Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) merupakan suatu istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau COPD merupakan salah satu
penyakit tidak menular yang mengancam jiwa. Diperkirakan sekitar 251 juta orang di
seluruh dunia mengidap penyakit tersebut. Di indonesia sendiri, data riskesdas 2013
menunjukkan bahwa prevalensi ppok mencapai 3,7 persen atau sekitar 9,2 juta pasien.
Disampaikan DR. Dr. Susanthy Djalaksana, Sp.P(K) dari Universitas Brawijaya,
PPOK merupakan penyakit progresif yang mengancam jiwa. bahkan PPOK diperkirakan
akan menjadi penyebab utama ketiga kematian di dunia pada tahun 2020.
Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap PPOK merupakan masalah utama
dalam menekan penyakit pernapasan ini. tahap awal PPOK sering kali tidak dikenali karena
banyak penderita menganggap gejala seperti sesak napas, batuk kronis, dan adanya dahak
sebagai kondisi normal yang terjadi seiring bertambahnya usia atau akibat umum dari
merokok.
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan memiliki peranan penting dalam upaya
mencegah dan mengenali COPD dengan teknik pendekatan pemberian asuhan
keperawatan pada pasien COPD.
Oleh karena itu, hal ini menarik minat penulis untuk membahas dan menyusun
makalah mengenai konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien COPD .
Adapun yang akan dibahas dalam makalah ini ialah konsep dasar termasuk
didalamnya pengertian COPD, anatomi fisiologi pernapasan, , etiologi ISPA, patofisiologi
COPD, tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, dan asuhan
keperawatan pada pasien COPD.

1
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami konsep dasar sistem pernafasan.
2. Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan konsep dasar dan asuhan
keperawatan pada pasien COPD

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Pernafasan merupakan proses menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen
serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbon dioksida sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh.oksigen adalah suatu unsur vital dalalm proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel tubuh. Proses
pemenuhan oksigenisasi dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan:
a. Vertilisasi: proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer kedalam alveoli atau
dari alveoli ke atmosfer. Proses pada tahap ini dipengaruhi oleh perbedaan
tekanan antara atmosfer dengan paru,pengaruh proses vertilisasi selanjutnya
adalah pengembangan dan penyempitan. Pusat pernafasan, yaitu medulla
oblongata dan pons, dapat dipengaruhi oleh vertilisasi.
b. Difusi: pertukaran antara o2 dari alveoli ke kapiler paru-paru dan co2 dari
kepiller ke alveoli. Proses difusi ini dipengaruhi oleh beberapa seperti luasnya
permukaan paru-paru, tebal membrane respirasi/permeabilitas (epitel alveoli
dan interstisial), perbedaan tekanan dan konsentrasi o2 dan afinitas gas.
c. Transportasi: merupakan proses pendistribusian antara o2 di kapiler ke jaringan
tubuh dan co2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi o2 akan
berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin (97%) dan larut dalam
plasma (3%). Sedangkan co2 akan berikatan dengan hb membentuk
karbokihempglobin (30%), larut dalam plasma (5%) dan sebagian menjadi hco3
berada dalam darah (65%). Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa
factor diantaranya; cardiacoutput, kondisi pembulu darah, latihan, hematokrit,
eritrosit dan kadar hb.

Penyakit paru obstruksi menahun (COPD,PPOM/PPOK) adalah kondisi dimana


aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini seringkali
merupakan kombinasi dari dua atau tiga kondisi berikut ini dengan satu penyebab
primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer tersebut (petty,1990).
3
a. Asma, adalah obstruksi jalan napas yang intermiten, dapat dipulihkan kembali dan
menyebar dikarakeristikan oleh produksi mucus yang berlebihan, spasme bronkus,
pembengkakan membranbronkial. Pencetusnya mungkin ekstrinsik (allergen
spesifik) atau instrinsik (etiologi tidak diketahui).

Gambar 2.1 Anatomi Paru-paru pada Asma


(Sumber: Shidik, Abdul Muin Jafar. 2015."Paru-paru". Diunduh dari
https://www.slideshare.net/abdulmuinjafarshidik1/presentation1-47516794,
diakses pada 22 Agustus 2019).

b. Emfisema adalah penyakit paru yang takdapat pulih kenbali yang terjadi sebagai
sequel dari bronkiektasis atau bronchitis kronis. Ini dikarakteristikan oleh
hiperinflasi alveoli, peningkatan tahanan jalan napas, dan kerusakan pertukaran gas.
Penyakit alveoli dapat ruptur dan kolaps.

4
Gambar. 2.2 Anatomi Sistem Pernafasan Emfisema

(Sumber: Klik Paru. 2013."Emfisema Paru". Diunduh dari


https://www.klikparu.com/2013/12/emfisema-paru.html, diakses pada 22 Agustus
2019)

c. Bronchitis dikarakteristikan oleh inflamasi lapisan mukosa jalan napas


trakeobronkial dan produksi mukus yang berlebihan . Hal ini dapat akut atau kronis.
Bronkiektasis (dilatasi permanen non abnormal dari satu atau lebih cabang-cabang
bronkus yang besar) atau emfiesiema adalah komplikasi utama yang berhubungan
dengan bronchitis kronis.

Gambar 2.3 Anatomi Chronic Bronchitis (Sumber: Physiopedia.” Chronic


Bronchitis”. Diunduh dari https://www.physio-pedia.com/Chronic_Bronchitis,
diakses pada 22 Agustus 2019)
5
2. Anatomi fisiologi
A. Anatomi sistem pernafasan

Gambar 2.4 Struktur Sistem Pernapasan

(Sumber: Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC).

a. Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas:


1) Lubang hidung (cavum nasalis)
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Bagian
dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan
kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae)
yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang
masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat epitel bersilia yang
mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga dapat
menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat
mencium aroma karena didalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau

6
terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial i
(nervous olfactorius).
Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengaturan udara, pengturan
kelembapan udara (humidifikasi), pengaturan suhu, pelindung dan penyaring
udara, indra penciuman, dan resonator suara. Fungsi hidung sebagai pelindung
dan penyaring dilakukan oleh vibrissa, lapisan lendir, dan enzim lisozim.
Vibrissa adalah rambut vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu
dan kotaran (partikel berukuran besar).
2) Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13 cm) yang letaknya
bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus
dengan ketnggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat
“digestion” (menelan) seperti pada saat bernafas. Berdasarkan letaknya farig
dibagi menjadi tiga yaitu dibelakang hidung (naso-faring), belakang mulut
(oro-faring), dan belakang laring (laringo-faring).
3) Laring
Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan
napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.

b. Anatomi saluran pernapasan bagian bawah


Saluran pernapasan bagian bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas :
1) Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggaian
tulang vertebrae torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus.
Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea bersifat sangat fleksibel,
berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin tersebut terdapat
epitel bersilia tegak (pseudostratified ciliated columnar epithelium)
yang mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lendir
(mucus).

7
2) Bronkhus dan bronkhiolus
Cabang bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung
lebih vertikal daripada cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan
benda asing lebih mudah masuk kedalam cabang sebelah kanan
daripada cabang bronkhus sebelah kiri.
Segmen dan subsegmen bronkhus bercabagn lagi dan berbentuk
seperti ranting masuk ke setiap paru-paru. Bronkhus disusun oleh
jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus, yang berakhir di alveoli,
tidak mengandung kartilago. Tidak adanya katilago yang menyebabkan
bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat mengalami
kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang kecil
yang terletak antar alveoli (‘kohn pores’) yang berfungsi untuk
mencegah kolaps alveoli.
3) Alveoli
Alveoli merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil.
Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran o2 dan co2 diantara
kapiler pulmoner dan alveoli.
4) Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang
ujungnya berada diatas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada
diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru
kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan
jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary
segment.

8
B. Fisiologi sistem pernapasan
Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu:
a. Ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara antara atmosfer dan
alveoli paru-paru.
b. Difusi adalah proses pertukaran o2 dan co2 antara alveoli dan darah.
c. Transportasi adalah proses beredarnya gas (o2 dan co2) dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel-sel.
Proses fisiologis respirasi dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
1) Difusi gas-gas antara alveolus dengan kapiler paru-paru (respirasi ekterna)
da darah sistemik dengan sel-sel jaringan.
2) Distribusi darah dalam sirkulasi ppulmoler dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus-alveolus.
3) Reaksi kimia dan fisik o2 dan co2 dengan darah.

3. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit paru obstruksi kronik (ppok)
adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi udara
c. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
d. Riwayat infeksi saluran nafas
e. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi
untuk berkembangnya penyakit paru obstruksi kronik dini. (mansjoer,
2001).

4. Patofisiologi
PPOK adalah sejenis penyakit paru obstruktif yang terjadi saat terdapat aliran udara
yang buruk yang tak dapat diperbaiki secara menyeluruh dan kronis serta terjadi
ketidakmampuan untuk menghembuskan napas secara penuh (memerangkap udara).
Ppok berkembang sebagai reaksi inflamasi kronis akibat menghirup bahan-bahan
penyebab iritasi. Infeksi bakteri kronis juga dapat memperparah inflamasi ini. Merokok

9
tembakau adalah sebab paling utama dari ppok, dan juga beberapa faktor lainnya
seperti polusi udara dan genetik yang turut berperan kecil. Di negara-negara
berkembang, salah satu sumber polusi udara biasanya adalah api untuk memasak dan
pemanas yang berventilasi buruk. Jika terpapar penyebab iritasi ini dalam jangka waktu
lama, akan mengakibatkan reaksi inflamasi di paru-paru yang menyebabkan
penyempitan saluran udara dan rusaknya jaringan paru yang disebut sebagai emfisema
Proses lainnya yang berperan dalam kerusakan paru adalah tekanan oksidatif yang
dihasilkan karena adanya konsentrasi tinggi dari radikal bebas dalam asap tembakau
dan dibebaskan oleh sel yang terinflamasi, dan hancurnya jaringan penghubung paru-
paru oleh protease yang kurang mengandung penghambat protease. Hancurnya
jaringan penghubung di paru-paru akan mengakibatkan emfisema, yang kemudian
menyebabkan buruknya aliran udara, dan pada akhirnya, buruknya penyerapan dan
pelepasan gas-gas pernapasan. Penyusutan otot secara umum yang sering terjadi pada
ppok sebagian mungkin dikarenakan mediator inflamasi yang dilepaskan paru-paru ke
dalam darah.
Penyempitan saluran udara terjadi karena inflamasi dan parut di dalamnya. Hal ini
menyebabkan kesulitan saat menghembuskan napas dengan sepenuhnya. Pengurangan
aliran udara terbesar terjadi saat menghembuskan napas, karena tekanan di dada
menekan saluran udara pada saat itu. Hal ini berakibat udara dari tarikan napas
sebelumnya tetap berada di dalam paru-paru sementara tarikan napas berikutnya telah
dimulai. Hasilnya adalah peningkatan volume total udara di dalam paru-paru yang
dapat terjadi kapan saja, sebuah proses yang disebut sebagai hiperinflasi atau
terperangkapnya udara.
Tingkat oksigen rendah dan, akhirnya, tingginya tingkat karbon dioksisa di darah
dapat terjadi karena pertukaran udara yang buruk akibat berkurangnya ventilasi karena
obstruksi saluran udara, hiperinflasi, dan berkurangnya keinginan untuk bernapas.
Selama eksaserbasi, inflamasi saluran udara akan meningkat, sehingga hiperinflasi
meningkat, aliran udara pernapasan berkurang, dan transfer gas semakin buruk. Hal ini
juga akan mengakibatkan tidak cukupnya ventilasi, dan akhirnya, tingkat oksigen
dalam darah yang rendah. Tingkat oksigen rendah, jika dialami dalam jangka waktu
lama, dapat menyebabkan penyempitan arteri di paru-paru, sementara emfisema

10
mengakibatkan rusaknya kapilari di paru-paru. Kedua perubahan ini berakibat
meningkatnya tekanan darah di arteri pulmonari, yang dapat menyebabkan kor
pulmonale.

5. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala PPOK atau penyakit paru obstruktif kronis, yaitu:
a. Batuk kronis
Salah satu gejala PPOK yang umum ditemui adalah batuk. Batuk
merupakan cara tubuh membersihkan saluran udaranya, lender atau dahak pada
paru-paru, iritan lainnya, dan juga sekresi. Lender biasanya jernih, namun pada
penderita PPOK, lender bisa berwarna kuning. Batuk sering sangat parah di pagi
hari dan bisa lebih banyak batuk saat berolahraga atau merokok. Batuk bisa
membandel setiap harinya, meskipun tidak ada gejala penyakit lainnya seperti pilek
atau flu.
b. Mengi
Saat membuang napas melalui saluran udara yang sempit atau tersumbat,
penderita akan sering mendengar suara seperti siulan yang disebut mengi. Pada
penderita PPOK, mengi paling sering disebabkan oleh kelebihan lender yang
memblokir saluran udara.
c. Sesak napas (dispnea)
Seiring saluran udara di paru-paru penderita meradang, rusak, dan mulai
menyempit, penderita bisa menjadi kesulitan untuk bernapas atau mengambil
napas. Gejala PPOK ini bisa tampak jelas selama peningkatan aktivitas fisik. Gejala
ini bisa membuat rutinitas kegiatan harian, seperti berjalan, melakukan pekerjaan
rumah sederhana, berganti pakaian, atau mandi menjadi lebih sulit. Yang paling
buruk, sesak napas bisa terjadi bahkan saat penderita beristirahat.

d. Kelelahan
Jika penderita mengalami kesulitan bernapas, penderita tidak dapat
mendapatkan cukup oksigen bagi darah dan otot penderita. Tanpa oksigen yang
diperlukan,fungsi tubuh akan melambat dan terjadilah kelelahan. Penderita bisa

11
mengalami kelelahan karena paru-paru penderita bekerja dengan lebih keras untuk
memasok oksigen dan membuang karbondioksida, sehingga penderita kehabisan
tenaga.
e. Sering menderita infeksi pernapasan
Karena penderita PPOK memiliki kesulitan dalam membersihkan paru-paru
dari bakteri, virus, polutan, debu, dan zat-zat lain yang menyebabkan peradangan,
mereka berisiko lebih tinggi terhadap infeksi paru, seperti pilek, flu, dan
pneumonia. Bagi penderita PPOK menghindari risiko infeksi pernapasan tentu
menjadi lebih sulit. Untuk itu, salah satu hal yang dilakukan untuk meminimalisir
risikonya adalah dengan melakukan vaksinasi dan menjaga lingkungan sekitar agar
tetap bersih.
f. Penurunan berat badan
Salah satu gejala yang dialami oleh penderita ppok adalah penurunan berat
badan. Penyakit paru obstruktif kronis yang telah diderita dalm waktu yang cukup
lama dapat menyebabkan penurunan berat badan karena tubuh membutuhkan
energi ekstra sehingga pembakaran kalori menjadi lebih banyak dibandingkan
dengan kalori yang masuk.
g. Gejala PPOK tingkat lanjut
Selain beberapa gejala yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa
gejala PPOK lain. Gejala bisa muncul, terutama jika penderita sudah berada dalam
PPOK stadium lanjut.
Beberapa gejala yang dialami, yaitu:
1) Sakit kepala di pagi hari. Hal ini mungkin saja terjadi akibat tingginya kadar
karbondioksida dalam darah.
2) Pembengkakan telapak dan pergelangan kaki yang bisa saja terjadi akibat
peningkatan tekanan jantung. Meningkatnya tekanan jantung dapat
disebabkan oleh kerja jantung yang menjadi lebih keras untuk memompa
darah melalui paru-paru yang telah rusak.

12
6. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik:

a. Gas Darah Arteri (GDA) menunjukan Pao2 rendah dan Paco2 tinggi.
b. Sinar x dada menunjukan hiperinflasi paru-paru pembesaran jantung dan
bendungan pada area paru-paru.
c. Pemeriksaan fungsi paru menunjukkan peningkatan kapasitas paru-paru total (kpt)
dan volume cadangan (vc), penurunan kapasitas vital (kv), dan volume ekspirasi
kuat (vek), alat yang digunakan disebut spirometri.
d. Kultur sputum positif bila ada infeksi.

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum PPOK
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi edukasi, obat-obatan, terapi
oksigen, ventilasi mekanik, nutrisi, rehabilitasi. Penatalaksanaan ini bertujuan
untuk mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi berulang, memperbaiki serta
mencegah penurunan faal paru, dan meningkatkan kualiti hidup penderita.
1) Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada ppok stabil. Edukasi pada ppok berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena ppok adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari
edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah
kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih
bersifat reversible, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah
inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. Tujuan edukasi pada
pasien ppok yaitu mengenai perjalanan penyakit dan pengobatan,
melaksanakan pengobatan yang maksimal, mencapai aktiviti optimal,
meningkatkan kualita hidup. Edukasi ppok diberikan sejak ditentukan
diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi
penderita sendiri maupun bagi keluarganya.

13
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan
ditentukan skala priority bahan edukasi sebagai berikut :
a) Berhenti merokok
b) Penggunaan obat-obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya benar
- Waktu penggunaan yang tepat
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
c) Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
d) Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
2) Obat-obatan
a) Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebulizer
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat atau obat berefek
panjang.
b) Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang
terjadi, dipiih golongan metilprednisolon atau prednison.
Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila
terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan
vep, pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250
mg.
c) Antibiotika

14
Antibiotik hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik
yang digunakan, yaitu:
- Lini i : amoksilin, makrolid
- Lini ii : amoksilin dan asam klavulanat, sefalosporin,
kuinolon, makrolid baru.
d) Antioksidan
Antioksidan dapat mengurangi eksaserbasi dan
memperbaiki kualiti hidup.

e) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous.
3) Terapi oksigen
Pada ppok terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ
lainnya. Manfaat oksigen yaitu mengurangi sesak, memperbaiki aktiviti,
mengurangi hipertensi pulmonal, mengurangi vasokonstriksi, mengurangi
hematocrit, memperbaiki fungsi neuropsikiatri, serta meningkatkan kualiti
hidup.
4) Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada ppok digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien
ppok derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan
di rumah sakit di ruang icu atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat
dilakukan dengan cara ventilasi mekanik dengan intubasi dan ventilasi
mekanik tanpa intubasi.

15
5) Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada ppok, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan
hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti ppok
karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan penurunan berat
badan, kadar albumin darah, antropometri, pengukuran kekuatan otot, dan
hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia). Mengatasi malnutrisi dengan
pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena
gangguan ventilasi pada ppok tidak dapat mengeluarkan co2 yang terjadi
akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori
yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat
diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa
nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak
rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein
dapat meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons
ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada ppok dengan gagal
napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada ppok karena
berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari
gangguan ventilasi.
6) Rehabilitasi PPOK
Rehabilitasi PPOK tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan
toleransi latihan dan memperbaiki kualiti hidup penderita ppok penderita
yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai dengan simptom
pernapasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat, dan kualiti
hidup yang menurun. Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah
sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi,

16
respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3
komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.

B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur,
alamat, suku bangsa, agama, no.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan,
berat badan, tanggal dan jam masuk rumah sakit.
1) Keluhan utama keluhan utama yang dirasakan oleh pasien bronkhitis biasanya
mengeluh adanya sesak nafas.
2) Riwayat penyakit sekarang pada riwayat sekarang berisi tentang
perjalanan penyakit yang dialami pasien dari rumah sampai dengan
masuk ke rumah sakit.
3) Riwayat penyakit dahulu.
4) Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami
bronkhitis atau penyakit menular yang lain.
5) Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan pada keluarga apakah
salah satu anggota keluraga ada yang pernah mengalami sakit yang
sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang ada di dalam
keluarga.
6) Pola fungi kesehatan.
7) Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan menurut
gordon :
a) Persepsi terhadap kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di rs
akan menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan
kesehatan.
b) Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan
bronkhitis mengalami keletihan, dan kelemahan dalam

17
melakukan aktivitas gangguan karena adanya dispnea yang
dialami.
c) Pola istirahat dan tidur
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan
bronkhitis salah satunya adalah gangguan pola tidur, pasien
diharuskan tidur dalam posisi semi fowler. Sedangkan pada
pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahat karena untuk
mengurangi adanya sesak yang disebabkan oleh aktivitas
yang berlebih.
d) Pola nutrisi-metabolik
Adanya penurunan nafsu makan yang disertai
adanya mual muntah pada pasien dengan bronkhitis akan
mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuh yang berakibat
adanya penurunan bb dan penurunan massa otot.
e) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan
ataupun gangguan pada kebiasaan bab dan bak.
f) Pola hubungan dengan orang lain
Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung
akan mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun
interpersonal.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami
cara yang efektif untuk mengatasi masalah kesehatannya dan
konsep diri yang meliputi (body image, identitas diri, peran
diri, ideal diri, dan harga diri).
h) Pola reproduksi dan seksual
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang
sudah menikah akan mengalami perubahan.
i) Pola mekanisme koping

18
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam
mengatasi masalah kesehatannya, termasuk dalam
memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif.
j) Pola nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan
menyebabkan masalah yang baru yang ditimbulkan akibat
dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu
kebiasaan ibadahnya.

b. Pemeriksaan fisik
1) Paru-paru: adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya
bunyi ronchi, atau bunyi tambahan lain. Tetapi pada kasus
berat bisa didapatkan komplikasi yaitu adanya pneumonia.
2) Kardiovaskuler: td menurun, diaforesis terjadi pada minggu
pertama, kulit pucat, akral dingin, penurunan curah jantung
dengan adanya bradikardi, kadang terjadi anemia, nyeri dada.
3) Neuromuskular: perlu diwaspadai kesadaran dari
composmentis ke apatis,somnolen hingga koma pada
pemeriksaan gcs, adanya kelemahan anggota badan dan
terganggunya aktivitas.
4) Perkemihan: pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya
gangguan eliminasi seperti retensi urine ataupun inkontinensia
urine.
5) Pencernaan
a) Inspeksi : kaji adanya mual,muntah,kembung,adanya
distensi abdomen dan nyeri abdomen,diare atau konstipasi.
b) Auskultasi : kaji adanya peningkatan bunyi usus.
c) Perkusi: kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya
kembung.

19
d) Palpasi: adanya hepatomegali, splenomegali,
mengidentifikasi adanya infeksi pada minggu kedua,adanya
nyeri tekan pada abdomen.
e) Bone: adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise,
adanya sianosis. Integumen turgor kulit menurun, kulit
kering.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekresi pada jalan
napas
b. Gangguan kebutuhan nutrisi dengan meningkatnya metabolism berlebihan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan penyakit dan pengobatan
e. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang cara penularan dan pencegahan penyakit.

3. Intervensi Keperawatan

No Tujuan Intervensi Rasional


1 Tujuan: 1. Observasi tanda-tanda 1.Untuk menentukan
Setelah diberikan vital. intervensi
tindakan keperawatan 2.Auskultasi bunyi selanjutnya.
selama 7 hari pola napas pernapasan. 2.Bunyi napas tidak
kembali efektif. 3.Pertahankan posisi semi normal
Tupen: fowler. menandakan masih
Setelah dilakukan 4.Anjurkan kepada klien adanya masalah.
tindakan keperawatan untuk minum air hangat. 3.Posisi semi fowler
selama 2 hari pola napas 5.Bombing dan latih teknik dapat mengurangi
berangsur-angsur napas dalam dan batuk sesak.
membaik, dengan kriteria efektif yang teratur.
hasil:

20
 Sesak berkurang 6.Pemberian nebulizer 4.Mengencerkan
 Tidak menggunakan sesuai indikasi. dahak agar mudah
otot-otot pernapasan 7.Lanjutkan pemberian o2 keluar.
sesuai instruksi dokter. 5.Batuk tidak
terkontrol adalah
melelahkan dan
tidak terartur
membuat frustasi.
6.Pemberian
nebulizer dapat
membantu
mengencerkan
dahak.
7.O2dapat
mengurangi sesak
dan membantu
memenuhi
kebutuhan oksigen.

2 Tujuan: 1.Observasi tingkat 1.Sebagai data dasar


Setelah diberikan pemasukan nutrisi klien. untuk menentukan
tindakan keperawatan 2.Hindarkan klien untuk intervensi
selama 5 hari gangguan mengkonsumsi makanan selanjutnya.
pemenuhan kebutuhan yang dapat merangsang 2.Makanan yang
nutrisi terpenuhi. batuk. merangsang batuk
Tupen: 3.Berikan makanan pasien dapat
Setelah diberikan dalam porsi kecil tapi meningkatkan
tindakan keperawatan sering. frekuensi batuk
selama 1 hari nutrisi yang lebih tinggi.
berangsur-angsur

21
terpenuhi, dengan kriteria 4.Beri edukasi kepada klien 3.Mencegah klien
hasil: dan keluarga tentang cepat bosan
 Nafsu makan membaik nutrisi. terhadap makanan
 Bb naik 5.Anjurkan pemberian diet yang diberikan.
tktp. 4.Agar dapat
mengerti
pentingnya nutrisi
tubuh.
5.Memenuhi
kebutuhan nutrisi.
3 Tujuan: 1.Observasi tingkat 1.Mengetahui batasan
Setelah diberikan aktivitas klien. yang dapat
tindakan keperawatan 2.Bantu klien melakukan dilakukan klien.
selama 5 hari intoleransi aktivitas yang tidak dapat 2.Dengan bantuan
aktivitas teratasi. dilakukan. orang lain
Tupen: 3.Libatkan keluarga dalam kebutuhan adl klien
Setelah dilakukan pemenuhan adl klien. terpenuhi.
tindakan keperawatan 4.Anjurkan klien 3.Mengurangi
selama 1 hari intoleransi melakukan aktivitas ketergantungan
aktivitas berangsur- sesuai dengan keluarga kepada
angsur mambaik, dengan kemampuannya. petugas.
kriteria hasil: 5.Selingi periode aktivitas 4.Aktivitas yang
 Aktivitas klien tidak dengan istirahat. sesuai dapat
dibantu lagi mencegah
 Saat beraktivitas klien kekakuan otot.
tidak sesak lagi 5.Mengurangi kerja
otot meminimalkan
penggunaan energi
yang berlebihan.

22
4 Tujuan: 1. Kaji sejauh mana klien 1.Diharapkan klien
Setelah diberikan mengetahui penyakitnya. dapat memberikan
tindakan keperawatan 2.Jelaskan pada klien gambaran sejauh
selama 1 hari cemas tentang penyakitnya dan mana
hilang. prosedur pengobatannya. pengetahuannya
Tupen: 3.Anjurkan pada keluarga sehingga dapat
Setelah diberikan untuk memberikan melakukan langkah
tindakan keperawatan support dan motivasi selanjutnya.
selama 1x24 jam kepada klien. 2.Diharapkan klien
cemasnya berangsur- mengetahui dan
angsur membaik, dengan memahami tentang
kriteria hasil: penyakitnya dan
 Ekspresi wajah tenang prosedur
 Klien mengerti dengan pengobatan
penjelasan perawat 3.Keluarga adalah
support yang baik
untuk mempercepat
proses
penyembuhan
klien5
5 Tujuan: 1.Pantau suhu tubuh klien. 1. Untuk
Setelah diberikan 2.Berikan antibiotik sesuai mengidentifikasi
tindakan keperawatan anjuran. kemajuan-
selama 2 hari tidak ada 3.Laksanakan kewaspadaan kemajuan yang
penyebaran infeks, umum seperti cuci tangan. dapat dicapai.
dengan 2. Infeksi merupakan
Kriteria hasil: faktor pencetus
Klien tidak batuk distress
pernapasan yang
sering. Antibiotik
diberikan untuk

23
pengobatan dan
pencegahan batuk.
3. Cuci tangan adalah
tindakan yang
paling sering dan
utama dilakukan
oleh perawat.

4. Implementasi

Diagnosa
No Intervensi Implementasi
keperawatan
1. Observasi tanda- 1. Mengukur tanda-
tanda vital. tanda vital pasien
2. Auskultasi bunyi (status pernafasan,
pernapasan. nadi dan tekanan
3. Pertahankan posisi darah)
semi fowler. 2. Melakukan
Pola napas tidak 4. Anjurkan kepada auskultasi pada
efektif berhubungan klien untuk minum pasien
dengan penumpukan air hangat. 3. Menganjurkan
1
sekresi pada jalan 5. Bombing dan latih pasien untuk tidur
napas teknik napas dalam dalam posisi semi
dan batuk efektif fowler
yang teratur. 4. Memberikan pasien
6. Pemberian 6-8 gelas air
nebulizer sesuai hangat/hari
indikasi. 5. Melatih pasien agar
7. Lanjutkan dapat batuk efektif
pemberian o2 sendiri

24
sesuai instruksi 6. Memberikan
dokter. nebulizer sesuai
indikasi awal
7. Memberian oksigen
sesuai kebutuhan
1. Observasi tingkat 1. Mengkaji status
pemasukan nutrisi nutrisi dan kebiasaan
klien. makan.
2. Hindarkan klien 2. Menganjurkan
untuk pasien untuk
mengkonsumsi mematuhi diet yang
makanan yang telah diprogramkan.
dapat merangsang 3. Memberikan pasien
batuk. makanan diet dalam
3. Berikan makanan porsi kecil namun
Gangguan kebutuhan
pasien dalam porsi sering dan
nutrisi dengan
kecil tapi sering. menimbang berat
meningkatnya
2 4. Beri edukasi badan setiap
metabolism
kepada klien dan seminggu sekali.
berlebihan
keluarga tentang 4. Memberian
nutrisi. pengetahuan pada
6. Anjurkan klien dan keluarga
pemberian diet tentang pola makan
tktp. yang sehat
5. Kerja sama dengan
tim kesehatan lain
untuk pemberian
diet tinggi kalori
tinggi protein.

25
1. Observasi tingkat 1. Mengkaji tingkat
aktivitas klien. aktivitas klien
2. Bantu klien 2. Menganjurkan klien
melakukan untuk tidak
aktivitas yang tidak melakukan aktivitas
dapat dilakukan. yang dapat
3. Libatkan keluarga mengganggu
dalam pemenuhan kesehatan tubuhnya
Intoleransi aktivitas adl klien. 3. Memberikan
berhubungan dengan 4. Anjurkan klien informasi kepada
3
kelemahan melakukan keluarga klien untuk
aktivitas sesuai selalu mendampingi
dengan pemenuhan adl klien
kemampuannya. 4. Memberitahukan
5. Selingi periode klien untuk
aktivitas dengan menghindari
istirahat. aktivitas yang berat
5. Menganjurkan klien
untuk banyak
beristirahat
1. Kaji sejauh mana 1. Mengkaji tingkat
klien mengetahui pengetahuan
Ansietas penyakitnya. pasien/keluarga
berhubungan dengan 2. Jelaskan pada klien tentang penyakit
kurangnya tentang ppok
4 pengetahuan penyakitnya dan 2. Membantu pasien
penyakit dan prosedur mengerti tentang
pengobatan pengobatannya. penyakitnya dan
3. Anjurkan pada perawatannya
keluarga untuk 3. Menganjurkan
memberikan keluarga klien untuk

26
support dan selalu berada di
motivasi kepada samping klien dan
klien. memberikan
motivasi padanya

1. Pantau suhu tubuh 1. Mengukur suhu tubuh


Resiko tinggi
klien. klien dalam kurun waktu
penyebaran infeksi
2. Berikan antibiotik yang teratur
berhubungan dengan
sesuai anjuran. 2. Memberikan antibiotik
kurangnya
5 3. Laksanakan pada klien sesuai anjuran
pengetahuan tentang
kewaspadaan dokter
cara penularan dan
umum seperti cuci 3. Selalu mencuci tangan
pencegahan penyakit
tangan. sebelum melakukan
tindakan apapun

5. Evaluasi

Masalah Catatan perkembangan


S : pasien mengatakan sudah tidak sesak napas
Sesak O : napas kembali normal dan teratur
napas A : masalah teratasi
P :intervensi dihentikan
S :pasien mengatakan sudah tidak pusing, lemas dan sudah bisa tidur
dengan nyenyak
Gangguan
O : terlihat segar dan tekanan darah sudah normal
nutrisi
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
S : pasien mengatakan sudah bisa makan sendiri dan berjalan ke kamar
Gangguan mandi sendiri
aktivas O : mandiri dan terlihat sudah tidak meminta bantuan kepada orang lain
A : masalah teratasi

27
P : intervensi dihentikan
S : pasien mengatakan sudah tidak batuk
O : suhunya kembali normal dan tidak terlihat batuk-batuk
Infeksi
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit paru obstruksi menahun (COPD,PPOM/PPOK) adalah kondisi dimana
aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Penyakit ini biasanya merupakan
kombinasi dari dua atau tiga kondisi yaitu asma, emfisema, dan bronkhitis. PPOK
disebabkan oleh beberapa faktor seperti kebiasaan merokok, polusi udara, paparan
debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja riwayat infeksi saluran nafas.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien COPD dilakukan asuhan
keperawatan melalui proses yaitu pengkajian, diagnosa, intervensi, dan evaluasi yang
difokuskan terutama pada sistem pernafasan.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini diharapkan pada semua calon perawat maupun
perawat dapat memahami tentang konsep dasar serta asuhan keperawatan pada pasien
COPD dan dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan keperawatan.
Semoga makalah ini menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca makalah ini,
sehingga dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat dalam asuhan keperawatan.
Dalam penyusunan makalah ini, diharapkan tim penyusun dapat melakukan perbaikan
sehingga makalah ini menjadi lebih baik.

29
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: EGC.

Ekaputri, Rafael.2018.”Laporan Pendahuluan Oksigenisasi”. Diunduh Dari

https://www.academia.edu/19848014/lp_oksigenasi (diakses kembali pada tanggal 13


Agustus 2019)

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol.1. Jakarta: EGC.

Klik Paru. 2013."Emfisema Paru". Diunduh dari https://www.klikparu.com/2013/12/emfisema-


paru.html, diakses pada 22 Agustus 2019.

Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Shidik, Abdul Muin Jafar. 2015."Paru-paru". Diunduh dari


https://www.slideshare.net/abdulmuinjafarshidik1/presentation1-47516794, diakses pada
22 Agustus 2019.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta:
EGC.

Suzanne C. Smeltzer, Brenda. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Vol.1.Jakarta: EGC

30

Anda mungkin juga menyukai