Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

Disusun oleh :

REVI NUR RISTANTI

P1337420922133

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SEMARANG

2022
A. DEFINISI
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu. Halusinasi adalah persepsi
sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera.
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya
rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari
luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap
rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat
dibuktikan.
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi
palsu.Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun
tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut.
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah.
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. MACAM-MACAM HALUSINASI
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidung
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
7. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. PENYEBAB
 FAKTOR PREDIPOSISI
Factor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang
dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

 FAKTOR PRESIPITASI
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi
terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara
ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol
kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon
verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka
menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan
sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut
apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien
menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam
gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu
singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika
tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu
merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (Apa yang dilihat, didengar atau
dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi.
E. AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1.      Memperlihatkan permusuhan
2.      Mendekati orang lain dengan ancaman
3.      Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4.      Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5.      Mempunyai rencana untuk melukai
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal
ini terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami
panic dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar
kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi
ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak
lingkungan. Tanda dan gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan
kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1) Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa
pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara
fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati
klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan
dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,
majalah dan permainan.
2) Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
3) Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga klien atau orang lain
yang dekat dengan klien.
4) Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan yang sesuai
5) Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
klien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi
bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan menyibukkan
diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar
tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak
bertentangan.
Psikofarma:
1. Anti psikotik:
a.      Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
b.      Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
c.      Stelazine
d.      Clozapine (Clozaril)
e.      Risperidone (Risperdal)
2. Anti parkinson:
a.  Trihexyphenidile
b.     Arthan
3. Obat anti depresi : Amitripilin
4. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
5. Obat anti insomnia : Phneobarbital

G. POHON MASALAH
Resiko mencederai diri sendiri,Orang lain dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran

Isolasi sosial menarik diri

H. ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI


PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis,
biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b) Konsep diri
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
b) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik
dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok,
lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy
farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
MASALAH
Daftar masalah keperawatan
a) Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b) Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c) Isolasi sosial : menarik diri
ANALISA DATA
N
Data Subyektif Data Obyektif
o
1. Klien mengatakan melihat atau Tampak bicara dan ketawa sendiri.
mendengar sesuatu. Klien tidak mampu Mulut seperti bicara tapi tidak keluar
mengenal tempat, waktu, orang. suara.
Berhenti bicara seolah mendengar atau
melihat sesuatu. Gerakan mata yang
cepat.

2. Klien mengatakan merasa kesepian. Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
Klien mengatakan tidak dapat Tidak konsentrasi dan pikiran mudah
berhubungan sosial. beralih saat bicara.
Klien mengatakan tidak berguna. Tidak ada kontak mata.
Ekspresi wajah murung, sedih.
Tampak larut dalam pikiran dan
ingatannya sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.

3. Klien mengungkapkan takut. Wajah klien tampak tegang, merah.


Klien mengungkapkan apa yang dilihat Mata merah dan melotot.
dan didengar mengancam dan Rahang mengatup.
membuatnya takut. Tangan mengepal.
Mondar mandir.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
FOKUS INTERVENSI HALUSINASI
Menurut Rasmun (2001:43-48) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana tindakan
dari diagnosa utama : resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi adalah sebagai berikut :
Tujuan umum:
1. Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
Tujuan khusus
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Kriteria evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa tenang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk
berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2) Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan
interaksi selanjutnya.
TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya
halusinasi.
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
2) Intervensi
a) Adakan sering dan singkat secara bertahap.

Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling percaya juga
dapat memutuskan halusinasinya.
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara dan
tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman
bicara.
Rasional :
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam
melakukan intervensi.
c) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
- Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang
di dengar.
– Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
– Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
– Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.
– Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor timbulnya
halusinasi.
d) Diskusikan dengan klien tentang :
– Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
– Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau
jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah
tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
e) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya.
b) Klien dapat menyebutkan cara baru.
c) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien.
d) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasi.
e) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
2) Intervensi
a) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :
– Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi muncul.
– Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain
untuk
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
– Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
– Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional :
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
d) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus halusinasi
secara
bertahap, misalnya dengan :
– Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
– Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
– Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).
– Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
– Mencari teman untuk ngobrol.
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah
satu cara untuk mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri
klien.
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya
dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilih.
f) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita
dan stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat
halusinasi.
TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
1) Kriteria evaluasi
a) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan unutk
mengendalikan halusinasi.
2) Intervensi
a) Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama, tujuan
pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan
interaksi selanjutnya.
b) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga.
Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
c) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
– Pengertian halusinasi
– Gejala halusinasi yang dialami klien.
– Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
– Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya : beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
– Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi
tidak
terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah
pengetahuan keluarga cara merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah
halusinasi.
TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
1) Kriteria evaluasi
a) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping
obat.
b) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
d) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.
e) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
2) Intervensi
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta
manfaat minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien
melaksanakan program pengobatan.
b) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
c) Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping
obat yang dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan
setelah minum obat.
d) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar
obat, benar waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk
pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

(Sundeen and Stuart 2013)

Sundeen, and Stuart. 2013. Keperawatan Jiwa. Edisi 6. Jakarta: EGC.

(Sutejo 2019)

Sutejo. 2019. Keperawatan Jiwa : Konsep Dan Praktik Asuhan Keperawatan


Jiwa Gangguan Jiwa Dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai