Anda di halaman 1dari 16

Perilaku Kekerasan

A.   PENGERTIAN
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan
(fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba
dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain. Sering disebut juga
gaduh, gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan yang tidak terkontrol. (Yosep, 2009). Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi
mengakibatkan seseorang stress berat, membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol
kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang disekitarnya, membanting-banting barang,
menciderai diri dan orang lain, bahkan membakar rumah.
Jadi perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan atau mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan.

B.     PENYEBAB
1.      Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam
Purba dkk, 2008) adalah:
a.       Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
1)      Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan
dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik
merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan
pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku
kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu
membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
2)      Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3)      Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
4)      Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b.      Teori Psikologik
1)      Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep
diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang
dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku
agresif dan  perilaku kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap
rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2)      Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang
tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai
prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang
positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai
meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika
masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka
dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c.       Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk
yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.
2.      Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan
(Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
C.    RENTANG RESPONS MARAH
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon
kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut
dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa
setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan
perlakuan yang sama dari orang lain
e. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.

D.    TANDA DAN GEJALA


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
1.      Fisik
a.       Muka merah dan tegang
b.      Mata melotot/ pandangan tajam
c.       Tangan mengepal
d.      Rahang mengatup
e.       Postur tubuh kaku
f.       Jalan mondar-mandir
2.      Verbal
a.       Bicara kasar
b.      Suara tinggi, membentak atau berteriak
c.       Mengancam secara verbal atau fisik
d.      Mengumpat dengan kata-kata kotor
e.       Suara keras
f.       Ketus
3.      Perilaku
a.       Melempar atau memukul benda/orang lain
b.      Menyerang orang lain
c.       Melukai diri sendiri/orang lain
d.      Merusak lingkungan
e.       Amuk/agresif
4.      Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5.      Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6.      Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7.      Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8.      Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
E.     AKIBAT DARI PERILAKU KEKERASAN
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

F.     PROSES MARAH


Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap
individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini
digambarkan proses kemarahan :(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996).

 Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang
pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.

 Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila
cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan
lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
G. Pathway/ Patoflowdiagram
F. PERILAKU
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
 Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.

 Menyatakan secara asertif (assertiveness)


Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya
yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik
untuk mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya
tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini
dapat juga untuk pengembangan diri klien.
 Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk
menarik perhatian orang lain.
 Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan

Perilaku Kekerasan

H.    MEKANISME KOPING


Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
(Maramis, 1998).

 Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan
akibat rasa marah.
 Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.

 Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.

 Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan


melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut
dengan kasar.

 Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek


yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.

I.       PENATALAKSANAAN
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
1.      Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan
hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada
keadaan amuk.
2.      Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan

J.      PERENCANAAN PULANG


Perawatan dirumah sakit akan lebih bermakna jika dilanjutkan dirumah. Untuk itu semua
rumah  sakit perlu membuat perencanaan pulang. Perencanaan pulang dilakukan sesegera
mungkin setelah klien dirawat dan diintegrasikan didalam proses keperawatan.
Jadi bukan persiapan yang dilakukan pada hari atau sehari sebelum klien pulang.
Tujuan perencanaan pulang:
1.      Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik, psikologis dan sosial.
2.      Klien tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungannya.
3.      Klien tidak terisolasi sosial
4.      Menyelenggarakan proses pulang yang bertahap (Kelliat, 1992).

K.    KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan
evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan
fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi,
dinamis dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996).
1.      Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan perumusan
masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
 Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil
melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan
seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan
dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan saat marah bertambah.
 Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,
menyalahkan dan menuntut.
 Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,
peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang
selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu
mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana
informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.
 Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi
marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan
kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa
sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang
lain, menolak mengikuti aturan.
 Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara
singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
 Aspek fisik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat,
berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
 Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
 Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
 Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
Klasifikasi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data
subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh
klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan
keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan
melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang
dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab
sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan
diagnosa keperawatan.
Pohon masalah

2.      Diagnosa Keperawatan


“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari
individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”
(Carpenito, 2000). Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan
masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
  Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
  Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

No Diagnosis Rencana Tindakan


TUK/SP TINDAKAN

1 Resiko perilaku kekerasan TUM: Selama perawatan Tindakan Psikoterapi


diruangan, pasien tidak a.    Pasien
memperlihatkan perilaku   BHSP
kekerasan, dengan criteria hasil   Ajarakan SP I:
(TUK): o  Diskusikan penyebab, tanda dan
  Dapat membina hubungan saling gejala, bentuk dan akibat PK yang
percaya dilakukan pasien serta akibat PK
  Dapat mengidentifikasi o  Latih pasien mencegah PK
penyebab, tanda dan gejala, bentuk dengan cara: fisik (tarik nafas
dan akibat PK yang sering dalam & memeukul bantal)
dilakukan o  Masukkan dalam jadwal harian
  Dapat mendemonstrasikan cara   Ajarkan SP II:
mengontrol PK dengan cara : o  Diskusikan jadwal harian
o  Fisik o  Latih pasien mengntrol PK
o  Social dan verbal dengan cara sosial
o  Spiritual o  Latih pasien cara menolak dan
o  Minum obat teratur meminta yang asertif
  Dapat menyebutkan dan o  Masukkan dalam jadwal
mendemonstrasikan cara mencegah kegiatan harian
PK yang sesuai   Ajarkan SP III:
  Dapat memelih cara mengontrol o  Diskusikan jadwal harian
PK yang efektif dan sesuai o  Latih cara spiritual untuk
  Dapat melakukan cara yang mencegah PK
sudah dipilih untuk mengontrl PK o  Masukkan dalam jadawal
  Memasukan cara yang sudah kegiatan harian
dipilih dalam kegitan harian   Ajarkan SP IV
  Mendapat dukungan dari o  Diskusikan jadwal harian
keluarga untuk mengontrol PK
o  Diskusikan tentang manfaat obat
  Dapat terlibat dalam kegiatan
dan kerugian jika tidak minum obat
diruangan
secara teratur
o  Masukkan dalam jadwal
kegiatan harian
  Bantu pasien mempraktekan cara
yang telah diajarkan
  Anjurkan pasien untuk memilih
cara mengontrol PK yang sesuai
  Masukkan cara mengontrol PK
yang telah dipilih dalam kegiatan
harian
  Validasi pelaksanaan jadwal
kegiatan pasien dirumah sakit
b.   Keluarga
      Diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam merawat
pasien PK
      Jelaskan pengertian tanda dan
gejala PK yang dialami pasien serta
proses terjadinya
      Jelaskan dan latih cara-cara
merawat pasien PK
      Latih keluarga melakukan cara
merawat pasien PK secara langsung
      Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat
Tindakan psikofarmako
  Berikan obat-obatan sesuai
program pasien
  Memantau kefektifan dan efek
samping obat yang diminum
  Mengukur vital sign secara
periodic.
Tindakan manipulasi lingkungan
  Singkirkan semua benda yang
berbahaya dari pasien
  Temani pasien selama dalam
kondisi kegelisahan dan ketegangan
mulai meningkat
  Lakaukan pemebtasan
mekanik/fisik dengan melakukan
pengikatan/restrain atau masukkan
ruang isolasi bila perlu
  Libatkan pasien dalam TAK
konservasi energi, stimulasi
persepsi dan realita

DAFTAR PUSTAKA
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000,
Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran
EGC : Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ;
Jakarta.
Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1,
CV. Agung Seto; Jakarta.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran,
EGC ; Jakarta.
WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai