Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S


DENGAN ACUTE LIMB ISKEMIC ( ALI )
DI RUANG HCU JANTUNG ASTER 4 RSDM Dr. MOEWARDI SOLO

DISUSUN OLEH:

NAMA : WIDYA TRI ASTUTI

NIM : 18031

AKADEMI KEPERAWATAN
GIRI SATRIA HUSADA WONOGIRI
2021
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS

1. DEFINISI ACUTE LIMB ISCHEMIC (ALI)

Menurut Inter-Society, Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri


Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemic (ALI) di definisikan sebagai
penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman
potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan nyeri
istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir
dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi
yang sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia
tungkai kritis.

Acute Limb Ischemic (ALI) merupakan suatu kondisi dimana


terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang
menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau
tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu.

2. ETIOLOGI

Ada beberapa kemungkinan penyebab ALI, berdasarkan keterangan dari


berbagai sumber pustaka diantaranya :

1. Trombosis
Faktor predisposisi terjadinya adalah dehidrasi, hipotensi, malignan,
polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri
Iatrogenik,trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler.
Gambaran klinis terjadinya trombosis riwayat nyeri hilang timbul
sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak
ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal.
2. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau
miokard infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli
adalah katup prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada
endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrial myxoma.
Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus
yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.

3. KLASIFIKASI ALI

Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the


North American Chapter of the International Society for Cardiovasculer
Surgery menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal
tiga kelas yaitu :

1. Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif


dapat diperlukan atau tidak diperlukan.

2. Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi


diindikasikan untuk melindungi jaringan dari kerusakan.

3. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan


penyelamatan ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.

Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut Limb Iskemik dapat


dikategorikan sebagai berikut :

1. Kelas I

Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri,


tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani
dengan obat-obatan pada pemeriksaan doppler signal audible.
2. Kelas II-a

Perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul


klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika
berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien
istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan
pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan
penyebab oklusi.

3. Kelas II-b

Perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan


kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi
selanjutnya seperti revaskularisasi atau embolektomi.

4. Kelas III

Telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan


syaraf yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas ,kehilangan
sensasi sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit.
Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.

Dalam sumber pustaka lain Acute Limb Ischemic (ALI) juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan terminologi, yaitu :

1. Onset

a. Acute : kurang dari 14 hari

b. Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang


dari 14 hari

c. Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari

2. Severity

a. Incomplete : tidak dapat ditangani

b. Complete : dapat ditangani


c. Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal

4. MANIFESTASI KLINIS

Secara umum manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada kasus


ALI merupakan tanda dan gejala yang sangat khas dengan sebutan istilah
“6P” yang terdiri dari:
1. Pain (nyeri)
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas),
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
4. Pallor (pucat),
5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi),
6. Perishingly cold /Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).
Adapun manifestasi klinik pada ALI yang dikatagorikan berdasarkan
penyebabnya terdiri dari :

1. Trombus
Terjadi dalam beberapa jam sampai berhari hari, ada klaudikasio, ada
riwayat aterosklerotik kronik, ekstremitas yang terkena tampak sianotik
dan lebam, pulsasi pada kolateral ekstremitas tidak ada, dapat terdiagnosa
dengan angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat -
obatan seperti fibrinolitik.

2. Embolus
Tanda dan gejala muncul secara tiba - tiba dalam beberapa menit, tidak
terdapat klaudikasio ada riwayat atrial fibrilasi, ekstremitas yang terkena
tampak kekuningan

5. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan beberapa sumber pustaka, penulis dapat mengambil
kesimpulan mengenai patofisiologi ALI. Pada dasarnya, trombus yang
mengalami penyumbatan pada arteri dalam kasus ALI ini, merupakan
salah satu bentuk patogenesis yang kemungkinan ditimbulkan oleh
beberapa faktor resiko dan faktor predisposisi yang cukup komleks,
seperti usia, gaya hidup tidak sehat (merokok, tidak pernah olahraga dan
pola makan tinggi kolesterol) dapat meningkatkan resiko terjadinya ALI,
sedangkan patogenesis yang sifatnya predisposisi seperti penyakit
rheumatoid hearth disease juga dapat menimbulkan ALI.

Pada awalnya tungkai tampak pucat, tetapi setelah 6-12 jam akan
terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos
vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang
stagnan, yang memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila
ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan,
kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang
menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali
resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri
tekan dengan penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda
nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadangkala irreversibel). Defisit
neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia
mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk
tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas
untuk kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila
oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami
sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh
karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten
pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami
oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik
umumnya disebabkan trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan
beberapa masalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang
menunjukkan suatu masalah keperawatan yang kompleks pula,
diantaranya gangguan perfusi jaringan, gangguan rasa nyaman nyeri,
intoleransi aktivitas, cemas, resiko tinggi perdarahan dan resiko tinggi
cedera serta banyak lagi yang satu sama lain saling berhubungan dan
perlu segera ditangani.
6. PATHWAY
7. KOMPLIKASI

1. Hiperkalemia

2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan


otot,tidak mampu respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi
lemah/tidak teraba). Pembengkakan jaringan dalam kaitannya
dengan reperfusi menyebabkan peningkatan pada tekanan intra
compartment ttekanan, penurunan aliran kapiler, iskemia, dan
kematian jaringan otot (pada>30 mmHg). Penanganannya adalah
dengan dilakukannya fasciotomy. Terapi trombolitik, akan
menurunkan risiko compartment syndrome dengan reperfusi
anggota gerak secara berangsur-angsur.

3. Asidosis metabolic
4. Edema ekstremitas
5. Disritmia

8. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan


Acute Limb Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju
kerusakan jaringan secara menetap, kecuali bila segera di
revaskularisasi
2. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli di lakukan
pengobatan dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang
disebabkanoleh trombus angiografi dan dilakukan tindakan bypass
atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik.

3. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil.


Perhatikan saat kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur
CPR. Berikan oksigen 100%, pasang akses intravena, berikan terapi
cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila
pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil
sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum,
kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung,
bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila
memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga
dibutuhkan.

4. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan
pasien dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi
kerja jantung. Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam
kondisi dehidrasi dan perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan
cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi jika keluhan
nyeri hebat ada

5. Terapi :
a. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin

b. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik


support
c. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang
mengancam ekstremitas

d. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan


Fogarty baloon catheter, dimana alat tersebut dimasukkan
melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut sehingga
membawa trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi
juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana
hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai
oklusi di tempat lain, kebanyakan trombus distal. Adapun
manual trombosuction secara prosedural sama dengan
angiojet namun tidak menggunakan alat berkecapatan
tinggi seperti angiojet saja perbedaannya.

e. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi


proksimal merupakan hal yang sangat penting dan dapat
dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan segera
dengan eparin melalui intravena. Heparinisasi sistemik
menawarkan suatu perlindungan dapat melawan
perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak
menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang prosedur
operasi, beberapa keuntungan pheologic telah di klaim
untuk pemberian larutan hipertonik seperti manitol.

f. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu


oleh iskemia. Keadaan yang hiperkalemia sering kali
menjadi respon terhadap pemberianterapi glukosa, insulin
dan cairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi
dengan pemberian sodium bicarbonate secara bijaksana.
g. Terapiutamaakut iskemia adalah pembedahan dalam
bentuk embolektomi atau tindakan rekonstruksi
pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan
pada iskemia akut dari episode emboli atau trombolitik
dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.

h. Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk


meminimalkan penundaan dalam melepaskan oklusi
merupakan hal yang penting, karena resiko kehilangan
anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia
akut yang lama. Padas uatu penelitian angka amputasi
ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari
akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12 %
dalam 13-24 jam, 20 % setelah>24 jam). Hal inilah yang
menyebabkan untuk mengeliminer segala pemeriksaan
yang tidak esensial terhadap kebutuhan intervensi.

i. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik


heparin mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas (bila
dibandingkan dengan tidak menggunakan antikoagulan)
dan merupakan bagian dari keseluruhans trategi terapi pada
pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah
terbentuknya bekuandarah. Namun,pada kasus embolisme
arterial juga amitigasi melawan embolus lain

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Berdasarkan beberapa literatur yang dipelajari, salah satunya Price &


Wilson (2006) menjelaskan beberapa prosedur diagnostik yang dilakukan
pada kasus penyakit arteri oklusif atau dalam perkembangannya menjadi
ALI terdiri dari :

1. Preoperative arteriogram (angiografi)


Description: Suatu prosedur menggunakan teknik komputer yang
dipakai untuk memantau sirkulasi darah arteri. Hasil gambaran akan
memperlihatkan bentuk arteri. Dalam pemeriksaanya menggunakan
kontras zat warna radiopaak sehingga arteri tampak lebih jelas.

2. Doppler vaskuler
Studi doppler pada pembuluh darah (vaskuler) menggunakan
ultrasound sebagai medium pemeriksaan. Sonde doppler berisi kristal
piezoelektrik yang memancarkan gelombang ultrasound dalam
frekuensi tertentu. Ketika diletakkan diatas segmen arteri atau vena,
sinarnya mengenai sel darah merah bergantian menyebar balik atau
dipantulkan sesuai arah dan kecepatan pergerakan sel yang
divisualisasikan dengan warna dan gelombang suara untuk
menentukan arteri atau vena.

3. MSCT
Prosedur diagnostik ini dalam bidang vaskuler memberikan
gambaran langsung dinding pembuluh darah sehingga dapat
dengan jelas dibedakan antara pembuluh darah yang mengalami
oklusi atau tidak melalui gambaran 2 warna khas pencitraan
radiografi (hitam dan putih).

4. MSCT
Prosedur diagnostik ini dalam bidang vaskuler memberikan
gambaran langsung dinding pembuluh darah sehingga dapat
dengan jelas dibedakan antara pembuluh darah yang mengalami
oklusi atau tidak melalui gambaran 2 warna khas pencitraan
radiografi (hitam dan putih).

5. Elektrokardiografi (EKG)
Suatu pencatatan aktivitas listrik jantung yang dapat merekan
irama jantung pada pasien. Prosedur diagnostik ini dilakukan
sebagai prosedur kontrol dalam memantau aktivitas jantung
terutama pada pasien dengan gangguan jantung dan pembuluh
darah, salah satunya ALI yang mana penyebab awal ALI adalah
trombus yang lepas yang diakibatkan oleh riwayat penyakit infeksi
jantung salah satunya rheumatoid heart diseases sehingga terjadi
gangguan katup terutama mitral yang memicu timbul atrial
fibrilasi.

6. Echokardiografi
Merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang
ultrasonik sebagai media pemeriksaan yang dapat memberikan
informasi penting mengenai struktur dan gerakan ruang jantung,
katup dan setiap dinding bagian jantung. Hal ini jelas untuk
memberikan data penunjang terutama pada pasien dengan
penyakit jantung dan pembuluh darah salah satunya ALI sehingga
dapat diperoleh penyebab utama trombus pada ALI ini dapat lepas
apakah dari penyakit jantung atau tidak.

7. Ankle – Brachial Index (ABI)


Merupakan prosedur diagnostik dalam menentukan kemampuan
vaskuler berdasarkan tekanan yang dibandingkan antara brakhialis
(siku) dengan angkle (pergelangan kaki) sehingga diperoleh nilai
(index) tertentu untuk menentukan kualitas gejala pada kasus ALI
B. KONSEP KEPERAWATAN

Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada kasus ALI diberikan sebagaimana beberapa
sumber pustaka yang diperoleh yang menjelaskan tentang beberapa
gangguan pembuluh darah, yang penulis simpulkan menjadi uraian
sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan mulai dari pengumpulan data mengenai data


umum sampai pemeriksaan fisik sebagaimana dijelaskan pada penegakkan
diagnosis ALI sebelumnya. Teknik yang digunakan sifatnya variatif mulai
dari teknik wawancara, inspeksi, perkusi, auskultasi dan palsasi untuk
mendapatkan data sebanyak-banyaknya dalam menunjang penegakkan
masalah pada kasus ALI.

2. Diagnosa Keperawatan

Dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan


yang dapat ditemukan pada kasus ALI diantaranya :
a. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
aliran darah
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penurunan
sirkulasi arteri dan oksigenisasi jaringan
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar bd kelemahan anggota gerak
d. Gangguan mobilitasi fisik b.d Rasa ketakutan nyeri
e. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi
dan program pengobatan

3. Perencanaan Asuhan Keperawatan

Perencanaan asuhan keperawatan pada ALI yang disusun berdarakan


diagnosa keperawatan yang muncul diantaranya :

a. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan


aliran darah

1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan perfusi
jaringan dapat teratasi.

2) Kriteria hasil:
a) Keluhan baal dapat terkontrol.
b) Akral hangat.
c) Fase pengisian kapiler <2 detik.
d) Vasokonstriksi perifer berkurang.
e) Tekanan darah dalam batas normal 110/70-130/90 mmHg.
f) Frekuensi nadi 60-100 x/menit, nadi teraba kuat.
g) Saturasi oksigen perifer > 90%

3) Intervensi :
a) Kaji tingkat keadequatan perfusi jaringan.
b) Kaji capilari refil time, perhatikan waktu pengisian kapiler, lihat
ada/tidaknya sianosis perifer, tanda vasokonstriksi jaringan, ukur
pertambahan bengkak, tanda kematian jaringan perifer.
c) Observasi tanda-tanda vital: TD, N, RR, T, Saturasi O2.
d) Perhatikan tingkat efektifitas terapi yang telah didapatkan klien.
e) Minimalkan penekanan pada area ekstremitas (kurangi penekanan
akibat pakaian, selimut).

b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penurunan


sirkulasi arteri dan oksigenisasi jaringan

1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan rasa
nyaman nyeri dapat teratasi.

2) Kriteria hasil:
a) Klien mengatakan nyeri berkurang/terkontrol.
b) Ekspresi nyeri berkurang ataupun hilang.
c) Skala nyeri 2-4.
d) Sianosis berkurang.
e) RR 16-20 x/menit
f) Frekuensi nadi 60-100 x/menit, nadi teraba kuat,

3) Intervensi :
a) Kaji skala, frekuensi, intensitas dan penyebab nyeri pada
ekstremitas.
b) Kaji juga pola aktivitas yang masih dapat ditoleransi oleh klien,
sertamekanisme mengatasi nyeri yang dapat dilakukan klien secara
mandiri.
c) Ajarkan/ingatkan klien tehnik relaksasi nafas dalam dan
pengalihan fokus.
d) Berikan kompres hangat, bila diperlukan.
e) Berikan posisi yang nyaman pada klien.
f) Minimalkan penekanan pada area ekstremitas (kurangi penekanan
akibat pakaian, selimut).
g) Monitor tanda-tanda vital, terutama nilai saturasi O2 dan frekuensi
nafas.
h) Minimalkan aktivitas pada khususnya daerah lengan kanan.
i) Kolaborasi pemberian terapi analgesik, sesuai indikasi

c. Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar bd kelemahan anggota gerak

1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar dapat teratasi.

2) Kriteria hasil:
a) Klien menunjukkan kemandirian dalam kebutuhan makan, minum
dan personal hygiene.
b) Klien tidak bergantung seluruhnya kepada petugas medis dalam
melakukan aktifitas.
c) Klien menunjukkan kemandirian mobilitas dalam menggunakan
tempat tidur.
d) Klien terlibat dalam mobilitas fisik dengan bantuan minimal.
e) Klien berinisiatif untuk melakukan mobilitas fisik di tempat tidur

2) Intervensi :
a) Kaji tingkat aktivitas yang dapat di toleransi oleh klien.
b) Motivasi klien untuk memaksimalkan fungsi tubuh yang lain
dengan latihan secara teratur.
c) Monitor alat-alat yang dibutuhkan pasien untuk, perawatan diri,
makan, berpakaian, toileting.
d) Berikan posisi semi fowler.
e) Bantu pasien dalam menerima ketergantungan kebutuhan.
f) Anjurkan pasien untuk menjalakan ADL, untuk melihat tingkat
kemampuan pasien.
g) Anjurkan untuk mandiri, tetapi tetap membantu pasien jika pasien
tidak mampu menjalankan.
h) Ajarkan pada keluarga, untuk memandirikan pasien, dan tetap
membantu jika pasien tidak mampu.
i) Kolaborasi dengan fisioterapy dalam latihan aktivitas.

d. Gangguan mobilitasi fisik b.d Rasa ketakutan nyeri

1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan mobilitas
fisik dapat teratasi.

2) Kriteria hasil :
a) Pasien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
b) Pasien dapat memenuhi perawatan diri sendiri,
c) Pasien mencapai peningkatan toleransi aktifitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

3) Intervensi :
a) Motivasi pasien dalam menggerakkan aggota tubuhnya.
b) Jelaskan akibat dari imobilisasi.
c) Jelaskan manfaat latihan gerak aktif.
d) Ajarkan untuk melakukan rentang gerak aktif pada anggota gerak
yang sehat.
e) Evaluasi tingkat kemampuan pasien dalam menggerakkan anggota
badannya yang sehat.
f) Rubah posisi pasien tiap 2 jam, dan libatkan kemampuan pasien.
g) Kolaborasi dengan fisioterapi dalam melakukan exercise.

e. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi


dan program pengobatan

1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cemas klien dapat
teratasi

2) Kriteria hasil:
a) Ekpresi wajah menunjukan relax.
b) Pasien mengatakan penurunan ansietas atau perasaan takut.
c) Pasien mengerti dan maampuh menjalani koordinasi dengan tenaga
kesehatan dalam pengobatan.

3) Intervensi:
a) Catat adanya kegelisahan dan adanya rasa ketakutan atau
menyangkal dalam mengikuti program medik.
b) Orientasikan dan informasikan tentang semua prosedur yang akan
dilakukan terhadap pasien.
c) Informasikan dan jelaskan tentang kondisi dan prognosis pasien
dengan berkolaborasi.

5. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan menurut Tim Departemen Kesehatan RI, dan Patricia
A. Potter. Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan
yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi
secara optimal. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan sebagian oleh
pasien itu sendiri, oleh perawat secara mandiri atau mungkin bekerja sama
dengan tim kesehatan lainnya misalnya, ahli gizi dan fisioterapis. Hal ini
sangat tergantung jenis tindakan, kemampuan/keterampilan, pasien serta
tenaga perawat itu sendiri.
Proses pelaksanaan dari keperawatan mempunyai lima tahap, yaitu:
1. Mengkaji ulang klien, pengkajian adalah suatu proses yang
berkelanjutan yang difokuskan pada suatu dimensi atau sistem. Setiap kali
perawat berinteraksi dengan klien, data tambahan dikumpulkan untuk
mencerminkan kebutuhan fisik, perkembangan intelektual, emosional,
sosial dan spiritual. 2. Menelaah dan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan, meskipun rencana asuhan telah dikembangkan sesuai dengan
diagnosa keperawatanyang terlah teridentifikasi selama pengkajian,
perubahan dalam status klien mungkin mengharuskan modifikasi rencana
asuhan keperawatan yang telah direncanakan. 3. Mengidentifikasi bidang
bantuan, beberapa situasi keperawatan mengharuskan perawat untuk
mencari bantuan. Bantuan didapat berupa tambahan tenaga. 4.
Mengimplementasi intervensi keperawatan, perawat memilih intervensi
keperawatan berikut metode untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
yaitu membantu dalam melakukan aktifita sehari-hari, mengkonsulkan dan
memberikan penyuluhan pada klien dan keluarga, memberikan asuhan
keperawatan langsung, mengawasi dan mengevaluasi kerja staff anggota
yang lain. 5. Mengkomunikasikan intervensi keperawatan, intervensi
keperawatan dituliskan atau dikomunikasikan secara verbal.
Rencana keperawatan biasanya mencerminkan tujuan intervensi
keperawatan. Setelah intervensi keperawatan, respon klien terhadap
pengobatan dicatatkan pada lembar catatan yang disesuaikan. Dengan
menuliskan waktu dan rincian tentang intervensi mendokumentasikan
bahwa prosedur telah diselesaikan.
Pada waktu tenaga perawatan memberikan asuhan keperawatan,
proses pengumpulan dan analisa data berjalan terus menerus guna
perubahan/penyesuaian tindakan perawatan. Beberapa factor dapat
mempengaruhi pelaksanaan perawatan antara lain fasilitas/alat yang ada,
pengorganisasian pekerjaan perawat serta lingkungan fisik dimana harus
dilakukan.

5. Evaluasi
Evaluasi menurut Patricia A. Potter. Evaluasi adalah proses
penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan.
Langkah-langkah evaluasi terdiri dari pengumpulan data-data
perkembangan pasien, menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan
pasien, membandingkan data keadaan sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan dengan kriteria pencapaian tujuan yang ada telah ditetapkan,
mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar
normal yang berlaku.
a. Tujuan tercapai, tujuan tercapai apabila pasien menunjukkan
perubahan perilau dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian, tujuan tercapai sebagian adalah bila pasien
menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari
kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
c. Tujuan sama sekali tidak tercapai, tujuan sama sekali tidak tercapai
jika pasien menunjukkan perubaha perilaku perkembangan kesehatan atau
bahkan timbul masalah baru.
Evaluasi dari revisi rencana perawatan dan berfikir kritis, sejalan dengan
telah di evaluasinya tujuan, penyesuaian terhadap rencana asuhan dibuat
sesuai dengan keperluan. Setelah melakukan evaluasi keperawatan tahap
selanjutnya adalah mencatat hasil tindakan keperawatan. Dokumentasi
asuhan keperawatan merupakan bukti jadi pelaksanaan keperawatan yang
menggunakan metode pendekatan proses keperawatan dan catatan respon
klien terhadap tindakan medis, tindakan keperawatan atau reaksi klien
terhadap penyakitnya.

Daftar Pustaka

https://www.slideshare.net/ukhtijulypohan/acute-limb-ischemia-32346502
https://id.scribd.com/document/403475890/Pathway-Akut-Limb-Iskemik
http://berbagikisahberbagiilmu.blogspot.com/2015/09/asuhan-
keperawatan-pada-pasien-dengan_22.html?m=1
https://www.alomedika.com/penyakit/kegawatdaruratan-medis/acute-limb-
ischemia/patofisiologi
https://pdfcoffee.com/lp-ali-pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai