Anda di halaman 1dari 17

Pelangi Kehidupan

Berbagi Pengalaman Dalam Menjalani Kehidupan, Berbagi Pengetahuan Dan


Berbagi Kisah
SELASA, 22 SEPTEMBER 2015

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Acute Limb Iskemic ( ALI )


A. Pengertian Acute Limb Ischemic (ALI)
Menurut Inter-Society 2007, Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri Peripheral (TASC
II), Acute Limb Ischemic (ALI) di definisikan sebagai penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh
yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan
nyeri istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir dalam waktu
dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi yang sama yang hadir lebih dari dua
minggu dianggap memiliki iskemia tungkai kritis.
Acute Limb Ischemic (ALI) merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke
ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa
nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu (Vasculer Desease A
Handbook, 2005).

B. Etiologi ALI
Ada beberapa kemungkinan penyebab ALI, berdasarkan keterangan dari berbagai sumber
pustaka diantaranya :
1. Trombosis
Faktor predisposisi terjadinya adalah dehidrasi, hipotensi, malignan, polisitemia, ataupun
status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik,trombosis pasca
pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat
nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada)
nadi perifer pada tungkai bagian distal.
2. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark.
Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik, vegetasi katup
akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan
atrial myxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang
ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.

C. Klasifikasi ALI
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American Chapter
of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu klasifikasi untuk
oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu :
1. Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau
tidak d diperlukan.
2. Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi
jaringan dari kerusakan.
3. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan ekstremitas
tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut Limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Kelas I
Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada
kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-obatan pada
pemeriksaan doppler signal audible.
2. Kelas II-a
Perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio intermiten
yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri
hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan
pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi.
3. Kelas II-b
Perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan kehilangan sensasi
pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti revaskularisasi atau
embolektomi.
4. Kelas III
Telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf yang
permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas ,kehilangan sensasi sensorik,kelainan kulit atau
gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.
Dalam sumber pustaka lain Acute Limb Ischemic (ALI) juga dapat diklasifikasikan berdasarkan
terminologi, yaitu :
1. Onset
a. Acute : kurang dari 14 hari
b. Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
c. Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
2. Severity
a. Incomplete : tidak dapat ditangani
b. Complete : dapat ditangani
c. Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
D. Manifestasi ALI

Secara umum manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada kasus ALI merupakan tanda dan
gejala yang sangat khas dengan sebutan istilah “6P” yang terdiri dari:
1. Pain (nyeri)
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas),
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
4. Pallor (pucat),
5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi),
6. Perishingly cold /Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).
Adapun manifestasi klinik pada ALI yang dikatagorikan berdasarkan penyebabnya terdiri dari :
1. Trombus
Terjadi dalam beberapa jam sampai berhari hari, ada klaudikasio, ada riwayat
aterosklerotik kronik, ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam, pulsasi pada kolateral
ekstremitas tidak ada, dapat terdiagnosa dengan angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau
pemberian obat - obatan seperti fibrinolitik
2. Embolus
Tanda dan gejala muncul secara tiba - tiba dalam beberapa menit, tidak terdapat
klaudikasio ada riwayat atrial fibrilasi, ekstremitas yang terkena tampak kekuningan

E. Patofisiologi
Berdasarkan beberapa sumber pustaka, penulis dapat mengambil kesimpulan mengenai
patofisiologi ALI. Pada dasarnya, trombus yang mengalami penyumbatan pada arteri dalam
kasus ALI ini, merupakan salah satu bentuk patogenesis yang kemungkinan ditimbulkan oleh
beberapa faktor resiko dan faktor predisposisi yang cukup komleks, seperti usia, gaya hidup
tidak sehat (merokok, tidak pernah olahraga dan pola makan tinggi kolesterol) dapat
meningkatkan resiko terjadinya ALI, sedangkan patogenesis yang sifatnya predisposisi seperti
penyakit rheumatoid hearth disease juga dapat menimbulkan ALI.
Pada awalnya tungkai tampak pucat, tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi vasodilatasi
yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan terisi kembali oleh darah
teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan mottled (yang masih hilang bila
ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan
akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa
hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan
dengan penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan
kritikal (yang kadangkala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot
dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan
penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri
akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah
mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah
terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat
menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai
proses kronik umumnya disebabkan trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa masalah
pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan suatu masalah keperawatan yang
kompleks pula, diantaranya gangguan perfusi jaringan, gangguan rasa nyaman nyeri, intoleransi
aktivitas, cemas, resiko tinggi perdarahan dan resiko tinggi cedera serta banyak lagi yang satu
sama lain saling berhubungan dan perlu segera ditangani.
Adapun bentuk skematik patofisologi ALI dapat dilihat pada skema dibawah ini

F. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala yang muncul pada
ekstremitas yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota gerak dan mengkaji
informasi terdahulu, menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran penyakit yang
signifikan secara berbarengan. Pengkajian sebaiknya dilakukan pada fase pra koroner, pembuluh
darah serebral, dan pembuluh darah sambungan (revaskularisasi). Pengkajian umum yang
sebaiknya dilakukan yaitu mengenai pengkajian riwayat yang jelas mengenai kemungkinan
penyebab dari iskemik pada tungkai, derajat iskemik, termasuk penjadwalan untuk bedah umum
ataupun bedah vascular bila kondisi memungkinkan.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada ALI yang disebutkan beberapa sumber pustaka adalah dengan
membandingkan masing-masing ekstremitas dengan area yang terkena ALI, yaitu :
a. Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada pasien
penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya, pulsasi radialis,
dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro embolisme yang mengarah pada disrupsi
(penghancuran) plak aterosklerotik atau emboli kolestrol.
b. Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri femoralis, namun
juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan bifurkasio aorta.
Anatomi Arteri Ekstremitas Bawah

a. Warna dan temperatur


Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur. Warna pucat
dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya waktu, sianosis lebih
sering ditemukan. Rasa yang dingin khususnya ekstremitas sebelahnya tidak demikian,
merupakan penemuan yang penting.
a. Kehilangan fungsi sensoris
Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau parestesia,
namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM dapat mempunyai defisit
sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalam membuat hasil
pemeriksaan.

b. Kehilangan fungsi motorik


Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-thtreatening
ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan pada ekstremitas lebih
banyak dipengaruhi oleh otot proximal.

A. Pemeriksaan Diagnostik
Berdasarkan beberapa literatur yang dipelajari, salah satunya Price & Wilson (2006)
menjelaskan beberapa prosedur diagnostik yang dilakukan pada kasus penyakit arteri oklusif
atau dalam perkembangannya menjadi ALI terdiri dari :
1. Preoperative arteriogram (angiografi)

Suatu prosedur menggunakan teknik komputer yang


dipakai untuk memantau sirkulasi darah arteri. Hasil gambaran akan memperlihatkan bentuk
arteri. Dalam pemeriksaanya menggunakan kontras zat warna radiopaak sehingga arteri tampak
lebih jelas.
1. Doppler vaskuler
Studi doppler pada pembuluh darah (vaskuler) menggunakan ultrasound sebagai medium
pemeriksaan. Sonde doppler berisi kristal piezoelektrik yang memancarkan gelombang
ultrasound dalam frekuensi tertentu. Ketika diletakkan diatas segmen arteri atau vena, sinarnya
mengenai sel darah merah bergantian menyebar balik atau dipantulkan sesuai arah dan kecepatan
pergerakan sel yang divisualisasikan dengan warna dan gelombang suara untuk menentukan
arteri atau vena

.
1. MSCT
Prosedur diagnostik ini dalam bidang vaskuler memberikan gambaran langsung dinding
pembuluh darah sehingga dapat dengan jelas dibedakan antara pembuluh darah yang mengalami
oklusi atau tidak melalui gambaran 2 warna khas pencitraan radiografi (hitam dan
putih).1. MSCT
Prosedur diagnostik ini dalam bidang vaskuler memberikan gambaran langsung dinding
pembuluh darah sehingga dapat dengan jelas dibedakan antara pembuluh darah yang mengalami
oklusi atau tidak melalui gambaran 2 warna khas pencitraan radiografi (hitam dan putih).
1. Elektrokardiografi (EKG)
Suatu pencatatan aktivitas listrik jantung yang dapat merekan irama jantung pada pasien.
Prosedur diagnostik ini dilakukan sebagai prosedur kontrol dalam memantau aktivitas jantung
terutama pada pasien dengan gangguan jantung dan pembuluh darah, salah satunya ALI yang
mana penyebab awal ALI adalah trombus yang lepas yang diakibatkan oleh riwayat penyakit
infeksi jantung salah satunya rheumatoid heart diseases sehingga terjadi gangguan katup
terutama mitral yang memicu timbul atrial fibrilasi.
2. Echokardiografi
Merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonik sebagai media
pemeriksaan yang dapat memberikan informasi penting mengenai struktur dan gerakan ruang
jantung, katup dan setiap dinding bagian jantung. Hal ini jelas untuk memberikan data penunjang
terutama pada pasien dengan penyakit jantung dan pembuluh darah salah satunya ALI sehingga
dapat diperoleh penyebab utama trombus pada ALI ini dapat lepas apakah dari penyakit jantung
atau tidak.

3. Ankle – Brachial Index (ABI)


Merupakan prosedur diagnostik dalam menentukan kemampuan vaskuler berdasarkan tekanan
yang dibandingkan antara brakhialis (siku) dengan angkle (pergelangan kaki) sehingga diperoleh
nilai (index) tertentu untuk menentukan kualitas gejala pada kasus ALI
A. Penatalaksanaan
1. Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb Ischaemia, dalam 6
jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara menetap, kecuali bila segera di
revaskularisasi
2. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli di lakukan pengobatan dengan warparin atau
embolektomi sedangkan yang disebabkanoleh trombus angiografi dan dilakukan
tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik.
3. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis, saat yang
tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang akses intravena, berikan
terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi,
pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung
jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan
darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila memungkinkan pemeriksaan trombofilia,
dan profil lipid juga dibutuhkan.
4. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam kondisi
aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan pemasangan kateter urin jika
pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya.
Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada
5. Terapi :
a. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
b. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
c. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas

d. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon catheter, dimana alat


tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut sehingga membawa
trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi,
dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat lain, kebanyakan
trombus distal. Adapun manual trombosuction secara prosedural sama dengan angiojet namun
tidak menggunakan alat berkecapatan tinggi seperti angiojet saja perbedaannya.
a. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal yang sangat
penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan eparin
melalui intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat melawan
perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna
sepanjang prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologic telah di klaim untuk pemberian
larutan hipertonik seperti manitol.
b. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia. Keadaan yang
hiperkalemia sering kali menjadi respon terhadap pemberianterapi glukosa, insulin
dan cairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate
secara bijaksana.
c. Terapiutamaakut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi atau tindakan rekonstr
uksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia akut dari episode
emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.
d. Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang
darurat untuk meminimalkan penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting,
karena resiko kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang
lama. Padas uatu penelitian angka amputasi ditemukan meningkat terhadap interval
antara onset dari akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12 % dalam 13-24 jam, 20
% setelah>24 jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk mengeliminer segala pemeriksaan yang
tidak esensial terhadap kebutuhan intervensi.
e. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin
mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan ant
ikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhans trategi terapi pada pasien. Hal
ini bukan hanya membantu mencegah terbentuknya bekuandarah. Namun,pada kasus embolisme
arterial juga amitigasi melawan embolus lain
A. Komplikasi ALI
1. Hiperkalemia
2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot,tidak mampu respon terhadap
stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba). Pembengkakan jaringan dalam kaitannya
dengan reperfusi menyebabkan peningkatan pada tekanan intra compartment ttekanan,
penurunan aliran kapiler, iskemia, dan kematian jaringan otot (pada>30 mmHg). Penanganannya
adalah dengan dilakukannya fasciotomy. Terapi trombolitik, akan menurunkan
risiko compartment syndrome dengan reperfusi anggota gerak secara berangsur-angsur.
3. Asidosis metabolik
4. Edema ekstremitas
5. Disritmia
A. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada kasus ALI diberikan sebagaimana beberapa sumber pustaka
yang diperoleh yang menjelaskan tentang beberapa gangguan pembuluh darah, yang penulis
simpulkan menjadi uraian sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan mulai dari pengumpulan data mengenai data umum sampai
pemeriksaan fisik sebagaimana dijelaskan pada penegakkan diagnosis ALI sebelumnya. Teknik
yang digunakan sifatnya variatif mulai dari teknik wawancara, inspeksi, perkusi, auskultasi dan
palsasi untuk mendapatkan data sebanyak-banyaknya dalam menunjang penegakkan masalah
pada kasus ALI.
2. Diagnosa Keperawatan
Dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan
pada kasus ALI diantaranya :
a. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penurunan sirkulasi arteri dan oksigenisasi
jaringan
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar bd kelemahan anggota gerak
d. Gangguan mobilitasi fisik b.d Rasa ketakutan nyeri
e. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan program pengobatan
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Perencanaan asuhan keperawatan pada ALI yang disusun berdarakan diagnosa keperawatn yang
muncul diantaranya :
a. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan perfusi jaringan dapat teratasi.
2) Kriteria hasil:
a) Keluhan baal dapat terkontrol.
b) Akral hangat.
c) Fase pengisian kapiler <2 detik.
d) Vasokonstriksi perifer berkurang.
e) Tekanan darah dalam batas normal 110/70-130/90 mmHg.
f) Frekuensi nadi 60-100 x/menit, nadi teraba kuat.
g) Saturasi oksigen perifer > 90%
3) Intervensi :
a) Kaji tingkat keadequatan perfusi jaringan.
b) Kaji capilari refil time, perhatikan waktu pengisian kapiler, lihat ada/tidaknya sianosis perifer,
tanda vasokonstriksi jaringan, ukur pertambahan bengkak, tanda kematian jaringan perifer.
c) Observasi tanda-tanda vital: TD, N, RR, T, Saturasi O2.
d) Perhatikan tingkat efektifitas terapi yang telah didapatkan klien.
e) Minimalkan penekanan pada area ekstremitas (kurangi penekanan akibat pakaian, selimut).
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penurunan sirkulasi arteri dan oksigenisasi
jaringan
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri dapat teratasi.
2) Kriteria hasil:
a) Klien mengatakan nyeri berkurang/terkontrol.
b) Ekspresi nyeri berkurang ataupun hilang.
c) Skala nyeri 2-4.
d) Sianosis berkurang.
e) RR 16-20 x/menit
f) Frekuensi nadi 60-100 x/menit, nadi teraba kuat,
3) Intervensi :
a) Kaji skala, frekuensi, intensitas dan penyebab nyeri pada ekstremitas.
b) Kaji juga pola aktivitas yang masih dapat ditoleransi oleh klien, serta mekanisme mengatasi
nyeri yang dapat dilakukan klien secara mandiri.
c) Ajarkan/ingatkan klien tehnik relaksasi nafas dalam dan pengalihan fokus.
d) Berikan kompres hangat, bila diperlukan.
e) Berikan posisi yang nyaman pada klien.
f) Minimalkan penekanan pada area ekstremitas (kurangi penekanan akibat pakaian, selimut).
g) Monitor tanda-tanda vital, terutama nilai saturasi O2 dan frekuensi nafas.
h) Minimalkan aktivitas pada khususnya daerah lengan kanan.
i) Kolaborasi pemberian terapi analgesik, sesuai indikasi

c. Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar bd kelemahan anggota gerak


1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar
dapat teratasi.
2) Kriteria hasil:
a) Klien menunjukkan kemandirian dalam kebutuhan makan, minum dan personal hygiene.
b) Klien tidak bergantung seluruhnya kepada petugas medis dalam melakukan aktifitas.
c) Klien menunjukkan kemandirian mobilitas dalam menggunakan tempat tidur.
d) Klien terlibat dalam mobilitas fisik dengan bantuan minimal.
e) Klien berinisiatif untuk melakukan mobilitas fisik di tempat tidur
3) Intervensi :
a) Kaji tingkat aktivitas yang dapat di toleransi oleh klien.
b) Motivasi klien untuk memaksimalkan fungsi tubuh yang lain dengan latihan secara teratur.
c) Monitor alat-alat yang dibutuhkan pasien untuk, perawatan diri, makan, berpakaian, toileting.
d) Berikan posisi semi fowler.
e) Bantu pasien dalam menerima ketergantungan kebutuhan.
f) Anjurkan pasien untuk menjalakan ADL, untuk melihat tingkat kemampuan pasien.
g) Anjurkan untuk mandiri, tetapi tetap membantu pasien jika pasien tidak mampu menjalankan.
h) Ajarkan pada keluarga, untuk memandirikan pasien, dan tetap membantu jika pasien tidak
mampu.
i) Kolaborasi dengan fisioterapy dalam latihan aktivitas.
d. Gangguan mobilitasi fisik b.d Rasa ketakutan nyeri
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan mobilitas fisik dapat teratasi.
2) Kriteria hasil :
a) Pasien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
b) Pasien dapat memenuhi perawatan diri sendiri,
c) Pasien mencapai peningkatan toleransi aktifitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya
kelemahan dan kelelahan.
3) Intervensi :
a) Motivasi pasien dalam menggerakkan aggota tubuhnya.
b) Jelaskan akibat dari imobilisasi.
c) Jelaskan manfaat latihan gerak aktif.
d) Ajarkan untuk melakukan rentang gerak aktif pada anggota gerak yang sehat.
e) Evaluasi tingkat kemampuan pasien dalam menggerakkan anggota badannya yang sehat.
f) Rubah posisi pasien tiap 2 jam, dan libatkan kemampuan pasien.
g) Kolaborasi dengan fisioterapi dalam melakukan exercise.
e. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan program pengobatan
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cemas klien dapat teratasi
2) Kriteria hasil:
a) Ekpresi wajah menunjukan relax.
b) Pasien mengatakan penurunan ansietas atau perasaan takut.
c) Pasien mengerti dan maampuh menjalani koordinasi dengan tenaga kesehatan dalam
pengobatan.
3) Intervensi:
a) Catat adanya kegelisahan dan adanya rasa ketakutan atau menyangkal dalam mengikuti program
medik.
b) Orientasikan dan informasikan tentang semua prosedur yang akan dilakukan terhadap pasien.
c) Informasikan dan jelaskan tentang kondisi dan prognosis pasien dengan berkolaborasi.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan menurut Tim Departemen Kesehatan RI, (1994) dan Patricia A. Potter
(2005). Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan,
dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Tindakan keperawatan tersebut
dilaksanakan sebagian oleh pasien itu sendiri, oleh perawat secara mandiri atau mungkin bekerja
sama dengan tim kesehatan lainnya misalnya, ahli gizi dan fisioterapis. Hal ini sangat tergantung
jenis tindakan, kemampuan/keterampilan, pasien serta tenaga perawat itu sendiri.
Proses pelaksanaan dari keperawatan mempunyai lima tahap, yaitu: 1. Mengkaji ulang
klien, pengkajian adalah suatu proses yang berkelanjutan yang difokuskan pada suatu dimensi
atau sistem. Setiap kali perawat berinteraksi dengan klien, data tambahan dikumpulkan untuk
mencerminkan kebutuhan fisik, perkembangan intelektual, emosional, sosial dan spiritual. 2.
Menelaah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan, meskipun rencana asuhan telah
dikembangkan sesuai dengan diagnosa keperawatanyang terlah teridentifikasi selama
pengkajian, perubahan dalam status klien mungkin mengharuskan modifikasi rencana asuhan
keperawatan yang telah direncanakan. 3. Mengidentifikasi bidang bantuan, beberapa situasi
keperawatan mengharuskan perawat untuk mencari bantuan. Bantuan didapat berupa tambahan
tenaga. 4. Mengimplementasi intervensi keperawatan, perawat memilih intervensi keperawatan
berikut metode untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yaitu membantu dalam melakukan
aktifita sehari-hari, mengkonsulkan dan memberikan penyuluhan pada klien dan keluarga,
memberikan asuhan keperawatan langsung, mengawasi dan mengevaluasi kerja staff anggota
yang lain. 5. Mengkomunikasikan intervensi keperawatan, intervensi keperawatan dituliskan atau
dikomunikasikan secara verbal.
Rencana keperawatan biasanya mencerminkan tujuan intervensi keperawatan. Setelah
intervensi keperawatan, respon klien terhadap pengobatan dicatatkan pada lembar catatan yang
disesuaikan. Dengan menuliskan waktu dan rincian tentang intervensi mendokumentasikan
bahwa prosedur telah diselesaikan.
Pada waktu tenaga perawatan memberikan asuhan keperawatan, proses pengumpulan dan
analisa data berjalan terus menerus guna perubahan/penyesuaian tindakan perawatan. Beberapa
factor dapat mempengaruhi pelaksanaan perawatan antara lain fasilitas/alat yang ada,
pengorganisasian pekerjaan perawat serta lingkungan fisik dimana harus dilakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi menurut Patricia A. Potter (2005). Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian
tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan. Langkah-langkah evaluasi terdiri dari
pengumpulan data-data perkembangan pasien, menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan
pasien, membandingkan data keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan dengan kriteria
pencapaian tujuan yang ada telah ditetapkan, mengukur dan membandingkan perkembangan
pasien dengan standar normal yang berlaku.
a. Tujuan tercapai, tujuan tercapai apabila pasien menunjukkan perubahan perilau dan
perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian, tujuan tercapai sebagian adalah bila pasien menunjukkan perubahan
dan perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan
c. Tujuan sama sekali tidak tercapai, tujuan sama sekali tidak tercapai jika pasien menunjukkan
perubaha perilaku perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.
Evaluasi dari revisi rencana perawatan dan berfikir kritis, sejalan dengan telah di
evaluasinya tujuan, penyesuaian terhadap rencana asuhan dibuat sesuai dengan keperluan.
Setelah melakukan evaluasi keperawatan tahap selanjutnya adalah mencatat hasil tindakan
keperawatan. Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bukti jadi pelaksanaan keperawatan
yang menggunakan metode pendekatan proses keperawatan dan catatan respon klien terhadap
tindakan medis, tindakan keperawatan atau reaksi klien terhadap penyakitnya.

Diposting oleh AndyTraveller di 01.09


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar
Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
MENGENAI SAYA
AndyTraveller
Lihat profil lengkapku

ARSIP BLOG
 ▼ 2015 (16)
o ► November (7)
o ▼ September (9)
 asuhan keperawatan pada pasien dengan Mitral Stenosis
 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tetralogy Of...
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPERTENSI PULMONAL AKIBAT...
 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Acute Limb I...
 Standar Dokumentasi Keperawatan
 Model Pendokumentasian Keperawatan
 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan ASO ( Amplat...
 ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TAMPONADE JANTUNG
 TAMPONADE JANTUNG

Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai