Oleh :
WIJI RAHAYUNINGTYAS
NIM. P1337420616012
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada
saat kesadaran individu itu penuh dan baik.Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada
saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata
lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.Klien merasa
melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu
rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. Jenis-Jenis Halusinasi
1. Pendengaran
2. Penglihatan
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan
yang tidak menyenangkan.Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Kenesthetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan
atau pembentukan urine.
7. Kinisthetik
1. Faktor Prediposisi
a. Biologis
b. Psikologis
c. Sosial Budaya
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya.Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007),
faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
D. Menifestasi Klinis
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang
lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang
menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi
kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba
marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati
sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang
dilihat, didengar atau dirasakan).
E. Penatalaksanaan
F. Diagnosa Keperawatan
f. Pengkajian Psikososial
1) Genogram
: meninggal dunia
: laki-laki
: perempuan
: klien
: tinggal serumah
Klien anak ke-3 dari 3 bersaudara, kakak pertama klien laki-laki sudah
menikah dan mempunyai 2 anak. Kakak kedua klien perempuan dan sudah
menikah. Klien tinggal 1 rumah bersama ayah dan ibunya. Terkadang
kakak kedua klien tinggal bersama klien, terkadang tinggal dirumah suami.
Pada keluarga besar klien, tidak ada yang menderita gangguan jiwa
sebelumnya.
2) Konsep diri
a. Gambaran diri : klien tidak mengalami cacat fisik, walaupun
tubuhnya pendek tetapi klien tetap menerimanya.
b. Identitas diri : klien berjenis kelamin perempuan berusia 22
tahun. Klien senang menjadi seorang perempuan.
c. Peran : klien tidak dapat berinteraksi sebagai mana anak
remaja lainnya, namun klien masih mau membantu ayah ibunya untuk
bekerja. Klien anak yang pendiam dan suka menyendiri daripada
berbincang dan bermain bersama oranglain.
d. Ideal diri : klien mengatakan ingin sembuh dari sakit yang
dialaminya
e. Harga diri : klien pasif dan hipoaktif. Jika klien tidak ditanya,
maka klien tidak memulai percakapan.
3) Hubungan social
a. Orang yang berarti adalah ibu dan kakak. Klien menganggap semua
keluarganya adalah orang yang berarti, namun klien lebih sering
bercerita kepada kakak perempuannya dan ibunya.
b. Peran serta kegiatan kelompok/masyarakat : tidak ada. Klien tidak
mengikuti kegiatan dilingkungannya seperti karang taruna atau yang
lainnya karena klien tidak menyukai hal tersebut. Namun jika ada
saudara atau tetangga dekatnya mengadakan syukuran atau hajatan,
klien datang dan sedikit membantu diacara tersebut.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : terganggu, karena klien
lebih sering diam dan tidak suka memulai percakapan. Diwaktu luang,
klien suka mengisi waktu dengan menyanyi dan mengaji
4) Nilai, keyakinan, dan spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Islam
b. Kegiatan Ibadah : jika sedang tenang klien sholat tetapi saat sedang
kambuh tidak.
g. Status mental
1) Penampilan Umum : pemakaian pakaian tidak rapi, rambut masih keluar-
keluar dari jilbab.
2) Pembicaraan : lirih dan lambat
3) Aktivitas Motorik : lesu
4) Alam Perasaan : malas, sedih, kuatir
5) Afek dan emosi : tumpul
6) Interaksi Selama Wawancara: pasif, menunujukkan ketidakberminatan.
Tetapi klien menjawab sesuai pertanyaan
7) Persepsi: halusinasi pendengaran, merasa ada yang membisikkan untuk
mencabut rambut. Halusinasi penglihatan, klien mengatakan melihat
pocong saat menutup mata dikamar mandi. Pada saat dirumah klien juga
sering melihat hantu-hantu yang hanya dilihat oleh klien.
8) Proses Pikir: blocking, pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan
eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
9) Isi Pikir: klien takut melihat halusinasi hantu dan klien takut untuk
memulai tidur karena sering bermimpi meninggal dunia.
10) Tingkat Kesadaran dan Orientasi: kadang klien merasa bingung dan
tatapannya kosong
11) Memori: klien mengalami gangguan daya ingat jangka panjang (1 bulan
yang lalu) karena pada saat dikaji kejadian yang sudah lama klien
mengatakan lupa.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung: perlu dibimbing dan dihindarkan dari
hal-hal yang dapat menganggu fokus.
13) Kemampuan penilaian: gangguan ringan. Klien merasa ragu-ragu pada
saat menilai sesuatu
14) Daya tilik diri: mengingkari penyakit yang diderita. Klien merasa tidak
sadar pada saat melakukan hal-hal aneh seperti mencabuti rambut, cemas,
dan yang lainnya.
h. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Kemampuan klien memenuhi kebutuhan: klien dapat makan, minum, ganti
baju, mandi, transportasi secara mandiri
2) Kegiatan hidup sehari-hari
a. Perawatan diri: Klien dapat mandi, kebersihan, makan, BAB dan BAK
serta ganti pakian secara mandiri
b. Nutrisi: Klien puas dengan makanan rumah sakit, klien makan
bersama dengan pasien lain, klien makan 3x dalam sehari, nafsu
makan menurun, BB: 40 kg
c. Klien mengalami gangguan tidur, klien sulit untuk memulai tidur
karena klien takut bermimpi buruk.
3) Kemampuan klien dalam hal-hal berikut:
Klien dapat mengantisipasi kehidupannya, dapat memutuskan mana yang
benar dan salah secara mandiri, rajin dalam meminum obat.
4) Klien memiliki system pendukung: keluarga selalu mensupport klien
5) Kegiatan produktif: Klien membantu ibu menjaga konter pulsa dan
warung jajanan dirumah.
i. Mekanisme Koping
Saat ini klien bereaksi baik pada petugas medis dan menerima dengan ikhlas
keadaannya sekarang. Pasien tenang tetapi tatapan sering kosong dan melamun.
j. Pengetahuan
Klien mengerti tentang gangguan jiwa, dapat mengontrol dirinya sendiri
k. Aspek medis
1) Diagnose medis: skizofrenia tak terinci
2) Terapi yang diberikan: Quetiapine 2x200 mg, Clozapine 2x25 mg,
Divalpi 2x250 mg, ECT ke-6
2. Analisi Data
Tgl/Ja
Data Fokus Masalah Paraf
m
1 April DS: klien mengatakan kepala merasa Halusinasi
2019 panas dan pusing. Klien juga
13.30
mengatakan pernah melihat pocong
WIB
pada saat menutup mata.
DO:
- Suhu tubuh klien normal 370C
- Klien menutup mata dan membaca
“astaghfirullah”
- Klien ketakutan pada saat melihat
pocong
1 April DS: Harga Diri
- Klien mengatakan lebih suka diam
2019 Rendah
13.30 daripada ngobrol
WIB DO:
- Klien tidak memulai berbicara ketika
tidak ditanya
- Pandangan klien kosong
3. Diagnose keperawatan:
Halusinasi
Harga diri rendah
Resiko perilaku kekerasan
4. Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (RPK)
Halusinasi
Hubungan social klien didapatklan data orang yang berarti bagi klien adalah ibu
dan kakaknya, saat di rumah klien tidak mengikuti kegiatan karang taruna, klien
membantu bekerja dengan menjaga konter pulsa dirumah, klien adalah seorang muslim,
klien menjalankan sholat 5 waktu dan seringkali mengisi waktu luang dengan mengaji.
Pengkajian status mental klien didapatkan data klien berpenampilan kurang rapi, rambut
tidak diikat tetapi memakai jilbab, kancing baju semuanya terkancing, pakaian klien
sesuai dengan seragam di bangsal. Pembicaraan lambat dan seadanya. Klien dapat
menceritakan apa yang dirasakan namun mempertahankan kontak mata saat diajak bicara.
Afek klien tumpul, karena klien bereaksi jika diberikan stimulus yang kuat. Interaksi
selama wawancara klien berbicara dengan lambat dan sulit mempertahankan kontak
mata.
Evaluasi merupakan penilaian pada efek dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan secara terus-menerus pada respon klien yang merupakan proses yang
berkelanjutan. Pada senin, 01 april 2019. Subyektif klien mengatakan dibawa kerumah
sakit oleh keluarganya karena tidak dapat tidur dan mencabuti rambutnya sendiri.
Obyektif klien terlihat tidak nyaman ketika ditanya-tanya, klien hanya menjawb
pertanyaan seadanya, klien sering mengatakan “lupa” saat ditanya mengenai kejadian
dimasa lalu. Planning mengajarkan SP 1 yaitu cara menghardik dan mengenali halusinasi.
Hari selasa, 2 april 2019, subyektif Klien mengatakan terkadang melihat hantu
dan bayangan-bayangan. Tetapi sekarang sudah jarang. Sudah tidak mendengar bisikan-
bisikan. Obyektif ekspresi bingung, tatapan kosong, sulit berkonsentrasi, bicara lambat,
dapat mempraktikkan SP 1 dan SP 2 dengan benar. assesment SP 1 dan SP 2 teratasi,
planning evaluasi SP 1 dan SP 2 juga mengajarkan SP 3 yaitu bercakap-cakap dengan
orang lain.
Hari rabu, 3 april 2019, subyektif klien dapat menyebutkan harga-harga pulsa dan
barang yang dijual, klien mulai dapat membuka pembicaraan, klien menonton tv saat
waktu luang dirumah sakit dan berbincang dengan perawat praktikan yang tugas jaga,
Planning evaluasi SP 2 dan mengajarkan SP 3 yaitu membuat aktivitas terjadwal.
F. BAB IV : Kesimpulan
1) Dari hasil pengkajian pada Nn. N didapatkan diagnosa gangguan persepsi sensori :
halusinasi penglihatan dan pendengaran
2) Intervensi untuk gangguan persepsi sensori : halusinasi penglihatan yaitu rencana
tindakan SP1 yaitu menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan cara untuk
menghardik, meminta klien untuk memperagakan ulang, memantau penerapan
menghardik halusinasi, dan menguatkan perilaku klien. Rencana tindakan untuk SP2
yaitu menggunakan obat secara teratur dan menjelaskan tentang guna obat, akibat bila
putus obat, cara mendapatkan obat atau berobat, dan cara menggunakan obat dengan 5
benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar waktu dan benar dosis). Rencana
tindakan untuk SP3 yaitu bercakap-cakap dengan orang lain. Rencana tindakan SP4 yaitu
melakukan kegiatan yang terjadwal, dengan melakukan aktivitas maka tidak akan banyak
waktu luang yang dapat mencetuskan terjadinya halusinasi.
3) Implementasi yang tidak dilakukan pada Nn. N yaitu SP 4, SP 4 melakukan aktivitas
terjadwal karena klien mengatakan merasa lebih nyaman menonton tv dan melakukan
aktivitas seadanya tanpa dijadwalkan.
4) Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan penulis, didapatkan data bahwa klien
mampu menyebutkan isi halusinasi, frekuensi, waktu, penyebab dan respon klien saat
halusinasi muncul. Klien mampu mengontrol halusinasi dan menurunkan kekambuhan
dengan menghardik, mengonsumsi obat teratur dan bercakap-cakap dengan orang lain
ditandai dengan halusinasi yang sudah tidak muncul kembali dan klien dapat tidur dengan
nyenyak.
G. DAFTAR PUSTAKA
Direja A H S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Keliat, Budi Ana. 2011. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Kurniadi, Anwar. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya: Teori dan
Aplikasi.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kusumawati dan Hartono .2010 .Buku Ajar Keperawatan Jiwa .Jakarta : Salemba Medika
PENATALAKSANAAN :
HALUSINASI
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
DEFINISI :
2. Melaksanakan program terapi dokter
persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada 3. Menggali permasalahan klien dan membantu
stimulus atau rangsangan yang mengatasi masalah yang ada
nyata.
4. Memberi aktivitas pada klien
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam
proses perawatan
Psikofarma
a. Anti psikotik:
1. Chlorpromazine (Promactile,Largactile)
2. Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer
3. Stelazine
4. Clozapine (Clozaril)
5. Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson:
1. Trihexyphenidile
2. Arthan
Obat anti depresi : Amitripilin
Obat anti ansietas : Diasepam, Bromozepam,
Clobozam
Obat anti insomnia : Phneobarbital
Intervensi Keperawatan :
1. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya. a. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi
Intervensi : Bina hubungan saling percaya hasilnya dan beri pujian jika berhasil
2. TUK II : Klien dapat mengenal Halusinasi b. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
Intervensi : realita dan stimulasi persepsi
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap. 4. TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya. Bicara halusinasinya
dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah- Intervensi :
olah ada teman bicara a. Membina hubungan saling percaya dengan menyebutkan nama,
c. Bantu klien mengenal halusinasinya tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah
d. Diskusikan dengan klien tentang waktu, isi dan frekuensi munculnya b. Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga
halusinasi c. Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung
5. TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi Intervensi :
halusinasi(marah, takut, sedih, tenang) beri kesempatan a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi
mengungkapkan perasaan serta manfaat minum obat
3. TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya. b. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
Intervensi : manfaatnya
c. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi c. Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain) samping obat yang dirasakan
d. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri d. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
pujian dokter
e. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis,
halusinasi benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar pasiennya)
f. Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus
halusinasi secara bertahap
g.