Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD)

Disusun oleh :
IRENE DEVI ANGGRAENI
2115603111058

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes Medistra Indonesia

Jl. Cut Mutia Raya No. 88 A – Kel. Sepanjang Jaya – Bekasi


Telp. (021) 82431375, Fax. (021) 82431374
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD)

A. Konsep Chronic Kidney Desease (CKD)

1. Pengertian
Menurut Smeltzer dan Bare (2015) CKD atau gagal ginjal kronis
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (retensi
urea dan sampah nitrogen lain dalamdarah).

Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI), CKD


merupakan kerusakan ginjal yang terjadi dengan penurunan GFR
(Glomerular Filtration rate) <60 mL/min/ 1.73 m2 selama lebih dari 3
bulan (Kasiske, Betram., 2014)

2. Klasifikasi CKD
Penyakit CKD selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFRyang
tersisa (Muttaqin & Sari, 2011). Price dan Wilson (2012) menjelaskan
perjalanan klinis umum CKD progresif dibagi menjadi tiga stadium
yaitu:
a. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Pada stadium pertama kreatinin serum dan kadar BUN normal dan
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi
dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut,
seperti tes pemekatan urine. Muttaqin dan Sari (2011) menjelaskan
penurunan cadangan ginjal yang terjadi apabila GFR turun 50%
dari normal.

b. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)


Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya
25% dari normal). Pada tahap ini BUN mulai meningkat diatas
normal, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar
normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
c. Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Stadium ketiga disebut penyakit ginjal stadium akhir (ERSD) yang
dapat terjadi apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai GFR
10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar
5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan
kadar BUN meningkat sangat menyolok sebagai respons terhadap
GFR yang mengalami sedikit penurunan.

KDOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari


tingkat penurunan GFR yaitu:
a. Stage1: Kidney damage with normalor increased GFR (>90
mL/min/1.73m2)
b. Stage2: Mild reduction in GFR (60-89 mL/min/1.73 m2)
c. Stage3: Moderate reduction in GFR (30-59 mL/min/1.73 m2)
d. Stage4: Severe reductionin GFR (15-29mL/min/1.73 m2)
e. Stage5: Kidney failure(GFR <15 mL/min/1.73 m2 or dialysis)

3. Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya CKD.
Akan tetapi, apapun penyebabnya, respons yang terjadi adalah
penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan CKD bisa disebabkan dari ginjal
sendiri maupun dari luar ginjal (Muttaqin & Sari, 2011).

Price dan Wilson (2012) mengkategorikan ada delapan kelas yang


menjadi penyebab tersering dari penyakit CKD yaitu :
a. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati.
b. Penyakit peradangan glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah penyebab gagal ginjal pada sepertiga
pasien yang membutuhkan dialisis atau transplantasi.
Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya
timbul pasca infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut,
gangguan fisiologis utamanya dapat mengakibatkan eksresi air,
natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul edema dan
azotemia, peningkatan aldosterone menyebabkan retensi air dan
natrium. Untuk glomerulonefhritis kronik, ditandai dengan
kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan tampak ginjal
mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan bergranula. Ini
disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, karena
tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan
dinding arteri (Haryono, 2013).
c. Penyakit vaskuler hipertensif seperti nefrosklerosis benigna,
nefroklerosis maligna, dan stenosis arteri renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik,
poliarterites nodosa, dan sklerosis sistemik progresif.
e. Penyakit kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik,
dan asidosis tubulus ginjal.
f. Gangguan metabolik yang dapat mengakibatkan CKD antara lain
diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme dan amiloidosis.
g. Netropati toksik akibat penyalahgunaan analgesik dan nefropati
timah.
h. Nefropati obstruksi
Traktus urinarius bagian atas: batu, neoplasma, fibrosis
retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah: hipertrofi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria dan uretra.

4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit CKD pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Penyakit CKD dimulai pada fase awal
gangguan, keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan
zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada ginjal yang sakit
(Muttaqin & Sari, 2011).

Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab yaitu


infeksi, vaskuler, zat toksik, obstruksi saluran kemih yang pada
akhirnya akan terjadi kerusakan nefron sehingga menyebabkan
penurunan GFR dan menyebabkan CKD, yang mana ginjal mengalami
gangguan dalam fungsi eksresi dan fungsi non-eksresi
(Nursalam,2007). Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme
protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam
darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak masalah muncul pada CKD sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan
penurunan kliresn (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal). Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berungsinya
gromeruli) klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum
akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) juga
meningkat (Smeltzer & Bare, 2015)

Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau


mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir.
Terjadi penahanan cairan dan natrium, sehingga beresiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat
terjadi akibat aktivasi aksis renin-angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Sindrom uremia juga bisa
menyebabkan asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu
menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat
tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan
megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi fosfat
dan asam organik yang terjadi, maka mual dan muntah tidak dapat
dihindarkan (Smeltzer & Bare, 2015).
Penurunan sekresi eritropoetin sebagai faktor penting dalam stimulasi
produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk
hemoglobin berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan
oksigen oleh hemoglobin berkurang maka tubuh akan mengalami
keletihan,angina dan napas sesak.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan


metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi
yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui
glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan
sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathhormon dari kelenjar paratiroid,
tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang
menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit
tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat
di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal
(Smeltzer & Bare, 2015).
PATHWAY CKD
5. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis
Smeltzer & Bare (2015) menjelaskan bahwa setiap sistem tubuh
dipengaruhi oleh kondisi uremia pada pasien CKD, maka pasien akan
memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan
gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi
lain yang mendasari pada usia pasien diantaranya yaitu:
a. Kardiovakuler
1) Hipertensi
2) Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
3) Edema periorbital
4) Friction rub pericardial
5) Pembesaran vena leher
b. Integumen
1) Warna kulit abu-abu mengkilat
2) Kulit kering, besisik
3) Pruritus
4) Ekimosis
5) Kuku tipis dan rapuh
6) Rambut tipis dan kasar

Penimbunan pigmen urine (terutama urokrom) bersama anemia


pada insufisiensi ginjal lanjut akan menyebabkan kulit pasien
menjadi putih – putih seakan berlilin dan kekuning – kuningan.
Jika kadar BUN sangat tinggi, maka pada bagian kulit yang banyak
keringat akan timbul kristal – kristal urea yang halus dan berwarna
putih. Memar pada kulit terjadi karena peningkatan fragilitas
kapiler.

c. Pulmoner
1) Ronkhi basah kasar (krekels)
2) Sputum kental dan lengket
3) Napas dangkal
4) Pernapasan kussmaul
d. Gastrointerstinal
1) Napas berbau amonia
2) Ulserasi dan perdarahan pada mulut
3) Anoreksia, mual dan muntah
4) Konstipasi dan diare
5) Perdarahan pada saluran cerna
e. Neurologi
1) Kelemahan dan keletihan
2) Konfusi
3) Disorientasi
4) Kejang
5) Kelemahan pada tungkai
6) Rasa panas pada telapak kaki
7) Perubahan perilaku
f. Muskuloskeletal
1) Kram otot
2) Kekuatan otot hilang
3) Fraktur tulang
4) Foot drop
g. Reproduktif
1) Amenore
2) Atrofil testiskuler

6. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare
(2015) yaitu :
a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diet berlebihan.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat
retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
sistem rennin-angiostensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia
sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh
toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat,
kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D
abnormal dan peningkatan kadar alumunium.

7. Penatalaksanaan
Menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi
merupaka tujuan dari penatalaksanaan pasien CKD (Muttaqin& Sari,
2011). Menurut Suharyanto dan Madjid (2009) pengobatan pasien
CKD dapat dilakukan dengan tindakan konservatif dan dialisis atau
transplatansi ginjal.
a. Tindakan konservatif
Tindakan konservatif merupakan tindakan yang bertujuan untuk
meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif.
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan.
Intervensi diet perlu pada gangguan fungsi renal dan mencakup
pengaturan yang cermat terhadap masukan protein, masukan
cairan untuk mengganti cairan yang hilang, masukan natrium
untuk mengganti natrium yang hilang dan pembatasan kalium
(Smeltzer & Bare, 2015).
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN,
tetapi juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta
mengurangi produksi ion hydrogen yang berasal dari
protein. Brunner dan Suddart (2016), menjelaskan protein
yang diperbolehkan harus mengandung nilai biologis yang
tinggi (produk susu, keju, telur, daging).
b) Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal
ginjal lanjut. Asupan kalium dikurangi. Diet yang
dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari. Penggunanaan makanan
dan obat-obatan yang tinggi kadar kaliumnya dapat
menyebabkan hiperkalemia.
c) Diet rendah natrium
Diet natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g
Na). Asupan natrium yang terlalu longgar dapat
mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru,
hipertensi dan gagal jantung kongestif.
d) Pengaturan cairan
Cairan yang diminimum penderita gagal ginjal tahap lanjut
harus di awasi dengan seksama. Parameter yang terdapat
untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan
yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran Berat badan
harian.

Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan


adalah:

Jumlah urine yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)

Misalnya : Jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam


adalah 400 ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 +
500 ml = 900 ml.

2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi


a) Hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan
cairan. Pemberian obat antihipertensi seperti metildopa
(aldomet), propranolol, klonidin. Apabila penderita sedang
mengalami terapi hemodialisa, pemberian antihipertensi
dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi dan syok
yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler
melalui ultrafiltrasi. Pemberian diuretik seperti furosemid
(Lasix).
b) Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius,
karena bila K+ serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat
mengakibatkan aritmia dan juga henti jantung.
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan
insulin intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel,
atau dengan pemberian kalsium glukonat 10%.
c) Anemia
Anemia pada pasien CKD diakibatkan penurunan sekresi
eritropoeitin oleh ginjal. Pengobatannya adalah pemberian
hormon eritropoeitin selain dengan pemberian vitamin dan
asam folat, besi dan tranfusi darah.
d) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3-plasma
dibawah angka 15 mEq/L. Bila asidosis beratakan dikoreksi
dengan pemberian Na HCO3- (Natrium Bikarbonat)
parenteral. Koreksi pH darah yang berlebihan dapat
mempercepat timbulnya tetani, maka harus dimonitor
dengan seksama.
e) Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat
mengikat fosfat didalam usus. Gel yang dapat mengikat
fosfat harus dimakan bersama makanan.
f) Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit
ginjal lanjut adalah pemberian alopurinol. Obat ini
menggurangi kadar asam urat dengan menghambat
biosintesis sebagian asam urat total yang dihasilkan tubuh.
b. Dialisis dan transplatansi
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit CKD stadium 5,
yaitu pada GR kurang dari 15ml/menit. Terapi pengganti tersebut
dapat berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Sudoyo, dkk, 2010).
Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita dalam
keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal
(Suharyanto &Madjid ,2009)

Menurut Smeltzer (2016) Penatalaksanaan keperawatan pada


pasien CKD yaitu :

a. Mengkaji status cairan dan mengidentifikasi sumber potensi


ketidak seimbangan cairan pada pasien.
b. Menetap program diet untuk menjamin asupan nutrisi yang
memadai dan sesuai dengan batasan regimen terapi.
c. Mendukung perasan positif dengan mendorong pasien untuk
meningkatkan kemampuan perawatan diri dan lebih mandiri.
d. Memberikan penjelasan dan informasi kepada pasien dan
keluarga terkait penyakit CKD, termasuk pilihan pengobatan
dan kemungkinan komplikasi.
e. Memberi dukungan emosional.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus Choronic Kidney Desease


(CKD)
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data Awal
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, nomor register dan diagnosa medis.
2) Identitas Penangung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan
hubungan.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien
sebelum masuk ke rumah sakit. Pada pasien dengan gagal ginjal
kronik biasanya didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai
dari urine keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas bau (amonia), dan
gatal pada kulit (Muttaqin& Sari, 2011).

c. Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urine, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau amonia, rasa sakit kepala,
dan perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin & Sari, 2011).

d. Riwayat Kesehatan Dahulu


Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit
gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih,
infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin & Sari,
2011).

e. Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayatpenyakitvaskuler hipertensif, penyakitmetabolik,riwayat
menderitapenyakitgagalginjalkronik.

f. Pola-Pola Aktivitas Sehari-Hari


1) Pola Aktivitas / Istirahat
Biasanya pasien mengalami kelelahan ekstrim,kelemahan,
malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau samnolen),
penurunan rentang gerak (Haryono, 2013).

2) Pola Nutrisi dan Metabolisme


Biasanya pasien mual, muntah, anoreksia, intake cairan
inadekuat, peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak
sedap pada mulut (pernafasan amonia) (Haryono,2013).

3) Pola Eliminasi
Biasanya pada pasien terjadi penurunan frekuensi urine,
oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung,
diare konstipasi, perubahan warna urin (Haryono 2013).

4) Persepsi diri dan konsep diri


Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah, perubahan
kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak
mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.

5) Pola reproduksi dan seksual


Penurunan libido, amenorea, infertilitas(Haryono, 2013).

g. Pemeriksaan Fisik
1) Keluhan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat. Pada hasil pemeriksaan
vital sign, sering didapatkan adanya perubahan pernafasan
yang meningkat, suhu tubuh meningkat serta terjadi perubahan
tekanan darah dari hipertensi ringan hingga menjadi berat
(Muttaqin & Sari,2011).

2) Pengukuran antropometri: Penurunan berat badan karena


kekurangan nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.

3) Kepala
a) Mata : konjungtiva anemis, mata merah, berair,
penglihatan kabur, edema periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : biasanya ada pernapasan cuping hidung
d) Mulut : nafas berbau amonia, mual,muntah serta cegukan,
peradangan mukosa mulut.

4) Leher : terjadi pembesaran vena jugularis.


5) Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan dangkal dan kusmaul serta krekels, pneumonitis,
edema pulmoner, friction rub pericardial.
6) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
7) Genital : atropi testikuler, amenore.
8) Ekstremitas : Capitally revil time > 3 detik, kuku rapuh dan
kusam serta tipis, kelemahan pada tungkai, edema, akral
dingin, kram otot dan nyeri otot, nyeri kaki, dan mengalami
keterbatasan gerak sendi.
9) Kulit : ekimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu,
mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal (pruritus), kuku tipis dan
rapuh, memar (purpura), edema.
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Menurut Muttaqin (2011) dan Rendi & Margareth (2012) hasil
pemeriksaan laboratoium pada pasien gagal ginjal kronik
adalah :
a) Urine, biasanya kurang dari 400ml / 24 jam (oliguria) atau
urine tidak ada (anuria). Warna secara abnormal urine keruh
mungkin disebabkan pus, bakteri, lemak fosfat, dan urat
sedimen kotor. Kecoklatan menunjukkan adanya darah.
Berat jenis urine kurang dari 0,015 (metap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat). Protein, derajat tinggi
proteinuria (3-4) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.
b) Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia normoster
normokrom dan jumlah retikulosit yang rendah.
c) Ureum dan kreatinin meninggi, biasanya perbandingan
antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Perbandingan
bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna,
demam, luka bakar luas, pengobatan steroid dan obstruksi
saluran kemih. Perbadingan ini berkurang ketika ureum
lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein dan tes
Klirens Kreatinin yang menurun.
d) Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan.
Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut
bersama dengan menurunnya diuresis.
e) Hipoklasemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena
berkurangnya sintesis vitamin D3 pada pasien CKD.
f) Alkalin fosfat meninggi akibat gangguan metabolisme
tulang, terutama isoenzim fosfatase lindin tulang.
g) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
h) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan perifer).
i) Hipertrigleserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan peninggian hormon insulin dan menurunnya
lipoprotein lipase.
j) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi
menunjukkan Ph yang menurun, HCO3 yang menurun,
PCO2 yang menurun, semua disebabkan retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.

2) Pemeriksaan Diagnostik lain


Pemeriksaan radiologis menurut Sudoyo,dkk (2009) dan
Muttaqin & Sari (2011) meliputi :
a) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal
(adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal, bisa tampak batu radio –
opak, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
b) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai
resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam
urat. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras
sering tidak bisa melewati filter glomerulus, disamping
kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c) Ultrasonografi (USG) untuk menilai besar dan bentuk
ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih dan prostat.
d) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri,
lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi) serta
sisa fungsi ginjal.
e) Elektrokardiografi (EKG) untuk melihat kemungkinan:
hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda pericarditis, aritmia,
gangguan elektrolit (hiperkalemia).

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan NANDA internasional 2015-2017 yang
mungkin muncul pada pasein CKD yaitu :
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
3. Penuruan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas
4. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan koagulopati (uremia)
5. Risiko cidera berhubungan dengan profil darah yang abnormal
(uremia)
6. Risiko ketidakefektifan perusi jaringan ginjal berhubungan dengan
hipoksia
7. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
berkurangnya suplai oksigen ke jaringan
8. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual dan muntah/anoreksia
9. Nyeri kronis berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
kronis
10. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
11. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasiv berulang
12. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
status cairan.
3. Rencana
Keperawatan
Tabel 2.1
Rencanan Keperawatan

No Diagnosis NOC NIC


Keperawatan
1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan asuhan Monitor pernafasan
nafas berhubungan keperawatan, diharapakan pola
1. Monitor pola nafas (
dengan hiperventilasi nafas pasien kembali efektif
bradipneu, takiepneu,
dengan status pernafasan pasien
hiperventilasi, kusmaul)
kembali normal. 2. Palpasi kesimetrisan ekspansi
Defenisi : Inspirasi
paru
dan/ atau ekspirasi kriteria hasil: 3. Berikan terapi nafas jika
yang tidak memberi diperlukan.
1. Tidak ada deviasi frekuensi
ventilasi adekuat Pernafasan
2. Irama pernfasan dalam
Batasan rentang normal Manajemen jalan nafas
Karakteristik: 3. Tidak ada penggunaan otot
1. Posisikan pasien untuk
a. Fase ekspirasi bantu nafas
memaksimalkan ventilasi
memanjang 4. Tidak ada suara nafas
2. Ausklultasi suara nafas
b. Penggunaan otot tambahan
3. Monitor status pernafasan dan
bantu pernafasan 5. Saturasi oksigen dalam
oksigenasi
c. Pernapasan rentang normal
cuping hidung 6. Tidak ada sianosis
d. Pola nafas 7. Tidak mengalami gangguan Manajemen asam basa:
abnormal kesadaran
Asidosis Metabolik
(misalnya irama,
frekuensi, 1. Monitor pernafasan
kedalaman) Setelah dilakukan asuhan
2. Monitor ketidak seimbangan
keperawatan, diharapakan pola eletrolit yang berhubungan
nafas pasien kembali efektif dengan asidosis metabolik.
dengan tidak ada terjadinya 3. Monitor tanda dan gejala
keparahan asidosis akut. rendahnya HCO3 atau
kelebihan ion hydrogen
Kriteria Hasil : (pernafasan kussmaul,
kelemahan, diorientasi, sakit
1. Tidak ada Aritmia kepal, anoreksia)
2. Tidak ada peningkatan
4. Berikan cairan sesuai indikasi
frekuensi pernafasan
5. Monitor intake dan output
3. Tidak ada penurunan
kesadaran
4. Tidal ada nyeri kepala Terapi oksigen

1. Berikan oksigen sesuai


kebutuhan
2. Monitor aliran oksigen
3. Amati tanda-tanda
hipoventilasi

2 Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan Manajemen Elektrolit/cairan


cairan berhubungan keperawatan diharapkan terjadi
dengan gangguan keseimbangan cairan dan 1. Pantau kadar serum elektrolit
2. Timbang berat badan harian
mekanisme regulasi elektrolit dalam tubuh.
3. Batasi cairan yang sesuai
Kriteria Hasil: 4. Berikan resep diet yang tepat
untuk cairan tertentu atau pada
Defenisi
1. Tekanan darahdalam ketidak seimbangan elektrolit
:Peningkatan retensi 5. Berikan antipiretik yang sesuai
batasnormal
cairan isotonik. 2. Keseimbangan intake dan Manajemen cairan
output
Batasankarakterisit 3. Kestabilan beratbadan 1. Monitor perubahan berat
k: 4. Tidak ada edemaperifer badan pasien sebelum dan
5. Elektrolitserumdalam sesudah dialisis.
batasnormal 2. Pasang kateter urin
3. Monitor hasil laboratorium
a. Bunyi nafas 6. Berat jenisurin tidak yang relevan dengan retensi
tambahan terganggu cairan (BUN, Hematokrit dan
b. Distensi vena osmolalitas urin)
jugularis 4. Monitor tanda-tanda vital
c. Edema perifer pasien.
d. Gangguan pola 5. Monitor indikasi kelebihan
nafas cairan (CVP, Edema, distensi
e. Gangguan tekanan vena leher, dan asites).
darah 6. Kaji lokasi dan luasnya
f. Ketidak edema, jika ada.
seimbangan 7. Berikan terapi IV seperti yang
elektrolit ditentukan
g. Oliguria 8. Monitor status gizi
h. Penambahan berat 9. Berikan diuretic yang
badan dalam diresepkan
waktu sangat Monitor cairan
singkat 1. Tentukan jumlah dan jenis
intake/asupan cairan serta
kebiasaan eliminasi
2. Monitor asupan pengeluran
3. Periksa turgor kulit
4. Monitor berat badan
5. Monitor tekanan darah,
denyut jantung dan pernafasan
6. Berikan dialisis dan catat
respon pasien
3 Penuruan curah Setelah dilakukan tindakan Manajemen asam basa:
jantung berhubungan keperawatan, diharpakan pasien Asidosis Metabolik
dengan perubahan menunjukkan keefektifan pompa
1. Monitor pernafasan
kontraktilitas jantung.
2. Monitor ketidak seimbangan
Kriteria Hasil: eletrolit yang berhubungan
dengan asidosis metabolik.
Defenisi : Ketidak 1. Tekanan darah sistol dalam 3. Monitor tanda dan gejala
adekuatan darah yang rentang normal rendahnya HCO3 atau
2. Tekanan darah diastol dalam kelebihan ion hydrogen
dipompa oleh jantung
rentang normal (pernafasan kussmaul,
untuk memenuhi kelemahan, diorientasi, sakit
3. Tidak ada distensi vena leher
kebutan metabolik 4. Tidak ada disritmia kepal, anoreksia)
tubuh. 5. Tidak ada peningkatan berat 4. Berikan cairan sesuai indikasi
badan 5. Monitor intake dan output
6. Tidak ada kelelahan
7. Saturasi oksigen
Batasan Perawatan jantung
Karakteristik:
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status kardiovaskuler
Perubahan (lakukan EKG)
keperawatan, pasien
Frekuensi/Iram 2. Evaluasi adanya nyeri
menunjukkan Status sirkulasi
a Jantung 3. Catat adanya disritmia jantung
yang baik.
4. Catat adanya tanda dan gejala
a. Aritmia penurunan cardiac output
Kriteria Hasil :
b. Brakikardia
5. Monitor status pernafasan
c. Takikardia 1. Capillary reffil dalam rentang
Perubahan Preload yang menandakan gagal
normal jantung
2. Tidak ada pitting edema
a. Penurunan 6. Monitor adanya perubahan
tekanan vena tekanan darah
sentral 7. Monitor toleransi aktivitas
b. Distensi vena
pasien
jugular
c. Edema 8. Monitor tanda-tanda vital
d. Keletihan 9. Kolaborasi pemberian obat
e. Peningkatan kortikosteroid: prednison,
CVP dexamethazon
f. Peningkatan
PAWP Monitor tanda – tanda vital
g. Peningkatan
berat badan
Perubahan Afterload

a. Oliguria
b. Perubahan
warna kulit
4 Risiko Setelah dilakukan asuhan Manajemen Edema Serebral
ketidakefektifan keperawatan, diharapkan status 1. Monitar tanda-tanda vital
perfusi jaringan neurologi baik. 2. Monitor CVP, dan PAP
serebral berhubungan Kriteria Hasil : 3. Monitor status pernafasan :
dengan uremia 1. Kesadaran tidak terganggu frekuensi, irama kedalaman
2. Tekanan intrakranial tidak pernapasan, PaO2, PCO2, PH,
terganggu bikarbonat.
Defenisi :Berisiko 3. Tidak terganggu pola istirahat 4. Posisikan tinggi kepala tempat
dan tidur tidur 30 derajat atau lebih
mengalami
4. Pola pernafasan tidak 5. Batasi cairan
penurunan sirkulasi 6. Berikan diuretik osmotik
terganggu
jaringan otak yang 7. Pertahankan suhu normal
5. Orientasi kognitif tidak
dapat mengganggu terganggu 8. Lakukan tindakan pencegahan
kesehatan. terjadinya kejang.

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan, diharapkan ketidak Monitor Neurologi
efektifan perfusi jaringan serebral 1. Pantau ukuran pupil
teratasi. 2. Memonitor tingkat kesadaran
3. Memonitor tingkat orientasi
Kriteria Hasil : 4. Monitor tanda-tanda vital :
1. Tekanan sistol dalam rentang suhu, tekanan darah, denyut
normal nadi, dan respirasi.
2. Tekanan diastole dalam
rentang normal
3. Tidak ada penurunan tingkat
kesadaran

5 Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipovolemi


perfusi jaringan
keperawatan, diharapkan perfusi
perifer berhubungan 1. Monitor status hemodinamik,
jaringan perifer kembali efektif.
meliputi nadi, tekanan darah,
dengan berkurangnya
Kriteria hasil: MAP, CVP, PAP, CO.
suplai oksigen ke 2. Monitor adanya tanda-tanda
jaringan. dehidrasi (misalnya., turgor
1. Pengisian kapiler jari dalam
kisaran normal kulit buruk, capillary refill
Defenisi: penurunan
2. Pengisian kapiler jari kaki terlambat, nadi lemah, sangat
sirkulasi darah ke haus, membran mukosa kering,
dalam kisaran normal
perifer yang dapat 3. Suhu kulit ujung kaki dan dan penurunan urin output
mengganggu tangan dalam kisaran normal 3. Monitor adanya sumber-
kesehatan 4. Kekuatan denyut nadi karotis sumber kehilangan cairan
(kanan) dalam rentang normal (misalnya., perdarahan,
5. Kekuatan denyut nadi karotis muntah, diare, keringat yang
(kiri) dalam rentang normal berlebihan, dan takpnea)
Batasan
6. Kekuatan denyut nadi 4. Posisikan untuk perfusi perifer
karakteristik: brakialis (kanan) dalam
rentang normal
a. Edema 7. Kekuatan denyut nadi Monitor tanda-tanda vital
b. Nyeri eksremitas brakialis (kiri) dalam rentang
c. Penurunan nadi normal 1. Monitor tekanan darah, nadi,
perifer 8. Kekuatan denyut nadi suhu, dan status pernapasan
d. Perubahan fungsi radial(kanan) dalam rentang 2. Inisiasi dan pertahankan
motorik normal perangkat pemantauan suhu
e. Tidak ada nadi 9. Kekuatan denyut nadi radial tubuh secara terus-menerus
perifer (kiri) dalam rentang normal dengan tepat
f. Perubahan fungsi 10. Kekuatan denyut nadi 3. Monitor warna kulit, suhu dan
motoric femoralis (kanan) dalam kelembaban
g. Waktu pengisian rentang normal 4. Monitor sianosis sentral dan
kapiler >3 detik 11. Kekuatan denyut nadi perifer
femoralis (kiri) dalam rentang 5. Identifikasi kemungkinan
normal penyebab perubahan tanda
12. Tekanan darah sistolik dalam vital
rentang normal
13. Tekanan darah diastolik dalam
kisaran normal
14. Tidak ada muka pucat
15. Tidak ada kelemahan otot

6 Ketidak seimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi


nutrisi kurang dari keperawatan, diharapkan ketidak
1. Tentukan status gizi pasien
kebutuhan tubuh seimbangan nutrisi kurang dari
dan kemampuan pasien untuk
berhubungan dengan kebutuhan tubuh teratasi dengan memenuhi kebutuhan gizi
anoreksia status nutrisi. 2. Identifikasi adanya alergi
makanan yang dimiliki pasien
Kriteria Hasil : 3. Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam menentukan jumlah
Defenisi:Asupan 1. Asupan gizi dalam rentang
kalori dan jenis nutrisi yang
nutrisi tidak cukup normal
dibutuhkan.
untuk 2. Asupan makanan dalam
4. Pastikan diet mencakup
rengtang normal
memenuhikebutuha makanan tinggi kandungan
3. Rasio berat badan/tinggi
n metabolik serat untuk mencegah
badan dalam rentang normal.
konstipasi.
BatasanKarakteristi Setelah dilakukan tindakan
k: keperawatan, diharapkan ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari Monitor nutrisi
a. Nyeri abdomen kebutuhan tubuh teratasi dengan
b. BB20% atau status nutrisi : asupan makanan & 1. Timbang berat badan pasien
lebihdibawah cairan 2. Lakukan pengkuran
BBideal. antropometri
c. Kerapuhan kapiler Kriteria Hasil 3. Monitor kecenderungan turun
d. Diare dan naiknya berat badan
e. Kehilangan 1. Asupan makanan secara oral 4. Identifikasi perubahan berat
rambut berlebihan yang adekuat badan terakhir
5. Monitor turgor kulit dan
f. Bisingusushiperakti 2. Asupan cairan intravena yang mobilitas
f adekuat 6. Identifikasi adanya
g. Kurangmakanan 3. Asupan nutrisi parenteral abnormalitas rambut (kering,
h. Kuranginformasi yang adekuat tipis, kasar, dan mudah patah,
i. Kurangminatpada rontok)
Makanan 7. Monitor adanya mual muntah
j. Kesalahan 8. Monitor diet dan asupan kalori
informasi 9. Monitor wajah pucat,
k. Membran konjungtiva anemis
mukosapucat 10. Monitor hasil pemeriksaan
l. Tonusotot menurun laboratorium (Kolesterol,
serum albumin, transferrin,
Hb, Ht)
Monitor tanda-tanda vital

7 Intoleransi aktifitas b Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi


erhubungan dengan k keperawatan, diharapkanpasien
etidak seimbangan menunjukkan toleransi terhadap 1. Anjurkan pasien
antara suplai dan aktifitas. mengungkapkan perasaan
kebutuhan oksigen secara verbal mengenai
Kritria Hasil: keterbatasan yang dialami

1. Frekuensi pernafasan ketika 2. Monitor intake/asupan nutrisi


Defenisi :
beraktivitas tidak tergannggu untuk mengetahui sumber
Ketidakcukupan 2. Tekanan darah sitolik ketika
energi psikologis atau energy yang adekuat
beraktivitas tidak terganggu
fisiologis untuk 3. Tekanan darah diastolik ketika 3. Monitor lokasi dan sumber
melanjutkan atau beraktivitas tidak terganggu ketidak nyamanan/nyeri yang
menyelesaikan dialami pasien selama
aktivitas kehidupan aktivitas
Setelah dilakukan asuhan
sehari-hari yang
keperawatan, diharapkanpasien
harus atau yang ingin 4. Bantu pasien identifikasi
menunjukkan.daya tahan terhadap
dilakukan. pilihan aktivitas-aktivitas
toleransi aktivitas.
yang akan dilakukan.
Batasan Kriteria Hasil:
5. Lakukan ROM aktif/pasif
Karakteristik:
1. Aktivitas fisik tidak terganggu untuk menghilangkan
a. Respon
tekanan darah 2. Serum elektrolit darah tidak ketegangan otot.
abnormal terganggu
3. Tidak ada letargi 6. Bantu pasien dalam aktivitas
terhadap
aktivitas 4. Tidak ada kelelahan sehari-hari yang terartut
b. Ketidaknyama sesuai kebutuhan (berpindah,
nan setelah bergerak, dan perawatan diri)
beraktivitas Setelah dilakukan asuhan
c. Dipsnea keperawatan, diharapkanpasien
setelah menunjukkan energi psikomotor.
beraktivitas
d. Menyatakan Kriteria Hasil: Terapi aktivitas
merasa letih
e. Menyatakan 1. Menunjukkan tingkat energi 1. Bantu pasien untuk
merasa lemah yang stabil mengidentifikasi aktivitas
2. Menunjukkan kemampuan yang diinginkan
untuk menyelesaikan tugas
sehari-hari 2. Berikan kesempatan
keluarga untuk terlibat
dalam aktivitas, dengan cara
yang tepat

3. Bantu pasien untuk


meningkatkan motivasi diri
dan penguatan.

4. Ciptakan lingkungan yang


aman untuk dapat
melakukan pergerakan otot
secara berkala sesuai dengan
indikasi

Manajemen Nyeri

1. Lakukan pengkajian nyeri


secara komprehensif

2. Observasi adanya petunjuk


nonverbal mengenai ketidak
nyamanan.

3. Demonstrasikan tindakan
penurun nyeri
nonfarmakologi dengan
teknik nafas dalam

8 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri


berhubungan dengan keperawatan diharapkan Tingkat
1. Lakukan pengkajian nyeri
gangguan Nyeri berkurang.
komprehensif yang meliputi
muskuloskeletal lokasi, karakteristik,
kronis Kriteria Hasil:
onset/durasi, frekuensi,
1. Tidak ada nyeri yang kualitas, intensitas atau
dilaporkan beratnya nyeri dan faktor
Defenisi: 2. Tidak ada ekspresi nyeri pencetus
Pengalaman sensorik wajah 2. Ajarkan prinsip-prinsip
dan emosional tidak 3. Tidak ada keringat berlebih manajemen nyeri
4. Tidak ada mengerinyit 3. Dorong pasien untuk
menyenangkan
5. Frekuensi nafas normal memonitor nyeri dan
dengan kerusakan 6. Tekanan darah normal menangani nyerinya dengan
jaringan aktual atau 7. Denyut nadi radial normal tepat
potensial, atau 4. Ajarkan teknik non-
digambarkan sebagai farmakologis (seperti:
suatu kerusakan; biofeedback, TENS, hypnosis,
awitan yang tiba-tiba relaksasi, bimbingan
antisipatif, terapi music, terapi
atau lambat dengan
bermain, terapi aktivitas,
intensitas dari ringan akupressur, aplikasi
hingga berat, terjadi panas/dingin dan pijatan,
konstan atau berulang sebelum, sesudah dan jika
tanpa akhir yang memungkinkan, ketika
dapat dianstipasi atau melakukan aktivitas yang
diprediksi dan menimbulkan nyeri, sebelum
nyeri terjai atau meningkat dn
berlangsung lebih
bersaman dengan tindakan
dari tiga(>3) bulan. penurunan rasa nyeri lainnya)
5. Gunakan pengontrolan nyeri
sebelum nyeri bertambah
berat
Batasan
6. Pastikan pemberian analgesik
karakteristik: dan atau strategi
nonfarmakologis sebelum
a. Bukti nyeri
dilakukan prosedur yang
b. Ekspresi
menimbulkan nyeri
wajah nyeri
7. Dukung istirahat/tidur yang
(meringis)
adekuat untuk membantu
c. Hambatan
penurunan nyeri
kemampuan
8. Berikan informasi yang akurat
meneruskan
untuk meningkatkan
aktivitas
pengetahuan dan respon
sebelumnya
keluarga terhadap pengalaman
d. Perubahan
nyeri
pola tidur
9. Monitor kepuasan pasien
terhadap manajemen nyeri
dalam interval yang spesifik
9 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi
berhubungan dengan keperawatan, pasien
1. Bersihkan lingkungan setelah
tindakan invasiv menunjukkan tidak mengalami
dipakai pasien lain
berulang infeksi dengan indikator 2. Pertahankan teknik isolasi
Keparahan infeksi: Baru Lahir. 3. Anjurkan pasien
menggunakan alat
Defenisi: Mengalami pelindungan diri
peningkatan risiko 4. Instruksikan pada pengunjung
terserang organisme Kriteria Hasil: untuk mencuci tangan saat
patogenik. berkunjung dan setelah
1. Tidak ada ketidak stabilan berkunjung meninggalkan
suhu tubuh pasien
2. Tidak ada kulit berbintik- 5. Gunakan sabun antimikrobia
bintik untuk cuci tangan
3. Tidak ada kejang 6. Cuci tangan setiap sebelum
4. Tidak ada peningkatan dan sesudah tindakan
jumlah sel darah putih keperawatan
7. Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
8. Tingktkan intake nutrisi
10 Risiko kerusakan Setelah dilakukan asuhan Manajemen pruritus
integritas kulit keperawatan, diharapkan pasien
berhubungan dengan tidak mengalami kerusakan 1. Tentukan penyebab dari
terjadinya pruritus
perubahan status integritas jaringan : kulit &
2. Lakukan pemeriksaan fisik
cairan. membran mukosa. untuk mengidentifikasi
terjadinya kerusakan kulit
Kriteria hasil:
3. Pasang perban atau balutan
Defenisi : 1. Perfusi jaringan tidak pada tangan atau siku ketika
terganggu pasien tidur, untuk membatasi
Beresiko
2. Integritaskulittidak terganggu gerakan menggaruk yang
mengalami tidak terkontrol
3. Tidak ada pigmentasi
perubahan kulit 4. Anjurkan pasien untuk
abnormal
yang buruk. 4. Tidak ada pengelupasan kulit menghindari sabun mandi dan
5. Tidak ada eritema minyak yang mengandung
6. Tidak ada luka/ lesi parfurm
padakulit 5. Anjurkan pasien untuk tidak
memakai pakaian ketat
6. Anjurkan pasien untuk
memotong kuku
7. Anjurkan pasien mandi
dengan air hangat kuku
8. Anjurkan pasien untuk
menggunakan telapak tangan
ketika menggosok area kulit
yang luas atau cubit kulit
dengan perlahan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna memantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Asmadi, 2008). Implementasi keperawatan terdiri dari
beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan.
b. Diagnosis keperawatan.
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.
d. Tanda tangan perawat pelaksana.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan
perilaku dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya
adaptasi pada individu (Nursalam, 2008). Evaluasi keperawatan
dilakukan dalam bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan
terdiri dari beberapa komponen yaitu
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Evaluasi keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber :
Moorhead, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification(NOC), 5th
Indonesian edition.
Bulechek, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th
Indonesian edition.
Herdman & Kamitsuru. 2017. NANDA Internasional Inc. Diagnosis
Keperawatan : defenisi&klasisfikasi 2015-2017.

Anda mungkin juga menyukai