Disusun oleh :
AKBAR NAZUDA
KHGD21003
TA 2021-2022
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI
A. Pengertian
Data subjektif :
Data objektif :
1) Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih
untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
memperdulikan halusinasinya. Sehingga klien mampu mengendalikan
diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinai
tetap ada, namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk
menuruti apa yang ada dalam halusinainya.
Tahapan tindakan meliputi:
1. Untuk Klien
a. Masalah : Halusinasi
1) Pertemuan : Ke 1
a) Proses Keperawatan
Kondisi : Klien mengatakan sering mendengar suara-suara. Suara itu
kadang-kadang membuat dirinya sangat takut. Klien terlihat
sering bicara sendiri, tertawa sendiri dan suka menyendiri
Diagnosa : Perubahan sensori Persepsi: Halusinasi pende-ngaran
TUK :
(a) Membina hubungan saling percaya
(b) Membantu klien mengenali halusinasinya
(c) Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi.
b) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
Orientasi :
(a) Salam terapeutik
“Selamat pagi ! perkenalkan, nama saya Asep Edyana, biasa
dipanggil Pak Asep, Namanya siapa ? Senang dipanggil apa ?”
(b) Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan M hari ini ? Apa keluhan M saat ini ?”
(c) Kontrak
Kerja :
“Apakah D mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang
dikatakan suara itu?”
“Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang
paling sering D dengar suara? Berapa kali sehari D alami? Pada
keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang D rasakan pada saat mendengar suara itu?”
“Apa yang D lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan
cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-
cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”
“D, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan
yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan
teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik”
“Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung D
bilang, pergi saya tidak mau dengar, ….. Saya tidak mau dengar .
Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak
terdengar lagi. Coba D peragakan! Nah begitu ….bagus! Coba lagi!
Ya bagus D sudah bisa”
Terminasi:
(a) Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?”
(b) Evaluasi Objektif
”Coba sebutkan 4 cara untuk mencegah suara itu muncul lagi.”
(c) Rencana tindak lanjut
a) Proses Keperawatan
Kondisi: Klien mengatakan sering mendengar suara-suara. Suara itu
kadang-kadang membuat dirinya sangat takut. Klien terlihat sering
bicara sendiri, tertawa sendiri dan suka menyendiri.
Diagnosa: Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
TUK : Melatih klien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan orang lain
b) Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan
Orientasi :
(a) Salam terapeutik
“Assalamualaikum D.”
(b) Evaluasi/validasi
”Bagaimana perasaan D hari ini? Apakah suara-suaranya masih
muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?
Berkurangkan suara-suaranya Bagus!”
(c) Kontrak
Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan
latihan selama 2 menit. Mau di mana? Di sini saja ?“
Kerja :
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau D mulai mendengar
suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta
teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya begini;…. Tolong , saya
mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada
orang dirumah misalnya Kakak D katakan : Kak, ayo ngobrol dengan
D. D sedang dengar suara-suara. Begitu D, Coba D lakukan seperti
saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah,
latih terus ya D!”
Terminasi:
(a) Evaluasi Subjektif
(d) Kontrak
2. Untuk Keluarga
a. Masalah: Halusinasi
1) Pertemuan: Ke 5
a) Proses Keperawatan
Kondisi : Klien mengatakan sering mendengar suara-suara. Suara itu
kadang-kadang membuat dirinya sangat takut. Klien terlihat
sering bicara sendiri, tertawa sendiri dan suka menyendiri.
Diagnosa : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
TUK : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi
dan cara-cara merawat pasien halusinasi.
(b) Evaluasi/validasi
(c) Kontrak
Topik
“Hari ini kita akan mendiskusi tentang apa masalah yang anak
Bapak?ibu alami dan bantuan apa yang Bapak/Ibu bisa berikan.”
Tempat
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang wawancara?
Waktu
“Berapa lama waktu Bapak/Ibu? Bagaimana kalau 30 menit”
(2) Kerja :
“Ya, gejala yang dialami oleh anak Bapak/Ibu itu dinamakan
halusinasi, yaitu mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya
tidak ada bedanya.
“Bagus Pak/Bu”
(3) Terminasi:
(a) Evaluasi Subjektif
Baiklah, nanti dirumah bapak/ibu ingat lagi apa yang sudah kita
bicarakan sehingga nanti dapat kita praktekkan pada anak
bapak/ibu.
(d) Kontrak
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pusdik
SDM Kesehatan
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: EGC.
Disusun oleh :
AKBAR NAZUDA
KHGD21003
TA 2021-2022
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN HDR
G. Pengertian
Proses terjadinya harga diri rendah dijelaskan oleh Stuarat dan Laraia (2008)
dalam konsep stress adapatasi yang teridiri dari faktor predisposisi dan presipitasi.
1. Faktor Predisposisi yang menyebabkan timbulnya harga diri rendah meliputi:
a. Biologis
Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa Selain itu adanya riwayat penyakit kronis atau
trauma kepala merupakan merupakan salah satu faktor penyebab gangguan
jiwa.
b. Psikologis
Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah
adalah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, penolakan dari
lingkungan dan orang terdekat serta harapan yang tidak realistis.
Kegagalan berulang, kurang mempunyai tanggungjawab personal dan
memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang lain merupakan faktor
lain yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain itu pasien dengan harga diri
rendah memiliki penilaian yang negatif terhadap gambaran dirinya,
mengalami krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang tidak
realistis.
c. Faktor Sosial Budaya
Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan harga diri rendah adalah
adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial ekonomi
rendah, pendidikan yang rendah serta adanya riwayat penolakan
lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak.
2. Faktor Presipitasi yang menimbulkan harga diri rendah antara lain:
a. Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan pengalaman
psikologi yang tidak menyenangkan, menyaksikan peristiwa yang
mengancam kehidupan, menjadi pelaku, korban maupun saksi dari
perilaku kekerasan.
b. Ketegangan peran: Ketegangan peran dapat disebabkan karena
1) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-kanak ke
remaja.
2) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran dari kondisi
sehat kesakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain karena
kehilangan sebahagian anggota tuhuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan atau fungsi tubuh.Atau perubahan fisik yang berhubungan
dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis dan keperawatan.
Pohon masalah
↑
Berduka disfungsional, Ideal diri yang tidak realistik, koping tidak effektif
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasiendan
keluarga (pelaku rawat).Tanda dan gejala harga diri rendah dapat ditemukan
melalui wawancara dengan pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana penilaian Anda tentang diri sendiri?
b. Coba ceritakan apakah penilaian Anda terhadap diri sendiri
mempengaruhi hubungan Anda dengan orang lain?
c. Apa yang menjadi harapan Anda?
d. Apa saja harapan yang telah Anda capai?
e. Apa saja harapan yang belum berhasil Anda capai?
f. Apa upaya yang Anda lakukan untuk mencapai harapan yang belum
terpenuhi?
2. Tanda dan Gejala
Ungkapan negatif tentang diri sendiri merupakan salah satu tanda dan gejala
harga diri rendah. Selain itu tanda dan gejala harga diri rendah didapatkan
dari data subyektif dan obyektif, seperti tertera dibawah ini
Data Subjektif: Pasien mengungkapkan tentang:
a. Hal negatif diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penolakan terhadap kemampuan diri
e. Mengevaluasi diri tidak mampu mengatasi situasi
Data Objektif:
a. Penurunan produktivitas
b. Tidak berani menatap lawan bicara
c. Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
d. Bicara lambat dengan nada suara lemah
e. Bimbang, perilaku yang non asertif
f. Mengekspresikan tidak berdaya dan tidak berguna
Akibat dari harga diri rendah
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri.
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993).
Tanda dan gejala :
Rasa bersalah
Adanya penolakan
Marah, sedih dan menangis
Perubahan pola makan, tidur, mimpi, konsentrasi dan aktivitas
Mengungkapkan tidak berdaya
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain/perawat
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap
Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
(Keliat BA, 1999)
J. Diagnosa Keperawatan
b. Kerja
2) Evaluasi Obyektif
“Coba ibu bacakan kembali jadwal kegiatan yang telah
dibuat tadi!”. “Bagus”
3) Rencana Tindak Lanjut
“Ibu D mau kan melaksanakan jadwal kegiatan yang telah ibu
buat tadi!” “.........nah nanti kegiatan – kegiatan yang telah
dilakukan bersama – sama dengan teman – teman yang lain
ya!”. “Bagaimana kalau nanti siang?”
4) Kontrak
a) Topik
“Baiklah besok kita bertemu lagi, bagaimana kalau
kita bercakap – cakap tentang kegiatan yang dapat
dilakukan di rumah”. “Bagaimana menurut ibu D?”.
“Setuju”
b) Tempat
“Ibu ingin bercakap – cakap dimana besok?”, “........o di
taman, baiklah.”
c) Waktu
“Bagaimana kalau kita bercakap – cakap 10 menit?”
Pertemuan ke III (tiga)
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi
1) Klien telah mampu mengenal menyusun jadwal kegiatan
yang dapat dilakukan di rumah sakit
2) Klien telah berhasil melaksanakan kegiatan sesuai
dengan jadwal yang telah dibuat
b. Diagnosa Keperawatan
Risiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah
c. Tujuan Khusus
6) Klien dapat mengenal kegiatan yang dapat dilakukan di rumah
7) Klien dapat menyusun jadwal kegiatan yang dapat dilakukan
sesuai kemampuan di rumah
2. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SP)
a. Orientasi
1) Salam terapeutik
“Selamat pagi,ibu D sedang apa?”
2) Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasan Ibu D sekarang?”
“Apakah ibu D sudah melaksanakan kegiatan sesuai
dengan jadwal yang telah dinuat kemarin?”. “Bagus ibu
sudah dapat membantu membersihkan lingkungan”
“Coba saya lihat jadwal kegiatannya, wah hebat sekali,
sudah diberi tanda semua!”, “Nanti dikerjakan lagi ya bu!”
3) Kontrak
a) Topik
“Nah bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang
kegiatan yang dapat dilakukan di rumah?”.
b) Tempat
“Kalau tidak salah, kemrin kita sudah sepakat akan bercakap
– cakap di taman benar kan?”
c) Waktu
“Mau berapa lama?, Bagaimana kalau 15 menit lagi”
b. Kerja
“Kemarin ibu telah membuat jadwal kegiatan di rumah sakit,
sekarang kita buat jadwal kegiatan dirumah ya!. Ini kertas dan
bolpointnya, jangan khawatir nanti saya bantu, kalau kesulitan,
Bagaimana kalau kita mulai?”
“Ibu mulai dari jam 05.00 WIB?.............. ya, tidak apa-apa,
bangun tidur......... terus ya sholat shubuh, terus masak (samapi
jam 20.00 WIB), bagus tapi jangan lupa minum obatnya, ya Bu!”
c. Terminasi
a) Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan ibu D setelah dapat membuat jadwal
kegiatan di rumah”
b) Evaluasi Obyektif
“Coba ibu sebutkan lagi susunan kegiatan dalam sehari yang
dapat dilakukan di rumah”
c) Rencana Tindak Lanjut
“Besok kalau sudah dijemput oleh keluarga dalam sehari apa
yang dapat dilakukan di rumah?”
d. Kontrak
a) Topik
“Nah, bagaimana besok kita bercakap – cakap tentang
perlunya dukungan keluarga terhadap kesembuhan Bu D”
b) Tempat
“Bagaimana kalau kita bercakap – cakap di teras, setuju!, atau
mungkin ibu ingin di tempat lain?”
c) Waktu
“Kita mau bercakap–cakap berapa lama, bagaimana kalau 10
menit?”
Pertemuan ke IV (empat)
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi
Klien telah mampu menyusun kegiatan yang sesuai kemampuan yang
dapat dilakukan di rumah.
b. Diagnosa Keperawatan
Risiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah
c. Tujuan Khusus
Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang dimiliki di rumah.
2. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SP)
a. Orientasi
1) Salam terapeutik
“Selamat pagi, Bu!”
2) Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasan Ibu D hari ini, baik baik saja?”. “Syukurlah”
“Masih ibu simpan jadwal kegiatan yang telah dibuat kemarin?”
3) Kontrak
a) Topik
“Hari ini kita akan bercakap – cakap tentang sistem
pendukung yang dapat membantu ibu D di rumah?”.
b) Tempat
“Sesuai kesepakatan kemarin kita bercakap–cakap di teras
ya?”
c) Waktu
“Kita bercakap – cakap berapa lama?”. “10 menit saja
ya boleh!”
b. Kerja
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pusdik
SDM Kesehatan
Disusun oleh :
AKBAR NAZUDA
KHGD21003
TA 2021-2022
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN ISOLASI
SOSIAL
M. Pengertian
a. Solitude (Menyendiri)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan
apa yng telah dilakukan di lingkungan sosialnya, dan merupakan suatu
cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah – langkah
selanjutnya.
b. Autonomy (Kebebasan)
Respon individu untuk menentukan dan menyampaikan ide – ide
pikiran dan perasaan dalam hubungan sosial
c. Mutuality
Respon individu dalam berhubungan interpersonal dimana individu
saling memberi dan menerima.
d. Interdependence (Saling Ketergantungan)
Respon individu dimana terdapat saling ketergantungan dalam
melakukan hubungan interpersonal.
2. Respon Antara Adaptif dan Maladaptif
a. Aloness (Kesepian)
Dimana individu mulai merasakan kesepian, terkucilkan dan
tersisihkan dari lingkungan.
b. Manipulation (Manipulasi)
Hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain dan
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan bukan
pada orang lain.
c. Dependence (Ketergantungan)
Individu mulai tergantung kepada individu yang lain dan mulai tidak
memperhatikan kemampuan yang dimilikinya.
3. Respon Maladaptif
Respon maladaftif yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang
menyimpang dari norma – norma sosial dan budaya lingkungannya.
a. Loneliness (Kesepian)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain atau tanpa bersama orang lain untuk
mencari ketenangan waktu sementara.
b. Exploitation (Pemerasan)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang selalu mementingkan
keinginannya tanpa memperhatikan orang lain untuk mencari
ketenangan pribadi.
c. Withdrawl (Menarik Diri)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang menentukan kesulitan dalam
membina hubungan saling terbuka dengan orang lain, dimana individu
sengaja menghindari hubungan interpersonal ataupun dengan
lingkungannya.
d. Paranoid (Curiga)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang gagal dalam
mengembangkan rasa percaya pada orang lain.
4. Pohon Masalah
Efek Risiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
↑
Masalah Isolasi Sosial : menarik diri
↑
Penyebab Gangguan konsep diri : harga diri rendah
P. Data Yang Perlu Dikaji
Pengkajian pasien isolasi sosial dapat dilakukan melalui wawancara dan
observasi kepada pasiendan keluarga. Tanda dan gejala isolasi sosial dapat
ditemukan dengan wawancara, melelui bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perasaan Anda saat berinteraksi dengan orang lain?
2. Bagaimana perasaan Anda ketika berhubungan dengan orang lain? Apa
yang Anda rasakan? Apakah Anda merasa nyaman ?
3. Bagaimana penilaian Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda
(keluarga atau tetangga)?
4. Apakah Anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila
punya siapa anggota keluarga dan teman dekatnya itu?
5. Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan Anda? Bila
punya siapa anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu?
6. Apa yang membuat Anda tidak dekat dengan orang tersebut?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui observasi
adalah sebagai berikut:
1. Pasien banyak diam dan tidak mau bicara
2. Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
3. Pasien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
4. Kontak mata kurang
Q. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan sensori persepsi halusinasi b/d menarik diri
b. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah (Prabowo, 2014)
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pusdik
SDM Kesehatan
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
.
LAPORAN PENDAHULUAN
Disusun oleh :
AKBAR NAZUDA
KHGD21003
TA 2021-2022
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN PK
A. Pengertian
D. Diagnosa Keperawatan
E. Rencana Tindakan
1. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya.
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu
pasien.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
masa lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah secara verbal, terhadap orang lain, terhadap diri
sendiri, terhadap lingkungan.
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga,
memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/
tersinggung.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang
sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan
napas dalam dan pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara
spiritual, dan patuh minum obat.
h. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan.
1. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah.
2. Tindakan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, serta perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut).
c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain.
a. ORIENTASI:
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya nurhakim yudhi wibowo, panggil saya
yudi, saya perawat yang dinas di ruangan 9 ini, Nama bapak siapa, senangnya
dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?”
b. KERJA:
“Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah marah?
Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O..iya, apakah ada
penyebab lain yang membuat bapak marah”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau
masalah uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak
rasakan?” (tunggu respons pasien)
“Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot,
rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang bapak lakukan? O..iya, jadi bapak marah-marah, membanting
pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang?
Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-
barang pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak
belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
”Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri,
lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan
melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali,
bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya”
c. TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
bapak?”
”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang bapak rasakan
........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan ....... (sebutkan) serta akibatnya
......... (sebutkan)
”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa
yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan
napas dalamnya ya pak. ‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali
sehari bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”
”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya pak, Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak
marah?”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan
kegiatan fisik untuk cara yang kedua”
“sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan
tempatnya disini di ruang tamu,bagaimana bapak setuju?”
2) KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
berdebar-debar, mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan
pukul kasur dan bantal”.
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak?
Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba
bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya”.
“Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah.
Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya”
3) TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi?Bagus!”
“Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur
bantal mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam
05.00 pagi. dan jam jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-
waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak,
mau berapa kali sehari bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik
nafas dalam ini?”
“Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan
belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai
jumpa&istirahat ya pak”
1) ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu
lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?”
“Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya
mandiri; kalau diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau
diingatkan. Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta
tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab
marahnya larena minta uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta
uang dengan baik:”Bu, saya perlu uang untuk membeli rokok.” Nanti bisa
dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak
praktekkan. Bagus pak.”
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena
sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak”
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal bapak dapat mengatakan:’ Saya jadi ingin marah karena
perkataanmu itu’. Coba praktekkan. Bagus”
3) TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari”
“Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari
bapak mau latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak
yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik
sampai nanti ya”
4. SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal
b. Latihan sholat/berdoa
c. Buat jadwal latihan sholat/berdoa
1) ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya
datang lagi” Baik, yang mana yang mau dicoba?”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa
marah yaitu dengan ibadah?”
2) KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik,
yang mana mau dicoba?
“Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik napas
dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak
reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat”.
“Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba
sebutkan caranya (untuk yang muslim).”
3) TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang
ketiga ini?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”.
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau
berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat ....... dan ........ (sesuai
kesepakatan pasien)
“Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak
merasa marah”
“Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita
buat tadi”
“Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol
rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti
sekarang saja, jam 10 ya?”
“Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?”
1) ORIENTASI
“Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur
bantal, bicara yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan
latihan secara teratur?. Coba kita lihat cek kegiatannya”.
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat
yang benar untuk mengontrol rasa marah?”
Berapa macam obat yang Bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam
berapa Bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar pikiran tenang, yang putih ini namanya THP agar rileks, dan
yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah
berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1
sian g, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa minum air putih yang tersedia di ruangan”.
“Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak
obat apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus
diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya
sudah benar? Di sini minta obatnya pada suster kemudian cek lagi apakah
benar obatnya!”
3) TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum
obat yang benar?”
“Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara
minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari?.
Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya”.
“Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak
melaksanakan kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai
jumpa”
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pusdik
SDM Kesehatan
Disusun oleh :
AKBAR NAZUDA
KHGD21003
TA 2021-2022
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN RESIKO
BUNUH DIRI
A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya
untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman
verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri.
Resiko bunuh diri adalah resio untuk menciderai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart, 2006) Bunuh diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan.Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan (Wilson dan Kneisl, 1988). Bunuh diri merupakan
kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan
menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat
ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau percobaan
bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk bunuh diri. Oleh karena itu,
diperlukan pengetahuan dan keterampilan perawat yang tinggi dalam merawat
pasien dengan tingkah laku bunuh diri, agar pasien tidak melakukan tindakan
bunuh diri.
1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasarkan oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan sehingga mendorong seseorang
untuk bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
4. Pohon Masalah
Akibat Kematian Isolasi sosial HDR
D. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada perilaku percobaab
bunuh diri:
1. Resiko bunuh diri
2. Harga diri rendah
3. Koping yang tak efektif
Diskusikan apakah dengan tindakan tersebut masalah yang dialami klien teratasi
SP 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat tindakan yang sudah dilakukan untuk
bunuh diri
Diskusikan dengan klien akibat negatif cara yang dilakukan pada :
- Diri sendiri
- Orang lain
- Lingkungan
Disusun oleh :
AKBAR NAZUDA
KHGD21003
TA 2021-2022
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN WAHAM
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat
atau terus-menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah termasuk
gangguan isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada
di dalam isi pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan
beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita
skizofrenia (Yusuf, 2015)
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien (Aziz R, 2003).
Respon
C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
E. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Proses Pikir: Waham
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap.
c. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar.
d. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
e. Pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar.
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Bantu orientasi realitas.
1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien.
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman.
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari.
4) Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti
membicarakannya.
5) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan
realitas.
c. Diskusikan kebutuhan psikologis atau emosional yang tidak terpenuhi
sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah.
1) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional pasien.
2) Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki.
3) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki.
4) Berdiskusi tentang obat yang diminum.
5) Melatih minum obat yang benar.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien.
c. Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang
dipenuhi oleh wahamnya.
d. Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara
optimal..
2. Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang hal berikut.
1) Cara merawat pasien waham di rumah.
2) Follow up dan keteraturan pengobatan.
3) Lingkungan yang tepat untuk pasien.
c. Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama obat, dosis,
frekuensi, efek samping, akibat penghentian obat).
d. Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan konsultasi
segera.
ORIENTASI:
“Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Ani, saya perawat yang dinas pagi
ini di ruang melati. Saya dinas dari pk 07-14.00 nanti, saya yang akan merawat
abang hari ini. Nama abang siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bang D rasakan sekarang?”
“Berapa lama bang D mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15
menit?” “Dimana enaknya kita berbincang-bincang, bang?”
KERJA:
“Saya mengerti bang D merasa bahwa bang D adalah seorang nabi, tapi sulit
bagi saya untuk mempercayainya karena setahu saya semua nabi sudah tidak
adalagi, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus bang?”
“Tampaknya bang D gelisah sekali, bisa abang ceritakan apa yang bang D
rasakan?”
“O... jadi bang D merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya
hak untuk mengatur diri abang sendiri?”
“Siapa menurut bang D yang sering mengatur-atur diri abang?”
“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur ya bang, juga kakak dan adik abang yang
lain?”
“Kalau abang sendiri inginnya seperti apa?”
“O... bagus abang sudah punya rencana dan jadual untuk diri sendiri”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadual tersebut bang”
“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya abang ingin ada kegiatan diluar rumah
karena bosan kalau di rumah terus ya”
TERMINASI
ORIENTASI
“Assalamualaikum bang D, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus!”
“Apakah bang D sudah mengingat-ingat apa saja hobi atau kegemaran abang?”
“Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi bang D tersebut?”
“Berapa lama bang D mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit
tentang hal tersebut?”
KERJA
“Apa saja hobby abang? Saya catat ya Bang, terus apa lagi?”
“Wah.., rupanya bang D pandai main volley ya, tidak semua orang bisa bermain
volley seperti itu lho B”(atau yang lain sesuai yang diucapkan pasien).
“Bisa bang D ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main volley,
siapa yang dulu mengajarkannya kepada bang D, dimana?”
“Bisa bang D peragakan kepada saya bagaimana bermain volley yang baik itu?”
“Wah..baik sekali permainannya”
“Coba kita buat jadual untuk kemampuan bang D ini ya, berapa kali
sehari/seminggu bang D mau bermain volley?”
“Apa yang bang D harapkan dari kemampuan bermain volley ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan bang D yang lain selain bermain volley?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bang D setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan
kemampuan abang?”
“Setelah ini coba bang D lakukan latihan volley sesuai dengan jadual yang telah
kita buat ya?”
“Besok kita ketemu lagi ya bang?”
“Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Di kamar makan saja, ya
setuju?”
“Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang harus bang D minum, setuju?”
ORIENTASI
“Assalamualaikum bang D.”
“Bagaimana bang sudah dicoba latihan volleynya? Bagus sekali”
“Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu bagaimana kalau sekarang kita
membicarakan tentang obat yang bang D minum?”
“Dimana kita mau berbicara? Di kamar makan?”
“Berapa lama bang D mau kita berbicara? 20 atau 30 menit?
KERJA
“Bang D berapa macam obat yang diminum/ Jam berapa saja obat diminum?”
“ Bang D perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga
tenang”
“Obatnya ada tiga macam bang, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang
merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya
ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam”.
“Bila nanti setelah minum obat mulut bang D terasa kering, untuk membantu
mengatasinya abang Disa banyak minum dan mengisap-isap es batu”.
“Sebelum minum obat ini bang D dan ibu mengecek dulu label di kotak obat
apakah benar nama B tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum,
jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi sebaiknya bang D tidak
menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi dengan
dokter”.
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bang D setelah kita bercakap-cakap
tentang obat yang bang D minum?. Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum
obat?”
“Mari kita masukkan pada jadual kegiatan abang. Jangan lupa minum obatnya dan
nanti saat makan minta sendiri obatnya pada suster”
“Sampai besok.”
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta :
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr.
Amino Gondoutomo.
Salemba Medika
Disusun oleh :
AKBAR NAZUDA
KHGD21003
TA 2021-2022
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN DEFISIT
PERAWATAN DIRI
A. Pengertian
1. Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit
berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
2. Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan,
pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki
tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
3. Ketidakmampuan makan dan minum secara mandiri, ditandai dengan
ketidakmampuan mengambil makan dan minum sendiri, makan
berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pusdik
SDM Kesehatan
Disusun oleh :
AKBAR NAZUDA
KHGD21003
TA 2021-2022
S
t
D. Data Yang Perlu Dikaji
Berikut adalah data yang harus dikaji pada pasien ansietas :
a. Perilaku
Ditandai dengan produktivitas menurun, mengamati dan waspada,
kontak mata minimal, gelisah, pergerakan berlebihan (seperti; foot
shuffling, pergerakan lengan/ tangan), insomnia dan perasaan gelisah.
b. Afektif
Menyesal, iritabel, kesedihan mendalam, takut, gugup, sukacita
berlebihan, nyeri dan ketidakberdayaan meningkat secara menetap,
ketidakpastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri,
perasaan tidak adekuat, ketakutan, khawatir, prihatin dan mencemaskan
c. Fisiologis
Respon fisiologis pada pasien kecemasan tampak dengan adanya suara
bergetar, gemetar/ tremor tangan atau bergoyang-goyang.refleks-refleks
meningkat Eksitasi kardiovaskuler seperti peluh meningkat, wajah
tegang, mual, jantung berdebar-debar, mulut kering, kelemahan, sukar
bernafas vasokonstriksi ekstremitas, kedutanmeningkat, nadi meningkat
dan dilatasi pupil. Sedangkan perilaku pasien akibat respon fisiologis
pada sistem parasimpatis yaitu sering berkemih, nyeri abdomen dan
gangguan tidur. perasaan geli pada ekstremitas, diarhea, keragu-raguan,
kelelahan, bradicardia, tekanan darah menurun, mual, keseringan
berkemih pingsan dan tekanan darah meningkat.
d. Kognitif
Respon kognitif pada pasien ansietas yaitu hambatan berfikir, bingung,
pelupa, konsentrasi menurun, lapang persepsi menurun, Takut terhadap
sesuatu yang tidak khas, cenderung menyalahkan orang lain, sukar
berkonsentrasi, Kemampuan berkurang untuk memecahkan masalah
dan belajar.
E. Diagnosa Keperawatan
Kecemasan
F. Intervensi
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
a. Pasien mampu mengenal ansietas.
b. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi.
c. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi
untuk mengatasi ansietas.
2. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan
agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan
yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah
sebagai berikut.
1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu
pasien.
b. Bantu pasien mengenal ansietas
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan
perasaannya.
2) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas.
3) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas.
4) Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas.
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa
percaya diri.
1) Pengalihan situasi.
2) Latihan relaksasi dengan tarik napas dalam, mengerutkan, dan
mengendurkan otot-otot.
3) Hipnotis diri sendiri (latihan lima jari).
d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas
muncul.
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pusdik
SDM Kesehatan
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Disusun oleh :
AKBAR NAZUDA
KHGD21003
TA 2021-2022
A. Pengertian
3) Restitusi
Merupakan proses yang formal dan ritual bersama teman dan keluarga
membantu menurunkan sisa perasaan tidak menerima kenyataan
kehilangan.
b. Fase jangka panjang
1) Berlangsung selama satu sampai dua tahun atau lebih lama.
2) Reaksi berduka yang tidak terselesaikan akan menjadi penyakit yang
tersembunyi dan termanifestasi dalam berbagai gejala fisik. Pada
beberapa individu berkembang menjadi keinginan bunuh diri,
sedangkan yang lainnya mengabaikan diri dengan menolak makan dan
menggunakan alkohol.
Menurut Schulz (1978), proses berduka meliputi tiga tahapan, yaitu fase
awal, pertengahan, dan pemulihan.
1. Fase awal
Pada fase awal seseoarang menunjukkan reaksi syok, tidak yakin, tidak
percaya, perasaan dingin, perasaan kebal, dan bingung. Perasan tersebut
berlangsung selama beberapa hari, kemudian individu kembali pada perasaan
berduka berlebihan. Selanjutnya, individu merasakan konflik dan
mengekspresikannya dengan menangis dan ketakutan. Fase ini akan
berlangsung selama beberapa minggu.
2. Fase pertengahan
Fase kedua dimulai pada minggu ketiga dan ditandai dengan adanya perilaku
obsesif. Sebuah perilaku yang yang terus mengulang-ulang peristiwa
kehilangan yang terjadi.
3. Fase pemulihan
Fase terakhir dialami setelah tahun pertama kehilangan. Individu
memutuskan untuk tidak mengenang masa lalu dan memilih untuk
melanjutkan kehidupan. Pada fase ini individu sudah mulai berpartisipasi
kembali dalam kegiatan sosial.
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pusdik
SDM Kesehatan
Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
DENGAN KEPUTUSASAAN
Disusun oleh :
AKBAR NAZUDA
KHGD21003
TA 2021-2022
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN
KEPUTUSASAAN DAN KETIDAKBERDAYAAN
A. Pengertian
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang
melihat keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia
dan tidak dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan
tidak dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).
R R S R M
e
e
e u a a
a k
s p s n
k
p r i i
4. Faktor Predisposisi s
o gangguan alam
i e k a
a. Faktor genetik , transimisi perasaan diteruskan melalui
e
garis keturunan. n s h /
k i
s , perasaan marah
b. Berbalik pada diri sendiri i
yang dialihkan l
pada diri
e a
i
sendiri. (kehilangan obyek atau orangh ) sehingga menyalahkan diri D
n
f g e
sendiri. i a
l n p
a y r
n a
n
e
g
g s
a
n
m i
e
m
c. Faktor perkembangan , individu tidak berdaya mengatasi kehilangan.
d. Akibat gangguan perkembangan terhadap penilaian diri ( pesimis ,
tidak berharga , tidak ada harapan )
e. Modal belajar ketidakberdayaan adanya pengalaman kegagalan ,
menjadi pasif dan tidak mampu menghadapi masalah .
f. Modal perilaku karena kurang penguatan positif selama bereaksi
dengan lingkungan .
g. Modal biologi , perubahan kimiawi , defisiensi katekolamin , tidak
berfungsinya endokrin dan hipersekresi kortisol.
5. Faktor Presipitasi
a. Faktor biologis
Ketidak seimbangan metabolisme, kususnya obat anti hipertensi dan
zat adiktif
b. Faktor Psikologis
1) Kehilangan kasih sayang (kehilangan cinta, harga diri )
2) Faktor sosiokultural
3) Kejadian penting dalam kehidupan
4) Banyak peran dan konflik peran
D. Diagnosa
Keputusasaan
Tindakan Kolaborasi
1. Melakukan kolaborasi dengan dokter menggunakan ISBAR dan TBaK.
2. Memberikan terapi dokter (obat) kepada klien: Edukasi 8 benar prinsip
pemberian obat dengan menggunakan konsep safety pemberian obat.
3. Mengobservasi manfaat dan efek samping obat.
(Keliat, 2019)
Azis, R. (2003). Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo.
Keliat, B.A. (2005). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC
Keliat, B.A., et al. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Stuart, G.W. (2016). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 6. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
Disusun oleh :
KHGD20006
HDR SITUASIONAL
A. Pengertian
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi diri negatif terhadap diri sendiri,
penurunan harga rendah ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau
menahun (Keliat dkk, 2011). Menurut NANDA (2015) Harga Diri Rendah
didefinisikan sebagai evaluasi diri negatif yang berkembang sebagai respons diri
terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri pada seseorang yang
sebelumnya memiliki evaluasi diri negatif (Wahyuni, 2017).
Harga diri rendah situasional adalah perasaan diri/ evaluasi diri negatif yang
berkembang sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri
seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif dan bila tidak dapat
diatasi dapat menyebabkan harga diri rendah kronis (Suliswati, 2005).
Harga diri rendah situasional terjadi bila seseorang mengalami trauma yang
terjadi secara tiba-tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, cerai, putus sekolah,
putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi, misalnya korban
pemerkosaan, dituduh KKN, dipenjara secara tiba-tiba (Dalami dkk, 2009).
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Rentang Respon Konsep Diri
Adapun rentang respon gangguan konsep diri: harga diri rendah adalah
transisi antara respons konsep diri adaptif dan maladaptif. Penjabarannya
adalah sebagai berikut.
K G G
Keterangan e a a
t n n
D. i
MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG g PERLU DIKAJI g
d
Masalah keperawatan g sebagai berikut:
yang mungkin timbul adalah g
1. a
Harga diri rendah situasional u u
2. k
Keefektifan koping a a
3. e tubuh
Gangguan citra n n
4. f
Gangguan identitas personal
5. e
Ketidakberdayaan C I
k i d
6. Keputusasaan
t t e
Data yang perlu dikaji untuk klien yang mengalami harga diri rendah
i r n
situasional sebagai berikut.
f a t
1. Data Sujektif:
a i
Contoh:
n T t
“Setelah kaki saya diamputasi saya sudah tidak berharga lagi.”
u a
“Saya tidak mampu menjadi atlet yang dibanggakan keluarga setelah
K b s
kehilangan kaki saya.”
o u
“Saya tidak mampu melakukan peran dan fungsi sebagai kepala
p h P
keluarga lagi.”
i e
2. Data Objektif:
n r
a. Perasaan negatif terhadap diri sendiri
g s
o
n
a
l
b. Menarik diri dari kehidupan
c. Kritik terhadap diri sendiri
d. Destruktif terhap diri sendiri dan orang lain
e. Mudah tersinggung/ mudah marah
f. Produktivitas menurun
g. Penolakan terhadap diri sendiri
h. Keluhan fisik
E. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Harga diri rendah situasional
2. Ketidakefektifan koping
3. Gangguan citra tubuh
4. Gangguan identitas personal
5. Ketidakberdayaan
6. Keputusasaan
2. Tindakan Keperawatan
a. Mendiskusikan harga diri rendah : penyebab, proses terjadinya
masalah, tanda dan gejala dan akibat
b. Membantu pasien mengembangkan pola pikir positif
c. Membantu mengembangkan kembali harga diri positif melalui melalui
kegiatan positif
SP1 Pasien: Asesmen harga diri rendah dan latihan melakukan kegiatan
positif:
1) Bina hubungan saling percaya
a) Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri, panggil pasien
sesuai nama panggilan yang disukai
b) Menjelaskan tujuan interaksi: melatih pengendalian ansietas agar proses
penyembuhan lebih cepat
2) Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan
pengendalian ansietas
3) Bantu pasien mengenal harga diri rendah:
a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya.
b) Bantu pasien mengenal penyebab harga diri rendah
c) Bantu klien menyadari perilaku akibat harga diri rendah
d) Bantu pasien dalam menggambarkan dengan jelas keadaan evaluasi diri
yang positif yang terdahulu
4) Bantu pasien mengidentifikasi strategi pemecahan yang lalu, kekuatan,
keterbatasan serta potensi yang dimiliki
5) Jelaskan pada pasien hubungan antara harga diri dan kemampuan
pemecahan masalah yang efektif
6) Diskusikan aspek positif dan kemampuan diri sendiri, keluarga, dan
lingkungan
7) Latih satu kemampuan positif yang dimiliki
8) Latih kemampuan positif yang lain
9) Tekankan bahwa kegiatan melakukan kemampuan positif berguna untuk
menumbuhkan harga diri positif
SP 2 Pasien : Evaluasi harga diri rendah, manfaat latihan melakukan
kemampuan positif 1, melatih kemampuan positif 2
1) Pertahankan rasa percaya pasien
a) Mengucapkan salam dan memberi motivasi
b) Asesmen ulang harga diri rendah dan kemampuan melakukan kegiatan
positif
2) Membuat kontrak ulang: cara mengatasi harga diri rendah
3) Latih kemampuan positif ke 2
4) Evaluasi efektifitas melakukan kegiatan positif untuk meningkatkan harga
diri
5) Tekankan kembali bahwa kegiatan melakukan kemampuan positif
berguna untuk menumbuhkan harga diri
SPTK Pada Keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga mampu mengenal masalah harga diri rendah pada anggota
keluarganya
b. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami harga
diri rendah
c. Keluarga mampu memfollow up anggota keluarga yang mengalami
harga diri rendah
2. Tindakan Keperawatan
a. Mendiskusikan kondisi pasien: keputusaan, penyebab, proses terjadi,
tanda dan gejala, akibat
b. Melatih keluarga merawat pasien dengan harga diri rendah
c. Melatih keluarga melakukan follow up
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Jiwa. Jakarta : Pusdik
SDM Kesehatan
Stuart, (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi : Lima. Jakarta : EGC
EGC.