Anda di halaman 1dari 30

1 HALAMAN JUDUL

Referat

ACUTE LIMB ISCHEMIC

Oleh :

ANINDIA DWI JAYANTI

21360120

PRECEPTOR:

dr. IRFANSYAH, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RSUD JENDERAL AHMAD YANI KOTA METRO

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya sehingga Referat ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan
judul “ACUTE LIMB ISCHEMIC”.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa referat ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisannya, penggunaan tata bahasa, dan
dalam penyajiannya sehingga penulis menerima saran dan kritik konstruktif dari
semua pihak. Namun terlepas dari semua kekurangan yang ada, semoga dapat
bermanfaat bagi pembacanya.
Penulis tak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada dr. Irfansyah, Sp.B
yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis juga berterima kasih kepada rekan-rekan yang telah bekerja sama membantu
menyusun referat ini.

Akhirnya semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu


pengetahuan, khususnya di bidang kedokteran. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, Aamiin.

Kota Metro, Agustus 2021

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 3


2.1 Definisi Akut Limb Iskemik ............................................................................................ 3
2.2 Epidemiologi .................................................................................................................... 3
2.3 Etiologi ............................................................................................................................. 3
2.4 Patofisiologi ..................................................................................................................... 6
2.5 Gejala Klinis ................................................................................................................... 11
2.6 Klasifikasi....................................................................................................................... 13
2.7 Diagnosis ........................................................................................................................ 14
2.8 Tatalaksana ..................................................................................................................... 21
2.9 Prognosis ........................................................................................................................ 23

BAB III KESIMPULAN............................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 26

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit arteri perifer (PAP) adalah penyakit pembuuh darah yang disebabkan

oleh penyempitan dari arteri perifer yang mengalirkan darah ke tungkai. Penyebab

utama dari penyakit ini adalah atherosklerosis, thromboemboli, dan vaskulitis yang

akan menyebabkan stenosis atau oklusi.1

Prevalensi PAP mencapai 20% pada orang dewasa berusia lebih dari 55 tahun.

Puncak insidensi PAP adalah 60 kasus per 10.000 orang per tahun dengan

prevalensi 8 juta orang di Inggris.2 Prevalensi PAP di Indonesia mencapai 9,7%.3

Menurut panduan AHA 2016, PAP dibagi menjadi empat kategori, yaitu

asimtomatis, klaudikasio, critical limb ischemic dan acute limb ischemic. Acute

limb ischemic (ALI), atau iskemia tungkai angkut, adalah penurunan perfusi

anggota gerak secara tiba-tiba yang menyebabkan ancaman langsung terhadap

viabilitas anggota gerak. Munculannya bisa terjadi hingga 2 minggu dari onset

gejala. ALI dapat diingat dengan gejala “6P” yaitu pain (nyeri), paralysis

(kelumpuhan), paresthesia (kesemutan), pulselessness (hilangnya pulsasi),

poikilothermia (suhu berbeda-beda), and pallor (pucat).4

Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American

Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery membuat suatu

klasifikasi untuk oklusi arterial akut yang dibagi ke dalam tiga kelas yaitu, Kelas I

(tidak mengancam ekstremitas); Kelas II (mengancam ekstremitas); Kelas III

(iskemia telah berkembang menjadi infark). Berdasarkan klasifikasi Rutherford,

ALI dapat dikategorikan sebagai: Kelas I (perfusi jaringan masih cukup), Kelas II-
a (perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu), Kelas II-b (perfusi

jaringan tidak memadai), Kelas III (telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan

nekrosis, kerusakan syaraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas,

kehilangan sensasi sensorik, kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit).

Berdasarkan derajat keparahannya, ALI diklasifikasikan menjadi, incomplete,

complete, dan irreversible.4

2
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Akut Limb Iskemik


Acute limb ischemic (ALI) adalah penurunan perfusi ekstremitas bawah secara

tiba-tiba yang menyebabkan potensi ancaman terhadap viabilitas anggota gerak.

Munculannya bisa terjadi hingga 2 minggu dari onset gejala.4 Pada referensi lain,

ALI disebabkan oleh penyumbatan tiba-tiba dari aliran arteri ekstremitas akibat

emboli atau trombus. Ancaman tersebut tidak hanya pada angggota gerak tubuh,

namun juga dapat berisiko tinggi kematian. Hipoperfusi anggota gerak tubuh dapat

menyebabkan kelainan asam-basa sistemik dan elektrolit yang mengganggu fungsi

kardiopulmonal dan ginjal.5

2.2 Epidemiologi
Insidensi acute limb ischemic (ALI) mencapai 1,5 kasus per 10.000 orang

pertahun . ALI sering terjadi pada laki-laki dan wanita tua dengan usia rata-rata 75

tahun. Faktor risiko terjadinya ALI antara lain usia, merokok, diabetes, obesitas,

pola hidup yang tidak teratur, riwayat penyakit vaskular dalam keluarga, kolestrol

tinggi dan hipertensi.6

Insidensi ALI pada ekstremitas bawah mencapai 9–16 kasus per 100.000 orang

per tahun dan pada ekstrimitas atas mencapai 1–3 kasus per 100.000 orang per tahun

yang mengalami ALI pada ekstremitas atas.7

2.3 Etiologi

Etiologi dari ALI perlu dibedakan antara etiologi emboli dan trombosis in situ.

Kondisi iskemia yang disebabkan oleh emboli dihubungkan dengan onset yang

cepat, riwayat penyakit jantung sebelumnya dan tidak adanya riwayat PAD
sebelumnya. Selain itu, pemeriksaan ekstrimitas kontralateral biasanya

memberikan hasil yang normal. Meskipun etiologi emboli atau trombosis harus

segera diketahui, penegakan diagnosis dan tatalaksana ALI harus segera dilakukan

secara cepat dan tepat.

Tabel 2.1. Etiologi Acute Limb Ischemic (ALI)8

a. Trombosis

Trombosis in situ lebih sering menyebabkan ALI dibandingkan dengan emboli

seperti yang dilaporkan pada uji klinis Thrombolysis or Peripheral Arterial Surgery

(TOPAS) yang menemukan kasus ALI sekitar 85% dari seluruh kasus. Angka

kejadian kasus emboli telah menurun sejak beberapa dekade terakhir. Pada sebuah

penelitian di Yunani yang mengevaluasi ALI pada pusat rujukan antara tahun 2000

dan 2004, sebanyak 40% kasus disebabkan oleh kejadian emboli, sedangkan

trombosis in situ menjadi penyebab pada 50% kasus, dan sisanya sebesar 10%

disebabkan oleh trauma, injuri iatrogenic, vaskulitis, atau diseksi. Sebanyak 78%

kasus emboli berasal dari jantung, dan sebanyak 9% dari kasus emboli tidak

ditemukan asalnya. Di antara seluruh kasus trombosis in situ, sebanyak 30% terjadi

pada arteri normal, sedangkan 70% terjadi pada pembuluh darah yang mendapat

4
intervensi (65% graft trombosis dan 5% berupa trombosis akibat pemasangan stent

di iliaka atau infrainguinal). Sebanyak 30% penyebab iskemia anggota gerak akut

dikarenakan surgical graft thrombosis. Pasien dengan graft dapat mengalami graft

trombosis dan berkembang menjadi gejala iskemia anggota gerak akut dikarenakan

degenerasi graft atau adanya permasalahan mekanis seperti stenosis anastomosis

atau retained valves. Kompresi atau kinking pada graft juga dapat menyebabkan

thrombosis. Dengan adanya metode stent grafting untuk penyakit aneurisma

aortoiliac, maka thrombosis stent graft akut ditambahkan menjadi salah satu

penyebab iskemia anggota gerak.9,10

Trombosis in situ pada aneurisma arteri poplitea biasanya muncul bersama

dengan ALI. Pada suatu review yang dilakukan pada 900 pasien yang mengalami

ALI sekunder akibat trombosis aneurisma popliteal, sebear 14% kasus dilaporkan

harus menjalani amputasi. Pada penelitian ini, terapi trombolisis dipandu kateter

yang dilakukan sebelum tindakan pembedahan tidak dapat menurunkan angka

kemungkinan dilakukannya amputasi, akan tetapi hal ini secara signifikan akan

meningkatkan patensi graft jangka panjang karena diperkirakan akan

memaksimalkan patensi pembuluh darah tibial.9,10

b. Emboli

ALI sering disebabkan oleh emboli yang paling banyak berasal dari jantung.

Embolus sering menyumbat pada bifurkasio aortoiliaka, bifurkasio femoral, atau

trifurkasio popliteal. Selama beberapa dekade terakhir, etiologi kejadian

kardioemboli semakin berkembang. Emboli yang disebabkan oleh stenosis mitral

reumatik dengan pembesaran atrium merupakan suatu kejadian yang jarang terjadi

karena prevalensi penyakit katup jantung reumatik saat ini telah menurun secara

5
substansial. Fibrilasi atrium terkait usia dan disfungsi ventrikel kiri dengan

pembentukan trombus di apeks merupakan penyebab terbanyak kejadian

kardioemboli. Penyebab yang lebih jarang meliputi endocarditis, intracardiak

myxoma, atau paradoxical embolism yang disebabkan oleh patensi foramen ovale

yang memungkinkan transit trombus yang ada di vena ke dalam sirkulasi arteri.

Oklusi emboli akut terkait aneurisma aorta dan trombus intramural jarang terjadi.10

c. Penyebab Iatrogenik

ALI dapat disebabkan oleh metode akses arterial melalui arteri femoralis dan

cedera pembuluh darah di lokasi akses, baik dengan terbebasnya alat penutup

vaskular ataupun dengan adanya injuri langsung pada arteri femoralis major

maupun arteri iliaca major. Demikian juga, thrombosis yang terjadi terkait kateter

dan emboli pada arteri popliteal dapat terjadi.8,10

d. Sebab Lain

Vasospasme yang intens, dapat disebabkan oleh ergotisme atau konsumsi

kokain, dilaporkan dapat menyebabkan oklusi pada distal aorta dan pembuluh darah

iliaka, dimana tunika intima mengalami kompresi oleh tunika media. DVT (deep

vein thrombosis) Iliofemoral dengan pembengkakan masif pada paha dapat

menyebabkan gangguan pada aliran arterial ke kaki. Sindroma phlegmasia cerulean

dolens membutuhkan terapi trombolisis dipandu kateter yang harus dilakukan

segera untuk mengembalikan aliran darah balik vena dan juga aliran arterial ke

ekstremitas bawah.

2.4 Patofisiologi

Kebanyakan emboli menyebabkan sumbatan di area percabangan arteri,

bifurkasio aorta, iliaka, femoral, atau popliteal di area kaki, dan bifurkasio brachial

6
pada lengan. Trrombosis in situ seringkali menyebabkan gangguan pada arteri

femoral dan popliteal, terutama pada kondisi pasien yang pernah mengalami bypass

arteri, ruptur plak atherosklerosis, atau pada keadaan output yang menurun.

Penghentian aliran arteri ke ekstremitas secara mendadak memicu kompleks proses

patofisiologis. Jaringan yang mengalami malperfusi akan mengalami perubahan

metabolisme, dari metabolism aerobik menjadi metabolism anaerobik. Perubahan

rasio laktat – piruvat akan meningkatkan produksi laktat, meningkatkan konsentrasi

ion hidrogen, dan akhirnya menyebabkan terjadinya asidosis. Iskemia yang

progresif menyebabkan disfungsi dan kematian sel. Hipoksia otot akan menurunkan

simpanan ATP intraseluler, dan menyebabkan disfungsi sodium/potassium-ATPase

dan kanal kalcium/sodium sehingga menyebabkan kebocoran kalsium intrasel ke

dalam miosit. Konsentrasi kalsium bebas intraseluler akan meningkat dan

berinteraksi dengan aktin, myosin, dan protease, sehingga menyebabkan nekrosis

pada serabut otot. Bersamaan dengan kerusakan pada struktur mikrovaskular dan

membran sel; kalium, fosfat, kreatinin kinase dan myoglobin intrasel akan keluar

dari sel ke sirkulasi sistemik. Selanjutnya, reperfusi meningkatkan perubahan-

perubahan yang terjadi dalam sel ini.9

Jaringan otot dan saraf cukup rentan mengalami cedera iskemia, sehingga ada

atau tidaknya defisit neuromotorik menjadi salah satu faktor yang sangat penting

untuk menilai keparahan ALI. Kerusakan otot yang ireversibel akan dimulai setelah

3 jam terjadinya iskemia dan kerusakan total akan terjadi setelah 6 jam terjadinya

iskemia. Cedera otot skeletal akan diikuti dengan kerusakan mikrovaskular yang

progresif. Semakin parah kerusakan seluler yang terjadi, semakin besar perubahan

mikrovaskular yang terjadi. Pada kondisi nekrosis otot, aliran mikrovaskular

7
berhenti dalam waktu beberapa jam. Secara teori, butuh waktu sekitar 6 jam untuk

menyebabkan cedera fungsional yang ireversibel. Rentang waktu ini dapat lebih

lama pada kondisi ekstremitas yang memiliki aliran darah kontralateral.9

Kondisi iskemik akan memicu cedera reperfusi, yaitu suatu proses yang dipicu

oleh pengembalian perfusi dan dimediasi oleh kompleks kaskade sitokin, reactive

oxygen species (ROS), dan neutrofil. ROS (seperti superoxide anion, hydrogen

peroksida, hidroksil radikal, peroksinitrit) diproduksi oleh neutrofil teraktivasi dan

xanthine oxidase, suatu enzim yang berlokasi di sel endotel mikrovaskular pada

otot skeletal, akan teraktivasi pada kondisi iskemik. Pada kondisi normal, xanthine

dehydrogenase menggunakan nicotinamide adenine dinucleotide untuk

mengoksidase hypoxanthine menjadi xanthine. Xanthine dehydrogenase diubah

menjadi xanthine oksidase setelah 2 jam iskemia. Selama iskemia berlangsung,

ATP didegradasi menjadi hypoxanthine, akan tetapi xanthin oxidase membutuhkan

oksigen untuk mengubah hypoxanthine menjadi xanthine. Sehingga, hypoxanthine

akan terakumulasi selama iskemia. Ketika oksigen diperoleh selama fase reperfusi,

isoform xanthine dehydrogenase akan teraktivasi. Perubahan hypoxanthine dalam

jumlah besar-besaran akan menciptakan ROS.9

Oksidan yang berasal dari xanthine oxidase memediasi peningkatan

permeabilitas vaskular dalam otot pasca kondisi iskemik. Peran penting oksigen

elemental dan peran oksigen radikal dalam injuri reperfusi sering diabaikan pada

penelitian-penelitian yang menunjukkan bahwa reperfusi yang dimulai dengan

darah autolog yang terdeoksigenasi mencegah peningkatan permeabilitas setelah

iskemik. Merubah darah yang memperfusi menjadi darah yang teroksigenasi

selama reperfusi mirip dengan respon injuri mikrovaskular yang tampak setelah

8
reperfusi normoxic. Demikian juga, pengenalan oksigen kembali secara bertahap di

awal reperfusi akan menurunkan injuri postischemic. Suplemen tambahan dengan

antioksidan dan menurunkan konsumsi oksigen akan meringankan cedera pada

nekrosis postischemic.11

Neutrofil yang teraktivasi merupakan agen utama yang menyebabkan

kerusakan lokal maupun sistemik yang disebabkan proses reperfusi. Leukosit juga

memegang peran yang sama pentingnya dalam menyebabkan injuri reperfusi.

Neutrofil teraktivasi akan terakumulasi di dalam otot yang mengalami reperfusi dan

memproduksi metabolit oksigen reaktif, melepaskan enzim sitotoksik, dan

mengoklusi jalur mikrosirkulasi. Menurunkan jumlah leukosit telah diketahui

mampu mereduksi injuri iskemia-reperfusi. Reperfusi dengan darah yang

teroksigenasi dengan jumlah kandungan leukosit rendah menggunakan filter dapat

mencegah peningkatan permeabilitas vaskular pada otot skelet. Menariknya,

menginduksi terjadinya neutropenia sebelum iskemia akan mengembalikan

potensial transmembran dan fungsi kontraksi pada otot paska iskemik.8,10

Iskemia dan reperfusi otot skelet akan menstimulus sejumlah kaskade inflamasi

tambahan yang melibatkan aktivasi komplemen, meningkatkan ekspresi molekul

adhesi, pelepasan sitokin, sintesa eicosanoid, pembentukan radikal bebas,

perubahan sitoskeletal, deplesi adenine nucleotide, perubahan metabolisme kalsium

dan fosfolipid, aktivasi leukosit, dan disfungsi endotel. Interleukin (IL)-1β dan

tumor necrosis factor (TNF) – α dapat segera dideteksi setelah reperfusi dan

memicu molekul adhesi pada permukaan sel endotel, meningkatkan kebocoran

kapiler, dan menstimulasi produksi IL-6 dan IL-8, yang mana kemudian akan

meningkatkan permeabilitas endotel, menghancurkan integritas endotel, dan

9
mengaktivkan leukosit.11

Efek klinis dari respon seluler terhadap reperfusi dapat berupa pembengkakan

jaringan, suatu kondisi kerusakan yang hebat pada ruang tertutup, di lengan bawah,

paha, betis, dan pantat. Peningkatan tekanan kompartemen di dalam batas fascia

menyebabkan compartment syndrome: tekanan kompartemen yang meningkat

menyebabkan penurunan gradien perfusi dan aliran darah kapiler sehingga tidak

mencukupi kebutuhan metabolik, menyebabkan kondisi iskemia dan nekrosis yang

semakin parah. Pelepasan myoglobin dapat menyebabkan kerusakan ginjal.

Peningkatan permeabilitas endotel dapat menyebabkan acute lung injury. Induksi

terjadinya neutropenia pada hewan coba menunjukkan bahwa aktivasi dan

transmigrasi neutrofil serta hilangnya integritas endotel merupakan proses penting

dalam acute lung injury pada injuri reperfusi. Sehingga, edema paru nonkardiak

dapat terjadi setelah proses reperfusi pada ekstremitas bawah, suatu proses yang

dapat dicegah dengan deplesi granulosit.11

Sindroma reperfusi terdiri atas dua komponen. Respon lokal terhadap reperfusi

memicu terjadinya pembengkakan jaringan, sedangkan respon sistemik terhadap

reperfusi dapat berupa kegagalan multiorgan dan kematian. Respon sistemik inilah

yang menyebabkan kegagalan intervensi pada iskemia anggota gerak tingkat lanjut

dan ireversibel. Derajat respon inflamasi yang terjadi setelah proses reperfusi

bervariasi. Ketika nekrosis otot seragam maka dikatakan respon inflamasinya kecil.

Derajat kerusakan iskemik, meskipun begitu, akan bervariasi tergntung proksimitas

jaringan terhadap lokasi oklusi dan efisiensi suplai darah melalui pembuluh

kolateral. Besar kecilnya respon inflamasi akan ditentukan oleh seberapa luas zona

iskemik (tapi tidak sepenuhnya nekrotik). Sehingga reperfusi pada sekelompok

10
besar otot yang terjadi dengan injuri iskemik tingkat lanjut dan nekrosis jaringan

akan menyebabkan pelepasan sejumlah besar mediator inflamasi toksik ke dalam

sirkulasi sistemik. Efek perusak dari proses reperfusi dapat menyebabkan pasien

dengan cedera iskemik ireversibel harus diamputasi.12

2.5 Gejala Klinis


Gejala klinis yang timbul biasanya mendadak dan hebat, onset muncul dalam

beberapa jam dan dapat berkembang hingga beberapa hari akibat oklusi embolus,

klaudikasio intermiten baru atau yang mengalami perburukan. Onset cepat dari ALI

merupakan akibat penghentian suplai darah dan nutrisi yang tiba-tiba ke jaringan

tubuh, berbeda dengan chronic limb ischemic yang masih memungkinkan

kompensasi untuk membentuk perdarahan kolateral.13 Tampilan klinis yang

muncul pada pasien ALI diingat dengan 6 P yaitu :

1. Pain (nyeri)

Riwayat nyeri harus ditanyakan mengenai durasi, lokasi, intensitas dan

onset serta perubahannya dari waktu ke waktu, termasuk riwayat klaudikasio

intermiten. Oklusi embolus biasanya menimbulkan nyeri yang mendadak dan

dengan intensitas yang hebat, dengan onset dalam beberapa jam. Namun

apabila sudah mengalami neuropati bisa saja nyeri sudah tidak dirasakan lagi.

2. Pallor (pucat)

Pada saat terjadi sumbatan hebat mengakibatkan penurunan perfusi darah

sehingga kulit akan tampak bewarna putih “marble”. Beberapa jam kemudian

akan tampak perubahan warna menjadi biru muda atau ungu akibat

deoksigenasi.

11
3. Poikilothermia (suhu berbeda-beda)

Poikilothermia penting untuk dicatat untuk mengevaluasi progresifitas

iskemik. Suhu permukaan akan berkurang pada keadaan penurunan perfusi.

Perbedaan suhu paling baik diraba pada bagian dorsum jari, dan dibandingkan

dengan ekstremitas kontralateral atau bagian proksimal ipsilateral.

4. Pulselessness (hilangnya denyut)

Denyut sangat berguna untuk menentukan lokasi oklusi, misalnya jika

teraba denyut di daerah femoral tetapi tidak teraba di daerah popliteal, hal ini

mengindikasikan adanya oklusi pada arteri femoralis superfisial. Jika denyut

tidak teraba, pemeriksaan dengan Doppler harus dilakukan untuk menentukan

apakah denyut tidak ada atau dibawah ambang denyut perabaan.

5. Paresthesia (kesemutan)

Kemampuan sensorik seperti taktil, propriosepsi dan persepsi getaran

penting untuk diperiksa. Kurangnya respon sensoris menunjukkan keadaan

iskemia ireversibel, dan pasien mungkin paling baik diobati dengan amputasi.
14,15

6. Paralysis (kelumpuhan)

Gejala yang paling sering ditemukan pada ALI di kaki adalah penurunan

fungsi tungkai dan munculnya nyeri. Penurunan kekuatan motorik merupakan

salah satu faktor yang menentukan pentingnya revaskularisasi pada ALI.14

12
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi Acute Limb Ischemic berdasarkan gejala klinis sesuai kriteria

Rutherford :

Tabel 2.2 Klasfikasi Rutherford16

● Kategori I : masih dapat dipertahankan, perfusi jaringan masih cukup

meski terdapat penyempitan arteri, tidak ada kehilangan sensasi motorik dan

sensorik, pada pemeriksaan doppler sinyal arteri dan vena dapat terdengar.

● Kategori II a : perfusi jaringan tidak memadai pada aktivitas tertentu,

dapat diselamatkan jika ditatalaksana dengan baik dan segera, dapat

ditemukan kehilangan sensasi sensoris pada jari namun sensori motorik

masih baik, pemeriksaan doppler sinyal vena dapat terdengar tetapi arteri

tidak.

● Kategori II b : dapat diselamatkan jika segera dilakukan revaskularisasi,

kehilangan sensasi sensoris lebih luas dan kelemahan motorik otot ringan

hingga sedang, pada pemeriksaan doppler sinyal vena dapat terdengar tetapi

arteri tidak.

Kategori III :telah terjadi kerusakan jaringan dan syaraf yang tidak bisa

diselamatkan, sensasi sensoris tidak ada sama sekali sehingga nyeri juga

sudah tidak dirasakan, kelumpuhan pada motorik dan paa pemeriksaan

doppler arteri dan vena tidak terdengar sama sekali. 16

13
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis

Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama:

a. Menanyakan gejala yang muncul pada kaki yang berhubungan dengan

keparahan dari iskemia anggota gerak (Riwayat Penyakit Sekarang)

b. Mengkaji informasi terdahulu , mencari etiologi, diagnosis banding, dan

adanya penyakit komorbid pada penyakit sekarang.17

Hal-hal yang perlu ditanyakan saat menganamnesis pasien ALI adalah :

● Riwayat Penyakit Sekarang

Gejala kaki pada ALI berhubungan terhadap nyeri atau gangguan fungsi. Onset

serangan dan waktu nyeri yang tiba-tiba, lokasi dan intensitasnya, bagaimana

perubahan keparahan sepanjang waktu harus digali pada pasien. Untuk mengetahui

gejala, pertanyaan yang ditanyakan berupa adanya rasa sakit pada kaki waktu

berjalan, apakah rasa sakit muncul pada waktu perubahan posisi dari duduk ke

berdiri atau sebaliknya, dan juga untuk mengetahui lokasi rasa sakit dan apakah

rasa sakit masih dijumpai saat istirahat. Onset tiba-tiba dapat memiliki implikasi

etiologi (seperti, emboli arteri yang cenderung muncul lebih mendadak daripada

arterial thrombosis). Penyebab alternatif nyeri tungkai saat berjalan banyak,

termasuk stenosis spinal, artritis, saraf yang tertekan, sindrom kompartemen kronis,

sehingga hal ini harus disingkirkan.17

● Riwayat Penyakit Dahulu

Hal ini penting untuk ditanyakan, apakah pasien mempunyai nyeri pada kaki

sebelumnya (seperti, riwayat klaudikasio), apakah telah diintervensi untuk

“sirkulasi yang buruk” pada masa lampau, dan apakah didiagnosis memiliki

penyakit jantung (seperti, atrial fibrilasi) maupun aneurisma (seperti, kemungkinan

14
sumber emboli). Pasien juga sebaiknya ditanyakan tentang penyakit serius yang

berbarengan atau factor risiko aterosklerotik (hipertensi, diabetes, penggunaan

tembakau, hiperlipidemia, riwayat keluarga terhadap serangan jantung, stroke,

jendalan darah, atau amputasi).17

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Hal penting saat melakukan pemeriksaan fisik pada pasien ALI adalah

membandingkan satu kaki dengan kaki sebelahnya. Pemeriksaan yang dapat

dilakukan adalah :

a. Inspeksi Kaki

Adanya tanda-tanda rubor, pucat, tidak adanya rambut kaki, distropia kuku jari

ibu kaki dan rasa dingin pada tungkai bawah, kulit kering, fisura pada kulit yang

merupakan tanda insufisiensi pembuluh darah. Diantara jari kaki juga ditemui

adanya fisura, ulserasi dan infeksi. Adanya bruit pada femoral menolong pemeriksa

untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteri perifer yang cukup tinggi yaitu 95%

dari data yang ada, dan dikatakan walaupun sensitifitas dari pemeriksaan fisik

sekitar 29% tapi dengan kehadiran bruit diatas, kemungkinan untuk ALI pada

pasien yang diperiksa adalah 5,7 kali lebih besar.18

b. Palpasi Denyut Nadi Perifer

Pada palpasi, denyut nadi merupakan komponen rutin yang harus dinilai.

Penilaian meliputi arteri femoralis, poplitea dan arteri dorsalis pedis. Denyut arteri

dorsalis pedis akan menghilang pada 8,1% populasi normal, arteri tibialis posterior

pada 2,0% populasi normal. Bila tidak dijumpai kedua denyut nadi pada kaki

tersebut diduga kuat adanya penyakit vaskular.18

15
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk diagnosa dan evaluasi

ALI adalah:

a. Ankle Brachial Index (ABI)

Pemeriksaan ini mudah untuk medeteksi penyakit ALI dengan menghitung

rasio TD sistolik pembuluh darah arteri pedis dibanding pembuluh darah arteri

brakhialis. Pemeriksaan dilakukan menggunakan tensimeter dan hand-held

Doppler. Pengukuran ABI dilakukan sesudah pasien berbaring 5 – 10 menit.

Pemeriksaan ini mencatat TD sistolik kedua arteri brachialis dan kedua arteri

dorsalis pedis serta arteri tibialis posterior. ABI dihitung pada masing-masing

tungkai dengan pembagian nilai tertinggi TD sistolik pergelangan kaki dibagi nilai

tertinggi TD sistolik lengan, yang dicatat nilai dengan 2 angka desimal. 18,19

Interpretasinya sebagai berikut :

Tabel 2.3 Ankle Brachial Index (ABI) Ameican College of Cardiology


Foundation/American Heart Association
Nilai ABI Interpretasi

>1,4 Dugaan kalsifikasi arteri


1 – 1,4 Normal
0,91-0,99 Borderline
<0,90 Abnormal

ACC/AHA merekomendasikan bahwa pengukuran ABI sebaiknya dilakukan pada:


18,19

1. Individu yang diduga menderia gangguan arteri perifer karena adanya gejala
exertional leg atau luka yang tidak sembuh
2. Usia >65 tahun

3. Usia >50 tahun yang mempunyai riwayat DM atau merokok

16
Gambar 2.1 Ankle Brachial Index

Keterbatasan ABI antara lain adalah18,19:

1. Tidak dapat menentukan lokasi pasti dari stenosis atau oklusi

2. ABI dapat meningka karena adanya kalsifikasi arteri pada perhelangan kaki

pasien dengan Diabetes Melitus, gagal ginjal, rheumatoid arthritis, perlu

dilakukan Toe Brachial Test

3. Beberapa individu dengan stenosis arteri dapat mengalami gejala


klaudikasio saat beraktifitas namun tekanan pergelangan kaki yang normal
saat istirahat , sehingga diperlukan evaluasi vaskular lainnya.
Kontraindikasi ABI18,19:
1. Terdapat sakit yang luar biasa dikaki bagian bawah

2. Terdapat trombosis vena dalam yang dapat menyebabkan lepasnya trombus

3. Nyeri berat terkait dengan luka pada ekstremitas bawah

17
b. Segmental Limb Pressure dan Pulse Volume Recording

Segmental Limb Pressure dapat menilai adanya penyakit arteri perifer serta

lokasinya yang dicatat dengan alat doppler dari Plaethysmographic Cuffs yang

ditempatkan pada arteri brakialis dan daerah tungkai bawah termasuk diatas paha,

dibawah lutut dan pergelangan kaki. Test ini mempunyai batasan yang sama dengan

ABI tentang adanya pembuluh darah yang kaku. Segmental Limb Pressure dapat

diukur tersendiri, tetapi umumnya digunakan bersamaan Pulse Volume

Recording,dimana kombinasi kedua pengukuran ini mempunyai akurasi diagnostik

97%. Pulse volume recording digunakan dengan sistem cuffs dimana Pneumo

Plaethysmograph mendeteksi perubahan volume pada tungkai melalui siklus

jantung. Perubahan kontur nadi dan amplitudo juga dapat dianalisa. Gelombang

normal bila kenaikannya yang tinggi, puncak sistolik yang menajam, pulsasi yang

menyempit, adanya dicrotic notch sampai dasar. Pada gangguan arteri perifer,

terdapat gambaran gelombang yang mulai landai, puncak yang melingkar,pulsasi

yang melebar, dicrotic notch yang menghilang dan melengkung ke bawah.18,19

c. Exercise Stress Testing

Pengukuran ABI dilakukan dengan kombinasi pre dan post aktivitas yang dapat

digunakan untuk menilai gejala tungkai bawah yang disebabkan gangguan

pembuluh darah arteri perifer atau pseudo-claudication dan menilai status fungsi

pasien dengan gangguan pembuluh darah arteri perifer. Metode ini baik dan non

invasif dalam mendeteksi gangguan pembuluh darah arteri perifer, dimana

digunakan bila nilai ABI saat istirahat normal, tetapi secara klinis diduga

mengalami gangguan. 18,19

18
Pasien diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit

berulang-ulang selama satu menit. Selanjutnya sambil berbaring dilakukan

pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi yang menghilang

atau tapping atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah. Tekanan

darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan ALI. 18,19

d. Duplex Ultrasonography

Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan

pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey scale, colour-

flow Doppler, dan pulse Doppler velocity profiles. Pencitraan grey-scale akan

menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik. Color-flow

Doppler akan menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler velocity

profiles akan menghitung kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang

diperiksa. 18,19

Alat ini berguna dalam mendeteksi PAP pada tungkai bawah yang juga sangat

berguna dalam menilai lokasi penyakit dan membedakan adanya lesi stenosis dan

oklusi, selain itu juga dapat sebagai persiapan untuk pasien yang akan dilakukan

tindakan / intervensi. Duplex Ultrasonography merupakan kombinasi analisa

gelombang doppler dan kecepatan aliran (velosity) doppler. 18,19

e. Angiography

Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam kelainan

arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari angiografi

konvensional yaitu teknik digital subtraction angiography yang dapat

"mengaburkan" gambaran tulang sehingga citra arteri dan percabangannya menjadi

lebih jelas dan tajam. 18,19

19
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin pasien.

Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh radiologis,

kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko

kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras. 18,19

f. Computed Tomography Angioraphy (CTA)

CTA digunakan sebagai alat terbaru diagnostik penyakit arteri perifer, dengan

kemampuan resolusi tampilan gambar lebih baik dan tiap scanning menampilkan

64 channel menggunakan multidetector scanner. Menurut AHA, CTA dipakai

dalam perencanaan tindakan revaskularisasi, mempunyai kemampuan

menampilkan gambar yang lebih cepat dan ketepatan lebih baik dibandingkan

dengan MRI. CTA khususnya berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah

yang memiliki struktur kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma aorta. CTA

memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu;

berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras pada CTA

diberikan melalui intravena.18,19

g. Magnetic Resonance Angiography (MRA)

MRA khusus digunakan sebagai diagnosa radiologi penyakit arteri perifer. MRA

dilakukan sebagai tindakan lanjutan persiapan evaluasi re-vaskularisasi. Citra

angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Zat kontras diberikan secara

intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien tidak dapat

mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral atau kelainan

perdarahan. MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau

katup prostesis metal.18,19

20
2.8 Tatalaksana
2.8.1.Medikamentosa

Begitu diagnosa ditegakkan pengobatan awalnya adalah dengan pemberian

unfractionated heparin, diberikan dalam bentuk bolus dan pemeliharaan.

Pengobatan selalu bersifat multi modalitas, pengobatan medikamentosa selalu

dilakukan biasanya berupa thrombolitik seperti Tissue Plasminogen activator.

Streptokinase , urokinase dan lain lain. Pada penderita Iskemia tungkai akut pada

saat penderita datang biasanya langsung dilakukan pemberian heparinisasi. Ada dua

tujuan yang ingin dicapai dengan pemberian heparin yaitu untuk mencegah

bertambah panjangnya trombus dan mencegah pembentukan fokus fokus baru

emboli, untuk mencapai efek yang diinginkan dilakukan kontrol dengan

pemeriksaan activated partial thromboplastine time (APTT) dengan target sekitar

2 kali kontrol. Revaskularisasi yang dilakukan pada penderita iskemia tungkai akut

bisa berbahaya bagi penderita. Penurunan perfusi pada tungkai mengakibatkan

pelepasan zat zat toksik radikal bebas dari daerah yang mengalami iskemia dan

memasuki sirkulasi sistemik. Ini akan mengakibatkan gangguan fungsi pada organ

seperti ginjal, paru, jantung dan otak. Hal ini dikenal sebagai cedera reperfusi dan

bisa mengakibatkan kematian penderita yang telah menjalani revaskularisasi.20

Pertimbangan untuk revaskularisasi ada pada dokter karena sering

pertimbangan pasien dalam hal ini tidak realistis terutama jika tindakan

revaskularisasi dapat mengancam kehidupan penderita.20

2.8.2 Revaskularisasi Endovaskular

Tujuan pengobatan adalah mengembalikan vaskularisasi pada tungkai yang

terkena sesegera mungkin baik dengan menggunakan obat obatan, peralatan medis

ataupun dua duanya. Pasien dengan iskemia yang lebih dari 24 jam, tungkai mati,

21
pintasan dengan graft terinfeksi atau kontra indikasi untuk trombolisis tidak

dianjurkan untuk menjalani revaskularisasi dengan cara intervensi. Sebelum

revaskularisasi dilakukan pemeriksaan angiografi diagnostik untuk menentukan

inflow dan outflow serta panjangnya segmen yang terkena. Operator menyeberang

lesi dengan menggunakan wire dan kateter yang memiliki beberapa lobang yang

memungkinkan pelepasan obat trombolitik melalui lobang kateter. Selama prosedur

dilakukan pemeriksaan angiografi untuk menentukan kemajuan pengobatan.

Selama prosedur dilakukan pemeriksaan hemostasis darah secara regular. Setelah

prosedur selesai dilakukan pemeriksaan angiografi untuk mencari lesi yang

mungkin menjadi penyebab seperti stenosis.21

Tersedia bermacam macam trombolitik. Sebagian besar bekerja dengan

merubah plasminogen menjadi plasmin yang pada akhirnya akan menghancurkan

fibrin. Obat yang pertama kali digunakan untuk intraarterial trombolisis adalah

streptokinase yang merupakan aktivator plasminogen tidak langsung. Tetapi

sekarang penggunaannya sudah dilarang di amerika serikat karena efeknya sedikit

dan efek samping perdarahan besar dan resiko alergi juga besar. 21

Pada sebagian besar kasus kateter dapat menyeberang lesi dan keberhasilan

pada sebagian besar kasus mencapai 75 sampai 90%. Sering timbul sisa trombus

pada distal dari lesi yang biasanya menghilang pada saat diberikan trombolisis

Perdarahan sering timbul pada tempat masuknya kateter, tetapi juga dapat timbul

pada tempat lain. Resiko perdarahan timbul pada 6 – 9% kasus dan resiko

perdarahan intra kranial biasanya mencapai 3%. Resiko makin tinggi sebanding

dengan lama dan dosis trombolisis, hipertensi, usia lebih dari 80 tahun dan jumlah

trombosit rendah.21

22
2.8.3. Revaskularisasi Bedah

Pendekatan pembedahan dengan menggunakan balon kateter, pintasan dan

terapi tambahan seperti endarterektomi, patching angioplasty dan intraoperative

trombolisis ataupun kombinasinya. Sumbatan oleh karena trombosis biasanya

terjadi pada penderita dengan gangguan kronik pada pembuluh darah. Terapi

terbaik pada penderita dengan emboli adalah tromboembolektomi dengan

menggunakan kateter dan sesudah tindakan dilakukan angiografi untuk

mengkonfirmasi hasil tindakan. Pada penderita dengan trombosis yang diakibatkan

kelainan kronik pada pembuluh darah angka amputasi biasanya tinggi akibat

kegagalan revaskularisasi, ini karena segmen yang mengalami trombosis sudah

mengalami aterosklerosis berat demikian juga segmen disekitarnya.21

2.9 Prognosis
Pasien dengan akut limb iskemik biasanya memiliki faktor pencetus berupa

gangguan kardiovaskuler, yang dapat memungkinkan timbulnya suatu iskemik.

Populasi ini memiliki prognosis jangka panjang yang buruk. Angka kelangsungan

hidup rata-rata dalam lima tahun pada iskemik tungkai akut yang disebabkan oleh

thrombosis adalah sekitar 45%, dan jika disertai dengan emboli, akan berkurang

menjadi sekitar 20%. Angka kelangsungan hidup rata-rata pada 1 bulan penderita

yang berusia diatas 75 tahun dengan iskemik tungkai akut adalah sekitar 40%.

Resiko untuk kehilangan anggota gerak tergantung kepada beratnya iskemik dan

lamanya waktu yang telah lewat sebelum tindakan revaskularisasi dilakukan.22

23
BAB III

KESIMPULAN

1. Acute limb ischemic (ALI) adalah penurunan perfusi ekstremitas bawah

secara tiba-tiba yang menyebabkan potensi ancaman terhadap viabilitas

anggota gerak.

2. Insidens Acute Limb Ischemic (ALI) mencapai 1,5 kasus per 10.000 orang

pertahun ,pada ekstremitas bawah mencapai 9–16 kasus per 100.000 orang

per tahun dan sekitar 1–3 kasus per 100.000 orang per tahun yang

mengalami ALI pada ekstremitas atas.

3. Penyebab terjadinya ALI akibat penyumbatan tiba-tiba di aliran arteri

ekstremitas karena emboli atau trombus.

4. Patofisiologi ALI terjadi karena penyumbatan di arteri sehingga terjadi

ketidakseimbangan antara suplai sirkulasi ke otot rangka terhadap

kebutuhan oksigen dan nutrisi dari otot rangka tersebut.

5. Gejala klinis ALI dapat diingat dengan “6P” yaitu pain (nyeri), paralysis

(kelumpuhan), paresthesia (kesemutan), pulselessness (hilangnya pulsasi),

poikilothermia (suhu berbeda-beda), and pallor (pucat).

6. Klasifikasi ALI berdasarkan gejala klinis oleh Rutherford.

7. Anamnesis dapat ditanyakan adanya gejala yang muncul secra tiba-tiba

seperti rasa sakit pada kaki waktu berjalan, perubahan posisi dari duduk ke

berdiri atau sebaliknya, dan juga untuk mengetahui lokasi rasa sakit dan

apakah rasa sakit masih dijumpai saat istirahat.

8. Pemeriksaan ABI mudah dan murah dalam medeteksi ALI dengan

menghitung rasio TD sistolik pembuluh darah arteri pergelangan kaki

24
dibanding pembuluh darah arteri lengan. Pemeriksaan penunjang lain

adalah Segmental Limb Pressure dan Pulse Volume Recording, exercise

stress testing, duplex USG, MRA dan CTA.

9. Penatalaksanaan ALI berupa terapi medikamentosa dan revaskularisasi

endovaskular maupun pembedahan.

25
DAFTAR PUSTAKA
1. Lilly LS. Diseases of the Peripheral Vasculature. In Pathophysiology of Heart
Disease, 5th Edition. USA: Lippincott Williams & Walkins. 339-360. 2011.
2. O’donnel M. Reid. Optimal Management of Peripheral Arterial Disease for
the Non-Specialist. The Ulster Medical Journal, 80(1), 33-41. 2011.
3. Ilmnova F, Nugroho K, Ismail A. Hubungan antara status diabetes melitus
dengan status penyakit arteri perifer (PAP) pada pasien hipertensi. Thesis. 2015
4. Rulon L. Hardman, Omid Jazaeri, J. Y, M. Smith,Rajan Gupta, Overview of
Classification Systems in Peripheral Artery Disease seminars in interventional
radiology. 31(4): 378–388.2014.
5. http://www.medscape.com/viewarticle/431272_1-- diakses 23 september 2017
6. David A. Smith; Steve S. Bhimji. Acute Arterial Oclusion. Salus
University/PVAMC. 2017
7. Martyn Knowles, Carlos H. Epidemiology of Acute Critical Limb Ischemia.
P1-7. 2016
8. Callum Ken, Bradbury Andrew. ABC of Arterial and Venous Disease: Acute
Limb Ischaemia. British Medical Journal. Volume: 320.2000.
9. Creager Mark A., Kaufman John A., Conte Michael S. Acute Limb Ischemia.
The New England Journal of Medicine. 366:23.2012
10. Nehler Mark R.Diagnosis and Tratment of Acute Limb Ischemia. Inter Society
Consensus for the Management of PAD.2008.
11. Patel Nilesh, Sacks David, Patel Rajesh I., et al. SIR Reporting Standards for
the Treatment of Acute Limb Ischemia with Use of Transluminal Removal of
Arterial Thrombus. J Vasc Interv Radiol. 12:559-570.2001
12. Utomo Vidi P. Tugas Kardiologi Acute Limb Ischemia: Terjemahan Vascular
Disease A Handbook Chapter 46. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang. 2013.
13. Creager MA, Kaufman JA, Conte MS. Acute limb ischemia.The New England
Journal of Medicine ; 366 : 2198 - 2206. 2012.
14. Acar RD, Sain M, Kirma C. One of the most urgent vascular circumstances :
Acute limb ischemia. Sage Open Medicine ; XX (X). 2013
15. Fuster V, Walsh R, Harrington RA. Hurst the Heart, 13th ed. New York :
McGraw Hill. 2011.
16. Rutherford RB, Baker JD, Ernst C, et al. Recommended standards for reports
dealing with lower extremity ischemia: revised version. J Vasc Surg ;26:517–
38. 1997
17. Meijer WT, hoes AW, Rutgers D, Bots ML, Hofman A, Grobbee DE.
Arteriosclerosis, Thrombosis and Vascular Biology. American Hearth
Association. 18:185-92.2007
18. Aboyans V, Bartelink ML, Baumgartner I, Clement A, Collet JP, Cremonesi
A, et al., ESC Guidelines on the diagnosis and treatment of peripheral artery
disease. Europian Heart Journal. 32, 2851-2906.2011
19. 11th National Congress of Indonesian Heart Association and 15th Annual
Scientific Meeting of Indonesian Heart Assosiation with theme Better
Understanding in the Management of Cardiovascular Diseases. Medan, April
19-22, 2006.

26
20. Hirsch AT, Haskal ZJ, Hertzer NR, et al. ACC/AHA 2005 Practice Guidelines
for the management of patient with peripheral arterial disease ( lower
extremity, renal, mesenteric and abdominal aortic. ACC/AHA Practice
Guidelines 2006; 113 (11): e463 – e654.
21. Kreager MA, Kaufman JA,Conte MS. Acute Limb Ischemia. N Engl J
Med.366: 2198 – 206. 2012
22. Collins R, Burch J, Cranny G, et al. Duplex ultra sonography, magnetic
resonance angiography, and computed tomography angiography for diagnosis
and assessment of symptomatic, lower limb peripheral arterial disease:
systematic review. BMJ. 334:1257. 2007

27

Anda mungkin juga menyukai