KELOMPOK
1.Herliza Tamara
2.Rahma Ayu Fitria
3.Siffa Nur Aulia
4`Yudha Pratama
Dosen pembimbing :
Eva Susanti
D IV KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan karuniaNya, penulis
dapat menyelesaikan makalah Sistem Hemetologi & Imunologi yang berjudul ” Askep
Anemia Aplastik” tepat pada waktunya.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pengrjaan makalah ini.
Penulis juga menyadari banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik yang membangun agar penulis dapat berbuat lebih banyak di
kemudian hari. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan pembaca
pada umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Pengertian
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta hemoglobin dalam 1 mm 3 darah
atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml
darah.
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik
dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.
Anemia aplastik adalah anemia yang normokromik normositer yang disebabkan oleh
disfungsi sumsum tulang, sedemikian sehingga sel darah yang mati tidak diganti.
Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel darah
oleh sumsum tulang (kerusakan susum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359)
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik
dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya
pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang
mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan darah dalam
sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)
2.2 Etiologi
Masih belum terdapat bukti yang sangat jelas mengapa seseorang dapat diduga secara
potensial menderita keracunan sumsum tulang berat dan sering terdapat kasus cedera sumsum
tulang yang tidak dapat disembuhkan.1 Oleh karena itu, penyebab pasti seseorang menderita
anemia aplastik juga belum dapat ditegakkan dengan pasti.1-3 Namun terdapat beberapa
sumber yang berpotensi sebagai faktor yang menimbulkan anemia aplastik.
Anemia aplastik dapat diggolongkan menjadi tiga berdasarkan penyebabnya yaitu : anemia
aplastik didapat (acquired aplastic anemia); familial (inherited); idiopathik (tidak
diketahui).1 Sumber lainnya membagi penyebabnya menjadi primer (kongenital,
idiopatik)dan sekunder (radiasi, obat, penyebab lain).2 Berikut ini merupakan penjelasan
mengenai ketiga penyebab tersebut.
Anemia Aplastik Didapat (Acquired Aplastic Anemia)
Bahan Kimia.
Berdasarkan pengamatan pada pekerja pabrik sekitar abad ke-20an,
keracunan pada sumsum tulang, benzene juga sering digunakan sebagai bahan pelarut.
Obat.
Beberapa jenis obat mempunyai asosiasi dengan anemia aplastik, baik itu
mempunyai pengaruh yang kecil hingga pengaruh berat pada penyakit anemia
aplastik.Hubungan yang jelas antara penggunaan obat tertentu dengan masalah kegagalan
sumsum tulang masih dijumpai dalam kasus yang jarang. Hal ini disebabkan oleh dari
beberapa interpretasi laporan kasus dirancukan dengan kombinasi dalam pemakaian obat.
Kiranya, banyak agen dapat mempengaruhi fungsi sumsum tulang apabila menggunakan obat
dalam dosis tinggi serta tingkat keracunan tidak mempengaruhi organ lain. Beberapa obat
yang dikaitkan sebagai penyebab anemia aplastik yaitu obat dose dependent (sitostatika,
preparat
emas), dan obat dose independent (kloramfenikol, fenilbutason, antikonvulsan,
sulfonamid).
Radiasi.
Penyinaran yang bersifat kronis untuk radiasi dosis rendah atau radiasi lokal dikaitkan
dengan meningkat namun lambat dalam perkembangan anemia aplastik dan akut leukemia.
Pasien yang diberikan thorium dioxide melalui kontras intravena akan menderita sejumlah
komplikasi seperti tumor hati, leukemia akut, dan anemia aplastik kronik.
Penyinaran dengan radiasi dosis besar berasosiasi dengan perkembangan aplasia sumsum
tulang dan sindrom pencernaan.1 Makromolekul besar, khususnya DNA, dapat dirusak oleh
: (a) secara langsung oleh jumlah besar energi sinar yang dapat memutuskan ikatan kovalen
5
; atau
(b) secara tidak langsung melalui interaksi dengan serangan tingkat tinggi dan
molekul kecil reaktif yang dihasilkan dari ionisasi atau radikal bebas yang terjadi pada
larutan. Secara mitosis jaringan hematopoesis aktif sangat sensitif dengan hampir segala
bentuk radiasi. Sel pada sumsum tulang kemungkinan sangat dipengaruhi oleh energi tingkat
tinggi sinar , yang dimana dapat menembus rongga perut. Kedua, dengan menyerap
partikel dan (tingkat energi yang rendah membakar tetapi tidak menembus
kulit). Pemaparan secara berulang mungkin dapat merusak sumsum tulang yang
dapatmenimbulkan anemia aplastik.
Virus.
Beberapa spesies virus dari famili yang berbeda dapat menginfeksi sumsum
tulang manusia dan menyebabkan kerusakan. Beberapa virus seperti parvovirus,
herpesvirus, flavivirus, retrovirus dikaitkan dengan potensi sebagai penyebab anemia
aplastik.
Penyebab lain.
Rheumatoid arthritis tidak memiliki asosiasi yang biasa dengan
anemia aplastik berat, namun sebuah studi epidemiologi di Prancis menyatakan bahwa
anemia aplastik terjadi tujuh kali lipat pada pasien dengan rheumatoid arthritis. Terkadang
anemia aplastik juga dijumpai pada pasien dengan penyakit sistemik lupus erythematosus.
Selain itu terdapat juga sejumlah laporan yang menyatakan kehamilan berkaitan dengan
anemia aplastik, namun kedua hubungan ini masih belum jelas.3
2.3 Patofisiologi
Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi anemia
aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologi
penyakit ini yaitu :
1. kerusakan sel hematopoitik
2. kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang
3. proses imunologik yang menekan hematopoisis
Keberadaan sel induk hematopoitik dapat diketahui lewat petanda sel yaitu CD 34, atau
dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan induk hematopoitik dikenal sebagai, longterm
culture-initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/ CD
34 sangat menurun hingga 1-10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobble-
stone area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang yang
menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang
pada 60-80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian sel induk dari luar akan
terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik. Beberapa sarjana
menganggap gangguan ini dapat disebabkan oleh proses imunologik.
Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoitik tergantung
pada lingkungan mikro sumsum tulang yang terdiri dari sel stroma yang menghasilkan
berbagai sitokin perangsang seperti GM-CSF,G-CSF dan IL-6 dalam jumlah normal
sedangkan sitokin penghambat seperti –? (IFN-?), tumor necrosis factor-? (TNF-?), protein
macrophage inflamatory 1? (MIP-1?), dan transforming growth factor –?2 (TGF-?2) akan
meningkat. Sel stroma pasien anemia aplastik dapat menunjang pertumbuhan sel induk, tapi
sel stroma normal tidak dapat menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien. Berdasar
temuan tersebut, teori kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang sebagai penyebab
kmendasar anemia apalstik makin banyak ditinggalkan.
Anemia aplasia sepertinya tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau produksi faktor
pertumbuhan.
Kerusakan akibat Obat.
Kerusakan ekstrinsik pada sumsum terjadi setelah trauma radiasi dan kimiawi seperti dosis
tinggi pada radiasi dan zat kimia toksik. Untuk reaksi idiosinkronasi yang paling sering
pada dosis rendah obat, perubahan metabolisme obat kemungkinan telah memicu
mekanisme kerusakan. Jalur metabolisme dari kebanyakan obat dan zat kimia, terutama jika
bersifat polar dan memiliki keterbatasan dalam daya larut dengan air, melibatkan degradasi
enzimatik hingga menjadi komponen elektrofilik yang sangat reaktif (yang disebut
intermediate); komponen ini bersifat toxic karena kecenderungannya untuk berikatan
dengan makromolekul seluler.
Sebagai contoh, turunan hydroquinones dan quinolon berperan terhadap cedera jaringan.
Pembentukan intermediat metabolit yang berlebihan atau kegagalan dalam detoksifikasi
komponen ini kemungkinan akan secara genetic menentukan namun perubahan genetis ini
hanya terlihat pada beberapa obat; kompleksitas dan spesifitas dari jalur ini berperan
terhadap kerentanan suatu loci dan dapat memberikan penjelasan terhadap jarangnya
kejadian reaksi idiosinkronasi obat.
2.5 Penatalaksanaan
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas beberapa terapi sebagai berikut :
1. Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan lebih
lanjut terhadap agen penyebab yang tidak diketahui. Akan tetapi,hal ini sulit dilakukan
karena etiologinya tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
2. Terapi suportif
Terapi suportif bermanfaat untuk mengatasi kelainan yang timbul akibat pansitopenia.
Adapun bentuk terapinya adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengatasi infeksi
- Hygiene mulut
- Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat/.
- Transfusi granulosit konsertat diberikan pada sepsis berat.
b. Usaha untuk mengatasi anemia
Berikan transfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin < 7 gr/ atau tanda payah jantung
atau anemia yang sangat simptomatik. Koreksi Hb sebesar 9-10 g% tidak perlu sampai
normal karena akan menekan eritropoesis internal
c. Usaha untuk mengatasi perdarahan
Berikan transfusi konsertat trombosit jika terdapat pedarahan mayor atau trombosit <
20.000/mm3.
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang adalah sebagai berikut :
a. Anabolik steroid à dapat diberikan oksimetolon atau stanal dengan dosis 2-3
mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-8 minggu. Efek samping yang dialami berupa
virilisasi dan gangguan fungsi hati.
- Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah.
- GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah neutrofil.
4. Terapi Definitif
Terapi definitif merupakan terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang.
Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas dua jenis pilihan sebagai berikut :
a. Terapi imunosuprersif
- Pemberian anti-lymphocyte globuline (ALG) atau anti-thymocyte globuline (ATG)
dapat menekan proses imunologis
- Terapi imunosupresif lain, yaitu pemberian metilprednison dosis tinggi
b. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan harapan
kesembuhan, tetapi biayanya mahal.
2.6 Komplikasi
1. Perdarahan
2. Infeksi organ
3. Gagal jantung
h. Pernapasan
- Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
- Takipnea, ortopnea dan dispnea
i. Keamanan
- Riwayat terpajan terhadap bahan kimia mis : benzene, insektisida, fenilbutazon,
naftalen
- Tidak toleran terhadap dingin dan / atau panas
- Transfusi darah sebelumnya
- Gangguan penglihatan
- Penyembuhan luka buruk, sering infeksi
- Demam rendah, menggigil, berkeringat malam
- Limfadenopati umum
- Petekie dan ekimosis
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk
mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi
tertekan).
5. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologist.
6. Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat.
7. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi
informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
C. NCP
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
N
O
1. Perubahan perfusi Peningkatan perfusi - AwasiØ tanda - Memberikan
jaringan b.d jaringan vital kaji informasi tentang
penurunan pengisian kapiler, derajat/keadekuat
KH :
komponen seluler warna an perfusi
Klien menunjukkan
yang diperlukan kulit/membrane jaringan dan
perfusi adekuat,
untuk pengiriman mukosa, dasar membantu
misalnya tanda vital
oksigen/nutrient ke kuku. menetukan
stabil.
sel. - Tinggikan kebutuhan
kepala tempat intervensi.
tidur sesuai - Meningkatkan
toleransi. ekspansi paru
dan
memaksimalkan
oksigenasi untuk
kebutuhan
seluler. Catatan :
kontraindikasi
- Awasi upaya
bila ada
pernapasan ;
hipotensi.
auskultasi bunyi
napas perhatikan
- Gemericik
bunyi
menununjukkan
adventisius.
gangguan
jajntung karena
regangan jantung
lama/peningkatan
- Selidiki keluhan
kompensasi
nyeri
curah jantung.
dada/palpitasi.
- Iskemia seluler
mempengaruhi
-
Memaksimalkan
transport oksigen
ke jaringan.
2. Intoleransi Dapat - Kaji - Mempengaruhi
aktivitas b.d mempertahankan kemampuan pilihan
ketidakseimbanga /meningkatkan ADL pasien. intervensi/bantua
n antara suplai ambulasi/aktivitas. n
oksigen - Kaji kehilangan
KH :
(pengiriman) dan atau gangguan - Menunjukkan
- melaporkan
kebutuhan. keseimbangan, perubahan
peningkatan toleransi
gaya jalan dan neurology karena
aktivitas (termasuk
kelemahan otot defisiensi vitamin
aktivitas sehari-hari)
B12
- menunjukkan
mempengaruhi
penurunan tanda
keamanan
intolerasi fisiologis,- Observasi
pasien/risiko
misalnya nadi, tanda-tanda vital
cedera
pernapasan, dan sebelum dan
tekanan darah masih sesudah aktivitas. - Manifestasi
dalam rentang normal kardiopulmonal
dari upaya
- Berikan jantung dan paru
lingkungan untuk membawa
tenang, batasi jumlah oksigen
pengunjung, dan adekuat ke
kurangi suara jaringan
bising, - Meningkatkan
pertahankan tirah istirahat untuk
baring bila di menurunkan
indikasikan kebutuhan
- Gunakan teknik oksigen tubuh
menghemat dan menurunkan
energi, anjurkan regangan jantung
pasien istirahat dan paru
bila terjadi
kelelahan dan - Meningkatkan
kelemahan, aktivitas secara
anjurkan pasien bertahap sampai
melakukan normal dan
aktivitas memperbaiki
semampunya tonus
(tanpa otot/stamina
memaksakan tanpa kelemahan.
diri). Meingkatkan
harga diri dan
rasa terkontrol.
- indikator infeksi
- Ambil specimen lokal. Catatan :
untuk pembentukan pus
kultur/sensitivitas mungkin tidak
sesuai indikasi ada bila
granulosit
tertekan.
- Berikan - membedakan
antiseptic adanya infeksi,
topical ; mengidentifikasi
antibiotic pathogen khusus
sistemik dan
mempengaruhi
pilihan
pengobatan
- mungkin
digunakan secara
propilaktik untuk
menurunkan
kolonisasi atau
untuk pengobatan
proses infeksi
local
5. Konstipasi atau Membuat/kembali pola Observasi - Membantu
Diare berhubungan normal dari fungsi warna feses, mengidentifikasi
dengan penurunan usus. konsistensi, penyebab /factor
masukan diet; KH: Menunjukkan frekuensi dan pemberat dan
perubahan proses perubahan jumlah intervensi yang
pencernaan; efek perilaku/pola hidup, tepat.
samping terapi yang diperlukan Auskultasi - bunyi usus
obat. sebagai penyebab, bunyi usus secara umum
factor pemberat. meningkat pada
diare dan
Awasi intake menurun pada
dan output konstipasi
(makanan dan - dapat
cairan). mengidentifikasi
dehidrasi,
kehilangan
berlebihan atau
Dorong alat dalam
masukkan cairan mengidentifikasi
2500-3000 defisiensi diet
ml/hari dalam - membantu
toleransi jantung dalam
memperbaiki
konsistensi feses
bila konstipasi.
Hindari Akan membantu
makanan yang memperthankan
membentuk gas status hidrasi
Kaji kondisi pada diare
kulit perianal - menurunkan
dengan sering, distress gastric
catat perubahan dan distensi
kondisi kulit atau abdomen
mulai kerusakan. - mencegah
Lakukan ekskoriasi kulit
perawatan dan kerusakan
perianal setiap
defekasi bila
terjadi diare.
Kolaborasi
ahli gizi untuk
diet siembang
dengan tinggi
serat dan bulk.
- serat menahan
enzim
pencernaan dan
mengabsorpsi air
dalam alirannya
sepanjang traktus
Berikan intestinal dan
pelembek feses, dengan demikian
stimulant ringan, menghasilkan
laksatif bulk, yang
pembentuk bulk bekerja sebagai
atau enema perangsang untuk
sesuai indikasi. defekasi.
Pantau - mempermudah
keefektifan. defekasi bila
(kolaborasi) konstipasi terjadi.
Berikan obat
antidiare,
misalnya
Defenoxilat
Hidroklorida
dengan atropine - menurunkan
(Lomotil) dan motilitas usus
obat bila diare terjadi.
mengabsorpsi air,
misalnya
Metamucil.
(kolaborasi).
6. Kurang Pasien mengerti dan Berikan memberikan
pengetahuan memahami tentang informasi tentang dasar
sehubungan penyakit, prosedur anemia spesifik. pengetahuan
dengan kurang diagnostic dan rencana Diskusikan sehingga pasien
terpajan/menginga pengobatan. kenyataan bahwa dapat membuat
t ; salah KH : terapi tergantung pilihan yang
interpretasi - Pasien menyatakan pada tipe dan tepat.
informasi ; tidak pemahamannya proses beratnya anemia. Menurunkan
mengenal sumber penyakit dan ansietas dan
informasi. penatalaksanaan dapat
penyakit. Tinjau tujuan meningkatkan
- Mengidentifikasi dan persiapan kerjasama dalam
factor penyebab. untuk program terapi
- Melakukan pemeriksaan
tiindakan yang diagnostic ansietas/ketakuta
perlu/perubahan pola n tentang
hidup. ketidaktahuan
meningkatkan
stress,
selanjutnya
meningkatkan
Kaji tingkat beban jantung.
pengetahuan Pengetahuan
klien dan menurunkan
keluarga tentang ansietas.
penyakitnya megetahui
Berikan seberapa jauh
penjelasan pada pengalaman dan
klien tentang pengetahuan
penyakitnya dan klien dan
kondisinya keluarga tentang
sekarang. penyakitnya
dengan
mengetahui
Anjurkan klien penyakit dan
dan keluarga kondisinya
untuk sekarang, klien
memperhatikan akan tenang dan
diet makanan nya mengurangi rasa
Minta klien cemas
dan keluarga diet dan pola
mengulangi makan yang tepat
kembali tentang membantu proses
materi yang telah penyembuhan.
diberikan
mengetahui
seberapa jauh
pemahaman klien
dan keluarga
serta menilai
keberhasilan dari
tindakan yang
dilakukan
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
KASUS
Tuan A,masuk rumah sakit pada tanggal 3 Desember 2009, jam 10.00
WIB.Mengeluhkan sakit kepala pada bagian tengkuknya, badan sering terasa lemas, dan
sering kesemutan pada saat istirahat.Setelah dilakukan pemeriksaan didapat TD 110/ 60
mmhg, SH 34.5oC, Nadi 80x/ menit,HB 3,6 g/dl. Dengan RR normal, BB menurun,
sedangkan pada skelera mata memutih, kuku membentuk koilonikia(kuku melengkung
seperti sendok).
B. NCP
N Diagnosa Tujuan
Intervensi Rasional
O keperawatan dan KH :
1 Perubahan Pperubahan - memberi informasi tentang
perfusi perfusi observasitand derajat atau ke adekuatan perfusi
jaringan b/d jaringan a-tandavital jaringan dan membantu
ketidak teratasi. menentukan kebutuhan intervensi
seimbangan KH :
02 .Di tandai1.kualitas
dengan Tn A pengisian
mengeluh kapiler
kepala sakit , kembali
mudah lelah, baik.
kesemutan, 2. HB normal
kedinginan, 14-16 g/dl
mata
berkunang-
kunang,
ekstremitas
dingin, kulit
pucat,gelisah,
suhu 36 C
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik dalam
darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya pembentukan sel
hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang mengarah
pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan darah dalam sumsum.
(Sacharin.1996.Hal:412)
Penyebab dari anemia aplastik adalah :
a. Faktor congenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti
mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya.
b. Faktor didapat
- Bahan kimia : benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
- Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin),
santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine, rubidomycine
dan sebagainya), obat anti tumor (nitrogen mustard), anti microbial.
- Radiasi : sinar roentgen, radioaktif.
- Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain – lain.
- Infeksi : tuberculosis milier, hepatitis dan lain – lain.
- Keganasan , penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik.
(Mansjoer.2005.Hal:494)
3.2 Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat
berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
.pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
..
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler adalah cairan
yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu sel darah. Volume
darah secara keseluruhan kira-kira merupakan 1/12 berat badan atau kira-kira 5 liter. Sekitar
55 persennya adalah cairan, sedangkan 45% sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini
dinyatakan dalam nilai hematokrit atau volume sel darah yang dipadatkan yang berkisar
anatara 40-47. Diwaktu sehat volume darah adalah konstan dan sampai batas tertentu diatur
oleh tekanan osmotik dalam pembuluh darah dan dalam jaringan.
Kandungan yang ada di dalam darah :
- Air : 91%
- Protein : 3% (albumin, globulin, protombin, dan fibrinigen)
- Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat,
magnesium, kalsium dan zat besi.
- Bahan Organik : 0.1% (glukosa, lemakasam urat, keratinin, kolesterol, dan asam
amino)
Fungsi Darah :
a. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
- Mengambil oksigen / zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan
tubuh.
- Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
- Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh
jaringan / alat tubuh.
- Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk dikeluarkan
melalui ginjal dan kulit.
- Mengedarkan hormon yaitu hormon untuk membantu proses fisiologis.
b. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh dengan
perantaraan leukosit dan antibodi / zat-zat anti racun.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
d. Menjaga kesetimbangan asam basa jaringan tubuh untuk menghindari kerusakan.
Karakteristik Darah :
- Volume darah : 7% - 10% BB (5 Lt pada dewasa normal)
- Komponen darah : Eritrosit, Leukosit, trombosit →40% - 45% volume darah; tersuspensi
dalam plasma darah
- PH darah : 7,37 – 7,45
- Temp : 38°C
- Viskositas lebih kental dari air dengan BJ 1,041 – 1,067
Bagian-Bagian Darah
Sel-Sel Darah
- Eritrosit (Sel darah merah)
Anatomi : Merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti, ukurannya 0.007 mm, tidak
bergerak, banyaknya kira-kira 4,5-5 juta/mm³, warnanya kuning kemerah-merahan karena
didalamnya mengandung hemoglobin (hemoglobin adalah protein pigmen yang meberi
warnamerah pada darah. Hemoglobin terdiri atas protein yang di sebut globin dan pigmen
non-protein yang disebut heme.), setiap eritrosi mengandung sekitar 300 juta molekul
hemoglobin, sifatnya kenyal sehingga dapat berubah bentuk sesuai dengan pembuluh darah
yang dilalui.
Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk dari asam amino. Mereka
juga memerlukan zat besi wnita memerlukan lebih banyak zat besi karena beberapa
diantaranya dibuang sewaktu menstruasi. Sewaktu hsmil diperlukan zat besi dalam jumlah
yang lebih banyak lagi untuk perkembangan janin dan pembuatan susu.
Sel darah merah dibentuk didalam sumsum tulang, terutama dari tulang pendek, pipih, dan
tak beraturan dari jaringan konselus pada ujung tulang pipa dan dari sumsum dalam batang
iga-iga dan dari sternum.
Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai tahap mula-mula besar dan
berisi nukleus tetapi tidak ada hemoglobin; kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya
kehilangan nukleusnya dan baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah.
Rata-rata panjang hidup sel darah merah kira-kira 115 hari. Sel menjadi usang dan
dihancurkan dalam sistema retikulo-endotelial, terutama dalam limpa dan hati. Globin dan
hemoglobin dipecah menjadi asam amino untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan-
jaringan dan zat besi dalam hem dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam
pembentukan sel darah merah lagi. Sisa hem dari hemoglobin diubah lagi menjadi bilirubin
(pigmen kuning) dan biliverdin yaitu yang berwarna kehijau-hijauan yang dapat dilihat pada
perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka memar.
Bila terjadi perdarahan maka sel merah dengan hemoglobinnya sebagai pembawa oksigen,
hilang. Pada perdarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam waktu beberapa minggu berikutnya.
Tetapi bila kadar hemoglobin turun sampai 40% atau dibawahnya, maka diperlukan tranfusi
darah.
Fungsi : Mengikat oksigen dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan tubuh
dan mengikat karbon dioksida dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru /
melalui jalan pernafasan.
Produksi Eritrosit (Eritropoesis):
- Terjadi di sumsum tulang dan memerlukan besi, Vit B12, asam folat, piridoksin (B6)
- Di pengaruhi oleh O₂ dalam jaringan
- Masa hidup : 120 hari
- Eritrosit tua dihancurkan di sistem retikuloendotelial (hati dan limpa)
- Pemecahan Hb menghasilkan bilirubin dan besi. Besi berkaitan dengan protein
(transferin) dan diolah kembali menjadi Hb baru.
B. Granulosit
Disebut juga leukosit granular yang terdiri dari :
o Neutrofil
atau disebut juga polimorfonuklear leukosit banyaknya mencapai 50%-60%.
- Struktur : neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya dan
banyak bintik-bintik halus / glandula. Nukleusnya memiliki 3-5 lobus yang terhubungkan
dengan benang kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm – 12 µm
- Fungsi : pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri serta proses peradangan kecil lainnya,
serta biasanya juga juga yang memberikan tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri,
aktivitas dan matinya neutrofil dalam jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah.
o Eusinofil
mencapai 1%-3% jumlah sel darah putih.
- Struktur : memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan pewarnaan oranye
kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan berdiameter 12 µm – 15 µm.
- Fungsi : merupakan fagosti lemah, jumlahnya akan mengikat saat terjadi alergi atau
penyakit parasit, tetapi akan berkurang selama stres berkepanjangan. Sel ini berfungsi dalam
detoksifikasi hestamin yang di produksi sel mast dan jaringan yang cedera saat inflamasi
berlangsung.
o Basofil
mencapai kurang dari 1% jumlah leukosit.
- Struktur ; memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak beraturan dan
akan bewarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus berbentuk S.
Diameternya 12 µm – 15 µm.
-Fungsi : bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan antigen dengan jalan
mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan peradangan.
- Trombosit (Sel pembeku darah
Anatomi : trombosit merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan
ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan lonjong, warnanya putih, normal pada
orang dewasa 200.000-300.000/mm³. Bagian inti yang merupakan fragmen sel tanpa nukleus
yang berasal dari sumsum tukang. Ukuran trombosit mencapai setengah ukuran sel darah
merah. Sitoplasmanya terbungkus suatu membran plasma dan mengandung berbagai jenis
granula yang berhubungan dengan proses koagulasi darah.
Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000
disebut trombositopenia. Trombosit memiliki masa hidup dalam drah antara 5-9 hari.
Trombosit yang tua atau mati di ambil dari sistem perdaran darah, terutama oleh makrofag
jaringan. Lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa, pada waktu darah
melewati organ tersebut.
Di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya peristiwa
pembekuan darah yaitu Ca2+ dan fibrinogen. Fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh
mendapat luka. Ketika kita luka maka darah akan keluar, trombosit pecah dan akan
mengeluarkan zat yang di namakan trombokinase. Trombokinase ini akan bertemu dengan
protrombin dengan pertolongan Ca2+ akan menjadi trombin. Trombin akan bertemu dengan
fibrin yang merupakan benang-benang halus, bentuk jaringan yang tidak teratur letaknya,
yang akan menahan sel darah, dengan demikian terjadilah pembekuan. Protrombin ini dibuat
di dalam hati dan untuk membuatnya diperlukan vitamin K, dengan demikian vitamin K
penting untuk pembekuan darah.
Fungsi : memegang peranan penting dalam pembekuan darah (hemostatis). Jika
banyaknya kurang dari normal, maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku sehingga
timbul perdarahan yang terus-menerus.
Plasma Darah
Anatomi : merupakan komponen terbesar dalam darah dan merupakan bagian darah
yang cair, tersusun dari air 91%, protein plasma darah 7%, asam amino, lemak, glukosa, urea,
garam sebanyak 0,9%, dan hormon, antibodi sebanyak 0,1% .
Protein Plasma :
Mencapai 7% dari plasma dan merupakan satu-satunya unsur pokok plasma yang tidak dapat
menembus membran kapiler untuk mencapai sel. Ada 3 jenis protein plasma yang utama :
a. Albumin adalah protein yang terbanyak, sekitar 55%-60% tetapi ukurannya paling kecil.
Albumin di sintesis di dalam hati dan bertanggung jawab untuk tekanan osmotik koloid
darah. Mempertahankan tekanan osmotik agar normal (25 mmHg).
b. Globulin membentuk sekitar 30% protein plasma. Alfa dan beta globulin disintesis di hati,
dengan fungsi utama sebagai molekul pembawa lipid, beberapa hormone, berbagai subtrat,
dan zat penting lainnya. Gamma globulin (immunoglobulin) fungsi utama berperan sebagai
antibody.
c. Fibrinogen membentuk sekitar 4% protein plasma. Disintesis di hati dan merupakan
komponen esensial dalam mekanisme pembekuan darah.
Fungsi : mengangkut sari makanan ke sel-sel serta membawa sisa pembakaran dari sel ke
tempat pembuangan selain itu plasma darah juga menghasilkan zat kekebalan tubuh terhadap
penyakit atau zat antibodi.
Proses Pembekuan Darah
Pembekuan darah yaitu darah yang mengeras dan menjadi sel yang bersatu. Hal ini
dikarenakan di dalam darah terdapat sel-sel yang dapat membentuk jaringan secara cepat.
Inilah kenapa disebut membeku karena darah yang cair itu dapat seolah-olah “mengeras”
dengan cepat. Namun proses ini terjadi jika terdapat jaringan tubuh yang rusak, yang
mengakibatkan drah keluar dari pembuluh darah. Bila tidak, darah hanya akan beredar
menyuplai zat-zat yang dibutuhkan oleh organ tubuh. Dalam proses pembekuan darah ada
beberapa zat yang dibutuhkan, yakni trombosit atau keping darah, fibrinogen, protrombin,
kalsium dan vitamin K.
Ketika luka terjadi yang mengakibatkan rusaknya jaringan tubuh, merobek pembuluh darah
hingga darah keluar, maka hati akan menggenjot produksi produksi komponen yang ada di
trombosit maupun plasma darah yang bernama fibrinogen. Fibrinogen adalah sebuah
glikoprotein yang ada dalam plasma darah dalam bentuk cairan dan trombosit dalam bentuk
granula yang semuanya dihasilkan oleh hati. Fibrinogen ini yang kemudian melakukan proses
koagulasi darah dan meningkatkan viskositas darah. Proses ini akan menghasilkan trombin
dan protrombin dengan bantuan Ca2+ dan vitamin K. Trombin yang terbentuk akan memecah
fibrinogen menjadi benang fibrin. Bersamaan dengan proses ini, terjadi pengendapan LDL
yang memacu proses terbentuknya plak dan memicu agregasi trombosit yang pecah
mengeluarkan trombokinase untuk merubah protrombin menjadi trombin dan proses kembali
ini menyebabkan semakin banyaknya benang fibrin yang terbentuk.
Proses Pembentukan Sel Darah
- Terjadi awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil pada limpa. Pada
minggu ke-20 masa embrional mulai terjadi pada sumsum tulang.
- Semakin besar janin peranan pembentukan sel darah terjadi pada sumsum tulang.
- Setelah lahir semua sel darah dibuat di sumsum tulang, kecuali limfosit yang juga di bentuk
di kelenjar limfe, thymus dan lien.
Setelah usia 20 tahun sumsum tulang panjang tidak memproduksi lagi drah kecuali bagian proximal,
humerus, dan tibia.
DAFTAR PUSTAKA
http://aplastik.blogspot.co.id/
http://www.alodokter.com/mengenal-anemia-aplastik-dan-pengobatannya
http://medical.miragesearch.com
ANATOMI FISIOLOGI
r