Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

TERATOMA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi


Departemen Pediatri di Ruang 7B IRNA IV RS dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:

Melati Cahyani Indri


NIM.190070300111059
KELOMPOK 2A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
1. Definisi Teratoma
Teratoma adalah tumor sel germinal yang umumnya terdiri dari beberapa
jenis sel yang berasal dari satu atau lebih dari 3 lapisan germinal endoderm,
mesoderm, dan ekktoderm. Teratoma berasal dari bahasa yunani yaitu teras
yang berarti monster. Teratoma dibagi dalam tiga kategori yaitu teratoma matur
(jinak), teratoma imatur, dan teratoma monodermal dengan diferensiasi khusus.
Teratoma bervariasi dari bentuk yang jinak yaitu lesi kistik well differentiated
(mature) sampai bentuk yang solid dan maligna (immature). Umumnya teratoma
kistik adalah jinak dan yang padat adalah ganas. Teratoma imatur merupakan
keganasan tumor sel germinal ke tiga tersering setelah disgerminoma dan tumor
sinus endodermal. Selain itu, ada juga yang memiliki komponen tertentu
(umumnya squamous) yang mengalami transformasi maligna, namun jarang
ditemukan. Willis mendefinisikan teratoma sebagai tumor atau neoplasma yang
tersusun oleh jaringan multipel yang bersifat asing bagi tempat dimana tumor itu
tumbuh. Tumor ini dapat mengandung elemen kulit, jaringan neural, gigi,
kartilago, kalsifikasi, lemak dan mukosa usus (Grosfeld, 2017).

2. Etiologi Teratoma
Keberadaan teratoma telah diakui selama berabad-abad, selama itu pula
asal penyebabnya masih berupa spekulasi dan perdebatan. Dahulu masyarakat
mempercayai penyebabnya adalah karena menelan gigi dan rambut, kutukan
dari penyihir, mimpi buruk, atau berhubungan dengan setan. Teori yang paling
banyak dipakai saat ini adalah parthenogenik yang mengatakan teratoma
berasal dari sel germinal primordial. Teori ini didukung oleh distribusi anatomi
dari tumor yaitu sepanjang jalur migrasi sel germinal primordial dari kantung yolk
pada gonad primitif. Linder dan rekan melakukan penelitian dari teratoma kistik
matur dari ovarium . Mereka menggunakan teknik sitogenetik canggih untuk
menunjukkan bahwa tumor ini berasal dari sel germinal dan timbul dari sel
germinal tunggal setelah pembelahan meiosis pertama (Comerci, 2015).

3. Faktor Resiko Teratoma


Menurut Altman (2013), faktor resiko teratoma dibagi menjadi berikut:
a. Usia
Freksuensi 25% dari tumor sel germinal pada wanita usia dibawah 15 tahun
dengan usia median 19 tahun. Teratoma sakrokoksigeal adalah tumor
tersering pada bayi baru lahir, terjadi pada 1 kelahiran diantara 20.000-
40.000 kelahiran. Kista Teratoma matur terjadi pada 10-20% keganasan
ovarium. Tumor ini merupakan tumor sel germinal ovarium dan juga
keganasan tumor tersering pada pasien dibawah 20 tahun. Sementara,
kasus tumor bilateral terjadi pada 8-14% dari seluruh kasus. Insiden tumor
testikular pada pria adalah sebesar 2,1-2,5 kasus per 100.000 populasi.
Tumor sel germinal terjadi pada 95% tumor testikular setelah pubertas, tetapi
teratoma jinak testis jarang terjadi, hanya sebesar 3-5% dari jumlah kasus
tumor sel germinal. Insiden tumor testis pada anak prepubertal adalah 0,5-2
kasus per 100.000, dengan prosentase teratoma matur sebesar 14-27%.
Tumor ini merupajan tumor sel germinal kedua tersering pada populasi in.
Teratoma jinak dari mediastinum jarang, yaitu 8% dari seluruh kasusu tumor
pada daerah ini.
b. Jenis Kelamin
Teratoma sakrokoksigeal sering terjadi pada wanita daripada pria, dengan
rasio wanita dibandingkan pria 3-4:1. Sebagian besar laporan menyebutkan
tidak ada predileksi seksual pada teratoma medastinal. Kecuali, teratoma
testikular, 75-80% teratoma terjadi pada wanita.

4. Klasifikasi Teratoma
Teratoma diklasifikasikan berdasarkan tiga kategori histopatologi (Billmire,
2014):
a. Teratoma benigna terdapat deferensiasi baik, benigna, matur, hanya jaringan
dewasa
b. Teratoma dengan imatur jaringan embrionik yang bukan maligna seutuhnya,
dengan atau tanpa jaringan matur
c. Teratoma maligna , dengan jaringan maligna seutuhnya, ditambah jaringan
matur dan /atau embrionik
5. Stadium Teratoma
Secara mikroskopis dipakai sistem diferensiasi dari Norris yang dimodifikasi
oleh Robboy dan Scully (Dulmet, 2015):

- Derajat 0 : Jaringan seluruh tumor


- Derajat 1 : Sebagian besar jaringan imatur, terutama ganglia. Mitosis dapat
ditemukan, tetapi epitel neural tidak ditemukan atau terbatas pada 1
lapangan pandang per slaid
- Derajat 2 : Sebagian besar imatur dengan epitel neural 1-3 per slaid
- Derajat 3: Jaringan imatur berat dengan epitel neural > 4 per slaid dan sering
menyerupai koriokarsinoma.
Departemen Bedah dari American Academy of Pediatrics, Altman dan
rekan melaporkan sistem penggolongan tipe teratoma Sacrococcygeal sebagai
berikut:
- Tipe I : Sebagian besar adalah tumor eksternal, melekat pada tulang ekor,
dan mungkin memiliki komponen presacral kecil (45,8%).Tidak ada
metastasis dikaitkan dengan kelompok ini.
- Tipe II : Tumor memiliki massa baik eksternal dan ekstensi panggul signifikan
presacral (34%) dan memiliki tingkat metastasis 6%.
- Tipe III: tumor terlihat dari luar, tetapi massa yang dominan adalah panggul
dan intraabdominal (8,6%). Tingkat 20% dari metastase ditemukan dalam
kelompok ini
- Tipe IV: lesi tidak terlihat dari luar tetapi sepenuhnya presacral (9,6%) dan
memiliki tingkat metastasis 8%

6. Manifestasi Klinis Teratoma


Tanda-tanda yang terkait dengan tumor ini bervariasi, namun secara
umum, sebagian besar timbul dari pertumbuhan tumor dan tumor memproduksi
hormon. Nyeri perut subakut merupakan gejala yang paling umum dan
mencerminkan pesatnya pertumbuhan tumor. Tumor unilateral akan
berkembang menjadi distensi kapsul, perdarahan, atau nekrosis. Selain itu, kista
atau perdarahan intraperitoneal mmengarah ke akut abdomen pada 10-20
persen pasien. Pada penyakit yang lebih lanjut, asites dapat mengembangkan
dan menyebabkan distensi perut. Karena perubahan hormonal yang sering
menyertai tumor ini, ketidakteraturan menstruasi juga dapat berkembang.
Meskipun kebanyakan pasien mengalami satu atau lebih dari gejala-gejala ini,
seperempat dari individu asimptomatik, dan massa pelvis ditemukan pada
pemeriksaan fisik atau sonografi (Sjamsuhidajat, 2016).
Secara klinis, tumor paling sering muncul sebagai massa yang menonjol
antara coccyx dan anus yang biasa ditutupi dengan kulit normal yang intak.
Beberapa pasien, seluruh atau sebagian benjolan terletak pada permukaan
retrorektal atau retroperitoneum. Pada bayi dan anak-anak, Tumor muncul
sebagai massa pada daerah sakropelvis yang menekan kandung kemih dan
rectum. Seringnya gejala obstruksi pada traktus urinarius yang disebabkan oleh
kompresi ureter dan urethra terhadap pubis atau kompresi ureter terhadap
pinggiran pelvis dan terjadi kesulitan defekasi sebagai tanda obstruksi yang
mungkin tidak cukup dikenali. Sebagian kecil pasien dapat mengalami paralysis,
nyeri, atau kelemahan pada kaki, terutama pada stadium lambat dari invasi
maligna dari tumor.
Pada teratoma sakrokoksigeus pada fetus, jika tumornya besar, dapat
menyebabkan distosia, kesulitan melahirkan dan perdarahan atau laserasi tumor
(Mitchell, 2016).

7. Patofisiologi Teratoma
Teratoma tersusun atas berbagai jenis sel parenkimal yang berasal lebih
dari satu lapisan germinal dan sering berasal dari ketiga lapisan. Tumor ini
berasal dari sel-sel totipoten, umumnya pada garis tengah atau paraxial. Lokasi
yang paling sering adalah sacrococcygeal (57%). Karena berasal dari sel
totipoten, sehingga sering ditemukan di kelenjar gonad (29%). Sejauh ini, lokasi
gonad yang paling sering terjadi adalah pada ovarium, disusul pada testis. Kista
teratoma kadang muncul pada sequestered midline embryonic cell rests dan bisa
pada mediastinum (7%), retroperitonial (4%), cervical (3%) dan intrakranial (3%).
Sel-sel berdiferensiasi sesuai lapisan germinal, yang terdiri dari berbagai
jaringan pada tubuh, seperti rambut, gigi, lemak, kulit, otot, dan jaringan endokrin
(Robert, 2014). Teratoma terbentuk dan berkembang selama kehidupan
intrautrin, dapat menjadi sangat besar pada teratoma sakrokoksigeus seiring
dengan perkembangan fetus. Teratoma sakrokoksigeus muncul dari primitif knot
atau hensen’s node. Hensen’s node adalah suatu agregasi dari sel totipotensial
yang merupakan pengatur utama pada perkembangan embrionik. Semula
terletak di bagian posterior embrio yang bermigrasi secara caudal pada minggu
pertama kehidupan didalam ekor embrio, akhirnya berhenti di anterior tulang ekor
(coccyx). Alur migrasi dari sel germinal menunjukan lokasi dan patologi yang
paling sering terdapat teratoma (sakrokoksigeus dan gonad). Sel-sel ini dapat
meluas ke postero-inferior masuk daerah glutea dan /atau postero-superior
masuk ke rongga abdominopelvik. Pemisahan sel totipotensial dari hansen’s
node mungkin menyebabkan munculnya teratoma sakrokoksigeus. Sel
pleuripotensial ini melarikan diri dari kontrol pengatur embrionik dan
berdiferensiasi masuk dalam jaringan yang tidak biasa ditemukan pada daerah
sakrokoksigeus. Tumor terjadi dekat dengan tulang ekor, dimana konsentrasi
terbesar primitif sel berada untuk waktu yang lama selama masa perkembangan
(Adkins, 2018).

8. Pemeriksaan Diagnosis Teratoma


Menurut Brunner & Suddarth, 2001 berikut merupakan pemeriksaan
diagnosis yang dapat diterapkan untuk penegakan diagnosis teratoma:
- Anamnesis
 Teratoma Sacrococcygeal
Teratoma Sacrococcygeal dapat didiagnosis antenatal selama
pemeriksaan USG rutin atau saat ibu muncul dengan gejala klinis seperti
ukuran kehamilan lebih besar daripada usia kehamilan atau
polihidramnion. Mereka yang tidak terdiagnosis pada masa antenatal
menunjukkan 2 pola. Pola yang paling umum adalah pada masa
neonatus, yang hadir dengan tumor berukuran besar umumnya jinak
menonjol di daerah sakral yang terlihat setelah lahir. Pola yang lebih
jarang, pada bayi baru lahir mungkin hanya menunjukkan bokong yang
asimetris atau muncul ketika berusia 1 bulan sampai 4 tahun dengan
tumor presakral yang dapat mencapai panggul. Gejala kandung kemih
atau disfungsi usus mungkin muncul. Kelompok yang kedua berada pada
risiko lebih tinggi untuk keganasan
 Teratoma Ovarium
Teratoma kistik Matur pada ovarium sering ditemukan secara tidak
sengaja pada pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan radiografi, atau
selama operasi abdomen. Teratoma kistik dewasa dari ovarium seringkali
asimptomatik. Gejala-gejala yang mungkin muncul:
o Nyeri perut biasanya konstan dan berkisar dari ringan sampai
sedang. Torsi dan ruptur akut biasanya akan menyebabkan nyeri
yang hebat.
o Teraba adanya massa atau pembengkakan.
o Perdarahan uterus abnormal. Diduga karena gangguan produksi
hormon, namun belum ada bukti histologis yang mendukung.
o Gejala pada kandung kemih, gangguan pencernaan, dan sakit
punggung mungkin namun jarang terjadi
 Teratoma Testis
Seringkali uncul sebagai massa di skrotum yang tidak
menimbulkan rasa sakit, kecuali pada teratoma yang mengalami torsi.
Dalam kebanyakan kasus, massa tegas atau keras, tidak ada nyeri tekan,
dan tidak bertransiluminasi. . Hidrokel sering dikaitkan dengan teratoma
di masa kecil. Pada pemeriksaan, testis mengalami pembesaran yang
difus, bukan nodular.
 Teratoma Mediastinum
Sering tanpa gejala. Gejala yang muncul, berhubungan dengan
efek mekanik termasuk nyeri dada, batuk, dyspnea, atau gejala yang
berkaitan dengan pneumonitis berulang. Banyak pasien datang dengan
temuan pernapasan, dan ditemukannya trichoptysis yang patognomonik,
atau batuk produktif yang mengeluarkan materil rambut atau sebacea
dapat terjadi jika massa dan trakeobronkial berhubungan. Gejala serius
lainnya adalah sindrom vena kava superior atau pneumonia lipoid.
Teratoma mediastinum kadang-kadang ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan foto thorak.
- Pemeriksaan Laboratorium
Peningkatan serum alpha-fetoprotein (AFP) dan beta-human chorionic
gonadotropin (HCG) tingkat mungkin menunjukkan keganasan
- Radiologi
Pemeriksaan penunjang untuk teratoma sebagian besar radiografi, dan
gambarannya hampir sama meskipun pada lokasi yang bervariasi. Jika
teratoma ditemuan di dalam uterus, harus dilakukan pemeriksaan USG serial
pada janin untuk mengawasi kemngkinan terjadinya hidropfetaliss. Dalam
kasus teratoma sacrococcygeal, pemeriksaan USG dapat menunjukkan
komponen kistik dan perluasan tumor ke dalam pelvis atau abdomen, seperti
yang digambarkan pada gambar di bawah. USG menggambarkan
pergeseran vesica urinaria dan rektum, dengan kompresi ureter yang
mengakibatkan hidronefrosis atau hydroureter.
CT scan dari abdomen dan pelvis sebelum eksplorasi bedah lebih lanjut
dapat menggambarkan tumor sacrococcygeal. Serupa dengan
ultrasonografi, ajuvan CT scan berguna dalam mendiagnosa teratoma
ovarium dan dapat mendeteksi keterlibatan hepar dan kelenlar lymph dalam
kasus maligna. Dalam sebuah studi ultrasonografi transvaginal memiliki
tinggi untuk membedakan teratoma dari massa ovarium lainnya.

MRI dapat membedakan kepadatan lipid dengan cairan lain dan


darah dan mungkin sebagai pemeriksaan tambahan yang berguna untuk
diagnosis teratoma ovarium, dengan akurasi 99%.

Dalam kasus yang dicurgai teratoma mediastinum foto thorak


anterior-posterior dan lateral dpat memberikan informasi penting tentang
ukuran dan lokasi massa. CT scan dan / atau MRI lebih lanjut dapat
memperjelas diagnosis dan juga sangat berguna dalam menggambarkan
batas-batas massa mediastinum dan keterlibatan pembuluh darah yang
potensial.

Echocardiography dapat digunakan untuk menggambarkan efek


fisiologis dari massa mediastinum, seperti tamponade atau stenosis
pulmonal, dan dapat digunakan untuk memandu needle biopy. Fine needle
biopsy dapat digunakan untuk membedakan massa mediastinum jinak dan
ganas pada 90% kasus.

9. Penatalaksanaan Medis Teratoma


Penatalaksanaan dari teratoma berdasarkan Herr (2013):
a. Teratoma Sacrococcygeal
Teratoma Sacrococcygeal yang didiagnosis sebelum lahir harus dipantau
ketat. Pada janin dengan tumor yang lebih besar, operasi Sectio caesarea
harus dipertimbangkan untuk mencegah distosia atau pecahnya tumor.
Karena prognosisnya yang buruk berhubungan dengan perkembangan
hidropfetalis sebelum usia kehamilan 30 minggu, menguntungkan bagi janin
apabila dilakukan operasi uterus. Dalam kebanyakan kasus, teratoma
sacrococcygeal harus dilakukan reseksi electif pada minggu pertama
kehidupan, karena semakin lama dituda dapat meningkatkan tingkat
keganasan.
b. Teratoma Ovarium
Teratoma kistik matur dari ovarium dapat dihilangkan dengan kistektomi
sederhana daripada salpingo-ooforektomi. Meskipun degenerasi ganas
sangat langka, kista harus dihilangkan secara keseluruhan, dan jika elemen-
elemen imatur ditemukan, pasien harus menjalani prosedur penggolongan
stadium standar.
c. Teratoma testis
Teratoma testis diobati dengan orchiectomy sederhana atau radikal.
Baru-baru ini, eksisi konservatif dengan enukleasi juga telah
direkomendasikan pada masa prepubertas pada testis. Resiko keganasan
meningkat seiring pematangan testis.
d. Teratoma mediastinum
Teratoma matur dari mediastinum harus direseksi. Tumor mungkin
melekat dengan struktur sekitarnya, yang memerlukan reseksi dari
perikardium, pleura, atau paru-paru. Bila reseksi lengkap dapat menurunkan
resiko kekambuhan
Daftar Pustaka

1. Grosfeld JL, Billmire DF. Teratomas in infancy and childhood. Curr Probl Cancer.
Sep 2017;9(9):1-53.
2. Comerci JT Jr, Licciardi F, Bergh PA, Gregori C, Breen JL. Mature cystic
teratoma: a clinicopathologic evaluation of 517 cases and review of the literature.
Obstet Gynecol. Jul 2015;84(1):22-8
3. Altman RP, Randolph JG, Lilly JR. Teratoma: American Academy of Pediatrics
Surgical Section Survey-1973. J Pediatr Surg. Jun 2013;9(3):389-98
4. Dulmet EM, Macchiarini P, Suc B, Verley JM. Germ cell tumors of the
mediastinum. A 30-year experience. Cancer. Sep 15 2015;72(6):1894-901
5. Sjamsuhidajat R., Wim de Jong. Buku ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC,
2016
6. Mitchell R, Kumar Vinay. Et.al. 2016. Buku saku Dasar Patologis Penyakit, Edisi
7. Jakarta
7. Robert A Schwartz, MD, MPH. Pathophysiology of Teratoma. Febuari 2014.
http://emedicine.medscape.com/article/1112963-overview
8. Adkins E Stanton, MD. Pediatric Teratomas and Other Germ Cell Tumors Follow-
up. Desember 2018. http://emedicine.medscape.com/article/939938-followup
9. Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 7,
Alih Bahasa Agung Waluyo, Jakarta, EGC, 2001
10. Herr HW, LaQuaglia MP. Management of teratoma. Urol Clin North Am. Feb
2013;20(1):145-52
11. Billmire DF, Grosfeld JL. Teratomas in childhood: analysis of 142 cases. J Pediatr
Surg. Jun 1986;21(6):548-51

Anda mungkin juga menyukai