Anda di halaman 1dari 18

A.

KONSEP DASAR HARGA DIRI RENDAH


1. Pengertian
Menurut NANDA (2005), harga diri rendah adalah berkembangnya persepsi diri
yang negatif dalam berespon terhadap situasi yang sedang terjadi. Sedangkan
menurut CMHN (2006), harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak
berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri.
Harga diri rendah adalah suatu kondisi di mana individu menilai dirinya atau
kemampuan dirinya negatif atau suatu perasaan menganggap dirinya sebagai
seseorang yang tidak berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas
kehidupannya sendiri.

2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Proses terjadinya harga diri rendah dijelaskan oleh Stuarat dan Laraia (2008)
dalam konsep stress adapatasi yang teridiri dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
1) Biologis
Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa Selain itu adanya riwayat penyakit kronis atau
trauma kepala merupakan merupakan salah satu faktor penyebab gangguan
jiwa.
2) Psikologis
Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya harga diri rendah
adalah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, penolakan dari
lingkungan dan orang terdekat serta harapan yang tidak realistis.
Kegagalan berulang, kurang mempunyai tanggungjawab personal dan
memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang lain merupakan faktor
lain yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain itu pasiendengan harga diri
rendah memiliki penilaian yang negatif terhadap gambaran dirinya,
mengalami krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang tidak
realistis.
3) Faktor Sosial Budaya
Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan harga diri rendah adalah
adanya penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial ekonomi
rendah, pendidikan yang rendah serta adanya riwayat penolakan
lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak.
b. Faktor presipitasi
1) Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan pengalaman
psikologis yang tidak menyenangkan, menyaksikan peristiwa yang
mengancam kehidupan, menjadi pelaku, korban maupun saksi dari
perilaku kekerasan.
2) Ketegangan peran: Ketegangan peran dapat disebabkan karena
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan seperti transisi dari masa kanak-kanak ke
remaja.
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c) Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran dari kondisi
sehat kesakit. Transisi ini dapat dicetuskan antara lain karena
kehilangansebahagian anggota tuhuh, perubahan ukuran, bentuk,
penampilan atau fungsi tubuh.Atau perubahan fisik yang berhubungan
dengan tumbuh kembang normal, prosedur medis dan keperawatan.

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala harga diri rendah antara lain yaitu:
a. Mengejek dan mengkritik diri
b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.
c. Mengalami gejala fisik, misal; tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan
zat,
d. Menunda keputusan
e. Sulit bergaul
f. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas
g. Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga, dan halusinasi
h. Merusak diri; harga diri rendah menyokong pasien untuk mengakhiri hidup.
i. Merusak atau melukai orang lain
j. Perasaan tidak mampu
k. Pandangan hidup yang pesimistis
l. Tidak menerima pujian
m. Penurunan produktivitas
n. Penolakan terhadap kemampuan diri
o. Kurangnya memperhatikan perawatan diri
p. Berpakaian tidak rapi
q. Berkurang selera makan
r. Tidak berani menatap lawan bicara
s. Lebih banyak menunduk
t. Bicara lambat dengan nada suara lemah

4. Rentang Respon

a. Aktualisasi diri :Pengungkapan perasaan/kepuasan dari kepuasan diri positif.


b. Konsep diri positif: Dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan yang
diharapkannya dan sesuai dengan kenyataan.
c. Harga diri rendah: Perasaan negative terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
d. Keracunan identitas: Ketidakmampuan individu mengintegrasikan aspek
psikologis pada masa dewasa, sifat kepribadian yang bertentangan dan
perasaan hampa.
e. Deporsonalisasi: Merasa asing terhadap dirinya sendiri dan kehilangan
identitas.

5. Akibat Masalah
Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan gangguan
interaksi sosial: menarik diri, dan memicu munculnya perilaku kekerasan yang
beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Menurut Karika (2015) harga diri rendah dapat berisiko terjadinya isolasi sosial:
menarik diri, isolasi soasial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel pada tingkah laku yang maladaptif mengganggu fungsi seseorang dalam
hubungan sosial. Dan sering ditunjukan dengan perilaku antara lain:
a. Data subyektif
1) Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan atau pembicaraan.
2) Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain.
3) Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
b. Data obyektif
1) Kurang spontan ketika diajak bicara.
2) Apatis.
3) Ekspresi wajah kosong.
4) Menurun atau tidak adanya komunikasi verbal.
5) Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat bicara.

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek atau jangka
panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri
sendiri dalam menghadapi persepsi diri.
a. Jangka pendek
1) Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis dentitas
(misal: konser musik, bekerja keras, menonton televisi secara obsesif)
2) Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara (misal:
ikut serta dalam aktivitas sosial, agama, klub politik, kelompok, atau
geng)
3) Aktivitas sementara menguatkan perasan diri (misal: olah raga yang
kompetitif, pencapaian akademik, kontes untuk mendapatkan
poipularitas)
4) Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu (misal:
penyalahgunaan obat).
b. Jangka panjang
1) Penutupan: Adopsi identitas premature yang diinginkan oleh orang
terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi atau potensi diri
individu.
2) Identitas negatif: Asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarakat.

7. Sumber Koping
a. Aktivitas olahraga dan aktivitas lain di luar rumah
b. Hobi dan kerajinan tangan
c. Seni yang ekpresif
d. Kesehatan dan kerawatan diri
e. Pekerjaan, vokasi, atau posisi
f. Bakat tertentu
g. Kecerdasan
h. Imaginasi dan kreativitas
i. Hubungan interpersonal

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HARGA DIRI RENDAH


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Adapun
isi dari pengkajian tersebut adalah:
a. Keluhan utama/alasan masuk
b. Faktor predisposisi
c. Faktor presipitasi
d. Konsep diri
1) Gambaran diri: persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang
disukai reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian
yang disukai.
2) Ideal diri: persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya
berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal
tertentu.
3) Harga diri: penilai individu tentang nilai pesonal yang diperoleh dengan
menganalisis sebagai seberapa perilaku dirinya dengan ideal diri.
4) Identitas: prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsentrasi, dan keunikan individu.
5) Peran: serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubngan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.

2. Pohon masalah

Pohon masalah (Yosep, 2009)


Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan---Akibat

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi---Akibat

Isolasi Sosial---Akibat

Harga Diri Rendah (care problem)

Koping Individu Tidak Efektif Trauma Tumbuh Kembang

Penyebab Penyebab

3. Diagnosa Keperawatan
a. Harga diri rendah kronis
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi sosial
d. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
e. Risiko perilaku kekerasan

4. Tindakan Keperawatan
a. Harga Diri Rendah Kronis
1) Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan harga dirinya.
2) Tujuan Khusus :
a) Klien mampu membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
c) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
d) Klien dapat merancang kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
e) Klien dapat melakukan kegiatan.
3) Intervensi
a) Bina hubungan terapeutik
b) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien
c) Beri kesempatan klien untuk mencoba
d) Setiap bertemu klien hindarkan penilaian agresif
e) Utamakan memberikan pujian realistic
f) Diskusikan dengan klien kegiatan yang masih bisa digunakan
g) Rencana bersama
h) Beri reinforcement posotif atas usaha klien.

b. Koping Individu Tidak Efektif


1) Tujuan umum : Klien dapat meningkatkan kopimg iindividu tidak
efektif.
2) Tujuan Khusus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
b) Klien dapat mengenali dan mengespresikan emosinya
c) Klien dapat memodifikasi pola kognitif yang negatif
d) Klien dapat meyakini tentang manfaat mekanisme koping.
e) Klien dapat melakukan kegiatan yamg menarik, dan aktivitas yang
terjadwal
3) Intervensi
a) Lakukan pendekatan yang hangat, menerima klien apa adanya dan
bersifat empati
b) Mawas diri dan cepat mengendalikan perasaan dan reaksi diri
perawat sendiri (misalnya rasa marah, frustasi dan simpati).
c) Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang suportif
d) Beri waktu untuk klien berespon pujian
e) Tunjukan respon emosional dan menerima klien apa adanya
f) Gunakan teknik komunikasi terapeutik
g) Bantu klien mengekspresikan perasaanya
h) Bantu mengidentifikasi area situasi kehidupan yang tidak berada
dalam kemampuannya untuk mengontrol
i) Diskusikan masalah yang dihadapi klien.
j) Identifikasi pemikiran negatif, bantu menurunkan interupsi/ subsitusi
k) Bantu meningkatkan pemikiran yang positif
l) Terima klien pada adanya, jangan menentang keyakinannya
m) Kenaikan realitas
n) Beri umpan baik tentang perilkau, stressor dan sumber koping
o) Kuatkan ide bahwa kesehatan fisisk berhubungan dengan keadaan
emosional
p) Beri batasan perilaku maladaptif
q) Beri klien aktivitas yang produktif
r) Beri latihan fisik sesuai bakatnya
s) Bersama klien buat jadwal aktivitas yang dapat dilakukan sehari-hari.
t) Libatkan keluarga dan sistem pendukung lainnya
c. Isolasi Sosial
1) Tujuan Umum : klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2) Tujuan Khusus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Klien dapat mengetahui keuntungan dan kerugian berhubungan
dengan orang lain.
c) Klien dapat mengidentifikasi penyebab isolasi sosial
d) Klien dapat berkenalan
e) Klien dapat menentukan topik pembicaraan
f) Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
berkenalan dengan orang lain (perawat)
g) Klien dapat berinteraksi dengan secara bertahap berkenalan dengan
orang kedua (pasien lain)
3) Intervensi
a) Beri salam dan panggil nama klien
b) Sebutkan nama perawat dan sambil berjabat tangan
c) Jelaskan tujuan interaksi
d) Jelaskan kontrak yang akan dibuat
e) Beri rasa aman dan tunjukan sikap empati
f) Beri kesempatann klien mengungkapkan perasaanya
g) Bantu klien mengungkapkan alasan klien dibawa ke rumah sakit.
h) Beri kesempatan klien mengatakan keuntungan berhubungan atau
berinteraksi
i) Beri kesempatan klien utuk mengatakan kerugian berhubungan atau
berinteraksi dengan orang lain.
j) Beri kesempatan klien mencontohkan teknik berkenalan
k) Beri kesempatan klien menerapkan teknik berkenalan
l) Beri kesempatan klien dan bantu klien menentukan topic
pembicaraan
m) Latih berhubungan sosial secara sosial secara bertahap dengan
perawat
n) Masukan dalam jadwal kegiatan klien
o) Latih cara berkenalan dengan dua orang atau lebih dengan teman satu
ruangan atau sesama pasien
p) Masukan dalam jadwal kegiatan klien

d. Perubahan Sensori Persepsi : Halusinasi


1) Tujuan Umum : Klien dpaat mengontorol halusinasi
2) Tujuan Khusus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Klien dapat mengenal halusinasi
c) Klien dapat mengonntrol halusinasi
d) Klien memilah cara mengatasi seperti yang telah didiskusikan
e) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi
3) Kriteria Hasil:
a) Ekspresi wajah bersahabat
b) Menunjukan rasa senang
c) Ada kontak mata
d) Mau berjabat tangan
e) Mau menyebutkan nama
f) Klien mau duduk berdampingan dengan perawat
g) Mau mengutarakan masalah yang dihadapinya

4) Intervensi
a) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip
komunikasi terapeutik
b) Sapa klien dengan ramah
c) Perkenalkan diri dengan sopan
d) Tanya nama lengkap klien
e) Jelaskan tujuan pertemuan
f) Jujur dan tepati janji
g) Tujukan sikap empati
h) Beri perhatian kepada klien
e. Resiko Perilaku Kekerasan
1) Tujuan Umum : Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku
kekerasan baik secara fisik, sosial, verbal dan spiritual.
2) Tujuan Khusus :
a) Bina hubungan saling percaya
b) Klien dapat mengidentifikasi peilaku kekerasan
c) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
d) Klien dapat mengontrol perilaku
3) Intervensi
a) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan komunikasi
terapeutik
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan
c) Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan
d) Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku
kekerasan
e) Anjurkan klien mempraktekan latihan
STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN HARGA DIRI RENDAH

1. Untuk pasien
SP 1: Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien
menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien memilih/menetapkan
kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.

1) Orientasi
“Selamat pagi? Bagaimana keadaan T hari ini? T terlihat segar.”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang pernah
T lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat T lakukan di
Rumah Sakit setelah kita nilai, kita akan pilih salah satu kegiatan untuk kita latih.”
“Di mana kita duduk? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana
kalau 20 menit?”
2) Kerja
“T, apa saja kemampuan yang T miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya!
Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa T lakukan? Bagaimana dengan
merapikan kamar? Menyapu? Mencuci piring dan seterusnya. Wah, bagus sekali ada
5 kemampuan dan kegiatan yang T miliki?”
“T, dari kelima kegiatan/kemampuan ini, yang masih dapat dikerjakan di rumah
sakit? (mis.ada 3 yang masih dapat dilakukan). Bagus sekali ada tiga kegiatan yang
masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini?”
“Sekarang, coba T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
Baik, yang nomor satu merapikan tempat tidur? Kalau begitu bagaimana kalau
sekarang kita latihan merapikan tempat tidur T. Mari kita lihat tempat tidur T! Coba
lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?”
“Nah, kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan
selimutnya. Bagus! Sekarang kita angkat spreinya dan kasurnya kita balik. Nah,
sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus! Sekarang
sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil
bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas atau kepala. Mari kita lipat selimut!
Bagus!”
“T sudah merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakan
dengan sebelum dirapihkan! Bagus!”
“Coba T lakukan dan jangan lupa memberi tanda di kertas daftar kegiatan, tulis M
(Mandiri) kalau T lakukan tanpa disuruh, tulis B (Bantuan) kalau T melakukan
dengan dibantu, dan tulis T (Tidak) kalau T tidak melakukan (perawat memberi kertas
berisi daftar kegiatan harian)”
3) Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapihkan tempat
tidur? Ya, T ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah
sakit ini. Salah satunya merapikan tempat tidur, yang sudah T praktikkan dengan baik
sekali. Nah, kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang. Sekarang,
mari kita masukkan pada jadwal harian. T mau berapa kali sehari merapihkan tempat
tidur. Bagus, dua kali, yaitu pagi jam berapa? Lalu sehabis istirahat jam 4 sore.”
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. T masih ingat kegiatan apa lagi
yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapihkan tempat tidur? Ya, bagus,
cuci piring... kalau begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur
ruangan ini sehabis makan pagi. Sampai jumpa ya!”
SP 2: Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien. Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua kemampuan
dilatih. Tiap kemampuan yang dimilki akan meningkatkan harga diri pasien.

1) Orientasi
“Selamat pagi, bagaimana perasaan T pagi ini? Wah, T tampak cerah! Bagaimana
T, sudah mencoba merapihkan tempat tidur tadi pagi? Bagus kalau sudah
dilakukan (jika pasien belum mampu melakukannya, ulang dan bantu kembali)
sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih ingat kegiatan itu T?”
“Iya benar, sekarang kita akan melakukan latihan mencuci piring di dapur.”
“Waktunya sekitar 15 menit mari kita ke dapur!”
2) Kerja
“T, sebelum mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu
sabun/spons untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan
air untuk membilas, T dapat menggunakan air yang mengalir dari keran ini. Oh
ya, jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa makanan.”
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya. Setelah semuanya perlengkapan
tersedia,T ambil satu piring kotor, lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di piring
tersebut ke tempat sampah. Kemudian T bersihkan piring tersebut dengan
menggunakan sabun/spons yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah
selesai disabunin, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun
di piring tersebut. Setelah itu, T bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi
di rak yang sudah tersedia di dapur, nah selesai...!”
“Sekarang coba T yang melakukan...”
“Bagus sekali, T dapat mempraktikkan cuci piring dengan baik! Sekarang di lap
tangannya.”
3) Terminasi
“Bagaimana perasaan T setelah latihan cuci piring?”
“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan sehari-
hari.”
“T, mau berapa kali T mencuci piring? Bagus sekali T mencuci piring tiga kali
setelah makan.”
“Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat
tidur dan mencuci piring, masih ingat kegiatan apa itu? Ya benar kita akan latihan
mengepel.”
“Mau jam berapa? Sama seperti sekarang? Sampai jumpa!”

2. Untuk keluarga

SP 1 keluarga: Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien di


rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah, menjelaskan cara
merawat pasien dengan harga diri rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan
harga diri rendah, dan memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara
merawat.
1) Orientasi
"Selamat pagi. Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini?"
"Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat T? Berapa
lama? Bagaimana kalau tiga puluh menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!"
2) Kerja
"Apa yang Bapak/ibu ketahui tentang masalah T?"
"Ya memang, benar sekali Pak/Bu, T itu memang terlihat tidak percaya diri dan sering
menyalahkan dirinya sendiri. T sering mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh
sedunia. Dengan kata lain anak Bapak/ibu memiliki masalah harga diri rendah yang
ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap diri sendiri.
Jika keadaannya terus-menerus seperti itu, T dapat mengalami masalah yang lebih
berat lagi, misalnya T jadi malu berteman dengan orang lain dan memilih mengurung
diri."
"Sampai di sini, Bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah? Bagus
sekali Bapak/Ibu sudah mengerti?”
"Setelah kita mengerti bahwa masalah T dapat menjadi masalah serius, kita perlu
memberikan perawatan yang baik untuk T."
"Bapak/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki T? Ya benar, dia juga mengatakan hal
yang sama.”(Jika sama dengan kemampuan yang dikatakan T).
“T telah berlatih dua kegiatan, yaitu merapikan tempat tidur dan cuci piring. T juga
telah dibuatkan jadwal untuk kegiatan tersebut. Untuk itu, Bapak/ibu dapat
mengingatkan T untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai jadwal. Tolong bantu
menyiapkan alat-alatnya ya Pak/Bu. Jangan lupa memberikan pujian agar harga
dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda contreng pada jadwal kegiatannya.
Selain itu, jika T sudah tidak lagi dirawat di rumah sakit, Bapak/Ibu tetap perlu
memantau perkembangan T. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak
tertangani lagi, Bapak/Ibu dapat membawa T ke puskesmas."
"Nah, bagaimana kalau sekarang kita praktikkan cara memberikan pujian kepada T.
Temui T dan tanyakan kegiatan yang sudah dialakukan lalu berikan pujian seperti,
"Bagus sekali T, kamu sudah semakin terampil mencuci piring!"
"Coba Bapak/Ibu praktikkan sekarang. Bagus!"
3) Terminasi
"Bagaimana perasaan Bapak/ibu setelah percakapan kita ini?"
"Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali masalah yang dihadapi dan bagaimana cara
merawatnya?"
"Bagus sekali Bapak/ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah, setiap kali Bapak/ibu
mengunjungi T lakukan seperti itu. Nanti dirumah juga demikian."
"Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara memberi
pujian langsung kepada T?"
"Pukul berapa Bapak/Ibu datang? Baik akan saya tunggu. Sampai jumpa"

SP 2 Keluarga; Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien


harga diri rendah langsung pada pasien.

1) Orientasi
“Selamat pagi Pak/Bu! Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
Bapak/Ibu masih ingat latihan merawat anak Bapak/Ibu seperti yang kita pelajari dua
hari yang lalu?”
“Baik, hari ini kita akan mempraktikannya langsung pada T.”
“Bagaimana kalau 20 menit? Sekarang mari kita temui T!”
2) Kerja
“Selamat pagi T. Bagaimana perasaan T hari ini? Hari ini saya datang bersama orang
tua T. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, orang tua T juga ingin merawat
agar T cepat pulih.” (Kemudian Anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut.)
“Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktikan apa yang sudah kita latihkan
beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan anak
Bapak/Ibu.” (Perawat mengobservasi keluarga mempraktikan cara merawat pasien
seperti yang telah dilakukan pada pertemuan sebelumnya.)
“Bagaimana perasaan T setelah berbincang-bincang dengan orang tua T?”
“Baiklah sekarang suster dan orang tua T keruang perawat dulu!” (Perawat dan
keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga.)
3) Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”
“Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah dapat melakukan cara perawatan tadi pada T.”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu
melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti
sekarang ya?”

SP 3 Keluarga: Membuat perencanaan pulang bersama keluarga,

1) Orientasi
“Selamat Pagi Pak/Ibu, karena hari ini T sudah boleh pulang kita akan membicarakan
jadwal T selama di rumah.”
“Berapa lama Bapak/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor”
2) Kerja
“Pak/Bu ini jadwal kegiatan T selama di rumah sakit. Coba diperhatikan, apakah
semua dapat dilaksanakan di rumah? Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama T
dirawat di rumah sakit tolong dilanjutkan di rumah, baik jadwal kegiatan maupun
jadwal minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh T
selama di rumah. Contohnya kalau T terus meneruskan menyalahkan diri sendiri dan
berpikiran negatif terhadap diri sendiri, menolak minum obat atau memperlihatkan
perilaku membahayakan bagi orang lain. Jika hal ini terjadi, segera hubungi perawat
K di Puskesmas Indara Puri, Puskesmas terdekat dari rumah Bapa/Ibu, ini nomor
telepon puskesmasnya (065) 123...)”
“Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan T selama di
rumah.”
3) Terminasi
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas?”
“Ini jadwal kegiatan harian T untuk dibawa pulang. Ini suarat rujukan untuk perawat
K di Puskesmas Indar puri jangan lupa kontrol ke Puskesmas sebelum obat habis atau
ada gejala yang terlihat. Silahkan selesaikan administrasinya!”
DAFTAR PUSTAKA

Halifah, Eka Nur. 2011.Diunduh dari http://repository.ump.ac.id/1076/3/EKA%20NUR


%20HALIFAH%20BAB%20II.pdf. Diakses pada 11 Februari 2020.
Keliat, Budi Anna. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Khadijah, Siti. Laporan Pendahuluan Klien Dengan Gangguan Harga Diri Rendah.
Diunduh dari
https://www.academia.edu/33297662/LAPORAN_PENDAHULUAN_KLIEN_DE
NGAN_HARGA_DIRI_RENDAH, diakses pada 13 Februari 2020.
Laila, Rahmat. Askep Harga Diri Rendah . Diunduh dari
https://www.academia.edu/19169678/ASKEP_HARGA_DIRI_RENDAH, diakses
pada 13 Februari 2020.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. Yogyakarta:
Nuhamedika.
Sari, Kartika. 2015. Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta: CV.
Trans Info Media.
Setiyono, Mahendra. 2011. “BAB II TINJAUAN PUSTAKA”. Diunduh dari
http://repository.ump.ac.id/4997/3/Mahendra%20Setiyono%20BAB%20II.pdf, diakses
pada 22 Februari 2020.
Unimus. Diunduh dari http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/167/jtptunimus-gdl-
eliniasury-8333-2-babii.pdf. Diakses pada 11 Februari 2020.
Universitas Andalas. 2011. Diunduh dari http://scholar.unand.ac.id/41401/2/BAB
%201.pdf. Diakses pada 12 Februari 2020.

Anda mungkin juga menyukai