TERATOMA
Oleh:
2. Etiologi Teratoma
Keberadaan teratoma telah diakui selama berabad-abad, selama itu pula
asal penyebabnya masih berupa spekulasi dan perdebatan. Dahulu masyarakat
mempercayai penyebabnya adalah karena menelan gigi dan rambut, kutukan
dari penyihir, mimpi buruk, atau berhubungan dengan setan. Teori yang paling
banyak dipakai saat ini adalah parthenogenik yang mengatakan teratoma
berasal dari sel germinal primordial. Teori ini didukung oleh distribusi anatomi
dari tumor yaitu sepanjang jalur migrasi sel germinal primordial dari kantung yolk
pada gonad primitif. Linder dan rekan melakukan penelitian dari teratoma kistik
matur dari ovarium . Mereka menggunakan teknik sitogenetik canggih untuk
menunjukkan bahwa tumor ini berasal dari sel germinal dan timbul dari sel
germinal tunggal setelah pembelahan meiosis pertama (Comerci, 2015).
4. Klasifikasi Teratoma
Teratoma diklasifikasikan berdasarkan tiga kategori histopatologi (Billmire,
2014):
a. Teratoma benigna terdapat deferensiasi baik, benigna, matur, hanya jaringan
dewasa
b. Teratoma dengan imatur jaringan embrionik yang bukan maligna seutuhnya,
dengan atau tanpa jaringan matur
c. Teratoma maligna , dengan jaringan maligna seutuhnya, ditambah jaringan
matur dan /atau embrionik
5. Stadium Teratoma
Secara mikroskopis dipakai sistem diferensiasi dari Norris yang dimodifikasi
oleh Robboy dan Scully (Dulmet, 2015):
7. Patofisiologi Teratoma
Teratoma tersusun atas berbagai jenis sel parenkimal yang berasal lebih
dari satu lapisan germinal dan sering berasal dari ketiga lapisan. Tumor ini
berasal dari sel-sel totipoten, umumnya pada garis tengah atau paraxial. Lokasi
yang paling sering adalah sacrococcygeal (57%). Karena berasal dari sel
totipoten, sehingga sering ditemukan di kelenjar gonad (29%). Sejauh ini, lokasi
gonad yang paling sering terjadi adalah pada ovarium, disusul pada testis. Kista
teratoma kadang muncul pada sequestered midline embryonic cell rests dan bisa
pada mediastinum (7%), retroperitonial (4%), cervical (3%) dan intrakranial (3%).
Sel-sel berdiferensiasi sesuai lapisan germinal, yang terdiri dari berbagai
jaringan pada tubuh, seperti rambut, gigi, lemak, kulit, otot, dan jaringan endokrin
(Robert, 2014). Teratoma terbentuk dan berkembang selama kehidupan
intrautrin, dapat menjadi sangat besar pada teratoma sakrokoksigeus seiring
dengan perkembangan fetus. Teratoma sakrokoksigeus muncul dari primitif knot
atau hensen’s node. Hensen’s node adalah suatu agregasi dari sel totipotensial
yang merupakan pengatur utama pada perkembangan embrionik. Semula
terletak di bagian posterior embrio yang bermigrasi secara caudal pada minggu
pertama kehidupan didalam ekor embrio, akhirnya berhenti di anterior tulang ekor
(coccyx). Alur migrasi dari sel germinal menunjukan lokasi dan patologi yang
paling sering terdapat teratoma (sakrokoksigeus dan gonad). Sel-sel ini dapat
meluas ke postero-inferior masuk daerah glutea dan /atau postero-superior
masuk ke rongga abdominopelvik. Pemisahan sel totipotensial dari hansen’s
node mungkin menyebabkan munculnya teratoma sakrokoksigeus. Sel
pleuripotensial ini melarikan diri dari kontrol pengatur embrionik dan
berdiferensiasi masuk dalam jaringan yang tidak biasa ditemukan pada daerah
sakrokoksigeus. Tumor terjadi dekat dengan tulang ekor, dimana konsentrasi
terbesar primitif sel berada untuk waktu yang lama selama masa perkembangan
(Adkins, 2018).
1. Grosfeld JL, Billmire DF. Teratomas in infancy and childhood. Curr Probl Cancer.
Sep 2017;9(9):1-53.
2. Comerci JT Jr, Licciardi F, Bergh PA, Gregori C, Breen JL. Mature cystic
teratoma: a clinicopathologic evaluation of 517 cases and review of the literature.
Obstet Gynecol. Jul 2015;84(1):22-8
3. Altman RP, Randolph JG, Lilly JR. Teratoma: American Academy of Pediatrics
Surgical Section Survey-1973. J Pediatr Surg. Jun 2013;9(3):389-98
4. Dulmet EM, Macchiarini P, Suc B, Verley JM. Germ cell tumors of the
mediastinum. A 30-year experience. Cancer. Sep 15 2015;72(6):1894-901
5. Sjamsuhidajat R., Wim de Jong. Buku ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC,
2016
6. Mitchell R, Kumar Vinay. Et.al. 2016. Buku saku Dasar Patologis Penyakit, Edisi
7. Jakarta
7. Robert A Schwartz, MD, MPH. Pathophysiology of Teratoma. Febuari 2014.
http://emedicine.medscape.com/article/1112963-overview
8. Adkins E Stanton, MD. Pediatric Teratomas and Other Germ Cell Tumors Follow-
up. Desember 2018. http://emedicine.medscape.com/article/939938-followup
9. Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 7,
Alih Bahasa Agung Waluyo, Jakarta, EGC, 2001
10. Herr HW, LaQuaglia MP. Management of teratoma. Urol Clin North Am. Feb
2013;20(1):145-52
11. Billmire DF, Grosfeld JL. Teratomas in childhood: analysis of 142 cases. J Pediatr
Surg. Jun 1986;21(6):548-51