Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS KELOLAAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Nn. N DENGAN MASALAH UTAMA


HALUSINASI DI RUANG ONGKO WIJOYO RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR.
AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

Oleh :
WIJI RAHAYUNINGTYAS
NIM. P1337420616012

ROGRAM STUDI D IV KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2019
LAPORAN KASUS KELOLAAN

A. Judul : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Nn. N DENGAN MASALAH


UTAMA HALUSINASI DI RUANG ONGKO WIJOYO RUMAH SAKIT JIWA
DAERAH AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG
B. Ringkasan Kasus
Klien Nn. N masuk RSJD Amino Gondohutomo dibawa oleh keluarganya karena
berperilaku aneh, tidak dapat tidur, teriak-teriak dan mencabuti rambutnya sendiri.
Sebelumnya, klien Nn. N sudah pernah dirawat di RSJD Amino Gondohutomo kira-kira 1
tahun yang lalu karena keluhan yang sama. Klien masuk RSJD Amino Gondohutomo lagi
pada bulan januari 2019 karena keluhan yang sama dan diperbolehkan pulang pada 5
februari 2019. Namun pada saat diijinkan pulang kerumah, dokter mengurangi dosis obat
Nn. N sehingga setelah 17 hari klien berada dirumah, klien memperlihatkan perilaku
RPK terhadap diri sendiri dan mengalami halusinasi auditori serta kecemasan yang
berlebihan. Keluarga klien membawa klien ke RSJD Amino Gondohutomo untuk dirawat
kembali.
Pada saat klien dibawa masuk RSJD Amino Gondohutomo, klien terlihat
kebingungan dan menunjukkan kecemasan yang berlebihan untuk memulai tidur. Klien
mengatakan mengalami mimpi buruk meninggal dunia beberapa kali, sehingga klien
takut untuk memulai tidur. Klien menunjukkan perilaku RPK dengan mencabuti
rambutnya sendiri karena klien merasa pusing dan kepalanya panas, jika klien mencabuti
rambut pusingnya akan menghilang. Klien juga mengalami halusinasi auditori dengan
jalan-jalan kesana kemari tanpa henti karena menurut klien ada yang membisikkan
ketelinga klien untuk terus berjalan.

C. BAB I : Konsep teori dan Kerangka Berfikir


A. Pengertian

Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat kesadaran individu itu penuh dan baik.Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada
saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.Klien merasa
melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu
rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. Jenis-Jenis Halusinasi

1. Pendengaran

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang.Suara berbentuk


kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi.Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

2. Penglihatan

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar


kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.

3. Penghidu

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan.Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.

4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

5. Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

6. Kenesthetik

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan
atau pembentukan urine.

7. Kinisthetik

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. Faktor Predisposisi dan Presipitasi

1. Faktor Prediposisi

Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:

a. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon


neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:

1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih


luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan


dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.

3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya


atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi
otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

b. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan


kondisi psikologis klien.Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:


kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007),
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

D. Menifestasi Klinis

1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan

Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,


kesepian.Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress.Cara ini menolong untuk
sementara.Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya,
namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase Kedua / comdemming

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan


eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran internal
menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang
tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu
mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan
tidak bisa membedakan dengan realitas.

3. Fase Ketiga / controlling

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa


dan tak berdaya pada halusinasinya.Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik
: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien.
Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa
menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu
mematuhi perintah.

4. Fase Keempat / conquering/ panic

Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang
lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang
menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi
kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba
marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati
sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang
dilihat, didengar atau dirasakan).

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik


Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati klien, bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di
ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat
yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi
masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
klien atau orang lain yang dekat dengan klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan klien
ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Klien diajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan


Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari
percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-
laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak membiarkan
klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
6. Psikofarma
a. Anti psikotik:
1.) Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
2.) Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
3.) Stelazine
4.) Clozapine (Clozaril)
5.) Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson:
1.) Trihexyphenidile
2.) Arthan
c. Obat anti depresi : Amitripilin
d. Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam, Clobozam
e. Obat anti insomnia : Phneobarbital

F. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi


3. Isolasi sosial : menarik diri

D. BAB II : Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
a. Identitas Klien
Nama : Nn. N
No.RM : 00105702
TTL : Demak, 20-12-1996, umur : 22 tahun 3 bulan 12 hari
Agama : Islam
Nama Ayah : Tn. M
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA/sederajat
Alamat : Demak

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. M
Hubungan : kakak kandung klien
Penanggung Jawab : BPJS Kesehatan-mandiri
c. Alasan Masuk
Klien tidak dapat tidur, gelisah, dan mencabuti rambutnya sendiri
d. Faktor Presipitasi dan Predisposisi
Presipitasi : Klien mempunyai riwayat gangguan jiwa sebelumnya. Pernah
bermimpi meninggal dunia.
Predisposisi : Kakak klien menikah, sehingga klien tidak dapat tidur, teriak-
teriak, dan menangis
e. Pengkajian Fisik
 Keadaan Umum : compos mentis, GCS : 15
 Vital Sigh :
TTV: 108/71 mmHg
Nadi: 117x/menit
Suhu: 370 C
RR: 22x/menit
 Pemeriksaaan Fisik
BB : 42 Kg, TB : 150 cm
 Keluhan fisik : tidak ada

f. Pengkajian Psikososial
1) Genogram
: meninggal dunia
: laki-laki
: perempuan
: klien
: tinggal serumah
Klien anak ke-3 dari 3 bersaudara, kakak pertama klien laki-laki sudah
menikah dan mempunyai 2 anak. Kakak kedua klien perempuan dan sudah
menikah. Klien tinggal 1 rumah bersama ayah dan ibunya. Terkadang
kakak kedua klien tinggal bersama klien, terkadang tinggal dirumah suami.
Pada keluarga besar klien, tidak ada yang menderita gangguan jiwa
sebelumnya.
2) Konsep diri
a. Gambaran diri : klien tidak mengalami cacat fisik, walaupun
tubuhnya pendek tetapi klien tetap menerimanya.
b. Identitas diri : klien berjenis kelamin perempuan berusia 22
tahun. Klien senang menjadi seorang perempuan.
c. Peran : klien tidak dapat berinteraksi sebagai mana anak
remaja lainnya, namun klien masih mau membantu ayah ibunya untuk
bekerja. Klien anak yang pendiam dan suka menyendiri daripada
berbincang dan bermain bersama oranglain.
d. Ideal diri : klien mengatakan ingin sembuh dari sakit yang
dialaminya
e. Harga diri : klien pasif dan hipoaktif. Jika klien tidak ditanya,
maka klien tidak memulai percakapan.
3) Hubungan social
a. Orang yang berarti adalah ibu dan kakak. Klien menganggap semua
keluarganya adalah orang yang berarti, namun klien lebih sering
bercerita kepada kakak perempuannya dan ibunya.
b. Peran serta kegiatan kelompok/masyarakat : tidak ada. Klien tidak
mengikuti kegiatan dilingkungannya seperti karang taruna atau yang
lainnya karena klien tidak menyukai hal tersebut. Namun jika ada
saudara atau tetangga dekatnya mengadakan syukuran atau hajatan,
klien datang dan sedikit membantu diacara tersebut.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : terganggu, karena klien
lebih sering diam dan tidak suka memulai percakapan. Diwaktu luang,
klien suka mengisi waktu dengan menyanyi dan mengaji
4) Nilai, keyakinan, dan spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Islam
b. Kegiatan Ibadah : jika sedang tenang klien sholat tetapi saat sedang
kambuh tidak.
g. Status mental
1) Penampilan Umum : pemakaian pakaian tidak rapi, rambut masih keluar-
keluar dari jilbab.
2) Pembicaraan : lirih dan lambat
3) Aktivitas Motorik : lesu
4) Alam Perasaan : malas, sedih, kuatir
5) Afek dan emosi : tumpul
6) Interaksi Selama Wawancara: pasif, menunujukkan ketidakberminatan.
Tetapi klien menjawab sesuai pertanyaan
7) Persepsi: halusinasi pendengaran, merasa ada yang membisikkan untuk
mencabut rambut. Halusinasi penglihatan, klien mengatakan melihat
pocong saat menutup mata dikamar mandi. Pada saat dirumah klien juga
sering melihat hantu-hantu yang hanya dilihat oleh klien.
8) Proses Pikir: blocking, pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan
eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
9) Isi Pikir: klien takut melihat halusinasi hantu dan klien takut untuk
memulai tidur karena sering bermimpi meninggal dunia.
10) Tingkat Kesadaran dan Orientasi: kadang klien merasa bingung dan
tatapannya kosong
11) Memori: klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang (1 bulan
yang lalu) karena pada saat dikaji kejadian yang sudah lama klien
mengatakan lupa.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung: perlu dibimbing dan dihindarkan dari
hal-hal yang dapat menganggu fokus.
13) Kemampuan penilaian: gangguan ringan. Klien merasa ragu-ragu pada
saat menilai sesuatu
14) Daya tilik diri: mengingkari penyakit yang diderita. Klien merasa tidak
sadar pada saat melakukan hal-hal aneh seperti mencabuti rambut, cemas,
dan yang lainnya.
h. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Kemampuan klien memenuhi kebutuhan: klien dapat makan, minum, ganti
baju, mandi, transportasi secara mandiri
2) Kegiatan hidup sehari-hari
a. Perawatan diri: Klien dapat mandi, kebersihan, makan, BAB dan BAK
serta ganti pakian secara mandiri
b. Nutrisi: Klien puas dengan makanan rumah sakit, klien makan
bersama dengan pasien lain, klien makan 3x dalam sehari, nafsu
makan menurun, BB: 40 kg
c. Klien mengalami gangguan tidur, klien sulit untuk memulai tidur
karena klien takut bermimpi buruk.
3) Kemampuan klien dalam hal-hal berikut:
Klien dapat mengantisipasi kehidupannya, dapat memutuskan mana yang
benar dan salah secara mandiri, rajin dalam meminum obat.
4) Klien memiliki system pendukung: keluarga selalu mensupport klien
5) Kegiatan produktif: Klien membantu ibu menjaga konter pulsa dan
warung jajanan dirumah.
i. Mekanisme Koping
Saat ini klien bereaksi baik pada petugas medis dan menerima dengan ikhlas
keadaannya sekarang. Pasien tenang tetapi tatapan sering kosong dan melamun.
j. Pengetahuan
Klien mengerti tentang gangguan jiwa, dapat mengontrol dirinya sendiri
k. Aspek medis
1) Diagnose medis: skizofrenia tak terinci
2) Terapi yang diberikan: Quetiapine 2x200 mg, Clozapine 2x25 mg,
Divalpi 2x250 mg, ECT ke-6
2. Analisi Data
Tgl/Ja
Data Fokus Masalah Paraf
m
1 April DS: klien mengatakan kepala merasa Halusinasi
2019 panas dan pusing. Klien juga
13.30
mengatakan pernah melihat pocong
WIB
pada saat menutup mata.
DO:
- Suhu tubuh klien normal 370C
- Klien menutup mata dan membaca
“astaghfirullah”
- Klien ketakutan pada saat melihat
pocong
1 April DS: Harga Diri
- Klien mengatakan lebih suka diam
2019 Rendah
13.30 daripada ngobrol
WIB DO:
- Klien tidak memulai berbicara ketika
tidak ditanya
- Pandangan klien kosong

1 April DS: Resiko Perilaku


- Klien mengatakan ketika kepala
2019 Kekerasan
13.30 pusing dan terasa panas, klien
WIB mencabuti rambutnya dan merasa
nyaman
DO:
- Rambut klien banyak yang rontok
- Rambut klien dipotong lebi pendek
dari sebelumnya
- Rambut klien acak-acakan tidak diikat

3. Diagnose keperawatan:
Halusinasi
Harga diri rendah
Resiko perilaku kekerasan
4. Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (RPK)

Halusinasi

Harga Diri Rendah

5. Rencana tindakan keperawatan


Tgl/Ja Diagnosa Rencana Keperawatan
Tujuan Tindakan Rasional
m Keperawata
n
1 April Halusinasi TUM : klien dapat 1. Membina 1. Hubungan saling
2019 mengontrol dan hubungan saling percaya
13.30
mengenali percaya. merupakan dasar
WIB halusinasinya. 2. Bantu klien untuk
TUK: mengenali memperlancar
1.Klien dapat halusinasinya hubungan interaksi
3. Melatih pasien
mengenali selanjutnya.
mengontrol 2. Agar klien dapat
halusinasi yang
halusinasi dengan menentukan kapan
dialaminya
2.Klien dapat SP1 menghadik melakukan hal
4. SP 2 Meminum
mengontrol yang dapat
obat secara
halusinasinya menghilangkan
3.Klien mengikuti teratur
halusinasi
5. SP 3 Becakap-
program 3. Agar klien dapat
cakap dengan
pengobatan secara fokus dan yakin
orang lain
optimal bahwa yang
6. SP 4 Melakukan
dilihat/didengarny
aktivitas yang
a tidak nyata
terjadwal
4. Untuk
memfokuskan
klien agar tidak
melamun
5. Membuat klien
memiliki kegiatan
agar tidak
memikirkan hal-
hal yg dapat
menimbulkan
halusinasi
6. Agar klien dapat
mengendalikan
halusinasi dengan
obat untuk
menekan fungsi
syaraf.
6. Catatan Keperawatan
Tgl/Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
Keperawata
n
1 April Halusinasi Membina hubungan S: Klien mengatakan
2019 saling percaya dan dibawa kerumah sakit
14.00
mengkaji klien untuk dapat oleh keluarganya karena
WIB
menentukan intervensi tidak dapat tidur dan
yang akan dilakukan. mencabuti rambutnya
DS: klien mengatakan klien
sendiri
dibawa kerumah sakit
O:
karena tidak dapat tidur
-klien terlihat tidak
dan mencabuti rambutnya
nyaman ketika ditanya-
sendiri.
tanya
DO:
-klien hanya menjawab -klien hanya menjawb
pertanyaan seadanya pertanyaan seadanya
-klien masih pasif, ketika
-klien sering mengatakan
tidak ditanya, klien tidak
“lupa” saat ditanya
memulai percakapan
mengenai kejadian
dimasa lalu
A: halusinasi
P: Lanjutkan intervensi
SP 1 identifikasi
halusinasi dan cara
menghardik
2 April Halusinasi Melakukan Sp 1, S: Klien mengatakan
2019 mengidentifikasi halusinasi terkadang melihat hantu
14.00
dan cara menghardik dan bayangan-bayangan.
WIB
halusinasi Tetapi sekarang sudah
DS : klien mengatakan
jarang. Sudah tidak
pernah melihat pocong
mendengar bisikan-
dikamar mandi Ruang
bisikan.
UPIP, hal yang dilakukan O:
klien membaca - ekspresi bingung,
astaghfirullah dengan tatapan kosong, sulit
memencet bagian bawah berkonsentrasi, bicara
ibu jarinya. lambat, dapat
DO:
mempraktikkan SP 1
-Klien memperagakan
dengan benar.
tindakan yang dilakukan
- klien sudah dapat tidur
saat terjadi halusinasi
malam dengan nyenyak
penglihatan
A: halusinasi
P: Lanjutkan intervensi
SP 2, lakukan bercakap-
cakap dengan orang lain
2 April Halusinasi Melakukan Sp 2, S: Klien mengatakan
2019 mengajarkan klien mengerti mengenai
14.00
mengenai obat. waktu, cara, dan warna
WIB DS : klien mengatakan
obat yang diberikan
klien memiliki 4 obat,
kepada klien.
berwarna kuning, putih
O:
besar, putih kecil, ungu
- klien dapat mengulangi
DO:
-Klien dapat menyebutkan apa yang sudah diajarkan
obat dengan benar - klien dapat
- klien dapat menyebutkan
menyebutkan cara,
waktu, cara, warna, dan
waktu, dan warna obat
jumlah obat yang harus
yang diberikan kepada
diminum.
klien.
- klien menyatakan mau
untuk meminum obat
secara teratur.
A: halusinasi
P: Lanjutkan intervensi
SP 3, lakukan bercakap-
cakap dengan orang lain
3 April Halusinasi Melakukan SP 3, S: klien bercerita tentang
2019 melakukan percakapan kesehariannya dirumah
10.20
secara terus-menerus seperti menjaga toko,
WIB
diwaktu luang klien agar berjualan pulsa, dan
klien tidak melamun dan menjaga keponakannya.
hanya berdiam diri Pada saat dikamar sudah
DS: klien mengatakan hal-
mulai mengobrol dengan
hal yang ditanyakan dan
teman sekamarnya.
bercerita mengenai O:
-klien dapat
kegiatan dan kesukaannya
menyebutkan harga-
dirumah.
DO: harga pulsa dan barang
-klien mulai dapat
yang dijual
menceritakan tentang -klien mulai dapat
dirinya membuka pembicaraan
-klien sudah mulai dapat -klien menonton tv saat
membuka diri waktu luang dirumah
sakit dan berbincang
dengan perawat
praktikan yang tugas jaga
A: Halusinasi
P: lanjutkan intervensi
-terapkan SP 3, buat
aktivitas terjadwal
-terapkan SP 4, minum
obat teratur

E. BAB III : Pembahasan Kasus


Pada tanggal 01 april 2019, dilakukan pengkajian pada klien Nn. N dan didapatkan
data bahwa alasan masuk klien dibawa ke RS adalah klien tidak dapat tidur, sering
melihat penampakan hantu-hantu dirumah yang hanya dilihat oleh klien, dan mencabuti
rambutnya sendiri secara berlebihan pada saat klien merasa kepalanya panas dan pusing.
Klien mengatakan merasa takut untuk tidur karena sebelumnya beberapa kali bermimpi
buruk meninggal dunia. Data tersebut sesuai dengan teori menurut Direja (2011) yaitu
salah satu data subyektif dari halusinasi penglihatan yaitu klien melihat bayangan, sinar
bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat hantu atau monster. Factor predisposisi
didapatkan data bahwa klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, pengobatan
sebelumnya kurang berhasil karena pada saat dosis obat klien diturunkan klien
mengalami kekambuhan dan harus dirawat kembali karena kecemasan yang berlebihan,
mendengar dan melihat hantu, juga mencabuti rambutnya sendiri. Menurut pengakuan
klien, klien tidak pernah mengalami aniaya fisik maupun seksual dan dalam keluarga
klien belum ada yang mengalami gangguan jiwa sebelumnya. Sedangkan menurut Kelliat
(2011) faktor prediposisi dipengaruhi oleh factor perkembangan, sosiokultural, biokimia,
psikologis dan genetic atau pola asuh. Namun, berdasarkan dari data yang didapat dari
klien, teori tersebut tidak sesuai karena factor predisposisi lebih dipengaruhi oleh fakror
individu atau diri sendiri dan lingkungan. Klien orang yang pendiam dan cenderung
menarik diri dari sosialisasi sosial sehingga jika ada masalah klien hanya diam dan
memendamnya sendiri. Factor presipitasi yang menyebabkan klien kambuh kembali
adalah dosis obat klien yang diturunkan dan kakak klien menikah sehingga dirumah klien
ramai dan membuat klien tidak nyaman. Hasil pemeriksaaan fisik didapatkan TTV:
108/71 mmHg, Nadi: 117x/menit, Suhu: 37 0 C, RR: 22x/menit dengan tinggi badan 150
cm, dan berat badan 40 kg. klien mengatakan tidak mengalami keluhan nyeri. Data
tersebut menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami kelainan fisik. Pengkajian
psikososial didapatkan data bahwa klien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dan
didalam keluarga tersebut tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami gangguan
jiwa.

Hubungan social klien didapatklan data orang yang berarti bagi klien adalah ibu
dan kakaknya, saat di rumah klien tidak mengikuti kegiatan karang taruna, klien
membantu bekerja dengan menjaga konter pulsa dirumah, klien adalah seorang muslim,
klien menjalankan sholat 5 waktu dan seringkali mengisi waktu luang dengan mengaji.
Pengkajian status mental klien didapatkan data klien berpenampilan kurang rapi, rambut
tidak diikat tetapi memakai jilbab, kancing baju semuanya terkancing, pakaian klien
sesuai dengan seragam di bangsal. Pembicaraan lambat dan seadanya. Klien dapat
menceritakan apa yang dirasakan namun mempertahankan kontak mata saat diajak bicara.
Afek klien tumpul, karena klien bereaksi jika diberikan stimulus yang kuat. Interaksi
selama wawancara klien berbicara dengan lambat dan sulit mempertahankan kontak
mata.

Pengkajian persepsi didapatkan data bahwa klien mengatakan kadang-kadang


masih melihat mahluk besar dan menakutkan. Saat halusinasi kambuh klien akan
beristighfar dan memencet bagian bawah jempol tangan. Pengkajian proses piker
didapatkan data saat berbicara klien menjawab dengan lambat dan hanya menjawab
seadanya. Isi pikir didapatkan data klien takut saat melihat mahluk besar dan takut tidur
karena mimpi buruk. Tingkat kesadaran klien adalah klien sadar, klien mampu
menyebutkan waktu, dan dimana ia sekarang. Memori klien didapatkan data bahwa klien
lupa kejadian beberapa bulan lalu dan tindakan klien pada saat kambuh. Klien sulit
berkonsentrasi saat diajak bicara, mampu menjawab pertanyaan dengan benar namun
berbicara dengan lambat, klien mampu berhitung pertanyaan yang diberikan perawat.
Terapi obat yang didapat klien diantaranya adalah Quetiapine 2x200 mg, Clozapine 2x25
mg, Divalpi 2x250 mg, ECT ke-6

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah resiko tinggi perilaku kekerasan,


perubahan persepsi sensori : halusinasi, dan harga diri rendah kronis. Berdasarkan data
pengkajian yang telah dilakukan pada tanggan 1 april 2019, didapatkan data fokus yang
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa. Data subyektif didapatkan klien
mengatakan sering melihat hantu dan menakutkan, klien mengatakan susah tidur karena
mimpi meninggal dunia. Data obyektif didapatkan bahwa klien beristghfar dan
memperagakan tindakannya saat melihat hantu dengan memencet bagian bawah jempol
tangannya.

Setelah dilakukan pengkajian dan penegakan diagnosa, langkah selanjutnya adalah


menyusun rencana atau intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan
dibuatoleh perawat untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan kesehatan.
Rencana asuhan keperawatan terdiri dari 4 strategi pelaksanaan (SP), yaitu rencana
tindakan SP1 yaitu menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan cara untuk
menghardik, meminta klien untuk memperagakan ulang, memantau penerapan
menghardik halusinasi, dan menguatkan perilaku klien. Rencana tindakan untuk SP2
yaitu menggunakan obat secara teratur dan menjelaskan tentang guna obat, akibat bila
putus obat, cara mendapatkan obat atau berobat, dan cara menggunakan obat dengan 5
benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu dan benar dosis). Rencana
tindakan untuk SP3 yaitu bercakap-cakap dengan orang lain. Rencana tindakan SP4 yaitu
melakukan kegiatan yang terjadwal, dengan melakukan aktivitas maka tidak akan banyak
waktu luang yang dapat mencetuskan terjadinya halusinasi. (Keliat dalam Afnuhazi,
2015).

Implementasi adalah melakukan intervensi yang telah disusun dan diidentifikasi di


dalam asuhan keperawatan, dalam melakukan implementasi, saya hanya melakukan
sampai SP 3 saja karena klien mengatakan merasa lebih nyaman menonton tv dan
melakukan aktivitas seadanya tanpa dijadwalkan sehingga tidak perlu dijadwal serta
tindakan tidak sesuai dengan intervensi karena implementasi dilakukan sesuai dengan
kondisi klien saat ini. Hal pertama yang saya lakukan adalah pada hari senin, 01 april
2019 dengan membina hubungan saling percaya, mendiskusikan perihal isi halusinasi,
frekuensi, waktu, penyebab dan respon klien saat halusinasi muncul, selanjutnya di hari
yang berbeda selasa, 02 april 2019 saya mengajarkan cara untuk menghardik halusinasi
dengan meyakinkan dalam hati bahwa hal-hal yang dilihat klien tidak nyata. Hal ini
bertujuan untuk mengontrol halusinasi. Selanjutnya saya meminta klien untuk
mengulangi cara meghardik dengan meyakinkan di dalam hati bahwa hal-hal yang dilihat
klien tidak nyata, dan memberikan pujian atau reinforcemen positif kepada klien. Pada
hari yang sama, 02 april 2019, saya juga mengajarkan klien mengenai minum obat. Klien
dapat menjelaskan cara minum obat, warna obat yang diminum, dan waktu kapan obat
harus diminum. Pada tanggal 03 april 2019, saya mengajarkan teknik mengusir halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Jika halusinasi muncul, klien disarankan untuk
mencari orang untuk diajak bercakap-cakap sehingga fokus klien akan berpindah dengan
bercakap-cakap dan halusinasi akan hilang.

Evaluasi merupakan penilaian pada efek dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan secara terus-menerus pada respon klien yang merupakan proses yang
berkelanjutan. Pada senin, 01 april 2019. Subyektif klien mengatakan dibawa kerumah
sakit oleh keluarganya karena tidak dapat tidur dan mencabuti rambutnya sendiri.
Obyektif klien terlihat tidak nyaman ketika ditanya-tanya, klien hanya menjawb
pertanyaan seadanya, klien sering mengatakan “lupa” saat ditanya mengenai kejadian
dimasa lalu. Planning mengajarkan SP 1 yaitu cara menghardik dan mengenali halusinasi.
Hari selasa, 2 april 2019, subyektif Klien mengatakan terkadang melihat hantu
dan bayangan-bayangan. Tetapi sekarang sudah jarang. Sudah tidak mendengar bisikan-
bisikan. Obyektif ekspresi bingung, tatapan kosong, sulit berkonsentrasi, bicara lambat,
dapat mempraktikkan SP 1 dan SP 2 dengan benar. assesment SP 1 dan SP 2 teratasi,
planning evaluasi SP 1 dan SP 2 juga mengajarkan SP 3 yaitu bercakap-cakap dengan
orang lain.
Hari rabu, 3 april 2019, subyektif klien dapat menyebutkan harga-harga pulsa dan
barang yang dijual, klien mulai dapat membuka pembicaraan, klien menonton tv saat
waktu luang dirumah sakit dan berbincang dengan perawat praktikan yang tugas jaga,
Planning evaluasi SP 2 dan mengajarkan SP 3 yaitu membuat aktivitas terjadwal.

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa strategi pelaksanaan untuk


pasien dari SP1-SP3 dapat dilaksanakan dengan baik dan upaya menurunkan
kekambuhan klien dapat teratasi, terbukti dengan adanya penurunan intensitas
kekambuhan dan klien tidak lagi melihat hantu-hantu yang biasa dilihatnya setelah
dilakukan SP 1, SP 2 dan SP 3.

F. BAB IV : Kesimpulan
1) Dari hasil pengkajian pada Nn. N didapatkan diagnosa gangguan persepsi sensori :
halusinasi penglihatan dan pendengaran
2) Intervensi untuk gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan yaitu rencana
tindakan SP1 yaitu menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan cara untuk
menghardik, meminta klien untuk memperagakan ulang, memantau penerapan
menghardik halusinasi, dan menguatkan perilaku klien. Rencana tindakan untuk SP2
yaitu menggunakan obat secara teratur dan menjelaskan tentang guna obat, akibat bila
putus obat, cara mendapatkan obat atau berobat, dan cara menggunakan obat dengan 5
benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu dan benar dosis). Rencana
tindakan untuk SP3 yaitu bercakap-cakap dengan orang lain. Rencana tindakan SP4 yaitu
melakukan kegiatan yang terjadwal, dengan melakukan aktivitas maka tidak akan banyak
waktu luang yang dapat mencetuskan terjadinya halusinasi.
3) Implementasi yang tidak dilakukan pada Nn. N yaitu SP 4, SP 4 melakukan aktivitas
terjadwal karena klien mengatakan merasa lebih nyaman menonton tv dan melakukan
aktivitas seadanya tanpa dijadwalkan.
4) Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan penulis, didapatkan data bahwa klien
mampu menyebutkan isi halusinasi, frekuensi, waktu, penyebab dan respon klien saat
halusinasi muncul. Klien mampu mengontrol halusinasi dan menurunkan kekambuhan
dengan menghardik, mengonsumsi obat teratur dan bercakap-cakap dengan orang lain
ditandai dengan halusinasi yang sudah tidak muncul kembali dan klien dapat tidur dengan
nyenyak.

G. DAFTAR PUSTAKA
Direja A H S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Keliat, Budi Ana. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Kurniadi, Anwar. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya: Teori dan
Aplikasi.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kusumawati dan Hartono .2010 .Buku Ajar Keperawatan Jiwa .Jakarta : Salemba Medika

Stuart dan Sundeen .2005 .Buku Keperawatan Jiwa .Jakarta : EGC


MIND MAPING HALUSINASI
MANIFESTASI KLINIS :
Jenis-Jenis Halusinasi :
1. Fase Pertama : Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian
1. Pendengaran
2. Fase Kedua : Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan 2. Penglihatan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi
3. Penghirup
3. Fase Ketiga: Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa 4. Pengecapan
dan tak berdaya pada halusinasinya
5. Perabaan
4. Fase Keempat / conquering/ panic : Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri 6. Kenesthitk

PENATALAKSANAAN :
HALUSINASI
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
DEFINISI :
2. Melaksanakan program terapi dokter
persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada 3. Menggali permasalahan klien dan membantu
stimulus atau rangsangan yang mengatasi masalah yang ada
nyata.
4. Memberi aktivitas pada klien
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam
proses perawatan
Psikofarma
a. Anti psikotik:
1. Chlorpromazine (Promactile,Largactile)
2. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer
3. Stelazine
4. Clozapine (Clozaril)
5. Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson:
1. Trihexyphenidile
2. Arthan
Obat anti depresi : Amitripilin
Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam,
Clobozam
Obat anti insomnia : Phneobarbital

Intervensi Keperawatan :
1. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya. a. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi
Intervensi : Bina hubungan saling percaya hasilnya dan beri pujian jika berhasil
2. TUK II : Klien dapat mengenal Halusinasi b. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
Intervensi : realita dan stimulasi persepsi
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap. 4. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara halusinasinya
dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah- Intervensi :
olah ada teman bicara a. Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama,
c. Bantu klien mengenal halusinasinya tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah
d. Diskusikan dengan klien tentang waktu, isi dan frekuensi munculnya b. Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga
halusinasi c. Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung
5. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi Intervensi :
halusinasi(marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi
mengungkapkan perasaan serta manfaat minum obat
3. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya. b. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
Intervensi : manfaatnya
c. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi c. Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain) samping obat yang dirasakan
d. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri d. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
pujian dokter
e. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis,
halusinasi benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar pasiennya)
f. Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus
halusinasi secara bertahap
g.

Anda mungkin juga menyukai