Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen Pengampu Ns. Ika Puspita, S. Kep.

Disususun oleh :

Dela Indriyana Yuliana NIM (742003.S.19005)


Desi Komariah NIM (742003.S.19007)
Dinida Nadia Arofah NIM (742003.S.19010)
Ifrah Ashfuri NIM (742003.S.19015)
Nurhasana NIM (742003.S.19022)
Nurhayati NIM (742003.S.19023)
Putri Widia Lestari NIM (742003.S.19025)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMIK KEPERAWATAN DHARMA HUSADA
CIREBON
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan hidayah, dan inayahnya kepada
kita semua. Sehingga kita bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan ridhonya. Syukur
alhamdulillah saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang bertemakan (ASKEP PADA
PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL)

Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada jujungan kita Nabi Muhammad SAW.
Karena beliau adalah salah satu figur umat yang mampu memberikan syafa’at kelak dihari
kiamat. Selanjutnya saya mengucapkan banyak terima kasih kepada selaku dosen mata
kuliah Keperawatan Anak Ns. Ika Puspita S.Kep yang telah membimbing kami.

Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan didalamnya. Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
menciptanya kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis umumnya dan khususnya bagi pembaca. Amiinnn.

Cirebon, 27 April 2021

Penyusun,
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan jiwa merupakan suatu bidang spesialis praktik keperawatan

yang menetapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri

sendiri secara terapeutik kiatnya, praktik keperawatan jiwa terdiri dalam

konteks sosial dan lingkungan. Keperawatan jiwa merupakan salah satu dari

lima inti disiplin kesehatan mental. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan

dari ilmu- ilmu psikososial, biofisik, teori-teori kepribadian dan perilaku

manusia untuk menurunkan suatu kerangka kerja teoritik yang menjadi

landasan keperawatan. Saat ini berkembang perawatan sebagai elemen inti

dari semua praktik keperawatan (Suliswati, 2006).

Salah satu jenis gangguan jiwa adalah skizofrenia, yang merupakan

penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu

salah satu sel kimia dalam otak.Skizofrenia adalah gangguan jiwa psikotik

paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan efektif atau respons emosional

dan menarik diri dari hubungan antar pribadi normal. Sering kali diikuti

dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada

rangsang pancaindera). (Gaskins 2012)


Menarik diri merupakan reaksi yang ditampilkan individu yang dapat

berupa reaksi fisik maupun psikologis. Reaksi fisik yaitu individu

menunjukan perilaku apatis mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai

rasa takut dan permusuhan (Direja Ade, 20011).

Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari

dalam dirinya dan lingkungan luar baik keluarga, kelompok maupun

komunitas, dalam berhubungan dengan lingkungan manusia harus

mengembangkan strategi koping yang efektif agar mampu beradaptasi.

Umumnya manusia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan

baik, namun ada juga individu yang mengalami kesulitan untuk melakukan

penyesuaian dengan persoalan yang dihadapi. Mereka bahkan gagal

melakukan koping yang sesuai tekanan yang dialami, atau negatif, koping

yang tidak menyelesaikan persoalan dan tekanan tapi lebih pada menghindari

atau mengingkari persoalan yang ada (Suliswati, 2006).

Menurut WHO (2009) memperkirakan terdapat 450 juta jiwa diseluruh

dunia yang mengalami gangguan jiwa diseluruh dunia yang mengalami

gangguan mental, sebagian besar dialami oleh orang dewasa muda natara usia

18-21 tahun, ha ini dikarenakan pada usia tersebut tingkat emosional masih

belum terkontrol di Indonesia sendiri prevalensi penduduk yang mengalami

gangguan jiwa cukup tinggi, data WHO (2006) mengungkapkan bahwa 26

juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16% mengalami gangguan jiwa. Di

Indonesia jumlah isolasi sosial 31 orang (6,7%).


B. Rumusan Masalah

1. Apakah Yang Dimaksud Dengan Isolasi Sosial ?

2. Bagaimanakah Proses Terjadinya Masalah Isolasi Sosial ?

3. Bagaimanakah Etiologi Terjadinya Isolasi Sosial ?

4. Bagaimanakah Tanda Dan Gejala Isolasi Sosial ?

5. Periksaan Diagnostik Apa Yang Dilakukan Pada Pasien Isolasi Sosial ?

6. Bagaimanakah Komplikasi Yang Terjadi Pada Pasien Isolasi Sosial ?

7. Bagaimanakah Penatalaksanaan Pada Pasien Isolasi Soial ?

C. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran dan pengalaman langsung dalam memberikan
asuhan keperawatan klien dengan Isolasi Sosial.

D. Tujuan Khusus
Diharapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Isolasi
Sosial, penulis akan dapat :

1. Melakukan pengkajian pada klien dengan Isolasi Sosial.


2. Merumuskandiagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan
Isolasi Sosial.
3. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
Isolasi Sosial.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial.
5. Membuat evaluasi dari tindakan keperawatan pada klien
dengan Isolasi Sosial.
6. Membuat dokumentasi asuhan keperawatan pada klien dengan Isolasi
Sosial.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan

atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain

disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan

tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat &

Akemat, 2013).

Menururt Dalami (2009) Isolasi sosial adalah gangguan dalam

berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang

mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain

dan lingkungan.

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh

seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan

mengancam, atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami

penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang

lain disekitarnya, pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,

dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dan tidak mampu

membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat & Akemat,

2006).
B. Proses terjadinya masalah
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri
atau isolasi sosial yang tidak disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang
dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan individu semakin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi
mundur, mengalami penurunan aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap
penampilan dan kebersihan diri. Sehingga individu semakin tenggelam
dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitif
antara lain perilaku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat
lanjut menjadi halusinasi. Halusinasi melatarbelakangi adanya komplikasi.

C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Aziza (2011) faktor predisposisi adalah faktor resiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu untuk mengatasi stress (faktor pencentus/penyebab utama
timbulnya gangguan jiwa).

Penyebab isolasi sosial adalah harga diri rendah yairu perasaan negative
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal mencapai
keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri
sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial,
merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai
diri (Direja, 2011).
2. Faktor Perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi
sampai dewasa tua akan menjadi pencentus seseorang sehingga
mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang
terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi
anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional untuk
mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara
kelainan jiwa dan stres keluarga. Pendekatan kolaboratif dapat
mengurangi masalah respon sosial menarik diri. Menurut Puba (2008)
tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan antara lain :
a) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan
anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal
ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan dikemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam
mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan
untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
b) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri,
mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan
dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi
atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang
yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam
keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang
interpenden, orang tua harus dapat memberikan pengarahan terhadap
tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah
dimana anak harus belajar cara berhubungan berkompetensi dan
berkompromi dengan orang lain.
c) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang itim dengan
teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu
untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun
teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan
terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan
hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan tergantung pada remaja.
d) Masa Dewasa Muda
Kematangan ditandai dengan kemampuan megekspresikan perasaan pada
orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan
baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima
(mutuality).
e) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak
terhadap dirinya meurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan
diri.
f) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kahilangan baik kehilangan keadaan
fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan
atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada
orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus
dapat dipertahankan.
3. Faktor Bilogik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur
otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak
serta perbahan skizofrenia(Direja, 2011).
4. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan hubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendeatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
tidak produktif, seperti lansia, orang cacat, dan berpenyakit kronik.
Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku dan sistem
nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang
tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan
dengan gangguan ini (Sujono, 2009).
5. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Menurut Dalami (2009) Masalah komunikasi dalam keluarga dapat
menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
a) Sikap bermusuhan.
b) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak.
c) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
d) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka.
e) Ekspresi emosi yang tinggi.
f) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat dan kecemasannya meningkat).
6. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan
oleh karena norma- norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.
Seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial
(Dalami,2009).
7. Faktor Presipitasi
Menurut Aziza (2011) stressor presipitasi adalah stimulus yang
dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau tuntutan
dan memerlukan energi ekstra untuk mengatasinya (faktor yang
memperberat atau memperparah terjadinya gangguan jiwa).
Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang
menarik diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor
antara lain :
a) Stressor Sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan
dalam membina hubungan dengan orang lain misalnya
menurunnya stabilitas unit keluarga, berpisah dari orang yang
berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat dirumah
sakit.
b) Stressor Psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan
orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan
dapat menimbulkan sesorang mengalami gangguan hubungan
menarik diri
c) Stressor Intelektual
Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagai pikiran dan perasaan yang menggangu pengembangan
hubungan dengan orang lain. Klien dengan “kegagalan” adalah
orang yang kesepian dan kesulitan dalam menghadapi hidup.
Mereka juga akan sulitt berkomunikasi dengan orang lain.
Ketidakmampuan seseorang mambangun kepercayaan dengan
orang lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat
pada gangguan berhubungan dengan orang lain Stressor Fisik
- Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan
seseorang menarik diri dari orang lain.
- Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau
malu sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain.
D. Rentang Respon
Berdasarkan buku keperawatan jiwa dari Stuart (2006) menyatakan bahwa
manusia adalah makhluk sosial, untuk mencapai kepuasan dalam
kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif.
Individu juga harus membina saling tergantung yang merupakan
keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu
hubungan.
Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayan yang berlaku dimana invidu tersebut mneyelesaikan masalahnya
masih dalam batas normal. Sedangkan respon maladaptif adalah respon
yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalahnya yang sudah
menyamping dari norma- norma sosial dan kebudayaan suatu tempat
perilaku yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif, adalah
manipulasi, impulsive, dan narkisme.
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Implusif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling Ketergantungan

Gambar. Rentang Respon Isolasi Sosial (Stuart, 2006)

1. Menyendiri (Solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang
telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan setelah
melakukan kegiatan.
2. Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. Kebersamaan (Mutualisme)
Mutualisme adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu
tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Saling Ketergantungan (Intedependen)
Intendependen adalah kondisi saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5. Kesepian
Merupakan kondisi diman individu merasa sendiri dan teransing dari
lingkungannya.
6. Isolasi Sosial
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
7. Ketergantungan
Dependen terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses. Pada gangguan hubungan sosial
jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri
atau tujuan, bukan pada orang lain.
8. Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang
menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina
hubungan sosial secara mendalam.
9. Impulsif
Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, dan penilaian yang buruk.
10. Narkisisme
Pada individu narsisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus menerus
berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentrik, pencemburu.
E. Pohon Masalah

Risiko Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi


Effect
Effect

Isolasi Sosial
Core Problem
Core Problem

Harga Diri Rendah Kronik


Causa
Causa

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)
Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan psikolog
dalam menentukan kepribadian seseorang yang terdiri dari 556 pernyataan
benar atau salah.
2. Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu membedakan antara etiologi
fungsional dan organik dalam kelainan mental.
3. Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah gangguan jiwa
disebabkan oleh genetik.
4. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan kelainan
struktur anatomi tubuh.
G. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan
sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan
dan penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri (Deden
Dermawan dan Rusdi,2013,Hal.40).
H. Penatalaksanaan
1. Obat anti psikotik
a) Clorpromazine (CPZ)
Indikasi :
Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas,    kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping :
Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/ parasimpatik,mulut
kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung tersumbat,mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama ja ntung),gangguan ekstra
piramidal (distonia akut, akatshia, sindromaparkinson/tremor, bradikinesia
rigiditas), gangguan endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis,
biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
b) Haloperidol (HLD)
Indikasi :
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta
dalam fungsi kehidupan sehari –hari.
Efek samping :
Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi,   antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan
defikasi,    hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi,
gangguan    irama jantung).
c) Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi :
Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
Efek samping : 
Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti
kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker meninggi, gangguan
irama jantung)
2. Therapy Farmakologi
3. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan
Elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock
listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi
pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis
terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo
Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang
didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali
seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi
efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik. Kejang yang
dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan
mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini
masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian
menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived
Neurotrophic Factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsive
terhadap terapi farmakologis.
4. Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin
atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini
bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan ganggua interpersonal.
5. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan
harus mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan
memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus
psikologi seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena
lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun
kondisi psikologis seseorang (Deden Dermawan dan Rusdi,2013,Hal..40).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
ISOLASI SOSIAL
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama : Tn. K
Umur : 27 Tahun
Status perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Pendididkan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Suku/bangsa : Jawa/ indonesia
Alamat : jln. Kalitanjung
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Bpk. T
Umur :-
Pekerjaan : Buruh
Hub.dengan klien : Bapak
Alamat : Jln. Kalitanjung

B. ALASAN MASUK
Klien masuk RSJ lewat UGD pada tanggal 28 April 2021 pukul 11:00 WIB, klien mengatakan masuk
RSJ karena sering marah-marah dirumahnya semenjak dia berhenti dari pekerjaan sebagai cleaning
service di Cirebon. Selain itu, keluarga klien juga mengatakan klien selalu berdiam diri dikamar dan
kurang bersosialisasi baik dengan oang yang berada dirumahnya dan tetangga sekitarnya.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Riwayat gangguan jiwa
Klien mengatakan ia sudah dua kali masuk RSJ, pertama kali pada tahun 2019
karena klien sering melempari batu kerumah tetangga-tetangganya sehingga membahayakan
orang sekitarnya, selain itu klien selalu marah dan mengamuk bila keinginanya tidak dituruti dan
yang kedua kalinya adalah sekarang, klien dimasukan ke RSJ provinsi Jawa Barat karena klien
selalu berdiam diri dan tidak bersosialisasi, baik dengar keluarganya maupun orang disekitarnya.
2. Riwayat pengobatan
Keluarga klien mengatakan bahwa klien pernah dibawa berobat ke paranormal tetapi tidak ada
perubahan. Selain itu pada tahun 2019 klien pernah dirawat di RSJ provinsi Jawa Barat, namun
setelah pulang dari RSJ klien hanya berdiam diri dikamar dan tidak pernah bersosialisasi.
3. Riwayat penganiayaan
Klien pernah mengatakan pernah dikroyok oleh warga karena mabuk—mabukan minuman keras
pada tahun 2019 membawa motor hampir menabrak anak kecil.
4. Riwayat anggota keluarga gangguan jiwa
Keluarga klien mengatakan bahwa dikeluarganya tidak ada yang mangalami gangguan jiwa.
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan dari masa sekolah hingga sekarangg ia tidak pernah mengalami kejadian yang
tidak menyenangkan.

D. FISIK
1. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 94x/menit
Suhu : 36,1 C
Pernapasan : 20x/menit
2. Ukur
Berat badan : 68kg
Tinggi badan : 178 cm
3. Keluhan fisik
Klien mengatakan ia tidak memiliki keluhan fisik
Masalah keperawatan : tidak ditemukan

E. PSIKOSOSIAL
1. Konsep diri
a) Gambaran diri
Klien mengatakan tubuhnya terlalu kurus, ia merasa jelek, klien juga mengatakan kalau pria
berbadan besar itu akan disegani orang.
b) Identitas diri
Klien mengatakan bahwa ia belum pernah menikah, klien anak pertama dari tiga bersaudara
c) Peran
Peran klien dalam keluarga adalah klien anak pertama dari tiga bersudara. Klien membantu
orang tua mencari nafkah, namun semenjak di rawat di RSJ, klien tidak mempedulikan
perannya.
d) Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakitnya dan segera pulang, karena klien ingin
bekerja kembali seperti layaknya orang sehat.
e) Harga diri
Klien merasa sedih ketika ia berhenti dari pekerjaan sehingga klien merasatidak berharga
karena tidak mampu membantu orang tuanya. Klien menyendiri dikamar, tidak berinteraksi
dengan orang lain.
Masalah keperawatan : Harga diri rendah
2. Hubungan sosial
a) Orang yang bearti
Klien mengatakan orang yang bearti dalam hidupnya adalah keluarganya. Keluarganya klien
adalah orang yang mengerti dan memahami klien.
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Klien mengatakan bahwa ia tidak ikut dalam organisasi masyarakat yang ada dilingkungan
tempat tinggalnya, tetapi ia terkadang bermain sepak bola pada sore hari.
c) Hambatan dalam hubungan dengan orang lain
Klien mengatakan ia malas berhubungan dengan orang lain, karena menurut klien tidak ada
hal yang perlu dibicarakan atau diceritakan kepada orang lain juga klien mengatakan dia
bingung apa yang ingin diceritakan. Klien sering diam, jarang bercakap-cakap dengan klien
lain diruangan.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
3. Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan bahwa ia dimasukkan ke RSJ karena klien sering marah-marah, namun
klien tidak mengetahui bahwa klien mengalami gangguan jiwa, klien menyakini dirinya
sehat.
b) Kegiatan ibadah
Klien mengatakan sebelum masuk RSJ, klien jarang melakukan ibadah sholat lima waktu.
Begitu juga saat masuk RSJ klien tidak pernah sholat lima waktu.

F. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Dalam berpakain, klien terlihat kurang rapi. Rambut klien tidak tertata. Klien tampak kusam,
lesu, dan kuku klien tampak kotor. Klien mengatakan ia mandi dua kali sehari namun tidak
pernah pakai sabun dan shampo.
Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri
2. Pembicaraan
Klien tidak pernah memulai pembicaraan terlebih dahulu pada lawan bicara. Klien menjawab
pertanyaan seperlunya saja, terkadang pembicaraan inkoheren dengan pertanyaan yang
diajukan.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial dan kerusakan komunikasi verbal
3. Aktifitas motorik
Ketika berbincang-bincang, kontak mata klien kurang, klien lebih banyak diam ketika tidak
ditanya, terkadang malah pulang ke kamar.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
4. Alam perasaan
Klien mengatakan ia putus asa karena ia takut tidak bisa membangtu keluarganya karena ia
sudah tidak bisa bekerja lagi dan pernah masuk RSJ selain itu menganggap dirinya tidak baik
karena dahulu klien pernah meresahkan tetangganya yaitu dengan merusak kaca tetangganya
dengan cara menimpuknya dengan batu dan dianggap buruk oleh lingkungannya, klien
mengatakan dia malu bila bertemu orang kerena dia pernah masuk RSJ sebelumnya.
Masalah keperawatan : harga diri rendah

5. Afek
Datar, karena selama interaksi klien banyak diam, menjawab pertanyaan seperlunya. Terkadang
klien langsung pergi ke kamar.
Masalah keperawatan : Isolasi Sosial
6. Interaksi selama wawancara
Klien sering kooperatif saat diwawancarai, tidak ada kontak mata, klien berbicara hanya saat
diberi pertanyaan oleh perawat, selain itu klien kembali diam,mudah dialihkan bila ada klien lain,
pembicarannya kacau, terkadang tidak jelas.
Masalah keperawatan : kerusakan interaksi sosial
7. Persepsi
Klien mengatakan ia marah-marah karena dia mendengar ada bisiskan, klien mengtakan suara-
suara itu adalah suara wanita, klien mengatakan suara wanita itu mengajak dia untuk bersenang-
senang, dan paling sering suara itu terdengar pada saat ia sedang malemun, tetapi pearawat saat
ini belum pernah melihat tanda-tanda klien berhalusinasi auditori seperti berbicara sendir, tertawa
sendiri.
Masalah keperawatan : gangguan persepsi sensori
8. Proses pikir
Klien sering terlihat melamun, tidak suka memulai pembicaraan. Klien lebih suka menyendiri,
saat interaksi selama wawancara kontak mata klien tidak fokud, dialihkan bila ada klien lain,
pembicaraannya kacau kadang tidak jelas.
Masalah keperawatan : gangguan proses pikir
9. Isi pikir
Klien saat ini berpikir untuk pulang, dan klien menyesal selama ini berkelakuan tidak baik
terhadap tetangga dan mengajak berantem orang tua.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
10. Tingkat kesadaran
a. Waktu : klien dapat mengetahui kapan klien masuk RSJ dan dia mengerti kapan saja waktu ia
harus mandi
b. Tempat : klien mengetahui saat ini klien berada di RSJ
c. Orang : klien sulit mengenali seseorang, jarang memulai perkenalan, di dalam ruangan pun
klien hanya hafal nama orang 3-5 orang saja.
Masalah keperawatan : gangguan proses pikir
11. Memori
Klien mampu mengingat kejadian yang telah lalu dan baru-baru terjadi. Klien masih ingat jam
berapa dia banngun tadi, klien jug ingat tahun berapa klien berhenti kerja.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berhitung dengan baik, saat diberi soal penambahan, klien mampu menjawab
dengan baik.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
13. Kemampuan penilaian
Klien dapat menilai yang baik dan yang buruk dan klien juga mengetahui bahwa sebelum dirawat
perbuatannya yang seeing melawan orang tua berkelahi, melempar batu kerumah tetangga
termasuk perbuatan tercela ( tidak baik)
Masalah keperawatan : tidak ditemukan

G. KEPERLUAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Klien mengatatan setiap kali makan mencuci tangan dan makan sendiri tanpa bantuan orang lain,
klien mengatakan sering menghabiskan porsi makanan yang disediakan.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
2. BAB/BAK
Klien mengatakan BAB/BAK dikamar mandi dan klien menyiramnya.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
3. Mandi
Klien mengatakan dalam sehari mandi 2 kali dengan menggunakan alat mandi yang benar, namun
klien jarang sikat gigi, sehingga giginya tampak kotor dan klien tidak mencuci rambut dan
sabunan
Masalah keperawatan : defisit perawatan diri
4. Berpakaian dan berhias
Klien tidak tampak berhias diruangan, klien mengganti pakaian sehari satu kali dan menggantinya
sendiri. rambut tidak tertata rapi.
Masalah keperawatan : defisit perawatan diri

5. Istirahat dan tidur


klien mengatakan jadwal tidur siang dan malam tidak menentu, tapi biasanya :
tidur siang : 13:00-15:00
tidur malam : 19:30-04:00
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
6. Penggunaan obat
Klien minum obat secara mandiri, klien minum obat secara teratur dengan dosis yang benar.
Klien tidak tau jenis dan manfaat obat yang diminum.
Masalah keperawatan : kurang pengetahuan
7. Pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan apabila sakit klien berobat ke puskesmas. Bila menurut klien sakitnya biasa
saja, klien tidak pergi ke dokter. Dan saat ini klien mengatakan rutin minum obat dan obat yang
diminum sesuai dengan apa yang diberikan oleh perawat.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
8. Kegiatan didalam rumah
Klien mengatakan kegiatan didalam rumah yang paling sering adalah tidur dikamar, tidak ada
kegiatan dirumah
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
9. Kegiatan diluar rumah
Klien jarang keluar rumah, apabila keluar rumah pada pagi hari dan hanya pergi ke ladang dan
pulang pada sore hari. Lalu klien pulang berdiam diri dikamar.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial

H. MEKANISME KOPING
1. Adaptif
Klien hanya berbicara seperlunya dengan pasien lain dan perawat.
2. Maladaptif
Klien mengatakan jika klien ada masalah, klien selalu memikirkan dan mencari jalan keluar
sendiri. jikaa klien maampu menyelesaikan masalahnya sendiri akan diselesaikan sendiri. namun
bila tidak mampu klien akan marah-marah, mengamuk, setelah mengamuk klien seperti hilang
ingatan dan klien menyendiri lagi.,
Masalah keperawatan : koping individu tidak efektif
I. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Masalah berhubungan dengan dukungan kelompok
Klien mendapat dukungan dari keluarga walaupun dirawat di RSJ. Hal ini dibuktikan dengan
datangnya keluarga klien untuk menjenguk.
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan
Klien termasuk rang pendiam klien terlihat menyendiri, memiliki kekurangan dalam berinteraksi
dengan orang lain klien mengatakan malas berinteraksi, klien berbicara jika ada yang mengajak
bicara dahulu.
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
3. Masalah dengan pendidikan
Klien sudah lulus SLTA, klien tidsk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena
klien ingin langsumg bekerja
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
4. Masalah dengan pekerjaan
klien mengatakan berhenti dari pekerjaannya sebagai cleaning service di Cirebon dari tahun 2018
karena gajihnya sedikit dan klien malu karena tidak bisa menolong kedua orang tuanya.
Masalah keperawatan : harga diri rendah
5. Masalah dengaan perumahan
Klien mengatakan dirumah tinggal dengan orang tuanya beserta dua adik perempuannya dan satu
adik ipar, klien pernah dikroyok dengan warga setempat karena mabuk-mabukan
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
6. Masalah ekonomi
Klien mengatakan keluarga cukup memenuhi keperluan sehari-hari
Masalah keperawatan : tidak ditemukan
7. Masalah dengan pelayanan kesehatan
Klien mengatakan pernah dirawat dirumah sakit jiwa sekali karena ngamuk-ngamuk dilingkungan
tempat tinggal dan dibawa ke RSJ lalu di iakat satu malam
Masalah keperawatan : resiko perilaku kekerasan

J. KURANG PENGETAHUAN TENTANG


Klien kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa yang klien alami sekarang, klien belum mengetahui
cara pengobatan yang dilakukan, karena kurang pengetahuan itu cara klien menyelesaikan masalah
tidak benar dan tepat.
Masalah keperawatan : kurang pengetahuan

K. ASPEK MEDIS
1. Dx. Medis : Skizofrenia
2. Therapi medis (saat ini) :
Haloperidol (HLP) 5mg 3x1
Trihexyphenidil (THP) 2mg 3x1
Chlorpomazin (CPZ) 100mg 1x1

L. DAFTAR MASALAH KEPERAWTAN


1. Isolasi sosial
2. Gangguan persepsi sensori
3. Harga diri rendah
4. Koping individu tidak efektif
5. Kurang pengetahuan
6. Gangguan proses pikir
7. Kerusakan komunikasi verbal
8. Defisit pearawatan diri
M. FORMAT ANALISA DATA

Masalah
No. Analisa Data Keperawatan
1. DS:
 Klien mengatakan bingung dalam memulai pembicaraan
dan tidak ada bahan pembicaraan untuk berinteraksi Isolasi Sosial
DO:
 Klien lebih banyak berdiam diri
 Kontak mata kurang
 Klien sering menyendiri
 Klien tidak pernah memulai pembicaraan maupun
perkenalan
2. DS:
 Klien mengatakan mendengar bisikan-bisikan wanita
mengajak klien untuk melakukan hal yang tidak baik Halusinasi
 DO:
 Klien sering menyendiri
 Klien terkadang berbicara sendiri
 Klien sering bengong/melamun

3. DS:
 Klien mengatakan dirinya jelek,badannya terlalu kurus
 Klien mengatakan malu bertemu dengan orang yang Harga diri
baru dikenal rendah
 Klien mengatakan takut berbicara banyak karena takut
menyakiti orang lain
 DO:
 Klien tidak percaya diri ketika berbicara dengan orang
lain
 Klien tidak mau menatap lawan bicara

N. POHON MASALAH
Resiko perubahan presepsisensori : Halusinasi

Isolasi sosial :Menarik diri

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah kronik

O. FORMAT DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Isolasi Sosial : Menarik Diri
2. Resiko Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Kronik
P. FORMAT INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Isolasi sosial Pasien mampu berkenalan Setelah dilakukan 2-4 x pertemuan Sp 1 Pasien
dan berinteraksi dengan diharapkan klien mampu  Identifikasi penyebab isolasi sosial : siapa
orang lain serta berinteraksi dengan orang lain yang serumah, siapa yang dekat, yang tidak
melakukan kegiatan secara bertahap dengan cara : dekat, apa sebabnya
sosial sesuai strategi  Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
a. Latihan bercakap- cakap
pelaksanaan tindakan  Kerugian tidak punya teman dan tidak
antara pasien dan
keperawatan bercakap-cakap
b. Latihan bercakap- cakap
dengan 2-3 orang lain  Latih cara berkenalan dengan anggota keluarga

c. Latihan bercakap- cakap  Masukkan pada jadwal kegiatan harian


dengan 4-5 orang lain
d. Latihan cara bicara saat Sp 2 Pasien
melakukan kegiatan sosial  Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa orang).
Beri pujian
 Latih cara berbicara saat melakukan
kegiatan harian (latih 2 kegaiatan)
 Masukkan pada jadwal kegiatan harian

Sp 3 Pasien
 Evaluasi kegaiatan latihan berkenalan
(berapa orang) dan berbicara saat melakukan
2 kegiatan harian. Beri pujian
 Latih cara berbicara saat melakukan
kegiatan harian (2 kegiatan baru)
 Masukkan pada jadwal kegiatan harian
Sp 4 Pasien
 Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara
saat melakukan empat kegiatan harian. Beri
pujian
 Latih cara berbicara sosial: belanja ke
warung, meminta sesuatu, menjawab
pertanyaan
Masukkan pada jadwal kegiatan harian
Keluarga mampu Setelah dilakukan pertemuan 2-4 x Sp 1 Keluarga
mengenal masalah isolasi pertemuan keluarga mampu 1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam
sosial, mampu merawat mengajarkan, mendampingi pasien merawat pasien bersama keluarga
pasien isolasi sosial saat berinteraksi secara bertahap, 2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala dan
dengan baik, dan berbicara saat melakukan proses terjadinya isolasi sosial
memanfaatkan fasilitas kegiatan sosial serta melakukan 3) Jelaskan cara merawat pasien isolasi sosial
pelayanan kesehatan kegiatan harian. 4) Latih dua cara merawat berkenalan,
untuk folow up pasien berbicara saat melakukan kegiatan
secara teratur harian
5) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian
Sp 2 Keluarga
6) Evaluasi kegiatan keluarga dalam
merawat/melatih pasien berkenalan dan
berbicara saat melakukan kegiatan
harian. Beri pujian
7) Jelaskan kegiatan rumah tangga yang
dapat melibatkan pasien berbicara
(makan, sholat bersama)
8) Latih cara membimbing pasien
berbicara dan memberi pujian
9) Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal

Sp 3 Keluarga
10) Evaluasi kegiatan keluarga dalam
merawat/melatih pasien berkenalan,
berbicara saat melakukan kegiatan harian
dan rumah tangga. Beri pujian
11) Jelaskan cara melatih pasien melakukan
kegiatan sosial seperti berbelanja,
meminta sesuatu dan lain-lain
12) Latih keluarga mengajak pasien berbelanja
13) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal.
Berikan pujian
Sp 4 Keluarga
14) Evaluasi kegiatan keluarga dalam
merawat/melatih pasien berkenalan, berbicara
saat melakukan kegiatan harian/rumah
tangga, berbelanja. Beri pujian
15) Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh,
rujukan
Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan memberikan pujian
Gangguan Pasien mampu Setelah dilakukan 2-4 x pertemuan Sp 1 pasien :
persepsi sensori mengontrol halusinasi diharapkan klien mampu
: halusinasi sesuai strategi mengontrol halusinasi dengan 1) Identifikasi halusinasi : isi, frekuensi, waktu
pelaksanaan tindakan cara : terjadi, situasi, pencetus, perasaan, respon
keperawatan 2) Jelaskan cara mengontrol halusinasi minum
1) Minum obat secara teratur
obat teratur , meghardik, bercakap-cakap,
2) Dengan cara latihan
melakukan aktivitas sehari-hari
menghardik
3) Latih cara mengontrol halusinasi dengan
3) Dengan cara latihan bercakap-
minum obat teratur dan jelaskan 6 benar
cakap
minum obat
4) Dengan cara latihan melakukan
4) Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
aktivitas sehari-hari
klien

Sp 2 pasien :
5) Evaluasi kegiatan minum obat, beri pujian
6) Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik
7) Masukkan pada jadwal kegiatan harian pasien

Sp 3 pasien :

8) Evaluasi kegiatan latihan minum


obat teratur dan latihan menghardik
9) Latih cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap
10) Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
pasien
Sp 4 pasien :

11) Evaluasi kegiatan latihan minum obat,


menghardik dan bercakap- cakap. Beri
pujian
12) Latih cara mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan harian
Masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
pasien

Keluarga mampu Setelah dilakukan pertemuan 2-4 x Sp 1 keluarga


mengenal masalah pertemuan keluarga mampu 1) Diskusikan masalah yang dirasakan merawat
halusinasi, mampu mengarahkan pasien dalam pasien halusinasi
merawat pasien halusinasi mengontrol halusinasi 2) Jelaskan pengertian, tanda gejala, dan proses
dengan baik, terjadinya halusinasi
memanfaatkan fasilitas 3) Jelaskan cara merawat pasien halusinasi
pelayanan kesehatan 4) Latih cara merawat halusinasi :minum obat
untuk folow up pasien teratur
secara teratur 5) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal. beri
pujian

Sp 2 keluarga
6) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat /
melatih pasien minum obat secara teratur,
beri pujian
7) Jelaskan cara latihan menghardik
8) Latih cara menghardik
9) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal ,
beri pujian

Sp 3 keluarga
10) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat /
melatih minum obat teratur, menghardik, beri
pujian
11) Jelaskan cara bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan untuk mengontrol
halusinasi
12) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap
dengan pasien terutama saat halusinasi
13) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal ,
beri pujian

Sp 4 keluarga
14) Evaluasi kegiatan keluarga dalam
merawat/melatih pasien minum obat
teratur, menghardik, dan bercakap-cakap,
beri pujian
15) Latih cara merawat pasien dengan
mengontrol halusinasi melalui kegiatan
sehari-hari
16) Jelaskan follow up PKM tanda kambuh,
rujukan
17) Anjurkan membantu pasien sesuai dengan
jadwal dan berikan pujian
Gangguan Klien dapat membina Setelah dilakukan 2-4 x pertemuan Bina hubungan saling percaya dengan
konsep diri : hubungan saling percaya diharapkan klien mampu mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik :
harga diri dengan perawat mengontrol harga diri rendah a. Sapa klien dengan ramah baik verbal
rendah dengan cara : maupun non verbal
a. Ekspresi wajah b. Memperkenalkan diri dengan sopan
bersahabat,menunjukan rasa c. Jujur dan menepati janji
senang,ada kontak mata,mau d. Tunjukan sikap empati dan menerima klien
berjabat tangan, mau apa adanya
menyebutkan nama,mau e. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan
menjawab salam,klien mau kebutuhan dasar klien
duduk berdampingan dengan
perawat dan mau menutarakan
masalah yang dihadapi.
klien dapat b. Klien mengidentifikasi a. Diskusikan kemampuan pasien dan aspek
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif positif yang dimiliki klien buat daftarnya
kemampuan dan aspek yang dimiliki jika klien jika klien tidak mampu
positif yang dimiliki 1) Kemampuan yang dimiliki mengidentifikasi maka dimulai oleh perawat
klien untuk memberi pujian pada aspek positif
2) Aspek positif keluarga b. Setiap bertemu klien hindarikan memberi
3) Aspek positif lingkungan penilaian negative
yang dimiliki klien c. Utamakan memberi pujian yang realistis
Q. FORMAT IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Diagnosa
Tgl Implementasi Evaluasi Paraf
Keperawatan
26 Isolasi Sp 1 Pasien Nurse
April Sosial 1. Identifikasi penyebab isolasi sosial : siapa yang S : Pasien mengatakan malu saat bertemu
2021 serumah, siapa yang dekat, yang tidak dekat, orang baru
apa sebabnya O : Pasien mau melakukan bercakap - cakap
2. Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap dengan anggota keluarga

3. Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap- A : Klien mampu melakukan secara mandiri
cakap masalah teratasi sebagian
P : Optimalkan Sp 1,lanjutkan Sp 2
4. Latih cara berkenalan dengan anggota keluarga
5. Masukkan pada jadwal kegiatan harian

26 Sp 2 Pasien Nurse
April 1. Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa orang). S : Pasien mengatakan senang berkenalan
2021 Beri pujian dengan orang lain

2. Latih cara berbicara saat melakukan O : Pasien mampu melakukan bercakap -

kegiatan harian (latih 2 kegaiatan) cakap dengan 2-3 orang lain

3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian A : Pasien dapat melakukan secara mandiri
masalah teratasi sebagian
P : Optimalkan Sp 2,lanjutkan Sp 3
Sp 3 Pasien Nurse
1. Evaluasi kegaiatan latihan berkenalan (berapa S : Pasien mengatakan senang berkenalan
orang) dan berbicara saat melakukan 2 dengan orang lain
kegiatan harian. Beri pujian O : Pasien mau melakukan latihan bercakap -
2. Latih cara berbicara saat melakukan cakap dengan 4-5 orang lain
kegiatan harian (2 kegiatan baru) A : Pasien dapat melakukan secara mamdiri
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian masalah teratasi sebagian
P : Optimalkan Sp 3,lanjutkan Sp 4
27 Sp 4 Pasien Nurse
Apri 1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara S : Pasien mengatakan senang berinteraksi
l saat melakukan empat kegiatan harian. Beri dengan orang lain sambil melakukan
2021 pujian aktivitas sosial
2. Latih cara berbicara sosial: belanja ke O : Pasien mampu melakukan latihan
warung, meminta sesuatu, menjawab berinteraksi sambil melakukan kegiatan
pertanyaan sosial
3. Masukkan pada jadwal kegiatan harian A : Pasien dapat melakukan secara mandiri
masalah teratasi sebagian
P : Optimalkan Sp 4
Gangguan Sp 1 Klien Nurse
persepsi 1. Membina hubungan saling percaya S : Pasien mengatakan masih mendengar
sensori
2. Membantu pasien menyadari gangguan persepsi suara-suara, dan melihat bayangan, dan
halusinasi mengatakan mengerti tentang minum obat
sensori halusinasi
- Tanyakan pendapat klien mengenai : halusinasi secara teratur
O: klien tampak berbicara ngaur, klien
- Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadi,
tampak ketakutan, klien tampak mengerti
situasi pencetus, respon, perasan , upaya yang
tentang minum obat secara teratur
dilakukan untuk mengontrol halusinasi
A: klien mampu melakukan secara mandiri
3. Jelaskan cara mengontrol halusinasi
masalah teratasi sebagian
4. Melatih cara mengontrol halusinasi
P : optimalkan SP 1 , lanjutkan ke SP2
dengan minum obat secara teratur ( 6 benar
minum obat)
5. Masukkan ke dalam kegiatan harian pasien
28 Sp 2 pasien Nurse
April 1. Mengevaluasi kegiatan minum obat S : pasien mengatakan masih mendengar
2021 secara teratur suara-suara, dan melihat bayangan, dan
2. Menjelaskan dan melatih pasien mengatakan mengerti tentang cara
cara menghardik menghardik
3. Memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian O: klien tampak berbicara ngaur, klien
klien tampak ketakutan, klien tampak mengerti
tentang cara menghardik dan mampu
melakukannya
A: klien mampu melakukan secara mandiri
masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 2 , lanjutkan ke SP3
29 Sp 3 pasien Nurse
April 1. Mengevaluasi kegiatan minum obat dan latihan S : pasien mengatakan sudah mulai
2021 menghardik berkurang mendengar suara-suara, dan
2. Menjelaskan dan melatih mengontrol halusinasi melihat bayangan, dan mengatakan mengerti
dengan cara bercakap-cakap tentang cara bercakap-cakap
3. Memasukkkan ke dalam jadwal kegiatan harian O: klien tampak berbicara ngaur, klien
pasien tampak ketakutan, klien tampak mengerti
tentang cara latihan bercakap-cakap dan
mampu melakukannya
A: klien mampu melakukan secara mandiri
masalah teratasi sebagian
P : optimalkan SP 3 , lanjutkan ke SP4
Harga Diri Sp 1 pasien S : Pasien mengatakan tidak percaya diri saat Nurse
Rendah bertemu orang lain
1. Mengidentifikasi penyebab harga diri rendah
O : Pasien tampak diam dan murung
2. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan
A : Klien mampu melakuman dibantu dengan
berinteraksi dengan orang lain
bantuan perawat masalah teratasi sebagian
3. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian
P : Optimalkan Sp 1 lanjutkan Sp 2
tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan
satu orang

5. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan


latihan berbincang-bincang dengan orang lain
dalam kegiatan harian
30 Sp 2 pasien S : Pasien mengatakan mau bertemu dan Nurse
April berkenalan dengan orang lain
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2021 O : Pasien mampu melakukan berbincang -
2. Memberikan kesempatan kepada pasien
bincang dengan perawat
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu
A : Pasien dapat melakukannya secara
orang
mandiri masalah teratasi sebagian
3. Membantu pasien memasukkan kegiatan
P : Optimalkan Sp 2,lanjutkan Sp 3
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai
salah satu kegiatan harian
30 Sp 3 pasien Nurse
April S : Pasien mengatakan mau berkenalan
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
2021 dengan orang lain
pasien
O : Pasien mampu melakukan berbincang -
2. Memberikan kesempatan kepada
bincang dengan 2 - 3 orang lain
berkenalan dengan dua orang atau lebih
A : Pasien dapat melakukan secara mandiri
3. Menganjurkan pasien memasukkan
masalah teratasi sebagian
dalam jadwal kegiatan harian
P : Optimalkan Sp 3,lanjutkan Sp 1 keluarga

01 Sp 1 keluarga S : Keluarga mengatakan mengerti tentang Nurse


Mei penjelasan mengenai harga diri rendah dan
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
2021 cara merawat pasien harga diri rendah
keluarga dalam merawat pasien
O : Keluarga tampak memahami penjelasan
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga
yang diberikan dan dapat mengulangi
diri rendah yang dialami pasien beserta proses
kembali
terjadinya
A : Keluarga mampu merawat pasien secara
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga
mandiri masalah teratasi sebagian
diri rendah
P : Memantau dan lanjutkan Sp keluarga 2
01 Sp 2 keluarga S : Keluarga mengatakan mau latihan Nurse
Mei mempraktekan secara langsung merawat
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
2021 pasien harga diri rendah
merawat pasien dengan isolasi sosial
O : Keluarga mau melakukan perawatan
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung pada pasien harga diri rendah
langsung kepada pasien harga diri rendah
A : Keluarga mampu melakukan secara
mandiri masalah teratasi sebagian
P : Memantau dan menlanjutkan Sp keluarga
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pada pengkajian klien dengan isolasi sosial lebih mudah dilakukan karena

klien yang cukup kooperatif dan dapat membina hubungan saling percaya

dengan perawat dan selama pengkajian mendapat dukungan dari perawat

ruangan, catatan medical record. Data yang ada di teori ada yang tidak di

temukan pada saat pengkajian seperti merasa diri penting, pengurangan

diri, dan lain-lain.

2. Diagnosa keperawatan pada tinjauan teori tidak semua sama dengan

tinjauan kasus, di mana dalam tinjauan kasus diagnosa keperawatan dapat

berkembang dan bertambah sesuai dengan respon yang di dapatkan pada

klien. Adapun diagnosa yang diangkat dalam tinjauan kasus yaitu :

a. Isolasi Sosial

b. Harga Diri Rendah

c. Defisit Perawatan Diri : Mandi, berhias/berdandan.

d. Risiko Gangguan Persepsi SensoriHalusinasi

3. Pelaksanaan tindakan keperawatan isi sesuai dengan rencana tindakan

yang ada, intervensi yang dilakukan oleh penulis adalah diagnosa

keperawatan 1 : SP 1P, SP 2P, dan SP 3P isolasi sosial, dan diagnosa

keperawatan 2 : SP 1P, SP 2P, SP 3P, dan SP 4P defisit perawatan diri.

Kesulitan dalam melakukan tindakan keperawatan salah satunya yaitu

klien yang kurang kooperatif dalam hal berkomunikasi.


4. Evaluasi yang telah berhasil di laksanakan yaitu diagnosa keperawatan 1 :

SP 1 P, SP 2 P, dan SP 3 P isolasi sosial, dan diagnosa keperawatan 2 : SP

1P, SP 2P, SP 3P, dan SP 4P defisit perawatan diri. Adapun faktor – faktor

yang menunjang keberhasilan yaitu pada hari berikutnya klien sudah

mulai kooperatif dalam hal berkomunikasi.

5. Semua tindakan keperawatan yang dilaksanakan oleh penulis, di

dokumentasikan sebagai aspek tanggung jawab, tanggung gugat kedalam

suatu bentuk format pendokumentasian keperawatan.

B. Saran-saran

Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan untuk perbaikan dalam hal

meningkatkan mutu dan kualitas asuhan keperawatan adalah sebagai berikut:

1. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan agar dapat memberikan dan menambah referensi yang terbaru

didalam perpustakan sehingga penyusun karya tulis ilmiah ini mahasiswa dalam

mencari literatur. Dan diharapakan agar memberikan pembekalan/pengarahan

pada mahasiswa sebelum terjun kerumah sakit jiwa.

2. Bagi Institusi Rumah Sakit

Dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien

dengan tepat, benar, dan sesuai dengan prosedur hendaknya rumah sakit terus

meningkatkan sumber daya manusia dengan melaksanakan pelatihan/seminar

untuk perawat dan juga menyediakan fasilitas yang sesuai dengan standar

prosedur tindakan keperawatan.

3. Bagi Perawat

Bagi perawat hendaknya selalu meningkatkan kerjasama yang harmonis terhadap

seluruh tim kesehatan, meningkatkan ilmu pengetahuan dan skill tindakan,


sehingga asuhan keperawatan dapat dilaksanakan tanpa adanya hambatan

khususnya dikeperawatan jiwa.

4. Bagi Pasien dan Keluarga

Bagi pasien dan keluarga hendaknya lebih memperhatikan pola kehidupan

sehari-hari supaya terciptanya suasana yang nyaman didalam keluarga. Sehingga

resiko terkena gangguan jiwa dapat diminimalkan.


DAFTAR PUSTAKA

Siswanto. (2007). Kesehatan Mental (Konsep cakupan dan

perkembangannya). Yogyakarta: ANDI

Stuart and Sundeen, “ Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa “, alih bahasa

Hapid AYS, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Stuart. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

Stuart, G.W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Spsychiatric Mental Health

Nursing. 2008. Jakarta: EGC.

Yosep & Sutini (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika

Aditama.

Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Videbeck, Sheila L. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Spsychiatric Mental Health

Nursing. 2008. Jakarta: EGC.

Copel, Linda Carman (2007). Kesehatan Jiwa Dan Psikiatri Pedoman Klinis

Perawat. Jakarta: EGC.

Direja, Ade (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha

Medik

Anda mungkin juga menyukai