Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL TAK STIMULASI PERSEPSI: PERILAKU KEKERASAN

SESI 2: MENCEGAH PERILAKU KEKERASAN FISIK

DISUSUN OLEH:

DHEA NISA BERLIANTI (20170320129)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2019
A. LATAR BELAKANG
I. Latar Belakang
Berdasarkan hasil observasi selama bertugas di Bangsal Srikandi Rumah Sakit Jiwa
Ghrasia, sebagian besar klien masuk RS Ghrasia karena pasien memiliki riwayat
melakukan perilaku kekerasan. Terdapat 14 orang pasien yang memiliki kriteria perilaku
kekerasan Oleh karena itu, perawat akan melakukan “Terapi Aktivitas Kelompok
Perilaku Kekerasan (TAK PK)” agar Klien tidak menciderai diri sendiri maupun orang lain.
II. Landasan Teori
A. Perilaku kekerasan
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol
(Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau
marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan (Fitria, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000)
2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu :
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama insting hidup yang di ekspresikan
dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan dengan
agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut
freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai
suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang
pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang
atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang
melakukan tindakan agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping
yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk
pola pertahanan atau koping.
b. Faktor soosial budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977)
dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi,
dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya.
Pelajaran ini bisa internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau
tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk
mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif
mempunyai dasar biologis.
Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku
agresif. Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks
hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya,
mengangkat ekornya, mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk
emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal.
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin,
dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)

3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap

4. Tanda dan Gejala


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut :
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

5. Rentang Respon
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat
marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan
perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu
rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian
pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan
sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau
diremehkan.” Rentang respon kemarahan individu dimulai dari
respon normal (asertif) sampai pada respon yang tidak normal
(maladaptif).

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak
baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap/ perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada
objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap
berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat
menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk
bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain
tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau
bayang-bayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini
data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga
yang kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi
perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang menyebabkan
klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan karena
dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).

B. Terapi Aktivitas Kelompok


1. Pengertian
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang
lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama ( Stuart & Laraia, 2001).
Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani
sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan,
ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini akan mempengaruhi
dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik
yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.
2. Tujuan
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain
serta mengubah prtilaku ynag destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada
konstribusi dari setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan saling membantu
satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok
merupakan laboratorium tempat mencoba dan menemukan hubungan interpersonal
yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa
memiliki diakui, dan dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi
kelompok adalah membuat sadar diri peningkatan hubungan interpersonal, membuat
perubahan, atau ketiganya.
Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi sensoris,
orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas kelompok dibagi empat yaitu terapi
aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori, terapi aktivitas terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi.
3. Kriteria Pasien
Kriteria pasien sebagai anggota yang mengikuti terapi aktifitas kelompok
iniadalah:
a. Klien dengan riwayat perilakukekerasan.
b. Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau mengamuk,
dalam keadaan tenang.
c. Klien dapat diajak kerjasama (cooperative)

4. Pengorganisasian
a. Leader, bertugas:
1) Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Memimpin jalannya terapi kelompok
3) Memimpin diskusi.
b. Co-Leader, bertugas :
1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
3) Membantu memimpin jalannya kegiatan.
4) Menggantikan leader jika terhalang tugas.
c. Fasilitator, bertugas:
1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
3) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
4) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
5) Bertanggungjawab terhadap program antisispasi masalah.
d. Observer, bertugas :
1) Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai akhir.
2) Mencatat semua aktivitas dalam terapi aktivitas kelompok.
3) Mengobservasi perilaku pasien
5. Setting tempat

Keterangan :
: Leader
: Co-leader + Observer
: Fasilitator
: Klien

SESI 2 : Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik

A. Tujuan:
1. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
2. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku kekerasan.
3. Klien dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku
kekerasan

B. Setting:
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan.
2. Ruangan nyaman dan tenang

C. Alat:
1. Kasur / kantong tinju/ gendang/bantal
2. Papan tulis/ flipchart/ witheboard
3. Buku catatan dan pulpen
4. Jadwal kegiatan klien

D. Pengorganisasian :
1. Leader : Defiana
2. Observer : Dhea Nisa Berlianti
3. Fasilitator : Dea Ainun Maghpira

E. Metode:
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/ stimulasi
F. Langkah kegiatan:
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 1.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis pada pasien
2. Klien dan terapis pakai papan nama.
b. Evaluasi /validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
2. Menyanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan: penyebab; tanda dan
gejala; perilaku kekerasan serta akibatnya.
c. Kontrak

1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu secara fisik untuk mencegah perilaku


kekerasan
2. Menjelaskan aturan main berikut :
a. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada
terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.\
3. Tahap Kerja
a. Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
1) Tanyakan kegiatan : rumah tangga, harian, dan olahraga yang biasa dilakukan
klien
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
b. Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk menyalurkan kemarahan
secara sehat : tarik napas dalam, menjemur/memukul kasur/bantal, menyikat kamar
mandi, main bola, senam, memukul bantal pasir tinju, dan memukul gendang.
c. Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan.
d. Bersama klien mempraktikan dua kegiatan yang dipilih
1) Terapis mempraktikan
2) klien melakukan redemonstrasi
e. Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikan cara penyaluran kemarahan
f. Upayakan semua klien berperan aktif

4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2. Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku kekerasan
b. Tindak lanjut
1.Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari jika stimulus penyebab
perilaku kekerasan
2. Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari
3. Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien
c. Kontrak yang akan datang
1. Meyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi sosial yang asertif
2. Meyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.
B. PENGORGANISASIAN
a. Leader, bertugas:
4) Mengkoordinasi seluruh kegiatan.
5) Memimpin jalannya terapi kelompok
6) Memimpin diskusi.
e. Co-Leader, bertugas :
1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan.
2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang.
3) Membantu memimpin jalannya kegiatan.
4) Menggantikan leader jika terhalang tugas.
f. Fasilitator, bertugas:
1) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok.
2) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
3) Membimbing kelompok selama permainan diskusi.
4) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan.
5) Bertanggungjawab terhadap program antisispasi masalah.
g. Observer,bertugas:
1) Mengobservasi persiapan dan pelaksanaan TAK dari awal sampai akhir.
2) Mencatat semua aktivitas dalam terapi aktivitas kelompok.
3) Mengobservasi perilaku pasien

C. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN


Terapi Aktivitas Kelompok ini akan dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Jum’at, 21 Juni 2019
Waktu : 13.00 WIB – 13.30 WIB
Lamanya : ± 30 menit
Tempat : Ruang Srikandi

D. SUSUNAN PELAKSANA
1. Susunan perawat pelaksana TAK sebagai berikut:
a) Leader : Defiana
b) Fasilitator : Dea Ainun Mghpira
c) Observator : Dhea Nisa Berlianti

2. Pasien peserta TAK sebagai berikut:


a) Tn L
b) Tn O
c) Tn A
d) Ny S
e) Ny D

E. TATA TERTIB
1. Tata Tertib pelaksanaan TAK
a) Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK sampai dengan selesai.
b) Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara TAK dimulai.
c) Peserta berpakaian rapih, bersih dan sudah mandi.
d) Peserta tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama kegiatan TAK
berlangsung.
e) Jika ingin mengajukan/menjawab pertanyaan, peserta mengangkat tangan kanan
dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin.
f) Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan dari permainan.
g) Peserta dilarang meninggalkan tempat sebelum acara TAK selesai.
h) Apabila waktu yang ditentukan untuk melaksanakan TAK telah habis, sedangkan
permainan belum selesai, maka pemimpin akan meminta persetujuan anggota untuk
memperpanjang waktu TAK kepada anggota.

2. Antisipasi kejadian yang tidak diinginkan pada proses TAK


a) Penanganan klien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok
- Memanggil klien
- Memberi kesempatan kepada klien tersebut untuk menjawab sapaan perawat
atau klien yang lain

b) Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit:


- Panggil nama klien
- Tanya alasan klien meninggalkan permainan
- Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan pada klien
bahwa klien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu klien boleh kembali
lagi

c) Bila ada klien lain ingin ikut


- Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien yang telah dipilih
- Katakan pada klien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat diikuti
- oleh klien tersebut
- Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi peran

Evaluasi dan Dokumentasi


Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan Sesi 2, kemampuan yang di harapkan adalah 2 kemampuan
mencegah perilaku kekerasan secara fisik. Formulir evaluasi sebagai berikut :

Sesi 2
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan fisik

Mempraktikan cara fisik Mempraktikan cara


No Nama Klien
yang pertama fisik yang kedua
1
2
3
4
5
6
7

Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk setiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikan dua cara fisik untuk
mencegah perilaku kekerasan. Beri tanda jika klien mampu dan tanda jika klien
tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses keperawatan
tiap klien. Contoh: klien mengikuti Sesi 2 TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan, klien
mampu mempraktikkan tarik napas dalam, tetapi belum mampu mempraktikkan pukul kasus
dan bantal. Anjurkan dan bantu klien mempraktikkan di ruang rawat (buat jadwal).
Daftar Pustaka

Keliat, Budi Anna dan Akemat.2005.Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas


Kelompok.Jakarta:EGC
Farida Kusumawati,dkk.2010.Buku Ajar KeperawatanJiwa.Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai