penialaian individu terhadap
diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi peran adalah kondisi harga diri
rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru
menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan
individdu mengalami harga diri rendah kronis (Direja, 2011).

D. Tindakan Keperawatan
Berikut ini adalah tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien
dengan harga diri rendah menurut Keliat, Akemat, Helena, Nurhaeni, (2011)
antara lain :
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
Untuk membantu pasien agar dapat mengungkapkan kemampuan dan aspek
positif yang masih dimilikinya perawat dapat:
a) Mendiskusikan sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien seperti kegiatan pasien di rumah, dalam keluarga dan lingkungan
keluarga serta lingkuingan terdekat pasien.
b) Memberi pujian yang ralistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu
dengan pasien penilaian yang negatif.
2. Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan. Untuk tindakan
tersebut, anda dapat:

40
a) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat dilakukan
saat ini berdasarkan kemampuan yang telah diidentifikasi.
b) Membanu pasien menyebutkan dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
c) Memperlihatkan respons yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif.
3. Membantu pasien memilik/menetapkan kemampuan yang akan dilatih.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
a) Mendiskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan dan memilih
kemampuan yang dilatih.
b) Memberikan dukungan dalam memilih kemampuan yang paling mudah
dilakukannya.
c) Membantu pasien memilih kemampuan sesuai dengan kondisi pasien saat
ini.
4. Melatih kemampuan yang dipilih pasien. Untuk tindakan keperawatan
tersebut anda dapat melakukan:
a) Memotivasi pasien untuk melatih kemampuan yang dipilih
b) Mendiskusikan cara melaksanakan kemampuan yang dipilih
c) Memberi contoh cara melaksanakan kemampuan yang dipilih
d) Membantu pasien melakukan sendiri kemampuan yang dipilih
e) Memberikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat
dilakukan pasien.
5. Membantu menyusul jadwal pelaksanaan yang dilatih. Untuk mencapai tujuan
tindakan keperawatan tersebut anda dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatih secara mandiri.
b) Membantu pasien memasukkan kelampuan yang telah dilatih dalam
jadwal kegiatan sehari-hari pasien.
c) Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
Tindakan keperawatan pada keluarga pasien dengan harga diri rendah
menurut Sari, Fithria(2014) meliputi :
1. Diskusikan kepada keluarga kemampuan yang dimiliki pasien
2. Anjurkan memotivasi pasien agar menunjukkan kemampuan yang dimiliki
3. Anjurkan keluarga unuk memotivasi pasien dalam melaakukan kegiatan yang
sudah dilatihkan pasien dengan perawat.
4. Anjarkan cara mengamati perkembangan perubahan perilaku pasien.

E. Strategi pelaksanaan
1. Strategi pelaksanaan (SP) pada pasien:
SP I antara lain:
a) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien

41
b) Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat
digunakan.
c) Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dngan
kemampuan pasien
d) Melatih pasien sesuai dengan kemampuan yang dipilih
e) Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
f) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal keegiatan harian
SP II antara lain :
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b) Melatih kemampuan kkedua
c) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
Berikut ini contoh percakapan strategi pelaksanaan pada pasien harga diri
rendah menurut Keliat, Akemat, Helena, Nurhaeni (2011 p.120).
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki paasien, bantu pasien
menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, bantu pasien
memilih/menetapkan yang akan dilatih, latih pasien melakukan kemampuan
yang telah dipilih dan susun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah
dilatih dalam rencana harian.
Orientasi:
“Selamat pagi, bagaimana keadaan T hari ini? T terlihat segar.”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan
kegiatan yang pernah T lakukan?, setelah itu kita akan menilai kegiatan mana
yang masih dapat T lakukan. Setelah kita nilai kita akan memilih satu
kegiatan untuk kita latih.”
“Dimana kita duduk? Bagaimana kalau di ruang tamu ?berapa lama?
bagaimana kalau 20 menit?”
Kerja:
“T, Apa saja kemampuan yang T miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang dapat T lakukan?
Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapu? Mencuci piring?. Wah,
bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang T miliki.”
“T, dari lima kegiayan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan? Coba kita lihat, yang pertama dapatkah T merapikan kamar,
yang kedua dapatkah T..... dst sampai 5 (misalnya ada 3 kemampuan yang
dapat dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih dapat dilakukan.”
“Sekarang coba T pilih kegiatan yang masih dapaat dikerjakan.”
“Oo.. yang nomor satu, merapikan tempat tidur? Kalau begitu, bagaimana
kalau sekarang kita meraapikan tempat tidur T”. “Mari kita lihat tempat tidur
T. Coba lihat sudah rapikah tempat tidurnya ?.”
“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur coba kita pindahkan terlebih
dahulu bantal dan selimutnya. Bagus! Sekarang kita angkat spreinya dan
kasurnya kita balik. Nah sekarang kita pasang spreinya. Kita mulai dari arah

42
atas, ya bagus! Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah
pinggir tarik dan masukkan. Sekarang ambil bantal, rapikan, dan letakkan di
sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki.
Bagus !”
“T sudah dapat merapikan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatika dengan sebelum dirapikan? Bagus”
“Coba T lakukan dan jangan lupa beri tanda di jadwal harian dengan
huruf M (mandiri) kalau T lakukan tanpa di suruh, Tulis B (bantuan) jika
diingatkan dapat melakukan, dan T (tidak) jika tidak melakukan.”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapikan tempat tidur? Yah, T ternyata memiliki banyak kemampuan yang
dapat dilakukan dirumah sakit ini. Salah satunya merapikan tempat tidurr,
yang sudah T praktikkan dengan baik sekali.”
“Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian T. Mau berapa kali
sehari merapikan tempat tidur?. Bagus. Dua kali yaitu pagi pukul berapa?
Lalu sehabis istirahat, pukul 4 sore.”
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan kedua. T masih ingat kegiatan
apalagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapikan tempat tidur? Ya
bagus, cuci piring.. kalau begitu kita akan latihan mencuci piring besok pukul
8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi. Sampai jumpa ya.”

2. latih pasien melakukan kemampuan lain sesuai dengan kemampuan pasien.


Orientasi :
“Selamat pagi, bagaimana perasaan T pagi ini? wah, tampak cerah.”
“Bagaimana T, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/tadi
pagi ? bagus (kalau dilakukan, kalau belum bantu lagi), sekarang kita akan
latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu T?
“Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur”. “Waktunya sekitar
15 menit, mari kita ke dapur”
Kerja :
“T, sebelum kita mencuci piring kita perlu menyiapkan dulu
perlengkapannya, yaitu sabun/tapes untuk membersihkan piring, sabun
khusus untuk mencuci piring dan air untuk membilas, T dapat menggunakan
air mengalir dari kran ini. Oya jangan lupa menyediakan tempat sampah
untuk membuang sisa makanan.”
“Sekarang saya perlihatkan dulu caranya”
“Setelah semua perlengkapan tersedia, T ambil satu piring kotor, lalu
puang dulu sisa kotoran yang ada di piring terssebut ke tempat sampah.
Kemudia T bersihkan piring terssebut dengan sabun/tapes yang sudah
diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai di sabuni, bilas dengan air
bersih sampai tidak ada busa sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu T dapat

43
mengeringkan piring yang suda bersih tadi di rak yang sudah tersedia di
dapur, nah selesai..”
“Sekarang coba T yang melakukan...”
“Bagus sekali, T dapat mempraktikkan cuci piring dengan baik. Sekarang
dilap tangannya”
Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah latihan cuci piring?”
“Bagaimana jika kegiatan mencuci piring ini dimasukkan menjadi
kegiatan sehari-hari, T mau berapa kali T mencuci piring ? bagus sekali T
mencuci piring tiga kali setelah makan.”
“Besok kita akan latihan untuk kemampuan yang ketiga, setelah merapikan
tempat tidur dan mencuci piring, masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar,
kita akan latihan mengepel.”
“Mau pukul berapa? Sama dengan sekarang ? baik, selamat pagi.”
Latihan ini dapat dilakukan untuk kemampuan lain sampai semua
kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dilatih akan menambah harga
diri pasien.

2. Strategi Pelaksanaan (SP) pada keluarga :


SP I antara lain :
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluargaa dalam merawat pasien.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami
pasien beserta proses terjadinya.
c) Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah.
SP II antara lain :
a) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawaat pasien dengan harga diri
rendah.
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien dengan harga
diri rendah
SP III antara lain:
a) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah teermasuk minum
obat
b) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
Berikut ini contoh percakapan strategi pelaksanaan pada keluarga dengan
pasien harga diri rendah menurut Keliat, Akemat, Helena, Nurhaeni (2011).
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien dengan
HDR di rumah, jelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala HDR, jelaskan
cara merawat pasien HDR , demonstrasikan cara merawat pasien HDR, dan
beri kesempatan pada keluarga mempraktikkan merawat pasien HDR.
Orientasi:
“Selamat pagi”

44
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu hari ini ?”“Bagaimana kalau pagi
ini kita bercakap-cakap tentang merawat T?”“Berapa lama waktu Bapak/Ibu
? 30 menit ? mari duduk di ruang tamu!.”
Kerja
“Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang masalah T ?”
“Ya, memang benar sekali Pak/Bu, T itu memang terlihat tidak
percaya diri dan sering menyalahkan diri sendiri. Misalnya T sering
menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh
sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki masalah harga diri
rendah (HDR) yang ditandai dengan muculnya pikiran-pikiraan yang selalu
negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaan T terus menerus seperti itu, T bisa
mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya T jadi malu bertemu
dengan orang lain dan memilih mengurung diri”
“Sampai disini, Bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud dengan
HDR?”“Bagus sekali Bapak/Ibu sudah mengerti”. “Setelah kita mengerti
bahwa masalah T dapat menjadi masalah serius, maka kita perlu
memberikan perawatan yang baik bagi T”
“Bapak/Ibu, kemampuan apa saja yang T miliki? Ya, benar dia juga
mengatakan hal yang sama (jika sama dengan pernyataan pasien).
“T itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapikan tempat tidur dan mencuci
piring. Serta telah membuat jadwal untuk melakukannya. Untuk itu,
Bapak/Ibu dapat mengingatkan T untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai
jadwal. Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya ya Pak/Bu. Dan jangan lupa
berikan pujian agaar harga diri T kembali meningkat. Ajak pula memberikan
tanda ceklis pada jadwal kegiatannya.”
“Selain itu Bapak/Ibu tetap perlu memantau perkembangan T. Jika
masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak tertangaani lagi, Bapak/Ibu
dapat membawa T ke puskesmas.”
“Nah, Bagaimana kalau sekarang kita praktikkan cara memberikan
pujian kepada T”
“Temui T dan tanyakan kegiatan yang sudah dilakukan lalu berikan
pujian dengan mengatakan : bagus sekali T, kamu sudah semakin trampil
mencuci piring”
“Coba Bapak/Ibu praktikkan sekarang. Bagus”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah percakapan kita?”
“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembaali masalah yang dihadapi T
dan bagaimana merawatnya?”
“Bagus sekali Bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap
kali Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumaah juga demikian.”
“Bagaimana kalau kita bertemu kembali dalam dua hari mendatang? Baik
saya tunggu sampai jumpa”

45
2) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan masalah harga
diri rendah langsung kepada pasien
Orientasi :
“Selamat pagi, Pak/Bu..”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
“Bapak/Ibu masih ingat latihan merawaat anak Bapak/Ibu seperti
yang kita pelajari dua hari yang lalu?”
“Baik hari ini kita akan mempraktikkan langsung kepada T”
“Waktunya 20 menit”
“Sekarang mari kita temui T”
Kerja :
“Selamat pagi T, Bagaimana perasaan T hari ini?”
“Hari ini saya datang bersama orang tua T. Seperti yang sudah saya
katakan sebelumnya, orang tua T juga ingin merawat T agar T lebih cepat
pulih.”
(Kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
“Nah, Pak/Bu, sekarang bapak/Ibu dapat mempraktikkan apa yang
sudah kita latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap
perkembangan anak Bapak/Ibu”
(Anda mengobservasi keluarga mempraktikkan cara merawat pasien seperti
yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)
“Bagaimana perasaan T setelah berbincang-bindang dengan orang
tua T ?”
“Baiklah sekarang saya dan orang tua T keruang perawat dulu”
(Anda dan keluaarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan
keluarga)
Terminasi :
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi ?”
“Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah dapat melakukan cara merawat
tadi kepada T”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan peengalaman
Bapak/Ibu melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan
tempatnya sama seperti sekarang Pak/Buk. Sampai jumpa”

3) Buat perencanaan lanjutan merawat bersama keluarga.


Orientasi :
“Selamat pagi Pak/Bu!”
“Karena hari ini hari terakhir kunjungan saya, maka kita akan
membicarakan jadwal T selama di rumah.”
“Berapa lama Bapak/Ibu ada waktu ? mari kita bicarakan di kantor”
Kerja :

46
“Pak /Bu ini jadwal kegiatan T selama di sini”. “Pak/Bu tolong
dilanjutkan. baik jadwal ini maupun jadwal minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaaku yang
ditampilkan ileh T. Misalnya, kalau terus menerus menyalahkan diri sendiri
dan berfikir negatif terhadap diri sendiri, meenolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi
segera hubungi kader Ani atau telpon saya di puskesmas indrapuri, nomor
telfon puskesmasnya xxxxx.”
Terminasi:
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal harian T.
Jangan lupa kontrol ke puskeesmas sebelum obat habis atau jika ada gejala
yang tampak. Selamat siang “

DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Pengertian Defisit Perawatan Diri


Personal hygiene berasal dari Bahasa Yunani yang berarti Personal yang
artinya perorangan dan Hygiene berarti sehat kebersihan perorangan adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis sesuai kondisi kesehatannya.Personal hygiene
adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang
untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi
dimana seseorang tidak mampu melakukan kebersihan untuk dirinya (Dermawan
& Rusdi, 2013).
Perawatan diri mencakup aktivitas yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan kehidupan sehari-hari, biasanya dinamakan aktivitas sehari-hari
(AKS). AKS dipelajari sepanjang waktu dan menjadi kebiasaan sepanjang
kehidupan. Perlibatan dalam katagori luas dari aktivitas perawatan diri,menjasi
tugas yang tidak hanya harus dikerjakan tetapi bagaimana tugas ini dikerjakan,
dan kapan, serta di mana dan dengan siapa. Sindrom kurang perawatan diri
merupakan keadaan di mana individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik
atau kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan
masing-masing dari aktivitas perawatan diri (Carpenito, 2000).
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan melakukan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari untuk diri sendiri dikarenakan adanya
gangguan pada muskuluskeletal atau gangguan kognitif yang ditandai dengan

47
penurunan kemampuan untuk mandi, berganti pakaian, makan, dan
menggunakan toilet (Townsend, 2011).
Defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang yang
mengalami hambatan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri,
seperti mandi, berganti pakaian, makan, dan eliminasi. Jika seseorang tidak dapat
melakukan semua perawatan diri, situasi ini digambarkan sebagai defisit
perawatan diri. Defisit perawatan diri seringkali disebabkan oleh gangguan
kognitif atau persepsi yang dapat menyebabkan ketergantungan dan
ketidakberdayaan (Wilkinson & Nancy, 2011).
Defisit perawatan diri ini terjadi pada saat kemampuan seseorang tidak
dapat memelihara diri mereka sendiri. Asuhan keperawatan diberikan pada saat
kemampuan seseorang lebih kecil daripada kebutuhannya atau saat kemampuan
seseorang setara dengan kebutuhannya tetapi kemungkinan akan terjadi
penurunan kemampuan di kemudian hari yang tidak setara dengan peningkatan
kebutuhan. Peran perawat dalam hal ini dibutuhkan ketika seseorang
memerlukan asuhan keperawatan karena ketidakmampuannya merawat diri
(Asmadi, 2008).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi
akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias secara
mandiri, dan eliminasi atau toileting (BAB/BAK) secara mandiri (Keliat, 2011).

2. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri


a. Defisit perawatan diri : Mandi/Higiene
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau memenuhi aktivitas
mandi/higiene. Ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas berikut : (1)
mengakses ke kamar mandi, (2) mengambil perlengkapan mandi , (3) mengatur
suhu atau aliran air mandi, (4) membersihkan tubuh. Hambatan ini dapat terjadi
karena depresi dan gangguan psikologis (Wilkinson & Nancy, 2011).
Keadaan di mana individu mengalami kegagalan kemampuan untuk
melaksanakan atau menyelesaikan mandi/aktivitas kebersihan untuk diri
sendiri. Kurangnya kemampuan untuk mandi meliputi membasuh keseluruh
tubuh, menyisir rambut, meggosok gigi, melakukan perawatan terhadap kulit,
dan kuku serta menggunakan rias wajah. Hal ini dapat berhubungan dengan
defisit kognitif, penurunan motivasi, kebingungan, dan ansietas
ketidakmampuan (Carpenito, 2000).
b. Defisit perawatan diri : Berpakaian/Berhias
Hambatan kemampuan untuk memenuhi aktivitas berpakaian lengkap
dan berhias diri. Hambatan kemampuan untuk memenuhi tugas :
mengkancingkan pakaian, mengambil pakaian, mengenakan atau melepas
bagian-bagian pakaian yang penting, memilih pakaian, mengenakan pakaian

48
pada bagian bawah dan atas, mengenakan sepatu, melepaskan pakaian,
menggunakan risleting. Hambatan ini dapat terjadi karena gangguan
neuromuskular dan gangguan kognitif atau persepsi (Wilkinson & Nancy,
2011).
Keadaan di mana individu mengalami kerusakan kemampuan untuk
aktivitas mengenakan pakaian berhias; lengkap untuk diri sendiri. Kurangnya
kemampuan mengenakan pakaian sendiri termasuk pakaian rutin atau khusus,
berdandan/berhias yang memuaskan diri, memperoleh atau mengganti aksesoris
pakaian. Hal ini berhubungan dengan defisit kognitif, kebingungan, dan
penurunan motivasi (Carpenito, 2000).
c. Defisit perawatan diri : Makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
makan. Hambatan kemampuan untuk : menyuap makanan dari piring ke mulut,
mengunyah makanan, menyelesaikan makan, meletakkan makanan ke piring,
memegang alat makan, mengambil cangkir atau gelas. Hambatan ini dapat
terjadi karena gangguan kognitif atau persepsi, gangguan neuromuskular
(Wilkinson & Nancy, 2011).
Keadaan di mana individu mengalami kerusakan kemampuan untuk
melaksanakan atau mnyelesaikan aktivitas makan untuk diri sendiri. Kurangnya
kemampuan untuk menyiapakan alat-alat makan, memotong makanan dan
memakan makanan. Hal ini berhubungan dengan defisit kognitif, kebingungan,
dan penurunan motivasi (Carpenito, 2000).

d. Defisit Perawatan diri : Eliminasi


Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan kegiatan
eliminasi. Hambatan kemampuan untuk melakukan higiene eliminasi yang
tepat, menyiram kloset atau kursi buang air, memanipulasi pakaian untuk
eliminasi. Hambatan ini dapat terjadi karena gangguan neuromuskular dan
gangguan persepsi atau kognitif (Wilkinson & Nancy, 2011).
Suatu keadaan di mana individu mengalami kegagalan kemampuan
untuk melaksanakan atau menyelesaikan aktivitas toileting lengkap untuk diri
sendiri. Kurangnya kemampuan untuk eliminasi ke kamar mandi, tidak dapat
memanipulasi pakaian di kamar mandi, tidak dapat menyiram kloset, tidak ada
keinginan untuk melakukan kebersihan yang benar. Hal ini berhubungan
dengan defisit kognitif, kebingungan, dan penurunan motivasi (Carpenito,
2000).

3. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Martonah, (2003) (dalam Dermawan & Rusdi,
2013), Penyebab Kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
a. Kelelahan fisik

49
b. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000) (dalam Dermawan & Rusdi, 2013), penyebab
kurang perawatan diri adalah :
a. Faktor predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.

3) Kemampuan realitas turun


Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
b. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) (dalam Dermawan & Rusdi, 2013), faktor-
faktor yang mempengaruhi personal hygieneadalah:
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes meilitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

50
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo, dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada kadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Sikap seseorang melakukan hygiene perorangan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, ( Potter & Perry, 2005) :
1) Body image/Citra tubuh
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri, misalnya karena adanya perubahan fisik dan penyakit yang
dideritanya sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
2) Praktik sosial
Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang dapat mempengaruhi
praktik hygiene pribadi.
3) Status sosioekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat
praktik kebersihan yang digunakan, dan pada pasien gangguan jiwa
kemampuan untuk melakukan kebersihan diri menurun.
4) Pengetahuan
Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi
kesehatan mempengaruhi praktik hygiene. Klien juga harus termotivasi
untuk memelihara perawatan diri, pembelajaran praktik diharapkan dapat
memotivasi seseorang untuk memenuhi perawatan yang perlu.
5) Keadaan Fisik
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene yaitu:
1) Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah: gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2) Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

51
4. Tanda dan Gejala
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
c. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berprilaku sesuai norma
4) Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarangan tempat, gosok
gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri (Dermawan &
Rusdi, 2013) adalah:
a. Data subjektif
1) Pasien merasa lemah
2) Malas untuk beraktivitas
3) Merasa tidak berdaya
b. Data objektif
1) Rambut kotor, acak-acakan
2) Badan dan pakaian kotor dan bau
3) Mulut dan gigi bau
4) Kulit kusam dan kotor
5) Kuku panjang dan tidak terawat

5. Diagnosis Keperawatan (Keliat, 2011)


Diagnosis keperawatan yaitu defisit perawatan diri (mandi, makan, berdandan,
eliminasi)

6. Tindakan Keperawatan (Keliat, 2011)


Tujuan tindakan
a. Pasien mampu malakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan defekasi/berkemih secara mandiri
Tindakan keperawatan

52
a. Melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri. Untuk melatih
pasien dalam menjaga kebersihan diri anda dapat melakukan tahapan
tindakan yang meliputi:
1) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri
b. Melatih pasien berdandan/berhias. Anda sebagai perawat dapat melatih
pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu harus dibedakan dengan
wanita. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berdandan
c. Melatih pasien makan secara mandiri. Untuk melatih makan pasien anda
dapat melakukan tahapan sebagai berikut:
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
2) Menjelaskan cara makan yang tertib
3) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan setelah makan
4) Praktik makan sesuai tahapan makan yang baik
d. Mengajarkan pasien melakukan defekasi/berkemih yang sesuai. Anda
dapat melatih pasien untuk defekasi/berkemih mandiri sesuai tahapan
berikut:
1) Menjelaskan tempat defekasi/berkemih yang sesuai
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah defekasi dan berkemih
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat defekasi dan berkemih

7. Strategi Pelaksanaan
a. Sp 1 : mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri
dan melatih pasien tentang cara perawatan diri : mandi
Contoh percakapan
Fase Orientasi
“Assalamualaikum..!!! selamat pagi bu… perkenalkan saya perawat R.
Hari ini saya dinas pagi dari jam 07:00 pagi sampai jam 14:00 siang.
Saya akan merawat ibu selama di rumah sakit ini. Nama ibu siapa?
Senangnya ibu di panggil apa?
Bagaimana perasaan Bu hari ini? apakah ibu sudah mandi?.
Baiklah Bu, bagaimana kalau kita mendiskusikan tentang kebersihan diri?
Berapa lama Bu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?

53
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di ruang tamu?.
Fase Kerja
Berapa kali ibu mandi dalam sehari? Menurut ibu apa kegunaan mandi?
Apa alasan ibu sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut ibu apa
manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda
orang yang merawat diri dengan baik seperti apa? Kalau kita tidak
teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut ibu yang bisa
muncul? Sekarang apa saja alat untuk menjaga kebersihan diri, seperti
kalau kita mandi, cuci rambut, gosok gigi apa saja yang disiapkan? Benar
sekali, ibu perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sabun sikat gigi,
odol, shampo serta sisir. Wah bagus sekali, ibu bisa menyebutkan dengan
benar.
apa yang ibu lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja tina
menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa tujuan kita sisiran
dan bedandan? Jadi bisakah ibu sebutkan alat yang digunakan untuk
berdandan? Betul, bagus sekali sisir, bedak dan lipstik.
Berapa kali ibu makan sehari? Iya bagus ibu makan 3 kali sehari. Kalau
minum sehari berapa gelas bu? Betul, minum 10 gelas perhari. Apa saja
yang disiapkan untuk makan? Dimana ibu makan? Bagaimana cara
makan yang baik menurut ibu? Apa yang dilakukan sebelum makan? Apa
pula yang dilakukan setelah makan?
Berapa kali ibu BAB sehari? Kalau BAK berapa kali? Dimana biasanya
ibu BAB/BAK? Bagaimana membersihkannya?
Kita sudah bicara tentang kebersihan diri, berdandan, berpakaian, makan
dan minum serta BAB dan BAK. sekarang bisakah ibu cerita bagaimana
cara melakukan mandi, keramas dan gosok gigi. Ya benar
pertama ibu bisa siram seluruh tubuh ibu termasuk rambut lalu ambil
shampo gosokkan pada kepala ibu sampai berbusa lalu bilas sampai
bersih.selanjutnya mabil sabun, gosokkan diseluruh tubuh secara merata
lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol..
giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi ibu
mulai dari depan ke belakang. Bagus lalu kumur-kumur sampai bersih.
Terakhir siram lagi seluruh tubuh ibu sampai bersih lalu keringkan
dengan handuk. Ibu bagus sekali melakukannya. Selanjutnya ibu bisa
pasang baju dan sisir rambutnya dengan baik
Fase Terminasi
Bagaimana perasaan ibu setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya
kebersihan diri, manfaat dan alat serta cara melakuakan kebersihan diri?
Sekarang coba ibu ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi? Apa saja alat
untuk menjaga kebersihan diri, bagaimana cara menjaga kebersihan diri?
Bagus sekali ibu sudah menjawabnya dengan benar. Bagaimana perasaan
ibu setelah mandi? Coba lihat dicermin, lebih bersih dan segar ya.

54
Baiklah ibu. Kalau mandi yang paling baik sehari berappa kali bu? Ya
bagus mandi 2 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari, keramas 2 kali
seminggu. Nanti ibu kemasukan ke jadwal ya bu. Jika ibu melakukanya
secara mandiri makan ibu menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu
atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka ibu buat ibu, Jika ibu
tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti? Coba ibu
ulangi? Naah bagus ibu.
Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang
tentang cara berdandan. apakah ibu bersedia?
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu?? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok
ibu. saya permisi Assalamualaikum WR,WB.

b. Sp 2 : melatih pasien berdandan/berhias


Contoh percakapan
Fase Orientasi
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah ibu sudah
mandi?.Tampak bersih sekali, rambut juga sudah disisir, kukunya sudah
digunting yah? Bagus sekali. Kalau gosok giginya bagaimana? Bagus
sekali ternyata sudah ibu lakukan. Coba saya lihat jadwalnya? Bagus
sekali ibu sudah melakukannya. Mandi 2 x sehari sudah dilakukan dengan
mandiri, gosok gigi sehari juga sudah, keramas 2 minggu sekali juga
sudah mandiri, gunting kuku juga sudah 1 x seminggu, kalau ini masih
dibantu kemaren ya bu. Yang masih dibantu sama suster nanti ibu
melakukannya sendiri.
Masih ingat apa yang mau kita bicarakan hari ini. Hari ini kita akan
latihan berdandan. Apakah ibu bersedia?
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Fase Kerja.
Baiklah ibu, sebelum berdandan alat apa saja yang harus disiapkan? Ya
benar sekali sisir, bedak dan lipstik. Bagaimana cara ibu berdandan?
Apakah menyisir rmabut dulu? Bagaimana cara ibu menyisir? Sekarang
sisir rambut dulu ya. Bagus sekali coba lihat dikaca, sudah rapi? Apa
kebiasaan ibu berdandan apakah ibu memakai bedak? Lanjutka dengan
merias muka, bagus . ibu tampak cantik. Apakah ibu mau pakai lipstik?
Iya pakainya tipis saja. Coba lihat dikaca cantik ya.
Fase Terminasi.
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan cara berdandan? Lebih
cantik dan rapi ya? Bisa tina sebutkan lagi apa saja alat yang diperlukan

55
untuk berdandan? Yah bagus sekali. Sekarang coba sebutkan caranya
bagaimana? Wah tina memang hebat.
Baiklah ibu kita sudah melakukan berdandan kita masukan kedalam
jadwal ya. Berapa kali akan ibu lakukan? Dua kali sehari? Sehabis mandi
yaa? Jadi tina bisa tulis dijadwal harian setiap habis mandi, tina bisa
langsung berdandan. Selanjutnya jangan lupa untuk melakukan sesuai
jadwal yah bu, mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari juga, keramas
2 kali seminggu, gunting kuku 1 kali seminggu, ganti baju dan berdandan
habis mandi
Baik lah ibu besok kita akan ketemu lagi dan membicarakan tentang
kebutuhan dan latihan cara makan dan minum yang benar, apakah ibu
bersedia?
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? ? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa
besok bu. saya permisi Assalamualaikum WR,WB.

c. Sp 3 : melatih pasien makan secara mandiri


Contoh percakapan
Fase Orientasi
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Hari ini saya lihat ibu sudah
bersih ya, rambut juga sudah disisir rapi, pakai bedak, kukunya sudah
digunting, bajunya juga cantik. Bagus sekali. Kalau gosok giginya
bagaimana? Bagus sekali ternyata sudah ibu lakukan. Coba saya lihat
jadwalnya? Bagus sekali ibu sudah melakukannya. Mandi 2 x sehari
sudah dilakukan dengan mandiri, gosok gigi sehari juga sudah, keramas 2
minggu sekali juga sudah mandiri, gunting kuku juga sudah 1 x seminggu,
sudah dilakukan secara mandiri. Jadi tina sudah bagus tentang
kebersihan dirinya. Kalau berdandan dilakukan sama siapa bu? Oh sudah
sendiri bagus sekali. Kalau berpakaiannya bagaimana? Dilakukan
sendiri, bagus sekali.
Masih ingat apa yang mau kita bicarakan hari ini. Hari ini kita akan
bicara tentang kebutuhan makan dan minum, cara makan dan
minum. Apakah ibu bersedia?
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
Fase Kerja.
Baiklah ibu, sekarang kita akan diskusikan tentang kebutuhan makan
pada orang dewasa sepertin ibu dalam satu hari. Kebutuhan makan
perhari dewasa untuk perempuan antara 2000-2200 kalori dan untuk
laku-laki antara 2400-2800 kalori setiap hari. Biasanya pada orang

56
dewasa membutuhkan semua itu didapat dari makanan seperti makanan
pokok untuk memberi rasa kenyang : nasi, jagung, ubi jalar, singkong, dll
selain itu perlu juga lauk seperti : lauk hewani berupa daging ayam, ikan
dll serta lauk nabati seperti kacang-kacangan, hasil olahan tahu, dan
tempe. Sayur diberikan untuk memberikan rasa segar dan melancarkan
proses menelan makanan, karena biasanya dihidangkan dalam bentuk
berkuah : sayur dan umbian, kacang-kacangan, buah dan susu sebagai
pelengkap, akan lengkap ditinjau dari kecukupan gizi serta minum 8-10
gelas (2500ml) sehari. Bagaimana tina apakah sudah mengerti?
Kalau kita mau makan alatnya apa saja bu? Jadi harus ada gelas piring
dan sendok yah, sekarang piring gunanya untuk apa? Ya benar sekali
untuk menaruh makanan, selanjutnya sendok untuk apa? Kalau gelas
disiapkan untuk apa? Bagus sekali tina sudah bisa menjawab dengan
benar, bagaimana kebiasaan sebelum , saat maupun sudah makan?
Makan dimeja makan ya? Sebelum makan kita harus cuci tangan pakai
sabun. Ya mari kita praktekkan.setelah itu duduk dan ambil makanan.
Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silakan tina yang pimpn. Bagus. Mari
kita makan. Saat makan kita harus mnyupakan makan satu-satu dengan
pelan-pelan. Ya mari kita makan. Setelah kita mkan kita bereskan piring
dan gelas yang kotor. Ya betul dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya
bagus.
Fase Terminasi.
Bagaimana perasaan ibu setelah kita belajar makan dan minum? Alat apa
saja yang kita gunakan untuk makan? Setelah makan pa saja yang kita
lakukan?.
Baiklah ibu kita sudah melakukan latihan cara makan dan minum kita
masukan kedalam jadwal ya. Berapa kali akan ibu mau makan? tiga kali
sehari? Kalau pagi jam berapa? Sianbg? Malam? Jadi tina bisa tulis
dijadwal harian. Selanjutnya jangan lupa untuk melakukan sesuai jadwal
yah bu, mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari juga, keramas 2 kali
seminggu, gunting kuku 1 kali seminggu, ganti baju dan berdandan habis
mandi pagi dan sore.
Baik lah ibu besok kita akan ketemu lagi dan membicrakan tentang BAB
dan BAK, apakah ibu bersedia?
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? ? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa
besok bu. saya permisi Assalamualaikum WR,WB.

d. Sp 4 : mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri


Contoh percakapan
Fase Orientasi

57
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Hari ini saya lihat ibu sudah
bersih ya, rambut juga sudah disisir rapi, pakai bedak, kukunya sudah
digunting, bajunya juga cantik. Bagus sekali. Kalau gosok giginya
bagaimana? Bagus sekali ternyata sudah ibu lakukan. Bagaimana makan
dan minum hari ini? Jam berapa? Jam 8 ya. Coba saya lihat jadwalnya?
Bagus sekali ibu sudah melakukannya. Mandi 2 x sehari sudah dilakukan
dengan mandiri, gosok gigi sehari juga sudah, keramas 2 minggu sekali
juga sudah mandiri, gunting kuku juga sudah 1 x seminggu, sudah
dilakukan secara mandiri. Jadi tina sudah bagus tentang kebersihan
dirinya. Kalau berdandan dilakukan sama siapa bu? Oh sudah sendiri
bagus sekali. Kalau berpakaiannya bagaimana? Dilakukan sendiri, bagus
sekali. Kalau makan dan minum masih dibantu yah. Besok harus sudah
melakukannya sendiri yah. Ibu bisa kan ibu pasti bisa karea ibu hebat.
Masih ingat apa yang mau kita bicarakan hari ini. Hari ini kita akan
bicara tentang cara BAB dan BAK. Apakah ibu bersedia?
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau30 menit?
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
Fase Kerja.
Baiklah ibu, ibu BAB dan BAK dikamar mandi yah? Hati-hati pakaian
jangan sampai kena ya. Lalu jongkok diwc? Bagaimana cara ibu cebok?
Bagus sebaiknya ibu cebok yang bersih setelah BAB dan BAK. yaitu
dengan menyiram air dari arah depan ke belakang. Jangan terbalik ya.
Cara seperti ini berguna untuk mencegah masuknya kotoran /tinja yang
ada dianus kebagian kemaluan kita. Setelah ibu selesai cebok, jangan
lupa tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja / air
kencing itu tidak tersisa dikaskus/ WC. Jika ibu membersihkan
membersihkan tinja/ air krncing seperti ini, berarti ibu ikut mencegah
penyebaran kuman berbahaya yang ada pada kotoran / air kencing.
Setelah selesai membersihkan tinja/air kencing, ibu perlu merapikan
pakaian sebelum keluar dari wc. Pastikan resleting sudah tertutup dengan
rapi. Dan setelah itu jangan lupa cuci tangan pakai sabun ya bu.
Fase Terminasi.
Bagaimana perasaan ibu setelah kita membicarakan cara BAB dan
BAK? Apa saja yang dilakukan saat BAB Dan BAK? Bagus sekali bu.
Nahsekarang coba ibu sebutkan cara perawatan diri yang telah kita
pelajari dan latih? Bagus sekali.
Baiklah ibu kita sudah melakukan latihan cara BAB dan BAK. masukan
kedalam jadwal ya. Selanjutnya jangan lupa untuk melakukan sesuai
jadwal yah bu, mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari juga, keramas
2 kali seminggu, gunting kuku 1 kali seminggu, ganti baju dan berdandan
2 kali sehari habis mandi pagi dan sore, makan 3 kali sehari dan minum

58
8-10 gelas sehari. BAB dan BAK ditempatnya. Bagaimana bu bisa
dilakukan sesuai jadwal. Bagus sekali ibu mau mencoba melakukannya
Baik lah ibu besok kita akan ketemu lagi dan membicrakan tentang
halusinasi, apakah ibu bersedia?
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? ? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa
besok bu. saya permisi Assalamualaikum WR,WB

8. Pohon diagnosis (Direja, 2011)


Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Defisit Perawatan Diri

Harga Diri Rendah Kronis

Koping Individu Tidak Efektif


BUNUH DIRI

1. Definisi
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam jiwa
(Fitria, 2009). Prilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh
diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang
diinginkan (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Direja, 2011).
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai
diri sendiri yangdapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan
psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku
bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana
individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam
mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah
kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan
terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal
melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart, 2006).

2. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori:
a. Ancaman bunuh (Suicide Threats) diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal
bahwa seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang
ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan
berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.

59
b. Percobaan bunuh diri (Suicide Attempts), klien sudah melakukan percobaan
bunuh diri. Semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu
yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
c. Bunuh diri (Complete Suicide)yaitu terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri
akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, WHO mengklasifikasikan terdapat empat jenis bunuh diri, meliputi:
a) Bunuh diri anomik
Terjadi pada orang-orang yang tinggaldi masyarakat yang tidak mempunyai
aturan atau norma dalam kehidupan sosial
b) Bunuh diri altruistic
Terjadi pada orang-orang yang mepunyai integritas berlebih terhadap
kelompoknya, contoh: tentara korea dalam peperangan dan pelaku bom bunuh
diri
c) Bunuh diri Egoistik
Terjadi pada orang yang kurang kuat integrasinya dalam suatu kelompok
sosial. Misal orang yang hidup sendiri lebih rentan untuk bunuh diridaripada
orang yang hidup ditengah keluarga, dan pasangan yang mempunyai anak
merupakan proteksi kuat dibandingkan yang tidak memiliki anak. Masyarakat
di pedesaan lebih mempunyai integritas sosial daripada perkotaan
d) Bunuh diri fatalistik
Terjadi pada individu yang hidup di masyarakat yang terlalu ketat
peraturannya. Dalam hal ini individu dipandang sebagai bagian di masyarakat
dari sudut integritasi atau disintegrasi yang akan membentuk dasar dari sistem
kekuatan, nilai-nilai, keyakinan, dan moral dari budaya tersebut

3. Etiologi(Dermawan & Rudi, 2013)


a. Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang menunjang perilaku resiko bunuh diri
meliputi:

1) Diagnosis medis;gangguan jiwa


Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3) Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang
dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
mempengaruhi individu untuk melakukan bunuh diri.
4) Riwayat keluarga

60
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
5) Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan
perilaku resiko bunuh diri.
b. Faktor presipitasi
1) Sumber dari klien; kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan,ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab prilaku kekerasan
2) Sumber dari lingkungan; situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab lain.
3) Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu prilaku
kekerasan.
c. Stressor pencetus
Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan. Faktor pencetus
seringkalli berupa kejadian yang memalukan, seperti masalah interpersonal,
dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman
pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan
bunuh diri atau pengaruh media yang menampilkan peristiwa bunuh diri
d. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan prilaku merusak diri tak
langsung adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.
e. Intensitas Bunuh diri
Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Shivers (1998) mengkaji
intensitas bunuh diri yang disebut SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale),
intensitas bunuh diri dengan skor 0-4 dijelaskan pada tabel berikut:
skor Intensitas

0 Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekarang

Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
1
mengamcam bunuh diri

2 Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
Skor Intensitas
Mengancam bunuh diri, misalnya : “tinggalkan saya sendiri atau
3
saya bunuh diri”
4 Aktif mencoba bunuh diri

4. Tanda dan Gejala (Dieja, 2011)


a. Observasi
1) Muka merah
2) Pandangan tajam

61
3) Otot tegang
4) Nada suara yang tinggi
5) Berdebat
6) Suka memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak
senang
b. Wawancara
1) Mempunyai ide untuk bunuh diri
2) Mengungkapkan keinginan unutk mati
3) Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4) Impulsif
5) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (menjadi sangat patuh)
6) Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
7) Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan)
8) Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah,
mengasingkan diri)
9) Kesehatan mental (secara klinis klien terlihat sangat depresi, psikosis, dam
menyalahgunakan alkohol)
10) Kesehatan fisik (biasanya pada pasien dengan penyakit kronis atau
terminal)
11) Pengangguran (kehilangan pekerjaan atau kegagagalan dalam karir)
12) Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
13) Konflik interpersonal
14) Latar belakang keluarga
15) Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

5. Rentang Respon (Direja,2011)

Rentang Respon Resiko Bunuh Diri


Respon adaptif respon maladaptif
peningkatan pengambilan perilaku pencederaan bunuh diri
diri resiko yang destruktif- diri
meningkatkan diri tidak
pertumbuhan langsung

a. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh
seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai
loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif

62
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat
mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan
pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang
karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak
optimal.
d. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang.

6. Pohon Masalah

Effect Bunuh diri

Core problem Resiko bunuh diri

Causa Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis


Gambar 6.1 Pohon Masalah Risiko Bunuh Diri
7. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
b. Tindakan : Melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri,
makaperawat dapat melakukan tindakan berikut:
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang
aman
2) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat
3) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali
pinggang)
4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa perawat akan melindungi
pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri

63
c. Strategi Pelaksanaan
1) SP 1 Pasien: Mengidentifikasi resiko bunuh diri (isyarat, ancaman atau
percobaan bunuh diri dan membantu mengamankan benda-benda
berbahaya di sekeliling pasien.
Peragakan kepada pasien seperti percakapan dibawah ini!
Fase Orientasi
”Assalamu’alaikum !, perkenalkan nama saya perawat MT, Nama kamu
siapa? Senang di panggil apa? Baiklah, namanya B ya? Bagus sekali.
”Bagaimana perasaan B hari ini? O... jadi B merasa tidak perlu lagi hidup
di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh diri? Baiklah kalau begitu,
hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi keinginan
bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana?”Disini saja yah!
Fase Kerja
“ Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan
bencana ini B merasa paling menderita di dunia ini? Apakah A kehilangan
kepercayaan diri? Apakah B merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah
daripada orang lain? Apakah B merasa bersalah atau mempersalahkan diri
sendiri? Apakah A sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah B
berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa
B mati? Apakah B pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya,
bagaimana caranya? Apa yang B rasakan?” Jika pasien telah
menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan
keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya dengan mengatakan:
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk mengakhiri hidup”. ”Saya perlu memeriksa seluruh isi
kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda benda yang membahayakan
B.”
”Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk
mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
”Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul ? Kalau keinginan
itu muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan
kepada perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan
B jangan pernah sendirian ya..”.
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan
kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagimana Masih ada
dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan / dorongan bunuh
diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. ” Baiklah B
bagaimana kalau dua jam lagi kita bertemu? Tempatnya di sini saja? Saya
permisi dulu.

64
2) SP 2 Pasien: membantu pasien meningkatkan harga diri dengan
melatih kemampuan/aspek positif yang dimiliki.
Peragakan kepada pasien seperti percakapan dibawah ini
Fase Orientasi
Assalamu’alaikum B! Bagaimana perasaan B saat ini? Masih adakah
dorongan mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita dua jam yang lalu
sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan
yang masih B miliki. Mau berapa lama? Dimana?”
Fase Kerja
Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang
sedih dan rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik
dalam kehidupan B. Keadaan yang bagaimana yang membuat B merasa
puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang baik yang patut B
syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan selama
ini”. Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, Mari kita
latih.”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan
kembali apa-apa saja yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan
ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan B jika terjadi dorongan
mengakhiri kehidupan (affirmasi). Bagus B. Coba B ingat-ingat lagi hal-hal
lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri! Nanti jam 12 kita bahas
tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah.
Tapi kalau ada perasaan-perasaan yang tidak terkendali segera hubungi
saya ya!” Permisi

3) SP 3 Pasien: Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif dan melatih


pasien menerapkan pola koping yang konstruktif dalam kegiatan
harian
Peragakan kepada pasien seperti percakapan dibawah ini!
Fase Orientasi
”Assalamu’alaikum, B. Bagaimana perasaannyai? Masihkah ada keinginan
bunuh diri? Apalagi hal-hal positif yang perlu disyukuri? Bagus! Sekarang
kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah yang
selama ini timbul. Mau berapa lama? Di sini saja yah ?”
Fase Kerja
Coba ceritakan situasi yang membuat B ingin bunuh diri. Selain bunuh diri,
apalagi kira-kira jalan keluarnya. Wow banyak juga yah. Nah coba kita
diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing cara tersebut. Mari kita
pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan! Menurut B cara
yang mana? Ya, saya setuju. B bisa dicoba!

65
FaseTerminasi
“Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi
masalah yang B akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, B menyelesaikan
masalah dengan cara yang dipilih B tadi. Besok di jam yang sama kita akan
bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman B menggunakan cara yang
dipilih dan melatih cara yang ke empat yaitu bagaimana cara mencapai
masa depan B ”. “sampai jumpa”.

4) SP 4 Pasien: Melatih pasien cara mencapai harapan masa depan yang


realistis
Peragakan kepada pasien seperti percakapan dibawah ini!
Fase Orientasi
”Assalamu’alaikum, B. Bagaimana perasaannyai? Masihkah ada keinginan
bunuh diri? Apakah B sudah melatih cara yang saya ajarkan kemarin?
Bagus! Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mencapai
harapan di masa depan. Mau berapa lama? Di sini saja yah ?”
Fase Kerja
Coba ceritakan apakah B mempunyai keinginan untuk msa depan B. bagus
sekali B. Menurut B apa saja kegiatan yang dapat B lakukan untuk masa
depan B. ”Bagus sekali, cara yang mana? Ya, saya setuju. B bisa
dicoba!”Mari kita buat rencana kegiatan untuk masa depan B.”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan B, setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi
masalah yang B akan gunakan? Coba dalam satu hari ini, B menyelesaikan
masalah dengan cara yang dipilih B tadi. Besok di jam yang sama kita akan
bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman B menggunakan cara yang
dipilih”.

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien risiko bunuh diri


a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam
atau mencoba bunuh diri
b. Tindakan:
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2) Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya risiko bunuh
diri (gunakan booklet)
3) Menjelaskan cara merawat risiko bunuh diri
4) Melatih cara memberikan pujian hal positif pasien, memberi dukungan
pencapaian masa depan
5) Melatih cara memberi penghargaan pada pasien dan menciptakan suasana
positif dalam keluarga: tidak membicarakan keburukan anggota keluarga
6) Bersama keluarga berdiskusi dengan pasien tentang harapan masa depan
serta langkah-langkah mencapainya

66
7) Bersama keluarga berdiskusi tentang langkah dan kegiatan untuk mencapai
harapan masa depan
8) Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan

c. Strategi Pelaksanaan pada keluarga


1) SP 1 Keluarga: Mengidentifikasi masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien resiko bunuh diri dan membantu mengamankan barang-
barang berbahaya yang ada di sekitar pasien
2) SP 2 Keluarga: membantu pasien meningkatkan harga diri dengan melatih
kemampuan/aspek positif yang dimiliki.
3) SP 3 Keluarga: Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif dan melatih
pasien menerapkan pola koping yang konstruktif dalam kegiatan harian
4) SP 4 Keluarga: Menganjurkan keluarga mendiskusikan dengan klien
tentang harapan masa depan serta langkah-langkah mencapainya sesuai
jadwal dan berikan pujian pada keluarga

67
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, L.J. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta

Dalami, E. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.TIM. Jakarta

Dermawan, D. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan


Keperawatan Jiwa. Gosyen Publishing. Yogyakarta

Direja, A.H.S. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika. Yogyakarta

Keliat, Budu Anna. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta.

Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. EGC. Jakarta

Tomb, D.A. (2003). Buku Saku Psikiatri. EGC. Jakarta

Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC. Jakarta

Wilkinson, J.M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis Nanda,


Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, EGC. Jakarta

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. PT. Refika Aditama, Bandung.

68

Anda mungkin juga menyukai