Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

KRITIS DENGAN DIAGNOSA MEDIS MEDIS ACUTE LIMB


ISKEMIC ( ALI )

OLEH :
I GUSTI AYU INTAN ADRIANA SARI
NIM. P07120216022
KELAS NERS A / SEMESTER II

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASARPRODI STr. JURUSAN
KEPERAWATAN
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
DENGAN DIAGNOSA MEDIS ACUTE LIMB ISKEMIC ( ALI )

A. Konsep Dasar Penyakit


1. PengertianAcute Limb Ischemic (ALI)
Menurut Inter-Society 2007, Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri
Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemic (ALI) di definisikan sebagai
penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman potensial
terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan nyeri istirahat iskemik,
ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir dalam waktu dua
minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi yang sama yang hadir lebih
dari dua minggu dianggap memiliki iskemia tungkai kritis.
Acute Limb Ischemic (ALI) merupakan suatu kondisi dimana terjadi
penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan
gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik
berat dalam jangka waktu dua minggu (Vasculer Desease A Handbook, 2005).

2. Etiologi ALI
Ada beberapa kemungkinan penyebab ALI, berdasarkan keterangan dari
berbagai sumber pustaka diantaranya :
a. Trombosis       
Faktor predisposisi terjadinya adalah dehidrasi, hipotensi, malignan,
polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri
Iatrogenik,trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler.
Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul
sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada)
nadi perifer pada tungkai bagian distal. 
b. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard
infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup
prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal
emboli (pada kasus DVT) dan atrial myxoma. Aneurisma aorta merupakan
penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada
pembuluh darah yang sehat.

3. Klasifikasi ALI
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North
American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery
menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu :
a. Kelas I:  Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat
diperlukanatau tidak diperlukan.
b. Kelas II        : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk
melindungi jaringan dari kerusakan.
c. Kelas III       : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan
ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut Limb Iskemik dapat dikategorikan
sebagai berikut :
a. Kelas I
Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak
ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani
dengan obat-obatan pada pemeriksaan doppler signal audible.
b. Kelas II-a
Perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio
intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan
memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah
mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiografi
segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi.
c. Kelas II-b
Perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan
kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi
selanjutnya seperti revaskularisasi atau embolektomi.
d. Kelas III
Telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf
yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas ,kehilangan sensasi
sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi
tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.
Dalam sumber pustaka lain Acute Limb Ischemic (ALI) juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan terminologi, yaitu :
1) Onset
a.  Acute                      : kurang dari 14 hari
b.  Acute on cronic      : perburukan tanda dan gejala kurang dari
14 hari
c. Cronic iskemic stable  : lebih dari 14 hari
2) Severity
a.  Incomplete           : tidak dapat ditangani
b.  Complete             : dapat ditangani
c.  Irreversible          : tidak dapat kembali ke kondisi normal

4. Manifestasi ALI
Secara umum manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada kasus ALI
merupakan tanda dan gejala yang sangat khas dengan sebutan istilah “6P” yang
terdiri dari:
1) Pain (nyeri)
2) Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas),
3) Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
4) Pallor (pucat),
5) Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi),
6) Perishingly cold /Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).
Adapun manifestasi klinik pada ALI yang dikatagorikan berdasarkan
penyebabnya terdiri dari :
1) Trombus
Terjadi dalam beberapa jam sampai berhari hari, ada klaudikasio, ada riwayat
aterosklerotik kronik, ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam,
pulsasi pada kolateral ekstremitas tidak ada, dapat terdiagnosa dengan
angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat - obatan
seperti fibrinolitik
2) Embolus
Tanda dan gejala muncul secara tiba - tiba dalam beberapa menit, tidak
terdapat klaudikasio ada riwayat atrial fibrilasi, ekstremitas yang terkena
tampak kekuningan
5. Patofisiologi
Berdasarkan beberapa sumber pustaka, penulis dapat mengambil
kesimpulan mengenai patofisiologi ALI. Pada dasarnya, trombus yang mengalami
penyumbatan pada arteri dalam kasus ALI ini, merupakan salah satu bentuk
patogenesis yang kemungkinan ditimbulkan oleh beberapa faktor resiko dan
faktor predisposisi yang cukup komleks, seperti usia, gaya hidup tidak sehat
(merokok, tidak pernah olahraga dan pola makan tinggi kolesterol) dapat
meningkatkan resiko terjadinya ALI, sedangkan patogenesis yang sifatnya
predisposisi seperti penyakit rheumatoid hearth disease juga dapat menimbulkan
ALI.
Pada awalnya tungkai tampak pucat, tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi
vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan
terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan
penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan
aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan
kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat
dan seringkali resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan
nyeri tekan dengan penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda
nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadangkala irreversibel). Defisit
neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia mengindikasikan
iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif
(urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang
tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya
telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih
ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten
pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi
kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik umumnya
disebabkan trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa
masalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan suatu masalah
keperawatan yang kompleks pula, diantaranya gangguan perfusi jaringan,
gangguan rasa nyaman nyeri, intoleransi aktivitas, cemas, resiko tinggi perdarahan
dan resiko tinggi cedera serta banyak lagi yang satu sama lain saling berhubungan
dan perlu segera ditangani. Adapun bentuk skematik patofisologi ALI dapat
dilihat pada skema dibawah ini :
6. Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala yang muncul
pada ekstremitas yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota
gerak dan mengkaji informasi terdahulu, menyinggung etiologi, diagnosis
banding, dan kehadiran penyakit yang signifikan secara berbarengan.
Pengkajian sebaiknya dilakukan pada fase pra koroner, pembuluh darah
serebral, dan pembuluh darah sambungan (revaskularisasi). Pengkajian umum
yang sebaiknya dilakukan yaitu mengenai pengkajian riwayat yang jelas
mengenai kemungkinan penyebab dari iskemik pada tungkai, derajat iskemik,
termasuk penjadwalan untuk bedah umum ataupun bedah vascular bila
kondisi memungkinkan.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada ALI yang disebutkan beberapa sumber pustaka adalah
dengan membandingkan masing-masing ekstremitas dengan area yang
terkena ALI, yaitu :
1) Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan
pada pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala
sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus
mikro embolisme yang mengarah pada disrupsi (penghancuran)  plak
aterosklerotik atau emboli kolestrol.
2) Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri
femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka
dan bifurkasio aorta.
3) Warna dan temperatur
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan
temperatur. Warna pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal,
namun dengan bertambahnya waktu, sianosis lebih sering ditemukan. Rasa
yang dingin khususnya ekstremitas sebelahnya tidak demikian, merupakan
penemuan yang penting.
4) Kehilangan fungsi sensoris
Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau
parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien
DM dapat mempunyai defisit sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat
membuat kerancuan dalam membuat hasil pemeriksaan.
5) Kehilangan fungsi motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut,
limb-thtreatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa
pergerakkan pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi oleh otot
proximal.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Berdasarkan beberapa literatur yang dipelajari, salah satunya Price &
Wilson (2006) menjelaskan beberapa prosedur diagnostik yang dilakukan pada
kasus penyakit arteri oklusif atau dalam perkembangannya menjadi ALI terdiri
dari :
a. Preoperativearteriogram (angiografi)
Suatu prosedur menggunakan teknik komputer yang dipakai untuk memantau
sirkulasi darah arteri. Hasil gambaran akan memperlihatkan bentuk arteri.
Dalam pemeriksaanya menggunakan kontras zat warna radiopaak sehingga
arteri tampak lebihjelas.
b. Doppler vaskuler
Studi doppler pada pembuluh darah (vaskuler) menggunakan ultrasound
sebagai medium pemeriksaan. Sonde doppler berisi kristal piezoelektrik yang
memancarkan gelombang ultrasound dalam frekuensi tertentu. Ketika
diletakkan diatas segmen arteri atau vena, sinarnya mengenai sel darah merah
bergantian menyebar balik atau dipantulkan sesuai arah dan kecepatan
pergerakan sel yang divisualisasikan dengan warna dan gelombang suara
untuk menentukan arteri atau vena
c. MSCT
Prosedur diagnostik ini dalam bidang vaskuler memberikan gambaran
langsung dinding pembuluh darah sehingga dapat dengan jelas dibedakan
antara pembuluh darah yang mengalami oklusi atau tidak melalui gambaran 2
warna khas pencitraan radiografi (hitam dan putih).
d. Elektrokardiografi (EKG)
Suatu pencatatan aktivitas listrik jantung yang dapat merekan irama jantung
pada pasien. Prosedur diagnostik ini dilakukan sebagai prosedur kontrol
dalam memantau aktivitas jantung terutama pada pasien dengan gangguan
jantung dan pembuluh darah, salah satunya ALI yang mana penyebab awal
ALI adalah trombus yang lepas yang diakibatkan oleh riwayat penyakit
infeksi jantung salah satunya rheumatoid heart diseases sehingga terjadi
gangguan katup terutama mitral yang memicu timbul atrial fibrilasi.
e. Echokardiografi
Merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonik
sebagai media pemeriksaan yang dapat memberikan informasi penting
mengenai struktur dan gerakan ruang jantung, katup dan setiap dinding
bagian jantung. Hal ini jelas untuk memberikan data penunjang terutama pada
pasien dengan penyakit jantung dan pembuluh darah salah satunya ALI
sehingga dapat diperoleh penyebab utama trombus pada ALI ini dapat lepas
apakah dari penyakit jantung atau tidak.
f. Ankle – Brachial Index (ABI)
Merupakan prosedur diagnostik dalam menentukan kemampuan vaskuler
berdasarkan tekanan yang dibandingkan antara brakhialis (siku) dengan
angkle (pergelangan kaki) sehingga diperoleh nilai (index) tertentu untuk
menentukan kualitas gejala pada kasus ALI
8. Penatalaksanaan
a. Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb
Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara
menetap, kecuali bila segera di revaskularisasi
b. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli di lakukan pengobatan
dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkanoleh trombus
angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti
fibrinolitik.
c. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat
kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen
100%, pasang akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1
liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya
sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung
jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim
jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila
memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan.
d. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien
dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung.
Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan
perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian
opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada
e. Terapi :
1) Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
2) Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
3) Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam
ekstremitas
4) Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty
baloon catheter, dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi,
dipompa, dan dicabut sehingga membawa trombus/embolus
bersamanya). Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari sisi
teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai
oklusi di tempat lain, kebanyakan trombus distal. Adapun manual
trombosuction secara prosedural sama dengan angiojet namun tidak
menggunakan alat berkecapatan tinggi seperti angiojet saja
perbedaannya.
5) Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal
merupakan hal yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh
antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan eparin melalui
intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat
melawan perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak
menyebabkan masalah yang bermakna sepanjang prosedur operasi,
beberapa keuntungan pheologic telah di klaim untuk pemberian larutan
hipertonik seperti manitol.

9. Komplikasi ALI
a. Hiperkalemia
b. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot,tidak mampu
respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba).
Pembengkakan jaringan dalam kaitannya dengan reperfusi menyebabkan
peningkatan pada tekanan intra compartment ttekanan, penurunan aliran
kapiler, iskemia, dan kematian jaringan otot (pada>30 mmHg).
Penanganannya adalah dengan dilakukannya fasciotomy. Terapi trombolitik,
akan menurunkan risiko compartment syndrome dengan reperfusi anggota
gerak secara berangsur-angsur.
c. Asidosis metabolik
d. Edema ekstremitas
e. Disritmia

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan Diagnosa Medis Acute


Limb Iskemic ( ALI )

Asuhan keperawatan pada kasus ALI diberikan sebagaimana beberapa


sumber pustaka yang diperoleh yang menjelaskan tentang beberapa gangguan
pembuluh darah, yang penulis simpulkan menjadi uraian sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan mulai dari pengumpulan data mengenai data umum
sampai pemeriksaan fisik sebagaimana dijelaskan pada penegakkan diagnosis ALI
sebelumnya. Teknik yang digunakan sifatnya variatif mulai dari teknik
wawancara, inspeksi, perkusi, auskultasi dan palsasi untuk mendapatkan data
sebanyak-banyaknya dalam menunjang penegakkan masalah pada kasus ALI.

2. Diagnosa Keperawatan
Dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan
yang dapat ditemukan pada kasus ALI diantaranya :
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran dan/atau
vena
b. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencendera fisik
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
d. Resiko Perdarahan dibuktikan dengan tindakan pembedahan

3. Intervensi Keperawatan

No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SLKI) (SIKI)
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Syok
Definisi: keperawatan selama ... x ... Observasi
Berisiko mengalami penurunan menit diharapkan Resiko □ Monitor status
sirkulasi darah pada level Perfusi Perifer Menurun kardiopulmonal (frekuensi
kapiler yang dapat mengganggu dengan kriteria hasil dan kekuatan nadi,
metabolisme tubuh. 1. Perfusi Perifer : frekuensi napas, TD,
Faktor Risiko:  Turgor kulit meningkat (5) MAP)
 Hiperglikemia  Tekanan darah systole □ Monitor status oksigenasi
 Gaya hidup kurang gerak normal (100-130) (5) (cksimetri nadi, AGD)

 Hipertensi  Tekanan darah diastole Monitor status cairan

 Merokok normal (70-90) (masukan dan haluaran,

 Warna kulit pucat turgor kulit, CRT)


 Prosedur endovaskuler
menurun (5) □ Monitor tingkat kesadaran
 Trauma
dan respon pupil
 Kurang terpapar informasi Edema perifer menurun
(5) □ Periksa riwayat alergi
tentarig faktor pemberat
Terapeutik
(mis. merokok, gaya hidup Nyeri ekstremitas menurun
(5) □ Berikan oksigen untuk
kurang gerak, obesitas,
mempertahankan saturasi
imobilitas)  Kelemahan otot menurun
oksigen >94%
(5)
□ Persiapkan intubasi dan
Kondisi klinis terkait:  Pengisian kapiler membaik ventilasi mekanis, jika
 Arterosklerosis (5) perlu
 Raynaud's disease  Akral membaik (5) □ Pasang jalur IV, jika perlu

 Trombosis arteri  Tekanan arteri rata-rata □ Pasang kateter urine untuk


 Atritis reumatoid membaik (5) menilai produksi urine,
jika perlu
 Loriche's syndrome
□ Lakukan skin test untuk
 Aneurisma
mencegah reaksi alergi
 Buerger's disease
Edukasi
 Varises
□ Jelaskan penyebab/faktor
 Diabetes melitus
risiko syok
 Hipotensi
□ Jelaskan tanda dan gejala
 Kanker
awal syok
 Anemia □ Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan
□ Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
□ Anjurkan menghindari
alergen
Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian IV,
jika perlu
□ Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu
□ Kolaborasi pemberian
antiinfalamasi, jika perlu

Perawatan Sirkulasi
Observasi
 Periksa sirkulasi perifer
(mis. nadi perifer, edema,
pengisian kapiler, warna,
suhu, ankle-brachial
index)
 Identifikasi faktor risiko
gangguan sirkulasi (mis.
diabetes, perokok, orang
tua, hipertensi dan kadar
kolesterol tinggi)
 Monitor panas,
kemerahan, nyeri atau
bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
 Hindari pemasangan infus
atau pengambilan darah di
area keterbatasan perfusi
 Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan kaki
dna kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi
 Anjurkan berhenti
merokok
 Anjurkan berolahraga
rutin
 Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
 Anjurkan menggunakan
obat penurn tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis. melembabkan
kulitkering pada kaki)
 Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama .... X .... Observasi
Definisi: jam menit diharapkan Nyeri  Identifikasi lokasi,
Pengalaman sensorik atau Akut Berkurang dengan karakteristik, durasi,
emosional yang berkaitan kriteria hasil : frekuensi, kualitas ,
dengan kerusakan jarigan actual Tingkat nyeri : intensitas nyeri
atau fungsional, dengan onset  Keluhan nyeri (5)  Identifikasi skala nyeri
mendadak atau lambat dan  Meringis (5)  Identifikasi respons
berintensitas ringan hingga  Sikap protektif (5) nyeri non verbal
berat yang berlangsung kurang  Gelisah (5)  Identifikasi faktor
dari 3 bulan yang memperberat
 Kesulitan tidur (5)
 Menarik diri (5) nyeri dan
Penyebab: memperingan nyeri
 Berfokus pada diri
 Agen pencedera  Identifikasi
sendiri (5)
fisiologis (mis. pengetahuan dan
 Diaforesis (5)
Inflamai,iskemia, keyakinan tentang
 Perasaan depresi
neoplasma nyeri
(tertekan) (5)
 Agen pencedera  Identifikasi pengaruh
 Perasan takut
kimiawi (mis. Terbakar, budaya terhadap
mengalami cedera
bahan kimia iritan) respon nyeri
berulang (5)
 Agen pencedera fisik  Identifikasi pengaruh
 Anoreksia (5)
(mis. Abses, amputasi, nyeri pada kualitas
 Perineum terasa
terbakar, terpotong, hidup
tertekan (5)
mengangkat berat,  Monitor keberhasilan
 Uterus teraba
prosedur operasi, terapi komplementer
membulat (5)
trauma, latihan fisik yan sudah diberikan
 Ketegangan otot (5)
berlebih)  Monitor efek samping
 Pupil dilatasi (5)
penggunaan analgetik
Gejala dan Tanda Mayor  Muntah (5)
Subjektif  Mual (5)
 Mengeluh nyeri
Objektif Terapeutik

 Tampak meringis  Berikan teknik

 Bersikap protektif (mis.  Frekuensi nadi (5) nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri
Waspada, posisi (mis. TENS, hypnosis,
menghindari nyeri)  Pola napas (5) akupresur, terapi
 Gelisah  Tekanan darah (5) music, biofeedback,
 Frekuensi nadi  Proses berpikir (5) terapi pijat,
meningkat  Fokus (5) aromaterapi, teknik
 Sulit tidur imajinasi terbimbing,
 Fungsi kemih (5)
kompres
 Perilaku (5)
hangat/dingin, terapi
 Nafsu makan (5)
bermain)
 Pola tidur (5)
 Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
Gejala dan Tanda Minor Kontrol Nyeri
nyeri (mis. Suhu
Subjektif  Melaporkan nyeri
ruangan, pencahayaan,
- terkontrol (5)
kebisingan)
Objektif  Kemampuan
 Fasilitas istirahat dan
 Tekanan darah mengenali onset nyeri
tidur
meningkat (5)
 Pertimbangkan jenis
 Pola napas berubah  Kemampuan
dan sumber nyeri
 Nafsu makan berubah mengenali penyebab
dalam pemilihan
 Proses berpikir nyeri (5)
strategi meredakan
terganggu  Kemampuan
nyeri
 Menarik diri menggunakan teknik
 Berfokus pada diri non-farmakologis (5)
Edukasi
sendiri  Dukungan orang
 Jelaskan penyebab,
 Diaforesis terdekat (5)
periode, dan pemicu
 Keluhan nyeri (5)
 Jelaskan strategi
Kondisi klinis terkait  Penggunaan analgesic
meredakan nyeri
 Kondisi pembedahan (5)
 Anjurkan memonitor
 Cedera traumatis
nyeri secara mandiri
 Infeksi
 Anjurkan
 Sindrom koroner akut menggunakan
 Glaukoma analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik
Observasi
 Identifikasi
karakteristik nyeri
(mis. Pencetus, pereda,
kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat
alergi obat
 Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non
narkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
 Monitor tanda tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
 Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis
analgesic yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respon pasien
 Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapu
dan efek samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
3. Intoleransi Aktivitas (D.0056) Setelah dilakukan asuhan Manajemen Energi (I.05178)
Definisi: keperawatan selama Observasi
Ketidakcukupan energi untuk …… x …….… maka Pola  Identifikasi gangguan
melakukan aktivitas sehari-hari. Tidur Membaik dengan fungsi tubuh yang
Penyebab kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
 Ketidakseimbangan antara  Kemudahan melakukan  Monitor kelelahan fisik
suplai dan kebutuhan aktivitas sehari-hari (5) dan emosional
oksigen  Kecepatan berjalan (5)  Monitor pola dan jam tidur
 Tirah baring  Jarak berjalan (5)  Monitor lokasi dan
 Kelemahan  Kekuatan tubuh bagian ketidaknyamanan selama
 Imobilitas atas (5) melakukan aktivitas
 Gaya hidup monoton  Kekuatan tubuh bagian Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor bawah (5)  Sediakan lingkungan
Subjektif  Toleransi menaiki tangga nyaman dan rendah
 Mengeluh lelah (5) stimulus (mis. cahaya,

Objektif  Keluhan lelah (5) suara, kunjungan)

 Frekuensi jantung  Dispnea saat aktivitas (5)  Lakukan Latihan rentang


meningkat > 20% dari  Dispnea setelah aktivitas gerak pasif dan/atau aktif

kondisi istirahat (5)  Berikan aktivitas distraksi

 Aritmia saat aktivitas (5) yang menenangkan


Gejala dan Tanda Minor  Aritmia setelah aktivitas  Fasilitasi duduk di sisi
Subjektif (5) tempat tidur, jika tidak
 Dispnea saat/setelah  Sianosis (5) dapat berpindah atau
aktivitas berjalan
 Perasaan lemah (5)
 Merasa tidak nyaman  Frekuensi nadi (5) Edukasi

setelah beraktivitas  Anjurkan tirah baring


 Warna kulit (5)
 Merasa lemah  Anjurkan melakukan
 Tekanan darah (5)
Objektif aktivitas secara bertahap
 Saturasi oksigen (5)
 Tekanan darah berubah  Anjurkan menghubungi
 Frekuensi napas (5)
>20% dari kondisi istirahat perawat jika tanda dan
EKG iskemia (5)
 Gambaran EKG gejala kelelahan tidak

menunjukkan aritmia berkurang

saat/setelah aktivitas  Anjurkan strategi koping

 Gambaran EKG untuk mengurangi

menunjukkan iskemia kelelahan

 Sianosis Kolaborasi
Kondisi Klinis Terkait  Kolaborasi dengan ahli
 Anemia gizi tentang cara
 Gagal jantung kongestif meningkatkan asupan
 Penyakit jantung koroner makanan

 Penyakit katup jantung


 Aritmia
 Penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK)
 Gangguan metabolic
Gangguan muskuloskeletal
4. Risiko Perdarahan (D.0012) Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Perdarahan
selama …..x…. menit, maka
Definisi: Observasi
risiko perdarahan menurun
Berisiko mengalami kehilangan dengan kriteria hasil:  Monitor tanda dan gejala
darah baik internal (terjadi di perdarahan
 Kelembapan membrane
dalam tubuh) maupun eksternal  Monitor nilai
mukosa meningkat (5)
(terjadi hingga ke luar tubuh). hematocrit/hemoglobin
 Kelembapan kulit
sebelum dan sesudah
Faktor Risiko: meningkat (5)
kehilangan darah
 Kognitif meningkat (5)
 Aneurisma  Monitor tanda-tanda vital
 Hemoptysis menurun (5)
 Gangguan gastrointestinal ortostatik
 Hematemesis menurun (5)
(mis. Ulkus lambung, polip,  Monitor koagulasi ( mis.
varises)  Hematuria menurun (5)
Prothrombin time (PT),
 Gangguan fungsi hati (mis.  Perdarahan anus menurun partial thromboplastin time
Sirosis hepatis) (5) (PTT), fibrinogen,
 Komplikasi kehamilan (mis.  Distensi abdomen menurun degradasi fibrin dan/ atau
Ketuban pecah sebelum (5) platelet)
waktunya, plasenta previa/  Perdarahan vagina

abrupsio, kehamilan menurun (5)


Terapeutik
kembar)  Perdarahan pasca operasi

 Komplikasi pasca partum menurun (5)  Pertahankan bed rest


( mis. Atoni uterus, retensi  Hemoglobin membaik (5) selama perdarahan
plasenta)  Hematocrit membaik (5)  Batasi tindakan invasive,
 Gangguan koagulasi  Tekanan darah membaik jika perlu
( mis.trombositopenia) (5)  Gunakan kasur pencegah
 Efek agen farmakologis  Denyut nadi apical decubitus
 Tindakan pembedahan membaik (5)  Hindari pengukuran suhu
 Trauma  Suhu tubuh membaik (5) rektal
 Kurang terpapar informasi
tentang pencegahan
Edukasi
perdarahan
 Proses keganasan  Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
 Anjurkan menggunakan
Kondisi klinis terkait:
kaus kaki saat ambulasi

 Aneurisma  Anjurkan meningkatkan

 Koagulopati intravaskuler asupan cairan untuk

diseminata menghindari konstipasi

 Sirosis hepatis  Anjurkan menghindari

 Ulkus lambung aspirin atau antikoagulan

 Varises  Anjurkan meningkatkan


asupan makanan dan
 Trombositopenia
vitamin K
 Ketuban pecah sebelum
 Anjurkan segera melapor
waktunya
jika terjadi perdarahan
 Plasenta previa/abrupsio
 Atonia uterus
 Retensi plasenta Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat


pengontrol perdarahan, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
produk darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
Khaffaf, Haytam and Sharon Dorgan. 2005. Vascular Disease : A Handbook
For NursesCambridge University Press, Cambridge.
Doengoes, Marilyn E. etc 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Wahlberg E, etc 2007. Emergency Vascular Surgery : a Pratical Guid. Springer-


Verlag, Berlin
Woods, Susan L. ,etc 2000 Cardiac Nursing Fourth edition. Lippincott,
Philadelpia.

Anda mungkin juga menyukai