Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN MASALAH HALUSINASI

Mata Kuliah : Praktik Keperawatan Klinik

Dosen Pembimbing : Ns. Febriana Sartika Sari, M.Kep

Disusun oleh :

Mia Azizah Nur Mukharomah

S18032

S18A

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Halaman judul
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
B. Konsep Halusinasi
1.Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus
yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam
hal orientasi realitas. Salah satu manifestasi yang muncul adalah halusinasi
yang membuat pasien tidak dapat menjalankan pemenuhan dalam kehidupan
sehari-hari.( Yusuf, 2015)

2.Etiologi Halusinasi

Menurut Nurhalimah, (2016) Proses terjadinya halusinasi dijelaskan dengan


menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor
predisposisi dan presipitasi,

a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari

1) Faktor Biologis

Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa


(herediter), riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain (NAPZA).

2) Faktor Psikologis

Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku


maupun saksi dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari
orang-orang disekitar atau overprotektif.

3) Sosiobudaya dan lingkungan

Sebahagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial


ekonomi rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari
lingkungan pada usia perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali
memiliki tingkat pendidikan yang rendah serta pernahmmengalami
kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri), serta tidak
bekerja.

b. Faktor Presipitasi Stressor presipitasi

Pasien gangguan persepsi sensori halusinasi ditemukan adanya riwayat


penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, adanya riwayat
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup,
kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang
sering tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.

3. Manifiestas Klinis Halusinasi

Menurut Nurhalimah, (2016) Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil
observasi terhadap pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala
pasien halusinasi adalah sebagai berikut:

a. Data Subyektif: Pasien mengatakan :

1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.

3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu


atau monster

5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau


itu menyenangkan.

6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses

7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya

b. Data Obyektif

1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab


3) Mengarahkan telinga ke arah tertentup

4) Menutup telinga

5) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu

6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.

7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.

8) Menutup hidung.

9) Sering meludah

10) Muntah

11) Menggaruk-garuk permukaan kulit

4. Patofisiologi Halusinasi

Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang menderita
halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal dari lingkungan atau
stimulus eksternal (Yosep, 2011)
a. Fase pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian.
Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengontrol kesadarannya
dan mengenal pikirannya, namun intensitas perepsi meningkat. Perilaku klien
: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa bersuara,
pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri
b. Fase kdeua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listenin” pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi mennjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa
tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bias membedakan dengan realitas
c. Fase ketiga/ controlling
Halusinasi lebh menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa
dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinsinya.Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari control
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenanagkan berubah menjadi
megancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi. Perilaku klien : perilaku terror
akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.

Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan


EFEK

Gangguan sensori
MASALAH
persepsi : Halusinasi
UTAMA

PENYEBAB
Isolasi sosial

Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi (Sitorus, 2019)

5. Pemeriksaan Penunjang Halusinasi

Menurut (Yosep, 2011), dalam pemeriksaan penunjang ada jenis alat untuk
memeriksa gangguan struktur otak yang mempengaruhi gangguan jiwa dapat
menggunakan alat sebagai berikut:
Untuk mengetahui struktur otak, jenis alat yang dapat digunakan yaitu :
a. Electroencephalogram (EEG) adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan
memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak.
b.Single Photon EmissonComputed Tomography (SPECT) untuk melihat
wilayah otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan
perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik radiologi dengan
menggunakan magnet, gelombang radio dan komputer untuk mendapatkan
gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang
kecil sekalipun dalam struktur tubuh atau otak.
1) Pengobatan
a) Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa
pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik
atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan
realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan
b) Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
a. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah
yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien
atau orang lain yang dekat dengan pasien.
b. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan
ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
c. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi
bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan
petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
di berikan tidak bertentangan

Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut (Yosep, 2011)


a. Anti psikotik
Jenis : Chlorpromazine (Promactile, Largactile), Haloperidol (Haldol,
Serence, Lodomer), Stelazine, Clozapine (Clozaril), Risperidonen
(Risperdal)
Mekanisme kerja :
Menahan kerja reseptor dopamine dalam otak sebagai penenang,
penurunan aktifitas motoric, mengurangi insomnia, sangat efektif
untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi, dan gangguan proses berfikir
b. Anti Ansietas
Jenis : Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide)
Mekanisme kerja :
Meredakan ansietas atau ketegangan yang berhubungan dengan situasi
tertentu
a.
C. Asuhan Keperawatan

1. Masalah Keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori halusinasi
2) Resiko perilaku kekerasan
3) Isolasi sosial
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan persepsi sensori halusinasi (D.0085)

Definisi :

Perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang


disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan, atau terdistorsi

Tanda mayor :

Subjektif :

a) Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan

b) Merasakan sesuatu melalui indra perabaan atau pengecapan

Objektif :

a) Distorsi sensori

b) Respon tidak sesuai

c) Bersifat seolah meihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium


sesuatu

Tanda minor :

Subjektif :

a) Menyatakan kesal

Objektif :

a) Menyendiri

b) Melamun

c) Konsentrasi
d) Disoientasi waktu, tempat, orang atau situasi

e) Curiga

f) Melihat ke satu arah

g) Mondar-mandir

h) Bicara sendiri

2) Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi (D. 0146)

Definisi :

Beresiko membahayakan secara fisik, emosi dan atau seksual pada diri
sendiri atau orang lain.

3) Isolasi sosial berhubungan dengan perubuhan status mental (D.0121 )

Definisi:
Ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka dan
interdependen dengan orang lain
Tanda Mayor :
Subjektif
a) Mearasa ingin sendiri
b) Merasa tidak aman di tempat umum
Objektif :
a) Menarik diri
c) Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan
Tanda Minor:
Subjektif:
a) Merasa berbeda dengan orang lain
b) Mearasa asik dengan pikiran sendiri
c) Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
Objektif :
a) Afek datar
b) Afek sedih
c) Riwayat ditolak menunjukkan permusuhan
d) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
e) Kondisi difabel
f) Tindakan tidak berarti
g) Tidak ada kontak mata
h) Perkembangan terlambat
i) Tidak bergairah/lesu

3. Intervensi Keperawatan

1) Perencanaan Keperawatan (SIKI)

a) Diagnosa : Gangguan persepsi sensori halusinasi (D.0085)

Tujuan dan kriteria hasil :

Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam maka persepsi sensori


(L.09083) membaik dengan kriteria hasil :

Verbalisasi mendengar bisikan menurun , verbalisasi melihat bayangan


menurun, distorsi sensori menurun, perilaku halusinasi menurun,
menarik diri menurun.

Intervensi : Manajemen Halusinasi (I.09288)

O:

a. Monitor perilaku yang mengidentifikasi halusinasi

b. Monitor Halusinasi ( mis kekerasan atau membahyakan diri)

T:

a. Lakukan tindakan keselamtaan ketika tidak dapat mengontrol


perilaku ( misal limit setting, pembatasan wilayah, pengekangan
fisik, seklusi

b.Diskusikan perasaan dan respon terhadap halusinasi.

E:

a. Anjurkan memonitor sendiri situasi terjadinya halusinasi


b.Anjurkan bicara dengan seseorang yang dipercaya untuk
memberi duungan dan umpan baik korektif terhadap halusinasi.

K : kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antianietas jika perlu

b) Diagnosa : Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi


(D. 0146) )

Tujuan dan kriteria hasil :

Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam maka kontrol diri


(L.09076) meningkat dengan kriteria hasil :

Verbalisasi ancaman kepada orang lain menurun, perilaku menyerang


menurun, Perbuatan melukai diri sendiri / orang lain menurun, perilaku
agresif/ amuk menurun.

Intervensi : Pencegahan Perilaku Kekerasan (I.14544)

O : Monitor adanya bahan yang berpotensi membahayakan ( mis benda


tajam, tali)

T:

a. Pertahankan lingkungan bebas dari bahaya secara rutin

b. Libatkan keluarga dalam perawatan

E:

a. Latih cara mengungkapkan perasaan secaa asertif

b. Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan non verbal ( mis


reaksasi, bercerita)

c) Diagnosis : Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental


(D.0121)
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam maka Keterlibatan Sosial
L.13115 meningkat dengan kriteria hasil : minat interaksi cukup
meningkat, verbalisasi isolasi cukup menurun, verbalisasi
ketidakamanan di tempat umum cukup menurun, perilaku menarik diri
cukup menurun
Intervensi : Promosi Sosialisasi (I.13498)
O:
a. Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain
b.Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain
T:
a. Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan
b. Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan
kelompok
c. Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikais
dengan orang lain
d. Berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan kemampuan
E:
a.Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
b.Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain
c.Latih bermain peran untuk meningkatkan keterampilan komunikasi
d.Latih mengapresikan marah yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Jiwa.


Kemenkes RI : Pusdik SDM Kesehatan

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


IndikatorDiagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Setyani, SD, 2019. Asuhan keperawatan jiwa pada klien halusinasi pendengaran
terintegrasi dengan keluarga di wilayah kerja puskesmas juanda samarind

Sitorus, E., Hununwidiastuti, S., & Leniwita, H, 2019. BUKU MATERI


PEMBELAJARAN KEPERAWATAN JIWA

Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Yusuf, AH, dkk. 2015. Buku Ajar Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai