Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN JIWA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

Disusun oleh :

Muhammad Kurniawan

S21003/S21A

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2024
A. Gangguan Persepsi Sensori (halusinasi)
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
persepsi sensori adalah perubahan persepsi terhadap
stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,
berlebihan atau terdistorsi (SDKI, 2017) Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa
dimana klien merasakan suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami
perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penciuman (Sutejo, 2017)
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari
luar, suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
ekstren atau
persepsi palsu. (Prabowo, 2014).
2. Etiologi

Menurut Yosep (2014) terdapat dua faktor penyebab terjadinya halusinasi, yaitu:

a. Faktor presdisposisi

1) Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan
lebih rentan terhadap stress.

2) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi sehingga akan merasa disingkirkan,
kesepian, tidak percaya pada lingkungannya, konflik sosial budaya, kegagalan, dan kehidupan
yang terisolasi disertai stress.

3) Faktor Biokimia

Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami
seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak, misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetylchoin dan dopamine.
4) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat
adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien lebih
suka memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

5) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung
mengalami skizofrenia . Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangatberpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi

Menurut Rawlins dan Heacock (dalam Yosep, 2014) dalam hakekatnya seorang individu sebagai
mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-sosio- spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi, yaitu:

1) Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan luar biasa, penggunaan
obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.

2) Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi. Halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup menentang sehingga klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3) Dimensi Intelektual

Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,namun menimbulkan
mengontrol semua perilaku klien.

4) Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial di dalam fase awal dan comforting menganggap

bahwa bersosialisasi nyata sangat membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan

halusinasinya seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.

5) Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, dan
hilangnya aktivitas beribadah. Klien halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya.

3. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap klien serta ungkapan. Menurut

Sutejo (2019) tanda dan gejala klien halusinasu yaitu :

a. Data subjektif

Berdasarkan data subjektif, klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi mengaku bahwa

klien seperti mendengar suara- suara, melihat bayangan, mencium bau-bauan dan merasa takut
atau senang akan halusinasinya.

b. Data objektif

Berdasarkan data objektif, klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi melakukan hal-hal
seperti bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab dan ketakutan pada sesuatu yang
tidak jelas.

4. Patofisiologi

Tahapan halusinasi menurut Depkes RI (2000 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) sebagai
berikut :

1. Tahap I (comforting):

Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi merupakan suatu

kesenangan dengan karakteristik :

a. Klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.

b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas. c. Pikiran dan

pengalaman masih dalam kontrol kesadaran.

Perilaku klien :

a. Tersenyum atau tertawa sendiri.

b. Menggerakkan bibir tanpa suara.


c. Pergerakan mata yang cepat.

d. Respon verbal yang lambat.

e. Diam dan berkonsentrasi.

2. Tahap II (Condeming):

Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipasti

dengan karakteristik :

a. Pengalaman sensori menakutkan.

b. Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut.

c. Mulai merasa kehilangan kontrol.

d. Menarik diri dari orang lain.

Perilaku klien :

a. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.

b. Perhatian dengan lingkungan berkurang.

c. Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.

d. Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.

3. Tahap III (Controlling):

Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi dengan

karakteristik :

a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya

(halusinasi).

b. Isi halusinasi menjadi atraktif.

c. Kesepian bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku klien :

a. Perintah halusinasi ditaati.

b. Sulit berhubungan dengan orang lain.


c. Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik.

d. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.

4. Tahap IV (Conquering):

Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik. Karakteristiknya yaitu suara atau

ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti.

Perilaku klien :

a. Perilaku panik.

b. Resiko tinggi mencederai.

c. Agitasi atau kataton.

d. Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

5. Pemeriksaan penunjang

Untuk mengetahui penyebab halusinasi, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang,

seperti:

a. Tes darah dan urine, untuk mendeteksi infeksi atau penyalahgunaan alkohol dan NAPZA

b. EEG (elektroensefalogram), untuk memeriksa aktivitas listrik otak sehingga terlihat apakah
halusinasi disebabkan oleh epilepsi

c. Pemindaian CT scan dan MRI, untuk mendeteksi stroke dan kemungkinan adanya cedera atau
tumor di otak

6. Pengobatan

Penanganan halusinasi akan disesuaikan dengan penyebabnya. Apabila disebabkan oleh


penyakit serius seperti tumor otak, maka akan dilakukan intervensi medis berupa farmakoterapi,
operasi, radiasi, atau terapi pisau gamma (gamma knife) untuk mengatasi kondisi tersebut.
Penanganan halusinasi akan disesuaikan dengan penyebabnya. Apabila disebabkan oleh penyakit
serius seperti tumor otak, maka akan dilakukan intervensi medis berupa farmakoterapi, operasi,
radiasi, atau terapi pisau gamma (gamma knife) untuk mengatasi kondisi tersebut. Sementara itu,
jika penyebab halusinasi adalah gangguan mental, epilepsi, atau migrain, maka dokter umumnya
akan meresepkan obat-obatan. Pada pasien dengan gangguan mental, biasanya dokter juga akan
merekomendasikan terapi perilaku kognitif.
C. Asuhan Keperawatan
1. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul
a. Gangguan Persepsi Sensori (D.0085)
b. Isolasi Sosial menarik diri (D. 0121)

2. Diagnosa Keperawatan ( berdasarkan SDKI)


a. Gangguan persepsi sensori (D.0085)
Definisi : Perubahan presepsi stimulasi baik internal maupun eksternal yang disertai
dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistrosi.
b. Isolasi Sosial (D. 0121)
Definisi: Ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat, terbuka, dan
interdependen dengan orang lain.

3. Rencana Asuhan Keperawatan ( tujuan dan kriteria hasil menggunakan SLKI dan intervensi
berdasarkan SIKI)

No Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan & KH (SLKI) Intervensi (SIKI)


1. Gangguan persepsi sensori (D.0085) Setelah dilakukan Manajemen Halusinasi
Gejala & Tanda Mayor : Subjektif : tindakan keperawatan (I.09288)
selama ..x..jam .Maka di 1. Observasi
1. Mendengar suara bisikan atau melihat harapkan  Monitor perilaku yang
bayangan Persepsi sensori mengidinkasi
2. Merasakan sesuatu melalui indrera membaik (L.09083) halusinasi
perabaan,penciuman,penglihatan atau dengan kriteria hasil :  Monitor dan sesuaikan
pengecapan tingkat aktivitas dan
 Verbalisasi mendengar stimulasi lingkungan
Objektif :
bisikan dengan skor 5  Monitor isi halusinasi
1. Distorsi sensori yaitu menurun (mis.Kekerasan atau
2. Respons tidak sesuai  Distorsi sensori dengan membahayakan diri)
3. Bersikap seolah skor 5 menurun
melihat,mendengar,mengecap,merab  Perilaku Halusinasi 2. Terapeutik
a, atau mencium sesuatu seperti Menarik  Pertahankan
diri,Melamun,Curiga lingkungan yang aman
Gejala dan tanda Minor :
dan Mondar-mandir  Lakukan tindakan
Subjektif :
1. Menyatakan kesal dengan angka 5 yaitu keselamatan ketika
menurun tidak dapat
Objektif :  Respons sesuai mengontrol perilaku

1. Menyendiri stimulus, Konsentrasi (mis. Limit

2. Melamun dan orientasi dapat setting,pembatasan

3. Konsentrasi buruk membaik dengan skor wilayah,pengekangan

4. Disorentasi waktu,tempat, orang 5 fisik,seklusi)

atau situasi  Diskusikan perasaan

5. Curiga dan respons terhadap

6. Melihat ke satu arah halusinasi

7. Mondar-mandir  Hindari perdebatan


8. Bicara sendiri tentang validitas
halusinasi

3. Edukasi
 Anjurkan memonitor
sendiri situasi
terjadinya halusinasi
 Anjurkan bicara pada
orang yang dipercaya
untuk memberi
dukungan dan umpan
balik korektif terhadap
halusinasi
 Anjurkan melakukan
distraksi (mis.
Mendengarkan
musik,melakukan
aktivitas, dan teknik
relaksasi)
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
mengntrol halusinasi

4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat antipsikotik dan
positif pada
setiap
peningkatan
kemampuan

3. Edukasi
 Anjurkan
berinteraksi dengan
orang lain secara
bertahap
 Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
 Anjurkan berbagi
pengalaman
dengan orang lain
 Anjurkan
meningkatkan
kejujuran diri dan
hak orang lain
 Anjurkan

membuat
perencanaan
kelompok kecil
untuk kegiatan
khusus
 Latih bermain
peran untuk

meningkatkan
keterampilan
komunikasi
 Latih
mengekspresika
n marah dengan
tepat

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, I. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa (Cetakan kedua ed.). Bandung: PT


Refika Adimata.
Depkes, RI. 2018. Hasil Riskesdas 2018. Departemen Kesehatan Republik Indonesia:
(Online). Diakses pada 18 Januari 2020.
Dermawan, D., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep Dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Direja, & Surya, A. H. (2011). Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: PT Nuha
Medika.
Kanine, E. (2018). Manajemen Kasus Spesialis Pada Klien Skizofrenia Dengan
Halusinasi Menggunakan Pendekatan Konsepsual Model Interpersonal Peplau Dan
Model Stres Adaptasi Stuart Di Ruang Utari. Depok. (Online). Diakses pada 11 Februari
2020. Kristina, C. (2019).
Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. Y dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
Pendengaran di Ruang Kuantan Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Pekanbaru.
Diakses pada 11 Februari 2020
. Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai