Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT PADA PASIEN PNEUMONIA

OLEH :

EKA WAHYU RIFANI MEILIADEWI


(P07120320004)

PROFESI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2021
KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI PNEUMONIA
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius,
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan
gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001).
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru
yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA)
(Sylvia, A. Price). Dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang
disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungsi), dan
aspirasi substansia asing, berupa radang paru – paru yang disertai eksudasi dan
konsolidasidan dapat dilihat melalui gambaran radiologis.

Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya


disebabkan oleh agen infeksisus (Smeltzer & Bare, 2001: 571). Pneumonia
adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, maupun
jamur (Medicastore).

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai pada jaringan


parenkim paru yang biasanya disebabkan karena infeksi bakteri dengan tanda
dan gejala seperti batuk, sesak napas, demam tinggi, disertai dengan
penggunaan otot bantu napas dan adanya bercak infiltrate pada jaringan paru
(Depkes RI 2002). Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang
umumnya disebabkan oleh agens infeksius (Smeltzer, 2002).

B. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri yang timbul secara
primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebaran infeksi terjadi melalui
droplet dan sering disebabkan oleh bakteri positif-gram, streptococcus
pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptococcus. Bakteri
staphylococcus aureus dan streptococcus beta-hemolitikus juga sering
menyebabkan pneumonia, demikian juga pseudomonas aeruginosa. Pada bayi
dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah : virus sinsial pernafasan,
adenovirus, virus parainfluenza dan virus influenza. Selain faktor tersebut,
penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya, yaitu (Menurut
Misnadiarly. (2008) :
1. Bakteri
Pneumonia bakteri yang biasa didapatkan pada usia lanjut. Organisme
gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan
streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus
influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa. serta kuman atipik
klamidia dan mikoplasma.
Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda
dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi
kecil meliputi Streptococcus Group B dan bakteri Gram negatif seperti E.
coli, Pseudomonas sp., atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan
anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae type B, dan Staphylococcus aureus,
sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,
sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama
pneumonia virus. Virus yang terbanyak ditemukan di negara maju
penyebab pneumonia pada anak adalah Respiratory Syncytial Virus
(RSV), Rhinovirus, dan Parainfluenza Virus
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos. Jamur yang dapat menyebabkan
pneumonia adalah : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas,
Blastomices Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda
Albicans, Mycoplasma Pneumonia
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabhkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi
yang premature. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan
hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carini pada jaringan
paru atau specimen yang berasal dari paru.
5. Faktor lain yang memengaruhi
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah daya tahan
tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein (MEP),
penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko kematian akibat Pnemonia
• Umur dibawah 2 bulan
• Tingkat sosio ekonomi rendah
• Gizi kurang
• Berat badan lahir rendah
• Tingkat pendidikan rendah
• Tingkat pelayanan (jangkauan) pelayanan kesehatan rendah
• Kepadatan tempat tinggal
• Imunisasi yang tidak memadai
• Menderita penyakit kronis
C. POHON MASALAH

Etiologi (virus, bakteri, mokoplasma, protozoa)

D. Ketidakefektifan
Defisiensi Pengetahuan
Droplet terhirup Bersihan Jalan Nafas

Ketidaktahuan
pengetahuan, informasi Masuk pada alveoli Sesak, ronkhi

Nyeri Akut Reaksi peradangan Obstuksi saluran nafas

Merangsang IL-1 PMN (leukosit & Konsolidasi-


makrofag penumpukkan
meningkat) eksudat di alveoli
Zat endogen pyrogen

Mengaktifasi Gangguan difusi O2


Prostaglandin cytokine

Berdistribusi ke BGA abnormal


Ekstravasasi cairan
hipotalamus ke alveoli
Konfusi, iritabilitas,
Respon batuk
sianosis, dispneu,
Transportasi O2 pernafasan cuping
Hipertermi Suhu tubuh
terganggu hidung
meningkat
Ketidakefektifan Pola
Nafas

HR meningkat, Respon batuk


kelelahan, kelemahan

Intoleransi Aktivitas

E.
Demam, berkeringat
Peningkatan Penggunaan otot
F. Cairan tubuh << pemecahan cadangan bantu abdomen
makanan

Risiko Kekurangan Ketidakseimbangan Refluk fagal


Volume Cairan Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
Mual, muntah
D. KLASIFIKASI
Menurut buku pneumonia komuniti, pedoman diagnosis dan penatalaksanaan
di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003
menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
1. Berdasarkan epidemiologis
Berdasarkan epidemiologi, pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia), adalah
pneumonia yang berkembang di luar rumah sakit serta pneumonia
infeksius pada seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah
sakit
b. Pneumonia nasokomial (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia) adalah pneumonia yang terjadi 72 jam atau lebih setelah
perawatan di rumah sakit karena penyakit lain atau prosedur
c. Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada
paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena
bahan yang teraspirasi mungkin mengandung bakteri anaerobtik atau
penyebab lain dari pneumonia.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia
yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.
2. Berdasarkan kuman penyebab
Menurut mikroorganisme penyebab, pneumonia dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Pneumonia bakteri
1. Bakterial/tipikal
Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga
mereka yang telah lanjut usia. Pada saat pertahanan tubuh
menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi,
bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau
pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri
pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
pneumonia bakteri tersebut misalnya klebsiela pada penderita
alkoholik dan Staphylococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
2. Tidak khas/atipikal
Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang tidak dapat diidentifikasi dengan teknik
diagnostik standar pneumonia pada umumnya dan tidak
menunjukkan respon terhadap antibiotik b-laktam. Mikroorganisme
patogen penyebab pneumonia atipikal pada umumnya adalah
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, dan Legionella
pneumophila.
b. Pneumonia akibat virus
Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza. Gejala awal
dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu
demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam
12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah, dan
berlendir sedikit, terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.
Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena
bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bacterial. Salah satu
tanda terjadi superinfeksi bacterial adalah keluarnya lendir yang kental
dan berwarna hijau atau merah tua.
c. Pneumonia Jamur
Sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah.
3. Berdasarkan predileksi infeksi
Menurut predileksi, pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2) Pneumonia bronkopneumia, pneumonia yang ditandai bercak-
bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun
kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi
atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-
paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian,
fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan
mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh
menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya,
misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super
infeksi) dan sebagainya.
3) Pneumonia interstialis (bronkhiolitis)
Radang pada dinding alveoli , peribronkhial dan interlobular
4. Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2
ISPA antara lain :
1) Pneumonia sangat berat : Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak
dapat minum.
2) Pneumonia berat: Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa
sianosis dan dapat minum.
3) Pneumonia sedang: Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada
dan pernafasan cepat.

E. GEJALA KLINIS
1. Secara khas diawali dengan awitan menggigil, demam yang timbul
dengan cepat (39,5 ºC sampai 40,5 ºC).
2. Nyeri dada yang ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernafas
3. batuk.
4. Produksi sputum
5. Takipnea (25 – 45 kali/menit) disertai dengan pernafasan mendengur,
pernafasan cuping hidung,
6. Mual, muntah
7. Nadi cepat.
8. Sesak nafas
(Betz & Sowden, 2004)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial); dapat juga menyatakan abses)
2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing
(Elizabeth, 2009)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal
itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia
mikroplasma.
4. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-
tanda
5. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
6. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
(Roudelph, 2007)
H. KOMPLIKASI
1. Sianosis: warna kulit dan membran mukosa kebiruan atau pucat karena
kandungan oksigen yang rendah dalam darah.
2. Hipoksemia: penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah, kadang-
kadang khusus sebagai kurang dari yang, tanpa spesifikasi lebih lanjut,
akan mencakup baik konsentrasi oksigen terlarut dan oksigen yang
terikat pada hemoglobin
3. Bronkaltasismerupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran
bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen
elastis dan muskular dinding bronkus.
4. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru
yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps). Terjadi akibat
penumpukan secret.
5. Meningitis: terjadi karena adanya infeksi dari cairan yang mengelilingi
otak dan sumsum tulang belakang.
(Elizabeth, 2009)
KONSEP DASAR SUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data dasar pengkajian pasien:
Pengkajian Primer
a. Airway
1. Terdapat sekret di jalan napas (sumbatan jalan napas)
2. Bunyi napas ronchi
b. Breathing
1. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung
2. Menggunakan otot-otot asesoris pernapasan, pernafasan cuping
hidung
3. Kesulitan bernapas ; lapar udara, diaporesis, dan sianosis
4. Pernafasan cepat dan dangkal
c. Circulation
1. Akral dingin
2. Adanya sianosis perifer
d. Dissability
Pada kondisi yang berat dapat terjadi asidosis metabolic sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran
e. Exposure

Pengkajian Sekunder
1. Wawancara
a) Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal
lahir, usia. Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu,
riwayat kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat
sosial klien
b) Anamnese
Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, dan
sesaknafas.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada semuakelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping
hidung.Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Gejala lain
adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suaranafas
menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah
yangterkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat
dada menurunwaktu inspirasi
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan
dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil
sebagai berikut :
a. Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis
sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk
semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada saat
menarik napas.
b. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi
mungkin mengalami peningkatan (tachichardia)
c. Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi: Dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang,
ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa
resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang
terdengar bising gesek pleura.

3. Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi
tambahan, misalnya efusi pleura. Foto thoraks tidak dapat membedakan
antara pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis
yang klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar
atau segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan
infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia intersitisial
biasanya karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa corakan
bronchovaskular bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila
berat terjadi pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran
pneumonia karena S aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan
gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang bertambah,
dan tampak infiltrat halus sampai ke perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan
pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma
akan memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular
yang terlokalisir di satu lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari
gambaran foto thoraks masih dipertanyakan namun para ahli sepakat
adanya infiltrat alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien
perlu diberi antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl dengan
dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula
karena penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif
protein juga menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa
didapatkan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema (Kittredge,
2000). Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan darah jarang positif
pada 3 – 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H. Influienzae
kemungkinan positif 25 –95%. Rapid test untuk deteksi antigen bakteri
mempunyai spesifitas dan sensitifitas rendah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersian jalan napas tidak efektif
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Intoleransi aktivitas
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Standar Luaran Standar Intervensi
Diagnosa
No Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
Keperawatan
(SLKI) (SIKI)

1 Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Latihan Btuk efektif


nafas tidak efektif keperawatan selama
Observasi
(D.0001) …… x …….… maka bersihan
jalan nafas tidak efektif  Identifikasi kemampuan

Definisi : meningkat dengan kriteria hasil : batuk

Secret  Produksi sputum menurun  Monitor adanya retensi

ketidakmampuan (5) sputum

membersihkan atau  Mengi menurun (5)  Monitor tanda dan gejala

obstruksi jalan nafas  Wheezing menurun (5) infeksi saluran nafas


untuk  Mekonium menurun (5)  Monitor input dan output
mempertahankan  Dispnea menurun (5) cairan ( mis. Jumlah dan
jalan nafas tetappaten  Ortopnea menurn (50 karakteristik )
 Tidak sulit bicara (5)
Penyebab :
 Sianosis menurun (5) Terapeutik
Fisiologis
 Gelisah menurun (5)  Atur posisi semi-fowler
 Spasme jalan
 Frekuensi napas membaik atau fowler
nafas
(5)  Pasang perlak dan bengkok
 Hipersekresi
 Pola nafas membaik (5) letakan di pangkuan pasien
jalan nafas
 Buang secret pada tempat
 Disfungsi
sputum
neuromuskul
ar Edukasi
 Benda asing  Jelaskan tujuan dan
dalam jalan
prosedur batuk efektif
nafas
 Anjurkan tarik nasaf dalam
 Adanya jalan melalui hidung selama 4
nafas buatan
detik, ditahan selam 2
 Sekrresi detik, kemudian keluarkan
yang dai mulut dengan bibir
tertahan mencucu (dibulatkan)
 Hyperplasia selam 5 detik
dinding jalan  Anjurkan mengulangi tarik
nafas nafas dalam hingga 3 kali
 Proses  Anjurkan batuk dengan
infeksi kuat langsung setelah tarik
 Respon nafas dalam yang ke-3
alergi Kolaborasi
 Efek agen  Kolaborasi pemberian
farmakologia mukolitik atau
s ( mis. ekspektoran, jika perlu.
Anastesi

Manajemen Jalan Nafas


Situasional Observasi
 Merokok  Monitor posisi selang
aktif
 Merokok endotraceal (EET),
pasif terutama setelah mengubah
 Terpajan posisi
polutan  Monitor tekanan balon
EET setiap 4-8 jam
Gejala dan Tanda
 Monitor kulit area stoma
Minor trakeostomi (mis.
Subjektif : - Kemerahan, drainase,
Objektif :
perdarahan)
 Batuk tidak
efektif Terapeutik
 Tidak  Kurangi tekanan balon
mampu secara periodic setiap Shift
batuk  Pasang oropharingeal
 Sputum airway (OPA) untuk
berlebih mencegah EET tergigit
 Mengi,wheez  Cegah EET terlipat
ing dan/atau (kinking)
ronkhi
 Beriak pre-oksigenasi
kering
100% selama 30 detik (3-6
kali ventilasi) sebelum dan
Gejala dan Tanda
sesudah penghisapan
Mayor
 Beriak volume pre-oksigen
Subjektif :
(bagging atau ventialasi
 Dispnea
mekanik) 1,5 kali volume
 Sulit bicara
tidal
 Ortopnea
 Lakukan penghisapan
Objektif :
lender kurang dari 15 detik
3. Gelisah
jika diperlukan (bukan
4. Sianosis
secara berkala/rutin)
5. Bunyi nafas
 Ganti fiksasi EET setiap 24
menurun
jam
6. Frekuensi
 Ubah posisi EET secara
nafas
bergantian (kiri dan kanan)
berubah
7. Pola nafas setiap 24 jam
berubah  Lakukan perawatan mulut
(mis. Dengan sikat gigi,
Kondisi Klinis
kasa, plembab bbir)
Terkait :
 Lakukan perawatan stoma
 Gullian Barre
trakeostomi
Syndrome
 Skelrosis Kolaborasi
multipel  Jelaksan pasien dana/atau
 Myasthenia keluarga tujuan dan
gravis prosedur pemasangan jalan
 Prosedur nafas buatan.
diagnostik (  Kolaborasi intubasi ulang
mis. jika terbentuk mucous plug
Bonkoskopi, yang tidak dapat dilakuikan
transesophagea penghisapan
l,
echocardiograp Pemantaun Respirasi
hy (TEE)
 Depresi system Observasi

saraf pusat  Monitor frekuensi, irama,


kedalaman dan upaya nafas
 Cedera kepala
 Monitor pola nafas (seperti
 Stroke
bradipnea. Takipnea,
 Kuadriplegia
hiperventilasi, kussmaul,
 Sindrom
Cheyne-Stoke,Biot, atasik)
aspirasi
 Monitor kemampuan batuk
mekonium
efektif
 Infeksi saluran
 Monitor adanya produksi
nafas
sputum
.
 Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan

Kolaborasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informaskan hasil pemantauan,
jika perlu

2. Pola Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas


Efektif selama ... x... menit, maka pola Observasi :
Definisi : napas membaik dengan kriteria  Monitor pola napas
Inspirasi dan/atau hasil : (frekuensi, kedalaman, usaha
ekspirasi yang tidak  Ventilasi semenit (5) napas)
memberikan ventilasi  Kapasitas vital (5)  Monitor bunyi napas
adekuat.  Diameter thoraks anterior tambahan (mis. gurgling,
Penyebab : posterior (5) mengi, wheezing, ronkhi
 Depresi pusat  Tekanan ekspirasi (5) kering)
pernapasan  Tekanan inspirasi (5)  Monitor sputum (jumlah,
 Hambatan upaya  Dispnea (5) warna, aroma)
napas (mis. nyeri  Penggunaan otot bantu napas Terapeutik :
saat bernapas, (5)  Pertahankan kepatenan jalan
kelemahan otot  Pemanjangan fase ekspirasi napas dengan head-tilt dan
pernapasan) (5) chin-lift (jaw-thrust jika
 Deformitas  Ortopnea (5) curiga trauma cervical)
dinding dada  Pernapasan pursed-tip (5)  Posisikan semi-Fowler atau
 Deformitas tulang  Pernapasan cuping hidung (5) Fowler
dada  Frekuensi napas (5)  Berikan minum hangat
 Gangguan  Kedalaman napas (5)  Lakukan fisioterapi dada,
neuromuscular  Ekskursi dada (5) jika perlu
 Gangguan  Lakukan penghisapan lendir
neurologis (mis. kurang dari 15 detik
elektroensefalogra  Lakukan hiperoksigenasi
m [EEG] positif, sebelum penghisapan
cedera kepala, endotrakeal
gangguan kejang)  Keluarkan sumbatan benda
 Imaturitas padat dengan forsep McGill
neurologis  Berikan oksigen, jika perlu
 Penurunan energy Edukasi :
 Obesitas  Anjurkan asupan cairan
 Posisi tubuh yang 2000ml/hari, jika tidak
menghambat kontraindikasi
ekspansi paru  Ajarkan teknik batuk efektif
 Sindrom Kolaborasi :
hipoventilasi  Kolaborasi pemberian
 Kerusakan inervasi bronkodilator, ekspektoran,
diafragma mukolitik, jika perlu
(kerusakan saraf
C5 ke atas) Pemantauan Respirasi
 Cedera pada Observasi :
medulla spinalis  Monitor frekuensi, irama,
 Efek agen kedalaman dan upaya napas
farmakologis  Monitor pola napas (seperti :
 Kecemasan bradipnea, takipnea,
Gejala dan Tanda hiperventilasi, kussmaul,
Mayor cheyne-stokes, biot, ataksik)
Subjektif :  Monitor kemampuan batuk
 Dispnea efektif
Objektif :  Monitor adanya produksi
 Penggunaan otot sputum
bantu pernapasan  Monitor adanya sumbatan
 Fase ekspirasi jalan napas
memanjang  Paplasi kesimetrisan
 Pola napas ekspansi paru
abnormal (mis.  Auskultasi bunyi napas
takipnea,  Monitor saturasi oksigen
bradipnea,  Monitor nilai AGD
hiperventilasi,  Monitor hasil X-ray thoraks
kusmaul, cneyne- Terapeutik :
stokes)  Atur interval pemantauan
Gejalan dan Tanda respirasi sesuai kondisi
Minor pasien
Subjektif :  Dokumentasikan hasil
 Ortopnea pemantauan
Objektif : Edukasi :
 Pernapasan  Jelaskan tujuan dan prosedur
pursed-lip pemantauan
 Pernapasan cuping  Informasikan hasil
hidung pemantauan, jika perlu
 Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
 Ventilasi semenit
menurun
 Kapasitas vital
menurun
 Tekanan ekspirasi
menurun
 Tekanan inspirasi
menurun
 Ekskursi dada
berubah
Kondisi Klinis
Terkait :
 Depresi sistem
saraf pusat
 Cedera kepala
 Trauma thoraks
 Gullian barre
syndrome
 Multiple sclerosis
 Myastenial gravis
 Stroke
 Kuadriplegia
Intoksikasi alcohol
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan asuhan Manajemen energi
Definisi : keperawatan selama x jam 1. Observasi
3.
ketidakcukupan energi intoleransi pada px dapat diatasi  Identifikasi gangguan
untuk melakukan
dengan kriteria hasil : fungsi tubuh yang
aktifitas sehari-hari.
 Saturasi oksigen meningkat mengakibatkan
Penyebab :
 Kemudahan dalam kelelahan
 Ketidakseimbangan
antara suplai dan
melakukan aktifitas sehari-  Monitor kelelahan

kebutuhan oksigen hari meningkat fisik dan emosional


 Tirah baring  Kecepatan berjalan  Monitor pola dan jam
 Kelemahan meningkat tidur
 Imobilitas  Jarak berjalan meningkat  Monitor lokasi dan
 Gaya hidup  Kekuatan tubuh bagian ketidaknyamanan
monoton atas meningkat selama melakukan
Gejala dan tanda
 Kekuatan tubuh bagian aktifitas
mayor :
bawah meningkat 2. Terapeutik
1. Subyektif
 Keluhan melelah menurun  Sediakan lingkungan
 Mengeluh
lelah  Dispnea saat aktifitas nyaman dan rendah

2. Objektif menurun stimulus (mis, cahaya,

 Frekuensi  Dispnea setelah aktifitas suara dan kunjungan)


jantung menurun  Melakukan latihan
meningkat  Perasaan lemah menurun rentang gerak pasif
>20% dari dan atau aktif
 Aritmia saat beraktifitas
kondisi  Berikan aktifitas
menurun
istirahat
 Aritmia setelah beraktifitas distraksi yang
menurun menenangkan
 Sianosis menurun  Fasilitas duduk di sisi
Gejala dan tanda
minor  Warna kulit membaik tempat tidur jika tidak
1. Subyektif  Tekanan darah membaik dapat berpindah atau
 Dispnea saat Frekuensi napas membaik berjalan
atau setelah 3. Edukasi
aktifitas  Anjurkan tirah baring
 Merasa tidak  Anjurkan melakukan
nyaman
aktifitas secara
setelah
bertahap
beraktifitas
 Anjurkan
 Merasa lemah
menghubungi perawat
2. Obyektif
 Tekanan darah
jika tanda dan gejala

>20% dari kelelahan tidak


kondisi berkurang
istirahat  Ajarkan strategi
 Gambaran koping untuk
EKG mengurangi kelelahan
menunjukkan
4. Kolaborasi
aritmia saat
Kolaborasi dengan ahli gizi
atau setelah
tentang cara meningkatkan
aktifitas
asupan makanan
 Gambaran
EKG
menunjukkan
iskemia
 Sianosis
Kondisi klinis terkait
 Anemia
 Gagal jantung
kongestif
 Penyakit
jantung
coroner
 Penyakit
katup jantung
 Aritmia
 Penyakit Paru
Obstruktif
Kronis
(PPOK)
 Gangguan
metabolik
 Gangguan
muskuluskelet
al
DAFTAR PUSTAKA

Betz & Sowden. 2004. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi: Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Jaypee Brothers. 2006. IAP Textbook of Pediatrics: Third Edition. India: Medical
Publhishers.

Lippincott Williams & Wilkins. 2006. Oski’s Pediatrics: Principles & Practice:
4th Edition. Philadelphia.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoniapada Balita,


OrangDewasa, Usia Lanjut. Pustaka. Jakarta: Obor Populer

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih


bahasa: Peter anugerah. Jakarta: EGC

Ridha, Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Roudelph. 2007. Buku Peditria Rubolph.Edisi , 20. Volume Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.


Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Volume 6.


Jakarta : EGC

Zul Dahlan. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai