Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.S DENGAN SNH

DISUSUN OLEH :

ERLINA ARIANTI

(106117020)

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN 3A
TAHUN AJARAN 2019/2020
A. DEFINISI
Subdural hematoma adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural (di
antara duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya
vena- vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous
tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh
arteri pada permukaan otak.

B. ETIOLOGI
Keadaan ini timbul setelah cedera/trauma kepala hebat, seperti
perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam
ruangan subdural. Perdarahan subdural dapat terjadi pada:
a) Trauma kapitis
Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau
putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.
Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah
terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada
orangtua dan juga pada anak-anak.
b) Non trauma
Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan
subdural. Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan
perdarahan subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari
tumor intrakranial. Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati, penggunaan
antikoagulan.

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh massa
hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala klinik yang
paling sering ditemukan. Lesi pasca trauma baik hematoma atau lesi parenkim
otak biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan
kontralateral terhadap defisit motorik. Akan tetapi gambaran pupil dan
gambaran motorik tidak merupakan indikator yang mutlak bagi menentukan
letak hematoma. Gejala motorik mungkin tidak sesuai bila kerusakan parenkim
otak terletak kontralateral terhadap SDH atau karena terjadi kompresi
pedunkulus serebral yang kontralateral pada tepi bebas tentorium. Trauma
langsung pada saraf okulomotor atau batang otak pada saat terjadi trauma
menyebabkan dilatasi pupil kontralateral terhadap trauma. Perubahan
diamater pupil lebih dipercaya sebagai indikator letak SDH.

D. PATOFISIOLOGI
Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi
akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena
di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena
robeknya araknoidea. Karena otak yang bermandikan cairan cerebrospinal
dapat bergerak, sedangkan sinus venosus dalam keadaan terfiksir,
berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa
vena halus pada tempat di mana mereka menembus duramater. Perdarahan yang
besar akan menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural.
E. PATHWAYS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan darah rutin,
elektrolit, profil hemostasis/koagulasi.
b. MRI (Magnetic resonance imaging)
c. CT-SCAN
G. KOMPLIKASI
Setiap tindakan medis pasti akan mempunyai resiko. Cedera parenkim otak
biasanya berhubungan dengan subdural hematom akut dan dapat
meningkatkan tekanan intrakranial. Pasca operasi dapat terjadi rekurensi atau
masih terdapat sisa hematom yang mungkin memperlukan tindakan
pembedahan lagi. Sebanyak sepertiga pasien mengalami kejang pasca trauma
setelah cedera kepala berat. Infeksi luka dan kebocoran CSF bisa terjadi setelah
kraniotomi. Meningitis atau abses serebri dapat terjadi setelah dilakukan
tindakan intrakranial.

H. PENATALAKSANAAN
Dalam menentukan terapi apa yang akan digunakan untuk pasien SDH, tentu kita
harus memperhatikan antara kondisi klinis dengan radiologinya. Didalam masa
mempersiapkan tindakan operasi, perhatian hendaknya ditujukan kepada
pengobatan dengan medikamentosa untuk menurunkan peningkatan tekanan
intrakrania (PTIK). Seperti pemberian manitol 0,25gr/kgBB, atau furosemid 10
mg intravena, dihiperventilasikan.
Tindakan Tanpa Operasi
Pada kasus perdarahan yang kecil (volume 30 cc ataupun kurang) dilakukan
tindakan konservatif. Tetapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan terjadi
penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang kemudian
dapat mengalami pengapuran.
Tindakan Operasi
Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejala-
gejala yang progresif, maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan
pengeluaran hematoma.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Keadaan umum
b. Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
c. TTV
d. Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.
e. Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi.
f. Sistem Perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
g. Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan
selera
h. SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi
i. Sistem Persarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi
sebagian tubuh.
a) Nervus cranial
NO KOMPONEN NILAI HASIL
1 VERBAL 1 Tidak berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti,
rintihan
3 Bicara kacau/kata-kata tidak
tepat/tidak nyambung
dengan pertanyaan
4 Bicara membingungkan,
jawaban tidak tepat
5 Orientasi baik
2 MOTORIK 1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menarik area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Dengan perintah
3 Reaksi 1 Tidak berespon
membuka mata 2 Rangsang nyeri
(EYE) 3 Dengan perintah (rangsang
suara/sentuh)
4 Spontan
N.I : Penurunan daya penciuman
 N.II : Pada trauma frontalis terjadi
penurunan penglihatan
 N.III, N.IV, N.VI : Penurunan lapang pandang, refleks cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat
mengikuti perintah, anisokor.
 N.V : gangguan mengunyah
 N.VII, N.XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3
anterior lidah
 N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
 N.IX , N.X , N.XI : jarang ditemukan

b) Skala Koma glasgow (GCS)

c) Fungsi motorik

RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan

d) Pemeriksaan persistem dan pemeriksaan fungsional.


1) Sistem persepsi dan sensori ( pemeriksaan panca indera: penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap, dan perasa ).
2) Sistem persarafan ( tingkat kesadaran / nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu dan tempat ).
3) Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan nafas
).
4) Sistem kardiovaskuler ( nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi ).
5) Sistem gastrointestinal ( nilai kemampuan menelan, nafsu makan / minum,
peristaltik, eliminasi ).
6) Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka / lesi).
7) Sistem reproduksi.
8) Sistem perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAB)
9) Pola Makan / cairan.
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air
liur keluar,disfagia ).
10) Aktifitas / istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, letargie, hemiparese, kuadreplegia, ataksia,
cara berjalan tak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan tonus
otot dan tonus spatik.
11) Sirkulasi
Gejala : normal atau perubahan tekanan darah.Tanda :
perubahan frekuensi jantung (bradikaria, takikardia yang
diselingi disritmia).
12) Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku kepribadian ( terang atau dramatis )
Tanda : cemas mudah tersinggung, delirium,agitasi, bingung,
depresi dan impulsive.
13) Eliminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih / usus atau megalami
gangguan fungsi,
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agens cidera biologis
2. Hambata mobilitas fisik b.d penurnan kekuatan otot

K. INTERVENSI KPERAWATAN
NO DX KEP NOC NIC
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan
b.d agens keperawatan nyeri akut teratasi 1.A manajemen nyeri
cidera NOC : tingkat nyeri 1.1 lakukan pengkajian nyeri
biologis No Indicator IR ER komperhensif,yang meliputi
1. Nyeri yang lokasi,karakteristik,durasi,kualitas,
dilaporkan Intensitas atau berat nyeri dan faktor
2. Panjang pencetus.
episode nyeri 1.2 gali pengetahuan dan kepercayaan
3. Ekspresi nyeri pasien mengenai nyeri
wajah 1.3 gali Bersama pasien faktor-faktor
4. Mengeriyit yang dapat menurunkanatau
Keterangan : memperberat nyeri
1. Berat 1.4 berikan informasi mengenai
2. Cukup berat nyeri,seperti penyebab
3. Sedang nyeri,berapalama nyeri akan dirasakan,
4. Ringan dan antisipasi dari ketidak nyamanan
Tidak ada dari prosedur
1.5 ajarkan prinsip-prinsip manajemen
nyeri

2. Hambatan Setelah dilakukantindakan 2.A peningkatan meknika tubuh


mobilitas b.d keperawatan hambatan mobilitas 2.1 kaji komitmen pasien untuk belajar
penurunan fisik teratasi dan menggunakan postur tubuh yang
kekuatan NOC : ambulasi benar
otot No Indicator IR ER 2.2 bantu untuk menghindari duduk
1. Menopang dalam posisi yang sama dalam jangka
berat badan waktu yang lama
2. Berjalan 2.3 intruksikan pasien untuk
dengan menggerakan kaki terlebih dahulu
langkahyang kemudin badan ketika memulai berjalan
efektif dari posisi berdiri
3. Berjalan 2.4 bantu pasien atau keluarga untuk
dengan pelan mengidentifikasi latihan postur tubuh
4. Berjalan yang sesuai
dengan
kecepatan
sedang
Keretangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
DAFTAR PUTAKA
www.academia.id NANDA, NIC, NOC

Anda mungkin juga menyukai