Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Untuk Memenuhi Nilai Tugas PKK Keperawatan Jiwa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

DISUSUN OLEH:
THYAS AGUSTINA HUTRIANINGRUM
17.156.01.11.038

4A KEPERAWATAN
STIKes MEDISTRA INDONESIA
2021
LAPORAN PENDAHULAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA
PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah utama
Resiko perilaku kekerasan
B. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
2. Faktor prediposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
anusia dipengaruhi oleh dua insting. Kesatu insting hidup yang di ekspresikan
dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan dengan
agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut freud
ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya
akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang
menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan
agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping
yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola
pertahanan atau koping.
b. Faktor sosial budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977)
dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi,
dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya
secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal
atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan
marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif mempunyai
dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku agresif.
Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya,
mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku),
lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin,
dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal
dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap
4. Tanda dan gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
a. Fisik
a) Muka merah dan tegang
b) Mata melotot/ pandangan tajam
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
e) Postur tubuh kaku
f) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
a) Bicara kasar
b) Suara tinggi, membentak atau berteriak
c) Mengancam secara verbal atau fisik
d) Mengumpat dengan kata-kata kotor
e) Suara keras
f) Ketus
c. Perilaku
a) Melempar atau memukul benda/orang lain
b) Menyerang orang lain
c) Melukai diri sendiri/orang lain
d) Merusak lingkungan
e) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel,
tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan
menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

5. Rentang respon
Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan ( panik ).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif


Kekerasan
Gambar 1. Rentang Respon
Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif
sampai kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemukan alternatif.
c. Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif: perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan
ungkapan kemarahan yang dimanivestasikan dalam bentuk fisik.
Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses
penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan
sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau
diremehkan.” Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon
normal (asertif) sampai pada respon yang tidak normal (maladaptif).
6. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak
baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada
objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap
berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat
menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk
bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain
tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau
bayang-bayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini
data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan).
g. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga
yang kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi
perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang
menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan
karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).
C. Pohon masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan Core problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah


Gambar 2. Pohon masalah
D. Masalah keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
E. Data yang perlu dikaji
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jikasedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif :
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang barang.
2. Perilaku kekerasan/amuk
a. Data Subyektif :
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jikasedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
a. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
F. Diagnosa keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
G. Rencana tindakan keperawatan
Diagnosa Tujuan umum Tujuan khusus
keperawatan
Resiko Klien tidak mencederai Klien dapat membina hubungan
perilakunkekerasan diri sendiri, orang lain dan salingpercaya.
lingkunganya Rasional: Hubungan saling
percaya merupakan dasar untuk
kelancaran interaksi
Tindakan:
a. Bina hubungan saling
percaya :
- Beri salam
terapeutik
- Perkenalkan diri
- Tanyakan nama
dan nama
panggilan
- Jelaskan tujuan
interaksi
- Buat kontrak setiap
interaksi (topik,
waktu, tempat )
- Bicara dengan
rileks dan tenang
tanpa menantang
b. Tunjukkan sikap empati
dan menerima klien apa
adanya
c. Lakukan kontak singkat
tetapi sering
Klien dapat mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan.
Rasional: Setelah diketahui
penyebabnya, maka dapat
dijadikan titik awal penanganan
Tindakan:
a. Beri kesempatan
mengungkapkan perasaan
jengkel / kesal
b. Bantu klien untuk
mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel/kesal
c. Dengarkan ungkapan rasa
marah dan perasaan
bermusuhan dengan sikap
tenang
Klien dapat mengidentifikasi
tanda dan gejala perilaku
kekerasan.
Rasional: Untuk mengetahui hal
yang dialami dan dirasakan saat
melakukan perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien
mengungkapkan apa yang
dialami dan dirasakannya
saat jengkel/marah.
b. Observasi tanda dan gejala
perilaku kekerasan pada
klien
c. Simpulkan bersama klien
tanda dan gejala
jengkel/kesal yang dialami
klien.
Klien dapat mengidentifikasi
perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Rasional: Untuk mengetahui
perilaku kekerasan yang biasa
klien lakukan dan dengan bantuan
perawat bisa membedakan
perilaku konstruktif dengan
destruktif
Tindakan:
a. Anjurkan klien untuk
mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan klien (verbal,
pada orang lain, pada
lingkungan dan pada diri
sendiri)
b. Bantu klien bermain peran
sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan.
c. Bicarakan dengan klien
apakah dengan cara yang
klien lakukan masalahnya
selesai
Klien dapat mengidentifikasi
akibat perilaku kekerasan
Rasional: Dengan mengetahui
akibat perilaku kekerasan
diharapkan klien dapat mengubah
perilaku destruktidf menjadi
konstruktif.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/ kerugian
dari cara yang telah
dilakukan klien
b. Bersama klien simpulkan
akibat cara yang digunakan
oleh klien.
c. Tanyakan pada klien
apakah ”apakah ingin
mempelajari cara baru
yang sehat”
Klien dapat mendemonstrasikan
cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan.
Rasional: Penyaluran rasa marah
yang konstruktif dapat
menghindari perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Diskusikan kegiatan fisik
yang biasa dilakukan klien.
b. Beri reinforcement positif
atas kegiatan fisik yang
biasa dilakukan klien.
c. Diskusikan dua cara fisik
yang paling mudah
dilakukan untuk mencegah
perilaku kekerasan, yaitu:
tarik nafas dalam dan
pukul kasur dan bantal.
d. Diskusikan cara
melakukan tarik nafas
dalam dengan klien
e. Beri contoh kepada klien
tentang cara menarik nafas
dalam
f. Minta klien untuk
mengikuti contoh yang
diberikan sebanyak 5 kali
g. Beri pujian positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasikan cara
menarik nafas dalam
h. Diskusikan dengan klien
mengenai frekuensi latihan
yang akan dilaksanakan
sendiri oleh klien
i. Susun jadwal kegiatan
untuk melatih cara yang
telah dipelajari
j. Klien mengevaluasi
pelaksanaan latihan cara
pencegahan perilaku
kekerasan yang telah
dilakukan dengan mengisi
jadwal kegiatan harian
(self evaluation)
Klien dapat mendemonstrasikan
cara sosial untuk mencegah
perilaku kekerasan.
Rasional: dengan berbicara yang
baik (meminta, menolak dan
mengungkapkan perasaan) dapat
menhindari perilaku kekerasaan.
Tindakan :
a. Diskusikan cara bicara
yang baik pada klien.
b. Beri contoh cara bicara
yang baik: meminta
dengan baik, menolak
dengan baik dan
mengungkapkan perasaan
yang baik).
c. Minta klien mengikuti
contoh cara bicara yang
baik.
d. Diskusikan dengan klien
tentang waktu dan kondisi
cara bicara yang dapat
dilakukan diruangan.
e. Klien mengevaluasi
pelaksanaan latihan cara
bicara yang baik dengan
mengisi jadwal kegiatan
harian (self evaluation)
Klien dapat mendemonstrasikan
cara spiritual untuk mencegah
perilaku kekerasan
Rasional: ibadah yang biasa
dilakukan dapat digunakan untuk
menetramkan jiwa sehingga
perilaku kekerasan dapat terhindar
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien
tentang kegiatan ibadah
yang pernah dilakukan
b. Bantu klien menilai
kegiatan ibadah yang dapt
dilakukan
c. Diskusikan dengan klien
tentang waktu pelaksanan
kegiatan ibadah
d. Klien mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan
ibadah dengan mengisi
jadwal kegiatan harian
(self evaluation)
Klien mendemonstrasikan
kepatuhan minum obat untuk
mencegah perilaku kekerasan.
Rasional: Klien dapat memiliki
kesadaran pentingnya minum obat
dan bersedia minum obat dengan
kesadaran sendiri.
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien
tentang jenis obat yang
diminumnya (nama, warna,
besar); waktu minum
obat;cara minum obat.
b. Diskusikan dengan klien
tentang manfaat minum
obat secara teratur.
c. Jelaskan prinsip benar
minum obat (nama, dosis,
waktu, cara minum).
d. Anjurkan klien minta obat
dan minum obat tepat
waktu.
e. Anjurkan klien melapor
kepada perawat/ dokter
bila merasakan efek yang
tidak menyenangkan.
f. Berikan pujian pada klien
bila minum obat dengan
benar.
Klien dapat mengikuti Terapi
Aktivitas Kelompok (TAK):
stimulasi persepsi pencegahan
perilaku kekerasan.
Rasional: dengan mengikuti TAK
klien bisa mengungkapan perasaan
yang berhubungan dengan
perilaku kekerasan kepada temen
dan perawat.
Tindakan:
a. Anjurkan klien untuk ikut
TAK: stimulasi persepsi
pencegahan perilaku
kekerasan.
b. Fasilitasi klien untuk
mempraktikan hasil
kegiatan TAK dan beri
pujian atas keberhasilanya.
Klien mendapatkan dukungan
keluarga dalam melakukan
pencegahan perilaku kekerasan.
Rasional: Keluarga adalah orang
yang terdekat dengan klien,
dengan melibatkan keluarga, maka
mencegah klien kambuh.
Tindakan:
a. Identifikasi kemampuan
keluarga dalam merawat
klien sesuai dengan yang
telah dilakukan keluarga
terhadap klien selama ini
b. Jelaskan cara-cara merawat
klien: terkait dengan cara
mengontrol perilaku marah
secara konstruktif, sikap
dan cara bicara.
c. Diskusikan dengan
keluarga tentang tanda-
tanda marah, penyebab
marah dan cara
menghadapi klien saat
marah
d. Beri reinforcement positif
pada hal-hal yang dicapai
keluarga
STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN
A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tenang, kooperatif, klien mampu menjawab semua pertanyaan yang
diajukan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusu
a. Pasien dapat mengidentifikasi PK
b. Dapat mengidentifikasi tanda-tanda PK
c. Pasien dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya
d. Pasien dapat menyebautkan akibat dari PK yang dilakukannya
e. Pasien dapat menyebutka cara mencegah / mengendalikan Pknya
4. Tindakan Keperawatan
1. SP 1 :
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah,
tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibat dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik
pertama (latihan nafas dalam).
2. Orientasi :
“Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Thyas. Saya senang dipanggil
Thyas. Dengan ibu siapa? kemudian senang diapanggil apa ? baiklah,
Saya perawat yang dinas diruangan cempaka 1 ini, saya dinas diruangan
ini selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam 1
siang, jadi selama2 minggu ini saya yang merawat ibu. Nama ibu siapa?
Dan senang nya dipanggil apa?”“ Bagaimana perasaan ibu N saat ini?”
masih ada perasaan kesal atau marah? Apa yang terjadi dirumah ?’’ “
Baiklah sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah
ibu,”“ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau
20 menit“ Bagaimana kalau kita berbincang-bincang diruang tamu?”
3. Kerja :
“ Apa yang menyebabkan ibu N marah? Apakah sebelumnya ibu N pernah
marah? Terus penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? Pada
saat penyebab marah itu ada, seperti rumah yang berantakan, makanan
yang tidak tersedia, air tak tersedia ( misalnya ini penyebab marah klien),
apa yang ibu N rasakan?“ Apakah ibu N merasa kesal, kemudian dada ibu
berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan
mengepal?”“ apa yang ibu lakukan selanjutnya”“ Apakah dengan ibu N
marah-marah, keadaan jadi lebih baik?“ Menurut ibu adakah cara lain
yang lebih baik selain marah-marah?“maukah ibu belajar mengungkapkan
marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?” ada beberapa cara fisik
untuk mengendalikan rasa marah, hari ini kita belajar satu cara dulu, “
begini bu, kalau tanda- marah itu sudah ibu rasakan ibu berdiri lalu tarik
nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan
dari mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba lagi bu dan lakukan
sebanyak 5 kali. Bagus sekali ibu N sudah dapat melakukan nya.“ nah
sebaiknya latihan ini ibu N lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul ibu N sudah terbiasa melakukannya”.
4. Terminasi :
“ Bagaimana perasaan ibu N setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan ibu? ” Coba ibu N sebutkan penyebab ibu marah dan yang ibu
rasakan dan apa yang ibu lakukan serta akibatnya. Sekarang kita buat
jadwal latihan nya ya bu, berapa kali sehari ibu mau latihan nafas
dalam ?”“baik bagaimana kalau besok kita latihan cara lain untuk
mencegah dan mengendalikan marah ibu N.” tempatnya disini saja ya
Bu?”Selamat Pagi.”
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan SP. Jakarta: Selemba
Medika
Said, S.2013. Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan. Diunduh pada tanggal 19
April 2014 dari http://nandarnurse.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-
askep perilaku.html#axzz2zLFTehEC
Sembiring, E.2011.Perilaku Kekerasan. Diunduh pada tanggal 19 April 2014 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27602/4/Chapter%20II.pdf.
Sertiawan, L. B.2013.Keperawatan Jiwa : Perilaku Kekerasan. Diunduh pada Tanggal
24 April 2014 dari http://www.slideshare.net/setiwanlilikbudi/laporan-
pendahuluan-perilaku-kekerasan
Yosep. 2009. Keperawatan jiwa edisi refisi. Bandung: PT.Refika Aditama
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: USU Press
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT
Refrika Aditama

Anda mungkin juga menyukai