Anda di halaman 1dari 27

NAMA : Kahirman Hamdani Wijaya

NIM : 1720190020

LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Perilaku Kekerasan

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang
marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak
terkontrol (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010).

2. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan yaitu
:
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
anusia dipengaruhi oleh dua insting. Kesatu insting hidup yang di ekspresikan
dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan dengan
agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut
freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai
suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang
pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai
orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang
melakukan tindakan agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif, mendukung
pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping
yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse
atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola
pertahanan atau koping.
b. Faktor soosial budaya
Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977)
dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan
respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap
kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang
dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal atau eksternal.
Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma
dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima
atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk
mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif
mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa
adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus bidatang
ternyata menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan terutama
pada nukleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing
mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis dll.
Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku),
lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal. Neurotransmiter
yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin, dopamin,
norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA.
Faktor-faktor yang mendukung:
1) Masa kanak-kanak yang mendukung
2) Sering mengalami kegagalan
3) Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4) Lingkungan yang tidak kondusif (bising,
padat)
3. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap

4. Jenis
a. Kekerasan fisik: yaitu jenis kekerasan yang kasat mata. Artinya, siapapun bisa
melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya. Contohnya
adalah: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak,
melempar dengan barang, dll.
b. Kekerasan non fisik: yaitu jenis kekerasan yang tidak kasat mata. Artinya, tidak bisa
langsung diketahui perilakunya apabila tidak jeli memperhatikan, karena tidak terjadi
sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya. Kekerasan non fisik ini dibagi
menjadi dua, yaitu;
1) Kekerasan verbal: kekerasan yang dilakukan lewat kata-kata. Contohnya:
membentak, memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, memfitnah,
menyebar gosip, menuduh, menolak dengan kata kata kasar, mempermalukan
didepan umum dengan lisan, dll
2) Kekerasan psikologis/psikis : kekerasan yang dilakukan lewat bahasa tubuh,
contohnya memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan,
mendiamkan, mengucilkan, memandang yang merendahkan, mencibir dan
memelototi.

5. Fase Fase
Fase- fase perilaku kekerasan
a. Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor
yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, responterhadap
kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi, pelanggaran
batas terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi. Pada fase ini
klien dan keluarga baru datang.
b. Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon
fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi
tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik
bervariasi misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat,
kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.
c. Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal
mencapai tujuannya. Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasan.
d. Settling phase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya.
Mungkin masih ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.
e. Post crisis depression
Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada
kemarahan dan kelelahan.
f. Return to normal functioning
Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan
kelelahan.

6. Rentang Respon
Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat
yang ekstrim dari marah atau ketakutan ( panik ).
Respon Adaptif Respon Maladaptif Asertif

Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang
lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
dapat menemuka alternatif.
c. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan
tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian
pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak
dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan.” Rentang respon
kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada
respon yang tidak normal (maladaptif).

7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah:
a. Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b. Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak
baik.
c. Represif, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkansikap atau perilaku yang berlawanan.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan melebihkan sikap perilaku yang berlawanan.
e. Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada
objek yang berbahaya.
f. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap
berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat
menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk
bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain
tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau
bayang- bayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini
data berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan).
g. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang
kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi
perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif). Hal ini yang
menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan kekambuhan
karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen terapeutik inefektif).

III. A. Pohon Masalah

Resiko mencederi diri sendiri, urang Akibat


lain dan lingkungan

Resiko mencederi diri sendiri, urang


Masalah utama
lain dan lingkungan

Resiko mencederi diri sendiri, urang


Penyebab
lain dan lingkungan

B Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

No Data Masalah
1 Subjektif Resiko perilaku
- Mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan kekerasan
- Infornasi dari keluarga tentang tindak kekerasan yang
dilakukan oleh pasien
- Mendengar suara suara
- Merasa orang lain mengancam
- Menganggap orang lain jahat
Objektif
- Ada tanda / jejas perilaku kekerasan pada anggota
tubuh
- Tampak tegang saat bicara
- Pembicaraan kasar ketika menceritakan marahnya

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Risiko perilaku kekerasan

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkunganya.
2. Tujuan Khusus:
Tindakan
1) Klien dapat membina hubungan salingpercaya.
Rasional: Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran
interaksi
a. Bina hubungan saling percaya :
(1) Beri salam terapeutik
(2) Perkenalkan diri
(3) Tanyakan nama dan nama panggilan
(4) Jelaskan tujuan interaksi
(5) Buat kontrak setiap interaksi (topik, waktu, tempat )
(6) Bicara dengan rileks dan tenang tanpa menantang
b. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
c. Lakukan kontak singkat tetapi sering
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Rasional: Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat dijadikan
Tindakan
Titik awal penanganan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan jengkel / kesal
b. Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan
 jengkel/kesa
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan dengan
sikap tenang
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
Rasional: Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat
melakukan perilaku kekerasan.
Tindakan
a. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
dirasakannya saat jengkel/marah.
b. Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
c. Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel/kesal yang
dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Rasional: Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan
dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif
dengan destruktif
Tindakan:
a. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan klien (verbal, pada orang lain, pada lingkungan
dan pada diri sendiri)
b. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
c. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Rasional: Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan
klien dapat mengubah perilaku destruktidf menjadi konstruktif.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien
b. Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien.
c. Tanyakan pada klien apakah ”apakah ingin mempelajari cara baru
yang sehat” 
6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan.
Rasional: Penyaluran rasa marah yang konstruktif dapat menghindari
perilaku kekerasan
Tindakan:
a. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.
b. Beri reinforcement positif atas kegiatan fisik yang biasa
dilakukan klien.
c. Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk
mencegah perilaku kekerasan, yaitu: tarik nafas dalam dan pukul
kasur dan bantal.
d. Diskusikan cara melakukan tarik nafas dalam dengan klien
e. Beri contoh kepada klien tentang cara menarik nafas dalam
f. Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 kali
g. Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara
menarik nafas dalam
h. Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan
dilaksanakan sendiri oleh klien
i. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari
j. Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara pencegahan
perilakukekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi jadwal
kegiatan harian (self evaluation) 
7. Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku
kekerasan.
Rasional: dengan berbicara yang baik (meminta, menolak dan
mengungkapkan perasaan) dapat menhindari perilaku kekerasan
Tindakan
a. Diskusikan cara bicara yang baik pada klien.
b. Beri contoh cara bicara yang baik: meminta dengan baik, menolak
dengan baik dan mengungkapkan perasaan yang baik).
c. Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik.
d. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara
yang dapat dilakukan diruangan.
e. Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik
dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation)
8. Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah
perilaku kekerasan
Rasional: ibadah yang biasa dilakukan dapat digunakan untuk
menetramkan jiwa sehingga perilaku kekerasan dapat terhindar
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang kegiatan ibadah yang pernah
dilakukan
b. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapt dilakukan
c. Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanan kegiatan ibadah
d. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi
jadwal kegiatan harian (self evaluation) 
9. Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk
mencegah perilaku kekerasan.
Rasional: Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan
bersedia minum obat dengan kesadaran sendiri.
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya
(nama, warna, besar); waktu minum obat;cara minum obat.
b. Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara
teratur.
c. Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara
minum).
d. Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
e. Anjurkan klien melapor kepada perawat/ dokter bila
merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
f. Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.
10. Klien dapat mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): stimulasi
persepsi pencegahan perilaku kekerasan.
Rasional: dengan mengikuti TAK klien bisa mengungkapan perasaan
yang berhubungan dengan perilaku kekerasan kepada temen dan
perawat.
Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi pencegahan
perilaku kekerasan.
b. Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan TAK dan beri
pujian atas keberhasilanya.
11. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan pencegahan
perilaku kekerasan.
Rasional: Keluarga adalah orang yang terdekat dengan klien, dengan
melibatkan keluarga, maka mencegah klien kambuh.
Tindakan :
a. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai
dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini
b. Jelaskan cara-cara merawat klien: terkait dengan cara mengontrol
perilaku marah secara konstruktif, sikap dan carabicara.
c. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda marah, penyebab
marah dan cara menghadapi klien saat marah
d. Beri reinforcement positif pada hal-hal yang dicapai keluarga

VI. SUMBER
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan SP .
Jakarta: Selemba Medika
Said, S.2013. Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan.
Sembiring, E.2011.Perilaku Kekerasan.
Sertiawan, L. B.2013.Keperawatan Jiwa :
Yosep. 2009. Keperawatan jiwa edisi refisi.  Bandung: PT.Refika
Aditama
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN
(SP 1)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
a. Data Subjektif (DS) :
 Keluarga pasien mengatakan di rumah pasien marah-marah, sering membanting
barang, mengeluarkan kata-kata kotor dan mengancam akan membakar rumah
 Pasien mengatakan malas minum obat karena bosan minum obat teratur pun
tidak sembuh-sembuh
 Pasien mengatakan sudah tau cara mengontrol marah
 Pasien mengatakan malas melakukannya karena tidak ada pengaruh
b. Data Objektif (DO) :
 Mata pasien tampak melotot
 Suara pasien tampak tinggi serta sering berteriak serta memaki orang yang
melihatnya
 Penampilan pasien tampak tidak rapih, berbau dan rambut acak-acakan
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan khusus
Membantu pasien melatih mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi penyebab PK
b. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
c. Mengidentifikasi PK yang dilakukan
d. Mengidentifikasi akibat PK
e. Menyebutkan cara mengontrol PK
f. Membantu pasien mempraktekan latihan cara mengontrol fisik I (tarik nafas dalam)
dan fisik II (Pukul bantal/kasur)
g. Menganjurkan pasien memasukan dalam kegiatan harian

B. Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan


ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum Wr.Wb Selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Khairman
Hamdani Wijaya , panggil saya Irman, hari ini saya akan berbincang-bincang
dengan ibu.”
“Nama ibu siapa? Senangnya di panggil apa?”
2. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, masih ada rasa kesal atau marah?”
3. Kontrak
a. Topik
“Baiklah, kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah ibu.”
b. Waktu
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana jika 10 menit?”
c. Tempat
“ibu ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana jika kita berbincang-bincang
di taman?
d. Tujuan interaksi
“Tujuan kita berbincang – bincang saat ini adalah agar ibu mampu mengatasi atau
mengendalikan resiko perilaku kekerasan yang pernah dilakukan ”

KERJA (Langkah-Langkah Tindakan Keperawatan)


1. “Apa yang menyebabkan ibu marah? Apakah sebelumnya ibu pernah marah? Apa
penyebabnya? Samakah dengan sekarang? Ooo.. jadi ada dua penyebab marah ibu
ya”
2. “Pada saat ibu sedang marah apa yang ibu rasakan? Misalnya saat ibu di rumah ibu
tidak diperbolehkan melakukan kegiatan seperti beres-beres (misalnya ini yang jadi
penyebab marah pasien), apa yang ibu rasakan?”
3. “Apakah ibu merasa kesal, terus dada ibu berdebar – debar, mata melotot, nada
suara tinggi, rasa ingin memaki orang yang ibu lihat?” “Setelah itu apa yang ibu
lakukan? Ooo.. iya.. jadi yang akan ibu lakukan saat sedang marah yaitu
membanting barang dan mengeluarkan kata-kata kotor. Apakah dengan cara ini rasa
marah ibu akan berkurang? Iya.. tentu saja tidak.”
4. “Apa kerugian dari cara yang ibu lakukan, betul.. saat ibu membanting
barang,barang-barang di rumah akan rusak, lalu ibu jadi menambah kesal dengan
cara memaki-maki orang yang ibu lihat. Menurut ibu, adakah cara yang lebih baik?
Maukah ibu belajar cara mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?”
5. “Ada beberapa cara mengatasi marah, bu Salah satunya dengan cara fisik, apakah
sebelumnya ibu sudah tau?”
“Waaah jadi ibu sudah tau ya caranya, dengan cara tarik nafas dalam dan memukul
bantal”
“Kenapa ibu harus malas?” apa yang ibu rasakan setelah melakukan cara seperti
tadi?”
“Baik karena menurut ibu tindakan seperti tadi tidak berpengaruh untuk ibu, saya
akan mempraktekan kembali bagaimana cara melakukannya”
6. “Begini bu, jika tanda-tanda marah sudah ibu rasakan, maka ibu berdiri, lalu tarik
napas dari hidung, tahan sebentar lalu keluarkan napas perlahan – lahan melalui
mulut sambil membayangkan bahwa ibu sedang mengeluarkan kemarahan. Silahkan
ibu mencoba melakukannya. Bagus...coba ibu lakukan sampai lima kali.bagus sekali
ibu sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaanya?”
“nah ibu selain dengan napas dalam, ibu juga bisa mengontrolnya dengan memukul
kasur atau bantal.”
“Sekarang mari kita latihan memukul bantal atau kasur. Nah, mana kamar ibu? Jadi,
jika nanti ibu merasa kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan
kemarahan tersebut dengan memukul bantal atau kasur. Nah, coba ibu lakukan.
Bagus... ibu dapat melakukannya.”
“Kekesalan dilampiaskan pada kasur dan bantal.”
7. “Nah, sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara rutin, sehingga jika sewaktu-waktu
rasa marahnya muncul, ibu sudah terbiasa melakukannya.”

TERMINASI
1. Evaluasi
a. Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang tentang kemarahan ibu?”
b. Evaluasi Perawat (Objektif)
” Ada berapa cara yang sudah kita latih? Coba sebutkan lagi. Bagus!”
2. Rencana tindak Lanjut
“Sekarang mari kita masukkan jadwal latihan tarik nafas dalam dan memukul bantal
dalam aktivitas ibu. Lalu bila ada keinginan marah sewaktu-waktu segera gunakan
kedua cara tadi ya bu.”

3. Kontrak topik yang akan datang


a. Topik
”Baik ibu besok saya akan kembali lagi ke sini, besok kita akan membahas
bagaimana caranya mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat”
b. Waktu
“untuk waktunya nanti jam 08.00 pagi ya bu, bagaimana apakah ibu bersedia?
c. Tempat
“untuk tempatnya nanti kita bisa melakukannya di sini saja.”
“kalau begitu saya permisi dulu ya bu, Assalamualaikum wr.wb
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU
KEKERASAN
(SP II)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
a. Data Subjektif (DS):
 Keluarga pasien mengatakan di rumah pasien marah-marah, sering membanting
barang, mengeluarkan kata-kata kotor dan mengancam akan membakar rumah
 Pasien mengatakan malas minum obat karena bosan minum obat teratur pun
tidak sembuh-sembuh
 Pasien mengatakan sudah tau cara mengontrol marah
 Pasien mengatakan malas melakukannya karena tidak ada pengaruh
b. Data Objektif (DO) :
 Mata pasien tampak melotot
 Suara pasien tampak tinggi serta sering berteriak serta memaki orang yang
melihatnya
 Penampilan pasien tampak tidak rapih, berbau dan rambut acak-acakan
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan khusus
Membantu pasien dengan menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
minum obat
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengavaluasi jadwal kegiatan pasien
b. Melatih pasien mengontrol PK dengan minum obat
c. Mengajurkan pasien memasukan jdalam jadwal kegiatan harian

B. Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan


ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum Wr.Wb Selamat pagi bu,masih ingat dengan saya?.” Saya perawat
yang kemarin yang bersama ibu.
2. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, masih ada rasa kesal atau marah?” bagaimana kita
kalau berbincang bincang kembali seperti apa yang akan kita bicarakan kemarin?
3. Kontrak
a. Topik
“Baiklah, kita akan berbincang-bincang tentang obat yah bu.”
b. Waktu
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana jika 15 menit?”
c. Tempat
“ibu ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana jika kita berbincang-bincang di
taman?
d. Tujuan interaksi
“Tujuan kita berbincang – bincang saat ini adalah agar ibu mampu mengatasi atau
mengendalikan resiko perilaku kekerasan yang pernah dilakukan dengan cara
meminum obat 6 benar”
KERJA (Langkah-Langkah Tindakan Keperawatan)
1. “ibu, apakah ibu minum obat secara teratur?” “jadi ibu jarang minum obat yah?”
“apa yang membuat ibu malas minum obat?” berapa macam obat yang ibu minum?.”
2. “ apabila ibu malas dan tidak teratur minum obat, ibu bisa kambuh dan sering marah
lagi, sulit kembali ke keadaan semula” “ kalau tidak ada perubahan setelah minum
obat, bisa dikonsultasikan degan dokter, jang diberhentikan minum obatnya yah bu”
“ apabila obat ibu habis, ibu bisa minta lagi ke dokter”
“ Ibu juga harus teliti lagi dalam meminum obat, pastikan itu benar-benar obat ibu,
jangan keliru dengan obat milik orang lain,baca kemasannya dan aturan minumnya
dari dokter.” (perawat menyiapkan obat yang telah diresepkan dokter hari itu) “ ini
yang warna kuning adalah THP 2 kali sehari jam 7 pagi dan jam 7 malam setelah
makan gunanya untuk rilex dan tidak kaku. Ini namanya Clozpin 2 kali sehari jam 7
pagi dan jam 7 malam setelah makan, gunanya agar ibu tenang. Dan ini obat
namanya Haloptidol 2 kali sehari jam 7 pagi dan jam 7 malam setelah makan.”
3. “ bagaimana ibu apakah mengerti apa yang saya sampaikan mengenai obat?” “ iya
jadi sekarang harus rutin dan lebih teliti lagi saat meminum obat yah bu, jika tidak
ada prubahan setelah minum obat, ibu bisa konsultasikan dengan dokter yah bu”

TERMINASI
1. Evaluasi
a. Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang tentang cara minum obat
bu?”
b. Evaluasi Perawat (Objektif)
“ coba ibu sebutkan obat dan aturan minum obat ibu yang tadi apakah ibu masih
ingat? Iyaa bagus benar ibu “
2. Rencana tindak Lanjut
“Nah nanti ibu bisa pelajari tentang obatnya saya berikan catatan untuk ibu
memepelajarinya yah”
3. Kontrak topik yang akan datang
a. Topik
”Baik ibu besok saya akan kembali lagi ke sini, berbincang bincang dan kita
akan mempraktekan bagaimana caranya melatih ibu secara verbal”
b. Waktu
“untuk waktunya nanti jam 08.00 pagi ya bu, bagaimana apakah ibu bersedia?
c. Tempat
“untuk tempatnya nanti kita bisa melakukannya disini lagi.”
“kalau begitu saya permisi dulu ya bu, Assalamualaikum wr.wb

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


(SP III)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif:
 Klien mengatakan perasaanya senang
 Klien mengatakan masihingat dengan yang diajarkan sebelumnya
Data Objektif:
 Mata pasien tampak melotot
 Suara pasien tampak tinggi serta sering berteriak serta memaki orang yang
melihatnya
 Penampilan pasien tampak tidak rapih, berbau dan rambut acak-acakan
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Khusus
Pasien dapat mencegah/mengendalikan perilaku kekerasannya secara Verbal
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
c. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

B. Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan


ORIENTASI :
1. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum Wr.wb Selamat pagi bu,masih ingat dengan saya?.” Saya perawat
yang kemarin.

2. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, masih ada rasa kesal atau marah?” bagaimana kita
kalau berbincang bincang kembali seperti apa yang akan kita bicarakan kemarin?
3. Kontrak
a. Topik
“Baiklah, kita akan berbincang-bincang tentang cara bicara yah bu.”
b. Waktu
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana jika 15 menit?”
c. Tempat
“ibu ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana jika kita berbincang-bincang di
taman?
d. Tujuan interaksi
“Tujuan kita berbincang – bincang saat ini adalah agar ibu mampu mengatasi atau
mengendalikan resiko perilaku kekerasan yang pernah dilakukan dengan cara
bicara”

KERJA (Langkah-Langkah Tindakan Keperawatan)


“Jika rasa marah sudah disalurkan dengan cara bernapas dalam atau memukul
kasur, setelah lega kita berbicara kepada orang yang membuat kita marah, ada
tiga caranya yaitu:
1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata-kata kasar
2. Menolak dengan baik, bila ada yang menyuruh dan ibu tidak ingin melakukannya, katakan:
maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan. Coba ibu praktekkan.
Bagus!
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal,
katakan: saya jadi ingin marah dengan perkataan mu itu, tetapi tidak dengan nada kasar
apalagi mengancam. Coba ibuk praktekkan. Bagus, bu!”
TERMINASI
1. Evaluasi
a. Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang tentang cara berbicara?”
b. Evaluasi Perawat (Objektif)
“ coba ibu sebutkan cara berbicara yang tadi apakah ibu masih ingat? Iyaa bagus
benar ibu “
2. Rencana tindak Lanjut
“Nah nanti ibu bisa pelajari tentang cara bicara saya berikan catatan untuk ibu
memepelajarinya yah”
3. Kontrak topik yang akan datang
a. Topik
”Baik ibu besok saya akan kembali lagi ke sini, berbincang bincang dan kita akan
mempraktekan bagaimana caranya melatih ibu secara spiritual ”
b. Waktu
“untuk waktunya nanti jam 08.00 pagi ya bu, bagaimana apakah ibu bersedia?
c. Tempat
“untuk tempatnya nanti kita bisa melakukannya disini lagi.”
“kalau begitu saya permisi dulu ya bu, Assalamualaikum wr.wb

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN RESIKO


PERILAKU KEKERASAN
(SP IV)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
a. Data Subjektif (DS) :
 Pasien mengatakan jarang shalat
 Pasien mengatakan perasaannya senang
 Pasien mengatakan masih ingat dengan yang di ajarkan sebelumnya
b. Data Objektif (DO) :
 Mata pasien tampak melotot
 Suara pasien tampak tinggi serta sering berteriak serta memaki orang yang
melihatnya
 Penampilan pasien tampak tidak rapih, berbau dan rambut acak-acakan
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan khusus
Pasien dapat mencegah/mengendalikan Pknya secara spiritual
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengevaluasi Jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
c. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

B. Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan


ORIENTASI
1. Salam Terapeutik
“Assalamaualaikum Wr.Wb Selamat pagi bu”
2. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan ibu saat ini?
“Apakah ibu sudah melakukan cara mengontrol marah yang sudah kita pelajari
sebelumnya? Wah hebat sekali bu, Coba saya lihat jadwalnya? Bagus bu!”
3. Kontrak
a. Topik
“Sesuai janji kita kemarin, hari ini kita akan berlatih cara mengontrol amarah dengan
cara beribadah, Apakah ibu bersedia?.”
b. Waktu
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana jika 10 menit?”
c. Tempat
“ibu ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana jika kita berbincang-bincang di
Ruang Tamu?
d. Tujuan interaksi
“Tujuan kita berbincang – bincang saat ini adalah agar ibu dapat mencegah/mengontrol
perilaku kekerasan dengan beribadah”

KERJA (Langkah-Langkah Tindakan Keperawatan)


1. “Baiklah bu, coba ibu ceritakan kegiatan ibdah yang biasa ibu lakukan?”
2. “Baik bu, yang mana yang ingin ibu coba?”
3. “Nah, kalau ibu sedang marah. Coba ibu duduk dan tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga
marahnya, rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian
sholat.”
4. “Ibu bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan.”
5. “Coba ibu sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana bu? Coba ibu sebutkan
caranya? Bagus bu.” (untuk muslim)

TERMINASI
1. Evaluasi
a. Evaluasi Klien (Subjektif)
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang tentang cara
mengendalikan marah dengan cara melakukan kegiatan ibadah?”
b. Evaluasi Perawat (Objektif)
“Coba ibu sebutkan berapa cara mengendalikan marah yang sudah kita pelajari?
Bagus sekali.”
2. Rencana tindak Lanjut
a. “Sekarang mari kita masukan kegiatan ibadah ke dalam jadwal ya bu. Berapa kali ibu
ingin melakukan sholat? Baiklah kita masukin sholat … dan sholat ....” (sesuai
kesepakatan klien)
b. “Setelah ini coba ibu lakukan jadwal kegiatan beribadah sesuai jadwal ya bu.”
c. “Baik bu, saya rasa cukup berbincangnya. Jangan lupa mengisi jadwal kegiatan
hariannya. Sudah mengerti kan cara mengisinya? Ya bagus!”
d. “Kalau begitu saya permisi dulu ya bu, ibu bisa istirahat kembali. Permisi bu,
assalamualaikum.”
3. Kontrak topik yang akan datang
a. Topik
“Baiklah bu saya besok akan kembali lagi untuk jadwal kegiatan harian ibu dan sejauh
mana ibu dapat mencegah rasa marah.”
b. Waktu
“Jam berapa kita akan berbincang? Bagaimana kalau jam 10.00?”
c. Tempat
“Dimana Ibu mau kita berbincang? Bagaimana kalau di taman belakang?”
“Baik Bu, besok kita bertemu di taman belakang Jam 10.00. Sampai jumpa besok ya
bu. Assalamualaikum.”

Anda mungkin juga menyukai