Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Nama : Labibah Mahmuda


NIM : P17320120512

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLITEKNIK KEMENKES BANDUNG
A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain,di sertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak
terkontrol (kusumawati dan hartono,2010)
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut,
manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga
menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan
ketergantungan pada orang lain.  Perilaku kekerasan merupakan suatu
keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (fitria,
2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).

B. Etiologi
Menurut Stearen (Nasir, Abdul & Abdul M, 2011) kemarahan adalah
kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit
hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan
yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang
tidak terpenuhi. Penyebabnya antara lain :
1. Frustasi : sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia
merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa
frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan
sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2. Hilangnya harga diri : pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan
yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya
individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani
bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3. Kebutuhan akan status dan prestise : Manusia pada umumnya mempunyai
keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui
statusnya.

C. Rentang respon

Gambar : Rentang Respon Perilaku Kekerasan ( Ermawati,2009 )


Perbandingan Perilaku Asertif, Frustasi, Pasif, Agresif, Mengamuk
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan hargadiri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang
samadari orang lain
5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan control diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain. Respon kemarahan dapat berfluktusi
dalam rentang adaptif-maladaptif.
Gambar : Karakteristik Mengamuk ( Ermawati,2009 )

D. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh Towsend (Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight
atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons
terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang
sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan
perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy,
khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan  perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga
diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur
sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara
umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan
masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak
kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan
keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk
yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk
perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan
kekerasan dalam hidup individu.
E. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap

F. Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian stessor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi
stres bagi individu. itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan
respon sosial. Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah peristiwa
dalam kaitannya dengan kesejahteraan seseorang. Stressor mengasumsikan
makna, intensitas, dan pentingnya sebagai konsekuensi dari interpretasi yang
unik dan makna yang diberikan kepada orang yang berisiko (Stuart & Laraia,
2009).
Respon perilaku adalah hasil dari respons emosional dan fisiologis, serta
analisis kognitif seseorang tentang situasi stres.  Caplan (1981, dalam Stuart
&Laraia, 2009) menggambarkan empat fase dari respon perilaku individu
untuk menghadapi stress, yaitu:
1. Perilaku yang mengubah lingkungan stres atau memungkinkan individu
untuk melarikan diri dari itu
2. Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan
eksternal dan setelah mereka
3. Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan rangsangan
emosional yang tidak menyenangkan
4. Perilaku intrapsikis yang membantu  untuk berdamai dengan masalah dan
gejala sisa dengan penyesuaian internal

G. Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, Lingkungan dan orang lain

Perilaku Kekerasan

Koping Individu tidak Efektif


H. Psikodinamika
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut,
manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik
emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga
menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan
ketergantungan pada orang lain.
Pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya
perubahan sensori persepsi berupa halusinasi, baik dengar, visual maupun
lainnya. Klien merasa diperintah oleh suara-suara atau bayangan yang
dilihatnya untuk melakukan kekerasan atau klien merasa marah terhadap
suara-suara atau bayangan yang mengejeknya.
Faktor presipitasi bisa bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan kritikan yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan (Direja,Ade Herman S, 2011)
I. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan
Sundeen, 2009)
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 2009)
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kealam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk olehTuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena
ia baru saja mendapat hokum anda riibunya karena menggambar di
dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

J. Penatalaksanaan
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
1. Medis
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan
menenangkan hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila
mengarah pada keadaan amuk.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL), Pendidikan kesehatan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa ke rumah
sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Tanda dan gejala perilaku
kekerasan didapatkan dari observasi dan wawancara.
1. Identitas
Meliputi data-data demografi seperti nama, usia, pekerjaan, dan tempat
tinggal klien
2. Keluhan utama
Biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang lain.
3. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah
ini?
c. Bagaimana hasilnya?
4. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data
signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru
dialami
c. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol
f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
5. Observasi : muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak seperti :
merampas makanan, memukul jika tidak senang.
6. Wawancara : diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-
tanda marah yang dirasakan klien.
B. Analisa Data
DATA Masalah Keperawatan
DS: Klien mengatakan benci atau Perilaku Kekerasan
kesal pada seseorang. Klien suka
membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan keras,
pandangan tajam
DS : Klien mengatakan benci atau Risiko tinggi mencederai orang lain
kesal pada seseorang. Klien suka
membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
DO : Mata merah, wajah agak
merah, nada suara tinggi dan keras,
pandangan tajam
DS: klien merasa tidak  berguna, Gangguan konsep diri: harga diri
rendah
merasa kosong
DO: kehilangan minat melakukan
aktivitas

C. Pohon Masalah
Resiko mencederai orang lain/lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan harga diri : harga diri rendah

D. Diagnosa ke perawatan :
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Risiko tinggi mencederai orang lain
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

E. Intervensi
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Resiko Setelah dilakukan SP Pasien
perilaku tindakan keperawatan SP 1 :
kekerasan selama …..x..... jam, Identifikasi penyebab, tanda
pasien dapat mengontrol dan gejala, perilaku kekerasan
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat
dengan kriteria hasil : perilaku kekerasan.
Mengidentifikasi Jelaskan cara mengontrol PK:
penyebab, tanda dan fisik, obat, verbal, spiritual.
gejala, perilaku kekerasan Latih cara mengontrol PK
yang dilakukan akibat secara fisik : tarik nafas
perilaku kekerasan dalam, pukul bantal dan kasur
Mengontrol Masukkan pada jadwal
perilakukekerasan secara kegiatan untuk latihan fisik.
fisik : tarik nafas dalam,
pukul bantal dan kasur SP 2 :
Mengontrl perilaku Evaluasi kegiatan latihan
kekerasan dengan obat fisik, beri pujian
Mengontrol perilaku Latih cara mengontrol PK
kekerasan secara verbal dengan obat (jelaskan 6 benar:
(3 cara: mengungkapkan, jenis, guna, dosis, frekuensi,
meminta dan menoak cara, kontinuitas minum obat)
dengan benar) Masukkan pada jadwal
Mengontrol perilaku kegiatan untuk melatih fisik
kekerasan dengan dan minum obat.
spiritual SP 3 :
Evaluasi kegiatan latihan fisik
dan minum, berikan pujian
Latih cara mengontrol PK
secara verbal (tiga cara :
mengungkapkan, meminta
dan menolak dengan benar)
Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan fisik,
minum obat dan verbal.
SP 4 :
Evaluasi kegiatan latihan
fisik, obat dan verbal
Latihan cara mengontrol PK
dengan spiritual
Masukkan pada jadwal
kegiatan untuk latihan fisik,
minum obat, verbal dan
spiritual
SP Keluarga
SP 1 :
Diskusikan masalah yang
dirasakan dalam merawat
pasien
Jelaskan pengertian, tanda dan
gejala, dan proses terjadinya
perilaku kekerasan
Jelaskan cara merawat
perilaku kekerasan
Latih satu cara merawat
perilaku kekerasan dengan
melakukan kegiatan fisik :
tarik nafas dalam, pukul
bantal dan kasur.
Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian
SP 2 :
Evaluasi kegiatan keluarga
dalam, merawat atau melatih
pasien secar fisik, beri pujian.
Jelaskan 6 benar cara
memberikan obat
Latih cara memberikan atau
membingbing minum obat
Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan member
pujian
SP 3 :
Evaluasi kegiatan keluarga
dalam merawat atau melatih
pasien fisik dan memberikan
memberikan obat, beri pujian
Latih cara membimbing cara
bicara yang baik
Latih cara membimbing
kegiatan spiritual
Jelaskan follow up ke RSJ
atau PKM, tanda kambuh,
rujukan.
Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan beri pujian.
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klein Dengan Gangguan


Jiwa. Jakarta : Trans Info Media
Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa Konsep Dan Kerangka
Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Direja, Ade Herman S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta :
Nuha Medika
Jurnal Keperawatan Jiwa. 2013. PPNI. Vol.1 (2): 108
Jurnal Pendidikan dan Praktik Keperawatan Indonesia. 2014 INJEC. Vol.1 (2):
179
Kaliat, Budi A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic
Course). Jakarta : EGC
Kaliat, Budi A. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN (Intermadiate
Course). Jakarta : EGC
Kaliat, Budi A. 2009. Model Praktik Keperawatan profesional Jiwa. Jakarta :
EGC
Kaliat, Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Lumbantobing. 2007. Skizofrenia Gila. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Nasir, Abdul & Abdul M. 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa pengantar dan
Teori. Jakarta : SalembaMedika
Stuart dan Laraia. 2001. Principle and Practice of Psychiatric Nursing, Edisi 6,
St. Louis Mosby Year Book
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Jakarta: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai