Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

DENGAN DIAGNOSA MEDIS MEDIS CANCER TIROID

OLEH :
EKA WAHYU RIFANI MEILIADEWI
NIM. P07120216004
KELAS NERS A / SEMESTER II

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASARPRODI STr. JURUSAN
KEPERAWATAN

2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN
DIAGNOSA MEDIS CANCER THIROID

A. KONSEP DASAR TEORI


1. Definisi CA TIROID
CA tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler,
folikuler, anaplastik dan meduler. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran
kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar.
Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.
Kanker tiroid umumnya tergolong tumor dengan pertumbuhan dan perjalanan
penyakit yang lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah, terutama pada
kanker tiroid tipe papiler. Mortalitas paling rendah pada individu dengan usia
dibawah 50 tahun dan meningkat tajam pada usia di atasnya, namun sebagian kecil
ada pula yang tumbuh cepat dan sangat ganas dengan prognosis yang fatal. Angka
rekurensi tumor umum pada kanker tiroid tipe papiler, berkisar setinggi 30% jika
terapi awal tidak komplit. Angka kematian akibat kanker tiroid 0,4% dari semua
kematian akibat kanker atau berkisar 5 kematian per sejuta penduduk pertahun.
Angka ketahanan hidup lima tahun relatif kanker tiroid adalah 96%.5 Tujuan utama
tata laksana kanker tiroid adalah memperkecil resiko rekurensi dan metastasis jauh,
sehingga bisa menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita. Terapi utama
dalam tata laksana kanker tiroid adalah operasi, sedangkan terapi adjuvan adalah
ablasi tiroid dengan iodine radioaktif, supresi thyrotropin dan radiasi eksternal.
(Jurnal, Oktahermoniza, 2013)

2. Etiologi CA TIROID
Tiga penyebab yang sudah jelas dapat menimbulkan karsinoma tiroid :
a. Kenaikan  sekresi hormon TSH ( Thyroid Stimulating Hormon) dari kelenjar
hipofise anterior disebabkan berkurangnya sekresi hormon T3 dan T4 dari
kelenjar tiroid oleh karena kurangnya intake iodium. Ini menyebabkan tiroid
yang abnormal dapat berubah menjadi kanker.
b. Penyinaran  (radiasi ion) pada daerah kepala, leher, dada bagian atas
terutama anak-anak yang pernah mendapat terapi radiasi di leher dan
mediastinum.
c. Faktor genetik.
Adanya riwayat keturunan dari keluaraga.

3. Faktor Resiko CA TIROID


Faktor resiko yang menyebabkan karsinoma tiroid adalah sebagai berikut:
a. Usia; terdapat resiko malignasi apabila didapat nodul tiroid pada usia <>45
tahun.
b. Sex; wanita mempunyai resiko tiga kali lebih besar dari pada pria.
c. Riwayat penyakit serupa dalam keluarga; adanya keterlibatan genetic pada
karsinoma ini.
d. Ras; ras asia dan kulit putih pada umumnya mempunyai resiko tinggi.
e. Pernah menderita penyakit pembesaran kelenjar tiroid. Terdapat 5% struma
nodosa mengalami degenrasi maligna.
f. Geografis tempat tinggal. Yang berasal dari daerah kaya iodium umumnya
menderita karsinoma tiroid papilare sedangkan yang berasal dari daerah
endemik goiter umumnya menderita karsinom tiroid folikulare.
g. Radiasi pada leher dan kepala. Pengaruh radiasi pada kanak-kanak dapat
menyebabkan malignansi tiroid 30-50% dan pada dewasa 20%.

4. Tanda Dan Gejala CA TIROID


Sebuah benjolan, atau bintil di leher depan (mungkin cepat tumbuh atau keras) di
dekat jakun. Nodul tunggal adalah tanda-tanda yang paling umum kanker tiroid.
(Jurnal, Oktahermoniza, 2013)
a. Sakit di tenggorokan atau leher yang dapat memperpanjang ke telinga.
b. Serak atau kesulitan berbicara dengan suara normal.
c. Pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di leher. Mereka dapat
ditemukan selama pemeriksaan fisik.
d. Kesulitan dalam menelan atau bernapas atau sakit di tenggorokan atau leher saat
menelan. Ini terjadi ketika mendorong tumor kerongkongan Anda.
e. Batuk terus-menerus, tanpa dingin atau penyakit lain.
f. Adanya pembengkakan pada leher
g. Kesulitan menelan

5. Klasifikasi CA TIROID
Menurut WHO, tumor epitel maligna tiroid dibagi menjadi :
1. Karsinoma Folikuler.
Terdapat kira-kira 25 % dari seluruh karsinoma tiroid yang ada, terutama
mengenai kelompok usia diatas 50 tahun. Menyerang pembuluh darah yang
kemudian menyebar ke tulang dan jaringan paru. Jarang menyebar ke
daerah nodes limpa tapi dapat melekat/menempel di trakea, otot leher,
pembuluh darah besar dan kulit, yang kemudian menyebabkan dispnea serta
disfagia. Bila tumor mengenai “The Recurrent Laringeal Nerves”, suara
klien menjadi serak. Prognosisnya baik bila metastasenya masih sedikit pada
saat diagnosa ditetapkan.
2. Karsinoma Papilar.
Merupakan tipe kanker tiroid yang sering ditemukan, banyak pada wanita
atau kelompok usia diatas 40 tahun. Karsinoma Papilar merupakan tumor
yang perkembangannya lambat dan dapat muncul bertahun-tahun sebelum
menyebar ke daerah nodes limpa. Ketika tumor terlokalisir di kelenjar tiroid,
prognosisnya baik apabila dilakukan tindakan Tiroidektomi parsial atau
total.
3. Karsinoma Medular.
Timbul di jaringan tiroid parafolikular. Banyaknya 5 – 10 % dari seluruh
karsinoma tiroid dan umumnya mengenai orang yang berusia diatas 50
tahun. Penyebarannya melewati nodes limpa dan menyerang struktur di
sekelilingnya. Tumor ini sering terjadi dan merupakan bagian dari Multiple
Endocrine Neoplasia (MEN) Tipe II yang juga bagian dari penyakit
endokrin, dimana terdapat sekresi yang berlebihan dari kalsitonin, ACTH,
prostaglandin dan serotonin.
4. Karsinoma berdiferensiasi buruk (Anaplastik).
5. Merupakan tumor yang berkembang dengan cepat dan luar biasa agresif.
Kanker jenis ini secara langsung menyerang struktur yang berdekatan, yang
menimbulkan gejala seperti: 
a. Stridor (suara serak/parau, suara nafas terdengar nyaring).
b. Suara serak.
c. Disfagia
Prognosisnya jelek dan hampir sebagian besar klien meninggal kira-
kira 1 tahun setelah diagnosa ditetapkan. Klien dengan diagnosa
karsinoma anaplastik dapat diobati dengan pembedahan paliatif, radiasi
dan kemoterapi.
Stadium Cancer Thyroid :
Stadium kanker ini tidak hanya berdasarkan histopatologi, ekstensi lokal,
regional dan metastase jauh, tetapi juga pada umur dan jenis kelamin. Klasifikasi
TNM adalah sebagai berikut:
Tipe dan stadium <45 tahun > 45 tahun
Papiler
      Stadium I Setiap T, setiap N, M0 T1, N1, M0
      Stadium II Setiap T, setiap N, M1 T2-4, N1, M0
      Stadium III Setiap T, N0, M0,
      Stadium IV Setiap T, setiap N, M0

Tipe dan stadium <45 tahun >45 tahun


Folikuler
  Stadium I Setiap T, setiap N, M0 T1, N0, M0
  Stadium II Setiap T, setiap N, M1 T2-4, N0, M0
  Stadium III - Setiap T, N1, M0
  Stadium IV - Setiap T, setiap N, M0
Meduler
  Stadium I - T1, N0, M0
  Stadium II setiap T, setiap N, M0 T2-4, N0, M0
  Stadium III - Setiap T, N1, M0
  Stadium IV setiap T, setiap N, M1 Setiap T, setiap N, M1
Tdk dapat
dikalsifikasikn - -
  Stadium I - -
  Stadium II - -
  Stadium III setiap T, setiap N, setiap M setiap T, setiap N, setiap
  Stadium IV M

Catatan :
Tx : tumor tidak dapat ditentukan
T0 : Tidak ada tumor
T1 : tumor berdiameter terpanjang < 3 cm
T2 : tumor berdiameter terpanjang >3 cm
T3 : fikus intraglanduler multiple
T4 : tumor primer terfiksasi

5. Patofisiologi CA TIROID
CA tiroid dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu Kenaikan  sekresi hormon TSH
( Thyroid Stimulating Hormon) dari kelenjar hipofise anterior disebabkan
berkurangnya sekresi hormon T3 dan T4 dari kelenjar tiroid oleh karena kurangnya
intake iodium. Ini menyebabkan tiroid yang abnormal dapat berubah menjadi kanker,
penyinaran  (radiasi ion) pada daerah kepala, leher, dada bagian atas terutama anak-
anak yang pernah mendapat terapi radiasi di leher dan mediastinum, serta karena
faktor genetik.
Karsinoma tiroid merupakan neoplasma yang berasal dari kelenjar yang terletak
di depan leher yang secara normal memproduksi hormone tiroid yang penting untuk
metabolisme tubuh. Infiltrasi karsinoma tiroid dapat ditemukan di trachea, laring,
faring, esophagus, pembuluh darah karotis, vena jugularis, struktur lain pada leher
dan kulit. Metastase limfogen dapat meliputi semua region leher sedangkan metastase
hematogen biasanya di paru, tulang, otak dan hati. Kanker ini berdiferensiasi
mempertahankan kemampuan untuk menimbun yodium pembesaran kelenjar getah
bening. Lokasi kelenjar getah bening yang bisa membesar dan bisa teraba pada
perabaan yakni di ketiak, lipat paha. Ada juga kelenjar getah bening yang terdapat di
dalam tubuh yang mana tidak dapat diraba yakni didalam rongga perut. Penyebab dari
pembesaran kelenjar getah bening adalah infeksi non spesifik, infeksi spesifik (TBC),
keganasan (lymphoma).
Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulating hormone, TSH) memegang
peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh
lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback
sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi.Infiltrasi
karsinoma tiroid dapat ditemukan di trachea, laring, faring, esophagus, nervus
recurrent, pembuluh darah karotis, vena jugularis, struktur lain pada leher dan kulit.
Metastase limfogen dapat meliputi semua region leher sedangkan metastase
hematogen biasanya di paru, tulang, otak dan hati.
Adenokarsinoma papiler biasanya bersifat multisentrik dan 50% penderita
dengan ada sarang ganas dilobus homolateral dan lobus kontralateral. Metastasis
mula-mula ke kelenjar limfe regional, dan akhirnya terjadi metastasis hematogen.
Umumnya adenokarsinoma follikuler bersifat unifokal, dengan metastasis juga ke
kelenjar limfe leher, tetapi kurang sering dan kurang banyak, namun lebih sering
metastasisnya secara hematogen. Adenokarsinoma meduller berasal dari sel C
sehingga kadang mengeluarkan kalsitonin (sel APUD). Pada tahap dini terjadi
metastasis ke kelenjar limfe regional. Adenokarsinoma anaplastik yang jarang
ditemukan, merupakan tumor yang tumbuh agresif, bertumbuh cepat dan
mengakibatkan penyusupan kejaringan sekitarnya terutama trakea sehingga terjadi
stenosis yang menyebabkan kesulitan bernafas. Tahap dini terjadi penyebaran
hematogen. Dan penyembuhan jarang tercapai. Penyusupan karsinoma tiroid dapat
ditemukan di trakea, faring, esophagus, N.rekurens, pembuluh darah karotis, struktur
lain dalam darah dan kulit. Sedangkan metastasis hematogen ditemukan terutama di
paru, tulang, otak dan hati (Barbara,1996).
6. Pemeriksaan Penunjang CA TIROID
Menurut ( Brunner & Suddarth. 2001)
1. Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid
belum ada yang khusus, kecuali kanker meduler, yaitu pemeriksaan
kalsitonon dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan
karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tiroktositosis walaupun jarang.
Human Tiroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker
dan kanker tiroid diferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas
untuk kanker tiroid, namun peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total
merupakan indikator tumor residif atau tumbuh kembali (barsano). Kadar
kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis karsinoma
meduler.
2. Radiologis
a. Foto X-Ray
Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan
untuk melihat obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat
kalsifikasi pada massa tumor. Pada karsinoma papiler dengan badan-
badan psamoma dapat terlihat kalsifikasi halus yang disertai
stippledcalcification, sedangkan pada karsinoma meduler kalsifikasi
lebih jelas di massa tumor. Kadang-kadang kalsifikasi juga terlihat pada
metastasis karsinoma pada kelenjar getah bening. Pemeriksaan X-Ray
juga dipergunnakan untuk survey metastasis pada pary dan tulang.
Apabila ada keluhan disfagia, maka foto barium meal perlu untuk
melihat adanya infiltrasi tumor pada esophagus.
b. Ultrasound
Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman dan
tepat, namun cara ini cenderung terdesak oleh adanya tehnik biopsy
aspirasi yaitu tehnik yang lebih sederhna dan murah.
c. Computerized Tomografi
CT-Scan dipergunakan untuk melihat prluasan tumor, namun tidak dapat
membedakan secara pasti antara tumor ganas atau jinak untuk kasus
tumor tiroid
d. Scintisgrafi
Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule dan
cold nodule. Daerah cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik ini
dipergunakan juga sebagai penuntun bagi biopsy aspirasi untuk
memperoleh specimen yang adekuat.
3. Biopsi Aspirasi
Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan sebagai
prosedur diagnostik pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor
tiroid. Teknik dan peralatan sangat sederhana , biaya murah dan akurasi
diagnostiknya tinggi. Dengan mempergunakan jarum tabung 10 ml, dan
jarum no.22 – 23 serta alat pemegang, sediaan aspirator tumor diambil
untuk pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat
diidentifikasi karsinoma papiler, karsinoma folikuler, karsinoma anaplastik
dan karsinoma meduler.

7. Penatalaksanaan CA TIROID
Menurut ( Brunner & Suddarth. 2001)
a. Terapi
Terapi pilihan untuk karsinoma titoid adalah pembedahan untuk
mengangkat tumor tersebut.tiroidektomi total atau hampir total di lakukan
bila keadaan memungkinkan.Tindakan dikseksi leher yang lebih luas di
lakukan jika metastase telah menyampai kelenjar lipe.jaringan paratiroid di
upayakan untuk tidak terangkat guna mengurangi resiko hipokalsemia pasca
operatif dan tetanus.sesudah pembedahan ,tindakan ablasi di laksanakan
untuk menlenyapkan jaringan tiroid yang tersisa bila tumor tersebut bersifat
radiosensitif.iodium radiatif juga meningkatkan peluang untuk menemukan
metastatis tiroid di kemudian hari bila pemeriksaan pemindai seluruh tubuh
(whole bodi scan) di lakukan.sesudah pembedahan ,hormon tiroid di berikan
dengan dosis supresi untuk menurunkan kadar TSH hingga tercapai keadaan
eutiroid.jika jaringan tiroid yang tertinggal tidak cukup untuk menghasilkan
hormon tiroid dengan jumlah memadai,maka preparat tiroksin di butuhkan
secara permanen.
Radiasi pada kelenjar tiroid atau jaringan leher dapat di lakukan beberapa
jalur : pemberian peroral dan lewat pemberian eksternal terapi radiasi.pasien
yang mendapat sumber sumber eksternal terapi radiasi menghadapi resiko
untuk mengalami mukositis,kekeringan mulut,dispagia,kemerahan
kulit,anoreksia,dan kelelahan kemoterapi jarang di gunakan dalam
pengobatan kanger tiroid.
b. Tiroidektomi
Tiroidektomi merupakan prosedur bedah yang bertujuan mengangkat
kelenjar tiroid supaya gangguan tiroid supaya gangguan tiroid dapat
disembuhkan atau tidak memburuk. Tiroidektomi dibedakan menjadi
beberapa jenis seperti :
a. Lobektomi yaitu pengangkatan salah satu lobus dari kelenjar tiroid
b. Tiroidektomi subtotal yaitu pengangkatan tiroid sebagian
c. Tiroidektomi total yaitu pengangkatan seluruh bagian tiroid

Tiroidektomi parsial atau total dapat di laksanakan sebagai terapi primer


terhadap karsinoma tiroid,hipertiroidisme atau hipertiroidisme tipe dan luas
operasi bergantung pada hasil diagnosis,tujuan pembedahan hasil pronogsis.
Peran perawat adalah dalam penatalaksanaan Pre-Operatif, Intra Operatif
dan Post Operasi:
1. Penatalaksanaan Pre Operasi yang perlu dipersiapkan adalah sebagai
berikut:
a.) Inform Concern (Surat persetujuan operasi) yang telah
ditandatangani oleh penderita atau penanggung jawab penderita
b.) Keadaan umum meliputi semua system tubuh terutama system
respiratori dan cardiovasculer
c.) Hasil pemeriksaan / data penunjang serta hasil biopsy jaringan jika
ada
d.) Persiapan mental dengan suport mental dan pendidikan kesehatan
tentang jalannya operasi oleh perawat dan support mental oleh
rohaniawan
e.) Konsul Anestesi untuk kesiapan pembiusan
f.) Sampaikan hal-hal yang mungkin terjadi nanti setelah dilakukan
tindakan pembedahan terutama jika dilakukan tiroidectomi total
berhubungan dengan minum suplemen hormone tiroid seumur
hidup.
2. Penatalaksanaan Intra Operasi Peran perawat hanya membantu
kelancaran jalannya operasi karena tanggung jawab sepenuhnya
dipegang oleh Dokter Operator dan Dokter Anesthesi.
3. Penatalaksanaan Post Operasi (di ruang sadar)
a) Observasi tanda-tanda vital pasien (GCS) dan jaga tetap stabil
b) Observasi adanya perdarahan serta komplikasi post operasi
c) Dekatkan peralatan Emergency Kit atau paling tidak mudah
dijangkau apabila sewaktu-waktu dibutuhkan atau terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan
d) Sesegera mungkin beritahu penderita jika operasi telah selesai
dilakukan setelah penderita sadar dari pembiusan untuk lebih
menenangkan penderita
e) Lakukan perawatan lanjutan setelah pasien pindah ke ruang
perawatan umum.
f) Radioterapi
4. Radioterapi adalah penggunaan radiasi ion di bidang kedokteran sebagai
satu bagian pengobatan kanker dengan mengontrol pertumbuhan sel
ganas. Radioterapi digunakan sebagai terapi kuratif maupun bersifat
adjuvan. Lapangan radiasi juga mencakup jaringan limfonodus dan
pembuluh darah yang menjadi risiko utama untuk metastase tumor.
Radioterapi adalah penggunaan radiasi untuk menghancurkan sel kanker
atau merusak sel tersebut sehingga tidak dapat bermultiplikasi lagi.
Walaupun radiasi ini akan mengenai seluruh sel, tetapi umumnya sel
normal lebih tahan terhadap radiasi dibandingkan dengan sel
kanker.Kegunaan radioterapi adalah sebagai berikut:
a. Mengobati : banyak kanker yang dapat disembuhkan dengan
radioterapi, baik dengan atau tanpa dikombinasikan dengan
pengobatan lain seperti pembedahan dan kemoterapi.
b. Mengontrol : Jika tidak memungkinkan lagi adanya penyembuhan,
radioterapi berguna untuk mengontrol pertumbuhan sel kanker
dengan membuat sel kanker menjadi lebih kecil dan berhenti
menyebar.
c. Mengurangi gejala : Selain untuk mengontrol kanker, radioterapi
dapat mengurangi gejala yang biasa timbul pada penderita kanker
seperti rasa nyeri dan juga membuat hidup penderita lebih nyaman.
d. Membantu pengobatan lainnya : terutama post operasi dan
kemoterapi yang sering disebut sebagai “adjuvant therapy” atau
terapi tambahan dengan tujuan agar terapi bedah dan kemoterapi
yang diberikan lebih efektif.
Jenis radioterapi :
a. Radioterapi eksternal (radioterapi konvensional).
Pada terapi eksternal, mesin akan mengeluarkan sinar radiasi pada
tempat kanker dan jaringan sekitarnya. Mesin yang digunakan dapat
berbeda, tergantung dari lokasi kanker.
b. Radioterapi internal (Radioisotope Therapy (RIT)).
Radioterapi diberikan melalui cairan infus yang kemudian masuk ke
dalam pembuluh darah atau dapat juga dengan cara menelannya.
Contoh obat radioterapi melalui infus adalah
metaiodobenzylguanidine (MIBG) untuk mengobati neuroblastoma,
sedangkan melalui oral contohnya iodine-131 untuk mengobati
kanker tiroid.
5. Kemoterapi
Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk menghancurkan sel
kanker. Walaupun obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan
tidak merugikan sel biasa, kebanyakan obat tidak selektif. Malahan, obat
didesain untuk mengakibatkan kerusakan yang lebih besar pada sel
kanker daripada sel biasa, biasanya dengan menggunakan obat yang
mempengaruhi kemampuan sel untuk bertambah besar. Pertumbuhan
yang tak terkendali dan cepat adalah cirri khas sel kanker. Tetapi, karena
sel biasa juga perlu bertambah besar, dan beberapa bertambah besar
cukup cepat (seperti yang di sumsum tulang dan garis sepanjang mulut
dan usus), semua obat kemoterapi mempengaruhi sel biasa dan
menyebabkan efek samping.
Kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah, kehilangan
selera makan, kehilangan berat badan, kepenatan, dan sel darah hitung
rendah yang menyebabkan anemia dan risiko infeksi bertambah. Dengan
kemoterapi, orang sering kehilangan rambut mereka, tetapi akibat
sampingan lain bevariasi tergantung jenis obat.
a. Mual dan Muntah: gejala ini biasanya bisa dicegah atau dikurangi
dengan obat (kontra-obat emesis). Mual juga mungkin dikurangi
oleh makanan makan kecil dan dengan menghindari makanan yang
tinggi di serat, gas barang hasil bumi itu, atau yang sangat panas atau
sangat dingin.
b. Sel Darah Hitung rendah: Cytopenia, kekurangan satu atau lebih tipe
sel darah, bisa terjadi karena efek racun obat kemoterapi pada
sumsum tulang (di mana sel darah dibuat). Misalnya, penderita
mungkin membuat sel darah merah yang rendah secara abnormal
(anemia), sel darah putih (neutropenia atau leukopenia), atau platelet
(thrombocytopenia). Jika anemia parah, faktor pertumbuhan spesifik,
seperti erythropoietin atau darbepoietin, bisa diberikan untuk
pertambahan pembentukan sel darah merah, atau sel darah merah
bisa ditransfusikan. Jika thrombocytopenia hebat, platelet bisa
ditransfusikan untuk merendahkan risiko pendarahan.
6. Terapi Ablasi Iodium Radioaktif
Pada jaringan tiroid sehat dan ganas yang tertinggal setelah
operasi,selanjutnya diberikan terapi ablasi iodium radioaktif. Mengingat
adanya uptake spesifik iodium ke dalam sel folikuler tiroid termasuk sel
ganas tiroid yang berasal dari sel folikuler.Ada 3 alasan terapi ablasi
pada jaringan sisa setelah operasi, yaitu:
a. Merusak atau mematikan sisa fokus mikro karsinoma.
b. Untuk mendeteksi kekambuhan atau metastasis melalui eliminasi
uptake oleh sisa jaringan tiroid normal.
c. Meningkatkan nilai pemeriksaan tiroglobulin sebagai petanda serum
yang dihasilkan hanya oleh sel tiroid.
d. Untuk memaksimalkan uptake iodium radioaktif setelah tiroidektomi
total, kadar hormone tiroid diturunkan dengan menghentikan obat L-
tiroksin, sehingga TSH endogen terstimulasi hingga mencapai kadar
diatas 25-30 mU/L.
7. Terapi Supresi L-Tiroksin
Evaluasi lanjutan perlu dilakukan selama beberapa dekade sebelum
dikatakan sembuh total. Target kadar TSH pada kelompok risiko rendah
untuk kesakitan dan kematian karena keganasan tiroid adalah 0,1-0,5
mU/L, sedang untuk kelompok risiko tinggi adalah 0,01 mU/L.

8. Komplikasi CA TIROID
Menurut (Jurnal, Oktahermoniza, 2013)Komplikasi yang sering muncul pada
kanker tiroid adalah :
a. Perdarahan
Resiko ini minimum, namun hati-hati dalam mengamankan hemostatis dan
penggunaan drain pada pasien setelah operasi.
b. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan
embolisme udara.
c. Trauma pada nervus laringeus rekurens
Ini dapat menimbulkan paralisis sebagian atau total pada laring.
d. Sepsis yang meluas ke mediastinum
Seharusnya ini tidak boleh terjadi pada operasi bedah sekarang ini, sehingga
antibiotik tidak diperlukan sebagai pofilaksis lagi.

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway : penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang
dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula pengkajian
adanya suara napas tambahan seperti snoring.
2) Breathing : frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan,
retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi pengembangan paru,
auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi,
wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
3) Circulation : dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna
kulit, nadi.
4) Disability : nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
b. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis
dapat menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan
environment). Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula
ditambahkan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks,dll.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut
2. Gangguan menelan
3. Gangguan komunikasi verbal
4. Defisit Pengetahuan

3. Intervensi Keperawatan
No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Keperawatan Indonesia
(SDKI) Indonesia (SIKI)
(SLKI)
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan
Observasi
selama .... X .... jam
Definisi: menit diharapkan Nyeri  Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
Pengalaman sensorik atau Akut Berkurang
frekuensi, kualitas ,
emosional yang berkaitan dengan kriteria hasil :
intensitas nyeri
dengan kerusakan jarigan Tingkat nyeri :
 Identifikasi skala nyeri
actual atau fungsional, dengan
 Keluhan nyeri  Identifikasi respons nyeri
onset mendadak atau lambat
(5) non verbal
dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung  Meringis (5)  Identifikasi faktor yang
kurang dari 3 bulan  Sikap protektif memperberat nyeri dan
(5) memperingan nyeri
 Gelisah (5)  Identifikasi pengetahuan
Penyebab:  Kesulitan tidur dan keyakinan tentang

 Agen pencedera (5) nyeri

fisiologis (mis.  Menarik diri (5)  Identifikasi pengaruh

Inflamai,iskemia,  Berfokus pada budaya terhadap respon

neoplasma diri sendiri (5) nyeri

 Agen pencedera  Diaforesis (5)  Identifikasi pengaruh

kimiawi (mis.  Perasaan nyeri pada kualitas hidup

Terbakar, bahan kimia depresi  Monitor keberhasilan

iritan) (tertekan) (5) terapi komplementer yan


 Perasan takut sudah diberikan
 Agen pencedera fisik
mengalami  Monitor efek samping
(mis. Abses, amputasi,
cedera berulang penggunaan analgetik
terbakar, terpotong,
(5)
mengangkat berat,
 Anoreksia (5)
prosedur operasi,
 Perineum terasa
trauma, latihan fisik
Terapeutik
tertekan (5)
berlebih)
 Uterus teraba  Berikan teknik
Gejala dan Tanda Mayor membulat (5) nonfarmakologis untuk
 Ketegangan otot mengurangi rasa nyeri
Subjektif
(5) (mis. TENS, hypnosis,
 Mengeluh nyeri  Pupil dilatasi akupresur, terapi music,
Objektif (5) biofeedback, terapi pijat,
 Tampak meringis  Muntah (5) aromaterapi, teknik
 Bersikap protektif  Mual (5) imajinasi terbimbing,
(mis. Waspada, posisi  Frekuensi nadi kompres hangat/dingin,
menghindari nyeri) (5) terapi bermain)
 Gelisah  Pola napas (5)  Kontrol lingkungan yang
 Frekuensi nadi  Tekanan darah memperberat rasa nyeri
meningkat (5) (mis. Suhu ruangan,
 Sulit tidur  Proses berpikir pencahayaan,
(5) kebisingan)
 Fokus (5)  Fasilitas istirahat dan

 Fungsi kemih tidur

(5)  Pertimbangkan jenis dan

 Perilaku (5) sumber nyeri dalam


Gejala dan Tanda Minor
 Nafsu makan pemilihan strategi
Subjektif meredakan nyeri
(5)
-  Pola tidur (5)

Objektif Edukasi

Kontrol Nyeri  Jelaskan penyebab,


 Tekanan darah
meningkat  Melaporkan periode, dan pemicu

 Pola napas berubah nyeri terkontrol  Jelaskan strategi

 Nafsu makan berubah (5) meredakan nyeri

 Proses berpikir  Kemampuan  Anjurkan memonitor


terganggu mengenali onset nyeri secara mandiri
 Menarik diri nyeri (5)  Anjurkan menggunakan
 Berfokus pada diri  Kemampuan analgetik secara tepat
sendiri mengenali  Ajarkan teknik
 Diaforesis penyebab nyeri nonfarmakologis untuk
(5) mengurangi rasa nyeri

Kondisi klinis terkait  Kemampuan


menggunakan Kolaborasi
 Kondisi pembedahan
teknik non-
 Cedera traumatis  Kolaborasi pemberian
farmakologis
 Infeksi analgetik, jika perlu
(5)
 Sindrom koroner akut  Dukungan
 Glaukoma orang terdekat
Pemberian Analgesik
(5)
Observasi
 Keluhan nyeri
(5)  Identifikasi karakteristik
Penggunaan analgesic nyeri (mis. Pencetus,
(5) pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat
alergi obat
 Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non narkotika,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas
analgesik

Terapeutik

 Diskusikan jenis
analgesic yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respon pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan

Edukasi

 Jelaskan efek terapu dan


efek samping obat
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Kozier, B., Erb, G., Berman, A.and Shirlee J. Snyde, alih bahasa Pamilih Eko
Karyuni, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan
Praktik edisi VII Volume 1. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih. Jakarta: EGC.

Sudoyo, Aru. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai