Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH

DISUSUN OLEH:

Mila Nurmala

201560311064

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA

INDONESIA

BEKASI

2021
LAPORAN PENDAHULAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA
PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH
A. Masalah utama
Harga diri rendah
B. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan ( Townsend, 1998 ).
Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah adalah
penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan
secara langsung maupun tidak langsung.
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal
mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Harga Diri Rendah adalah perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.
2. Penyebab
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri
rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu
tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien
sebelumnya bahkan mungkin kecenderungan lingkungan yang selalu memberi
respon negatif mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya individu
berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha
menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak
mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu
terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah
kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan
positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga di pengaruhi
beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan kultural.
Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik yang dapat
mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun
dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri rendah tidak berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri
rendah kronis adalah: System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada
klien dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus
merasa tidak berguna atau gagal terus menerus.
Berdasarkan faktor psikologis , harga diri rendah konis sangat berhubungan
dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan fungsi. Hal-
hal yang dapat mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis
meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua
yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya, peran yang tidak sesuai
dengan jenis kelamin dan peran dalam pekerjaan.
Faktor sosial: secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses
terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan, tempat tinggal
didaerah kumuh dan rawan, kultur social yang berubah misal ukuran keberhasilan
individu.
Faktor kultural: tuntutan peran sesuai kebudayaan sering meningkatkan
kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita sudah harus menikah jika
umur mencapai duapuluhan, perubahan kultur kearah gaya hidup individualisme.
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga
unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
a. Neuroanatomi
b. Neurofisiologi
c. Neurokimia
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organik
e. Faktor-faktor pre dan peri – natal
2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik)
Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau
abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus
(perasaan tak percaya dan kebimbangan)
a. Peranan ayah
b. Persaingan antara saudara kandung
c. Inteligensi
d. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
e. Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu
atau rasa salah
f. Konsep diri: pengertian identitas diri sendiri versus peran yang
tidak menentu
g. Keterampilan, bakat dan kreativitas
h. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
i. Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
a. Kestabilan keluarga
b. Pola mengasuh anak
c. Tingkat ekonomi
d. Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
e. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas
kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
f. Pengaruh rasial dan keagamaan
g. Nilai-nilai

C. Poohon masalah

Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Effect Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Isolasi Sosial

Core Problem Harga Diri Rendah Kronis

Causa Koping Individu Tidak Efektif

D. Psikodinamika
1. Etiologi
Gangguan harga diri rendah dapat terjadi secara situasional dan kronik
dikatakan situasional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya dioperasi,
kecelakaam, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malukerena terjadi sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dan dipenjara secara
tiba-tiba). Dan dikatakan kronik yaitu perasaan negative terhadap diri telah
berlangsung lama. Klien ini mempunyai perasaan negative. Kejadian sakit atau
dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya.
2. Proses terjadinya masalah
Harga diri terjadi karena perasaan dicintai dan mendapatkan pujian dari orang
lain. Harga diri akan menjadi rendah ketika tidak ada lagi cinta dan ketika adanya
kegagalan, tidak mendapatkan pengakuan dari orang lain, merasa tidak berharga,
gangguan citra tubuh akibat suatu penyakit sehingga akan menimbulkan suatu
gambaran individu yang berperasaan negative terhadap diri sendiri.
3. Komplikasi
Individu mengalami gangguan konsep diri: harga diri rendah pertama kali
akan merasa cemas dan takut. Individu akan takut ditolak, takut gagal, dan takut
dipermalukan. Akhirnya cenderung untuk menarik diri, akan mengisolasi diri,
yang pada akhirnya individu akan mengalami gangguan realita. Komplikasi yang
berbahaya individu mempunyai keinginan untuk meciderai dirinya.
E. Rentang respon konsep diri
1. Respom adaptif
Adalah pernyataan dimana klien jika menghadapi suatu masalah akan
dapat memecahkan masalah tersebut.
a. Aktualisasi diri : Adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman yang sukses dan dapat diterima.
b. Konsep diri positf : Adalah apabila individu mempunyai pengalaman
yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif
maupun yang negative dari dirinya
2. Respon maladaptif
Adalah keadaan klien dalam menghadapi suatu masalah tidak dapat
memecahkan masalah tersebut.
a. Harga Diri Rendah : Adalah individu cenderung untuk menilai dirinya
negative dan merasa lebih rendah dari orang lain
b. Identitas Kacau : Adalah kegagalan individu untuk mengintegritas
aspek-aspek idintitas masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek
psikososial keperibadian masa dewasa yang harmonis.
c. Depersonallisasi : Adalah perasaan yang tidak realistis dan asing
terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan
serta tidak membedakan dirinya dengan orang lain. Menurut Suliswati
Dkk komponen konsep diri ada lima yaitu terdiri dari:
1) Citra tubuh : Adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik
disadari atau tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau
sekarang mengenai ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan
potensi tubuh.
2) Ideal diri : Adalah persepsi individu tentang bagaimana
seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar peribadi.
3) Harga diri : Adalah penilaian peribadi terhadap hasil yang
dicapai dengan menganalisa berapa banyak kesesuaian tingkah
laku dengan ideal dirinya.
4) Peran : Adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan
yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi
idividu di dalam kelompok sosialnya.
5) Identitas diri :Adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat
diperoleh individu dari observasi dan penilaian terhadap
dirinya, menyadari bahawa dirinya berbeda dengan orang lain
F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Factor prediposisi
1) Factor predisposisi citra tubuh
a) Kehilangan atau kerusakan organ tubuh (anatomi dan fungsi)
b) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh
c) Proses patalogik penyakit dan dampaknya terhadap struktur
maupun fungsi tubuh
d) Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterapi dan
transpantasi
2) Factor predisposisi harga diri
a) Penolakan dari orang lain
b) Kurang penghargaan
c) Pola asuh yang salah yaitu terlalu dilarang , terlalu dikontrol,
terlalu diturut, terlalu dituntut dan tidak konsisten
3) Faktor predisposisi peran
a) Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan,
perubahan situai dan sehat-sakit
b) Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan
yang bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi.
c) Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya
tentang harapan peran yang spesifik dan bingung tentang
tingkah laku yang sesuai
d) Peran yang terlalu banyak
4) Factor predisposisi identitas diri
a) Ketidak percayaan orang tua dan anak
b) Tekanan dari teman sebaya
c) Perubahan dari struktur sosial
b. Factor Presipitasi
1. Trauma
Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri situasi yang membuat
individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dat menerima khususnya
trauma emosi seperti penganiayaan fisik, seksual, dan psikologis pada
masa anak-anak atau merasa terancam kehidupannya atau menyaksikan
kejadian berupa tindakan kejahatan.
2. Ketegangan peran
Pada perjalanan hidup individu sering menghadapi Transisi peran yang
beragam, transisi peran yang sering terjadi adalah perkembangan, situasi,
dan sehat sakit.
c. Manifestasi klinis
1) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit
2) Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3) Merendahkan martabat
4) Gangguan hubungan social
5) Percaya diri kurang
6) Mencederai diri
d. Mekanisme koping
1) Koping jangka pendek
a) Aktivitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara dari
krisis, misalnya menonton TV, dan olah raga.
b) Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara,
misalnya ikut kegiatan social politik dan agama.
c) Aktivitas yang memberikan kekuatan atau dukungan sementara
terhadap konsep diri, misalnya aktivitas yang berkompetensi yaitu
pencapaian akademik atau olah raga.
d) Aktivitas yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurng berarti dalam kehidupan, misalnya
penyalahgunaan zat.
2) Koping jangka panjang
a) Penutupan identitas
Adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang yang
penting bagi individu tampa memperhatikan keinginan aspirasi dan
potensi individu.
b) Identitas negative
Asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat di terima oleh nilai-
nilai dan harapan masyarkat.
e. Test diagnostic
1) Test psikologik: test keperibadian
2) EEG: ganguan jiwa yang disebabkan oleh neorologis
3) Pemeriksaan sinar X: mengetahui kelainan anatomi
4) Pemeriksaan laboratorim kromosom: ginetik
f. Penatalaksanaan medis
1) Psikofarmaka
2) Elektro convulsive therapy
3) Psikoterapy
4) Therapy okupasi
5) Therapy modalitas
 Terapi keluarga
 Terapi lingkungan
 Terapi perilaku
 Terapi kognitif
 Terapi aktivitas kelompok
g. Pohon masalah
Isolasi Social : Menarik Diri
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah.
3. Rencana tindakan keperawatan
a. Diganosa
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
Tujuan umum
Klien memiliki konsep diri yang positif
1. Tujuan khusus 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
a. Kirteria hasil
Klien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa
senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebut nama,
mau menjawab salam, klien mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
b. Rencana tindakan
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sifat empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Tujuan khusus 2
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
a. Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi therapeutik diharapkan klien
dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Rencana tindakan
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki (tubuh,
intelektual, dan keluarga) oleh klien diluar perubahan yang
terjadi.
b) Beri pujian atas aspek positif dan kemampuan yang masih
dimiliki klien.
3. Tujuan khusus 3
Klien dapat Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk
dilaksanakan.
a. Kriteria hasil
Klien menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan
b. Rencana tindakan
a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang dapat
dilaksanakan dan digunakan selama sakit
b) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilanjutkan
pelaksanaannya setelah klien pulang dengan kondisinya saat
ini
4. Tujuan khusus 4
Klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
a. Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi theraupetik diharapkan klien
dapat menyusun rencana kegiatan harian
b. Rencana tindakan
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan klien.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien
lakukan.
5. Tujuan khusus 5
Klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat.
a. Kriteria hasil
Dengan menggunakan komunikasi theraupetik diharapkan klien
dapat melakukan kegiatan sesuai jadwal yang dibuat.
b. Rencana tindakan
a) Anjurkan klien untuk melaksanakan kegiatan yang telah
direncanakn
b) Pantau kegiatan yang dilaksanakan klien.
c) Beri pujian atas usaha yang dilakukan klien.
d) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan kegiatan setelah
pulang.
6. Tujuan kusus 6
Klien dapat memanfaatkan sitem pendukung
a. Kriteria hasil
Klien mampu memand=faatkan sistem pendukung yang ada di
keluarga
b. Rencana tindakan
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien dengan harga diri rendah.
b) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah.
4. Evaluasi
Adapun hal – hal yang dievaluasikan pada klien dengan gangguan
konsep diri : harga diri rendah adalah :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengindentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat dilakukan dirumah sakit.
4) Klien dapat membuat jadwal kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan
kemampuannya.
6) Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI


RENDAH

(PERTEMUAN PERTAMA)
A. Proses keperawatan
1. Kondisi Klien
S : Klien mengatakan bahwa dirinya sudah tidak berarti lagi
O : klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri,
tampak sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan :
Gangguan Konsep Diri – Harga Diri Rendah
3. Tujuan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien
b. Mengidentifikasi dan membantu klien meningkatkan kesadaran tentang
hubungan positif antara harga diri dan pemecahan masalah yang efektif.
4. Tindakan Keperawatan:
Bina hubungan saling percaya dengan klien
SP 1:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
2) Bantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3) Bantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
4) Latih kemampuan yang sudah dipilih
5) Anjurkan pasien untuk menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang
telah dilatih dalam rencana harian
B. Strategi komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
Fase orientasi:
1. Salam terapeutik : “Selamat pagi, Perkenalkan nama saya Mila, saya yang
akan merawat bapak selama di sini, nama Bapak siapa? Suka dipanggil
siapa?”
2. Evaluasi/ valodasi : “Bagaimana keadaan bapak hari ini? Apa yang terjadi di
rumah sehingga bapak dibawa kesini??”
3. Kontrak :
Topik : ”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan
kegiatan yang pernah bapak lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan
mana yang masih dapat bapak dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih
satu kegiatan untuk kita latih?”
Waktu : “Berapa lama kita akan bercakap-cakap? bagaimana kalau 20 menit?

Tempat : “Dimana kita akan bercakap-cakap pak? Bagaimana kalau disini
saja?”
Fase kerja:

1) ”Bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa bapak lakukan?
Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci
piring..............dst.”. “ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan
yang bapak miliki “.
2) ”Bapak dari lima kegiatan/ kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang
kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali
ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
3) ”Sekarang, coba bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu,
bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur bapak”. Mari
kita lihat tempat tidur bapak. Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
4) ”Bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
5) “ Coba bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau
bapak lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan

Fase terminasi:

1. Evaluasi Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan


a. Evaluasi klien subyektif : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita
berbincang-bincang?”
b. Evaluasi perawat (obyektif setelah reinforcement):“Tolong
bapaknceritakan ulang apa yang sudah kita bicarakan tadi?“
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan) : “Bapak tadi praktekkan dengan baik sekali. Sekarang, mari
kita masukkan pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali sehari merapihkan
tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis
istirahat, jam 16.00”
3. Kontrak yang akan datang :
a. Topik : “Kita akan berbincang-bincang lagi tentang kegiatan apalagi
yang bisa bapak lakukan. Ya bagus, kalau begitu besok kita akan
berlatih mencuci piring”.
b. Waktu : “Bagaimana kalau besok jam 8 pagi setelah makan pagi?”
c. Tempat : “Bagaimana kalau di dapur?”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI : HARGA DIRI


RENDAH

(PERTEMUAN KEDUA)
A. Proses keperawatan
1. Kondisi Klien
S : Klien masih mengatakan bahwa dirinya tidak berarti
O : klien tampak sering melamun, tidak bersemangat, lebih suka menyendiri,
tampak sedih, tidak menatap lawan bicara, bicara lambat, dan nada suara lemah
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Konsep Diri – Harga Diri Rendah
3. Tujuan Keperawatan :
a. Membina hubungan saling percaya dengan klien
b. Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien
4. Tindakan Keperawatan:
Bina hubungan saling percaya dengan klien
SP 1:
1) Latih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien.
2) Anjurkan pasien untuk menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang
telah dilatih dalam rencana harian
B. Strategi komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
Fase orientasi:
1. Salam terapeutik : “Selamat pagi pak, masih ingat dengan saya? Pagi ini bapak
terlihat segar”.
2. Evaluasi/ valodasi : “Bagaimana perasaan bapak hari ini? sudah dicoba
merapikan tempat tidur sore kemarin/ tadi pagi? Bagus (kalau sudah
dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan kemampuan
kedua. Masih ingat apa kegiatan itu t?”
3. Kontrak :
a. Topik : ”Sesuai rencana kita kemarin, hari ini kita akan berlatih
mencuci piring ya pak?”
b. Waktu : “Berapa lama? bagaimana kalau 15 menit? ”
c. Tempat : “Dimana kita akan berlatih? Bagaimana kalau di dapur?”
Fase kerja:
1. “Bapak sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,
yaitu sabut/ tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci
piring, dan air untuk membilas. Bapak bisa menggunakan air yang mengalir
dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang
sisa-makanan”.
2. “Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
3. “Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu
buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah.
Kemudian Bapak bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes
yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas
dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut.
Setelah itu Bapak bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak
yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai…
4. “Sekarang coba Bapak yang melakukan…”
5. “Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang
dilap tangannya
Fase terminasi:
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Evaluasi klien subyektif : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita
berlatih mencuci piring?”
b. Evaluasi perawat (obyektif setelah reinforcement): “Tolong bapak
ceritakan ulang apa yang sudah kita pelajari tadi?“
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan) : “Bapak tadi praktekkan dengan baik sekali. Sekarang, mari
kita masukkan pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali sehari merapihkan
tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis
istirahat, jam 16.00”
3. Kontrak yang akan datang :
a. Topik : “Kita akan berbincang-bincang lagi tentang kegiatan apalagi
yang bisa bapak lakukan selain mencuci piring dan merapikan tempat
tidur”.
b. Waktu : “Jam berapa besok? Bagaimana kalau jam 8 pagi?”
c. Tempat : “Bagaimana kalau di ruang tamu? Sampa jumpa lagi pak”
DAFTAR PUSTAKA

Wong L. Donna, 1993, “Essentials of Pediatric Nursing”, 4th, Mosby Year Book, Toronto.
Effendy, Nasrul, Drs., 1995 “Perawatan Kesehatan Masyarakat”, EGC, Jakarta.
Keliat, A.B, 1991, “Tingkah Laku Bunuh Dirí, Arcan, Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition. Lippincott-
Raven Publisher: philadelphia
Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care Plan
Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai