Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tahun lalu terjadi 110.648 kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia. Hal tersebut sangat sangat memperihatinkan sekali. Apalagi bulan yang lalu terdapat isu kenaikan BBM, isu tersebut mamicu beberapa KDRT di Indonesia. Sangat miris sekali hal yang kecil bisa membuat KDRT di suatu rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri. KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang atau terutama perempuan, penderitaan yang berakibat timbulnya dan kesengsaraan secara fisik, seksual, psikologis,

penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersub ordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah tangga, tinggal di rumah ini. Ironisnya kasus KDRT sering ditutup-tutupi oleh si korban karena terpaut dengan struktur budaya, agama dan sistem hukum yang belum dipahami. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya. (wikipedia). Karena kekerasan dalam rumah tangga terpaut dalam stuktur budaya, dalam makalah ini akan membahas pendekatan secara transkultural. Yaitu pendekatan pada salah satu budaya agar kekerasan rumah tangga ini tidak terjadi. Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis, yang difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. Pelayanan keperawatan transkultural diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
1

Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti bahasa. Sedangkan kultur yang universal adalah nilai atau norma yang diyakini dan dilakukan hampir oleh semua kultur seperti budaya berolahraga membuat badan sehat, bugar; budaya minum teh dapat membuat tubuh sehat (Leininger, 1978). 1.2 Rumusan Masalah a. Apa definisi dari pendekatan transkultural dan family violence? b. Bagaimana cara melaksanakan keperawatan komunitas dengan pendekatan transkultural pada family violence? c. Bagaimana proses keperawatan komunitas dengan pendekatan transkultural pada family violence? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Mahasiswa mengetahui tentang keperawatan komunitas dengan pendekatan transkultural pada family violence 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui definisi dari pendekatan transkultural dan family violence b. Mengetahui cara melaksanakan keperawatan komunitas dengan pendekatan transkulturalpada family violence c. Mengetahui Bagaimana proses keperawatan komunitas dengan pendekatan transkultural pada family violence

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Undang-Undang PKDRT menyebutkan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1 ayat 1). Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1): a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri); b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga). B. Bentuk-bentuk KDRT Bentuk-bentuk KDRT adalah (Pasal 5): a. Kekerasan fisik; Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6).
b.

Kekerasan psikis;

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang (pasal 7) c. Kekerasan seksual; Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar

dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): 1. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; 2. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. d. Penelantaran rumah tangga Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9). C. Penyebab KDRT Kekerasan dalam rumah tangga dapat dipicu oleh banyak faktor. Diantaranya ada faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, cemburu dan bisa juga disebabkan adanya salah satu orang tua dari kedua belah pihak, yang ikut ambil andil dalam sebuah rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan faktor ekonomi, bisa digambarkan misalnya minimnya penghasilan suami dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga. Terkadang ada seorang istri yang terlalu banyak menuntut dalam hal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, baik dari kebutuhan sandang pangan maupun kebutuhan pendidikan. Dari situlah timbul pertengkaran antara suami dan istri yang akhirnya menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Kedua belah pihak tidak lagi bisa mengontrol emosi masing-masing. Seharusnya seorang istri harus bisa memahami keuangan keluarga. Naik turunnya penghasilan suami sangat mempengaruhi besar
4

kecilnya pengeluaran yang dikeluarkan untuk keluarga. Disamping pendapatan yang kecil sementara pengeluaran yang besar seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim. Cara itu bisa menghindari pertengkaran dan timbulnya KDRT di dalam sebuah keluarga. Dari faktor pendidikan, bisa disebabkan oleh tidak adanya pengetahuan dari kedua belah pihak bagaimana cara mengimbangi dan mengatasi sifat-sifat yang tidak cocok diantara keduanya. Mungkin di dalam sebuah rumah tangga ada suami yang memiliki sifat arogan dan cenderung menang sendiri, karena tidak adanya pengetahuan. Maka sang istri tidak tahu bagaimana cara mengatasi sifat suami yang arogan itu sendiri. Sehingga, sulit untuk menyatukan hal yang berbeda. Akhirnya tentulah kekerasan dalam rumah tangga. Kalau di dalam rumah tangga terjadi KDRT, maka perempuan akan menjadi korban yang utama. Seharusnya seorang suami dan istri harus banyak bertanya dan belajar, seperti membaca buku yang memang isi bukunya itu bercerita tentang bagaimana cara menerapkan sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan istri bisa mengimbangi kebutuhan psikis, di mana kebutuhan itu sangat mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang suami atau istri harus bisa saling menghargai pendapat pasangannya masing-masing. Sepertti halnya dalam berpacaran. Untuk mempertahankan sebuah hubungan, butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya. Begitu juga halnya dalam rumah tangga harus dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga
5

berlebih-lebihan. Tidak sedikit seorang suami yang sifat seperti itu, terkadang suami juga melarang istrinya untuk beraktivitas di luar rumah. Karena mungkin takut istrinya diambil orang atau yang lainnya. jika sudah begitu kegiatan seorang istri jadi terbatas. Kurang bergaul dan berbaur dengan orang lain. Ini adalah dampak dari sikap seorang suami yang memiliki sifat cemburu yang terlalu tinggi. Banyak contoh yang kita lihat dilingkungan kita, kajadian seperti itu. Sifat rasa cemburu bisa menimbukan kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga juga bisa disebabkan tidak adanya rasa cinta pada diri seorang suami kepada istrinya, karena mungkin perkawinan mereka terjadi dengan adanya perjodohan diantara mereka tanpa didasari dengan rasa cinta terlebih dahulu. Itu bisa membuat seorang suami menyeleweng dari garis-garis menjadi seorang suami yang baik dan lebih bertanggung-jawab. Suami sering bersikap kasar dan ringan tangan. Untuk menghadapi situasi yang seperti ini, istri butuh kesabaran yang sangat amat besar. Berusaha berbuat semanis mungkin agar suami bisa berubah dan bersikap manis kepada istri. Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang bisa memicu konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita melihat kesalahan orang lain, marilah kita berkaca pada diri kita sendiri. Sebenarnya apa yang terjadi pada diri kita, sehingga menimbulkan perubahan sifat yang terjadi pada pasangan kita masing-masing. D. Korban KDRT Berdasarkan UU ini, korban berhak mendapatkan (pasal 10): a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan; b. c. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis; Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;

d.

Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan

e.

Pelayanan bimbingan rohani Selain itu, korban juga berhak untuk mendapatkan pelayanan demi

pemulihan korban dari (pasal 39): a. Tenaga kesehatan; b. Pekerja sosial; c. Relawan pendamping; dan/atau d. Pembimbing rohani Melalui Undang-Undang ini pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk itu pemerintah harus (pasal 12): a. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga; b. Menyelenggarakan komunikasi informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; c. Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; dan d. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif jender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender. Selain itu, untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah dapat melakukan upaya: a. Penyediaan ruang pelayanan khusus (RPK) di kantor kepolisian; b. Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani; c. Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerjasama program pelayanan yang mudah diakses korban; d. Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan teman korban. E. Cara Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
7

Sama seperti masalah lainnya, KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) merupakan issue yang kompleks serta tidak dapat digeneralisasikan. Untuk dapat memahami serta mencegahnya, kita perlu memahami semua jenis komponen yang terlibat. 1. Tipe Pelaku A. Orang yang menggunakan kekerasan untuk mengekspresikan kemarahan. Biasanya orang ini mengalami masa kecil yang sarat ketegangan serta kekerasan. Alhasil sewaktu ia marah, kemarahan muncul dalam kadar yang besar. Ditambah dengan pembelajaran cara pengungkapan yang keliru, ia rentan untuk melakukan tindak kekerasan kepada pasangannya. Biasanya orang dengan tipe ini menyadari bahwa tindakannya salah namun ia sendiri tidak dapat mengendalikan dirinya tatkala marah. B. Orang yang menggunakan kekerasan untuk mengumbar kekuasaan. Orang seperti ini cenderung memandang pasangannya sebagai obyek yang perlu dikuasai serta diajar. Ia cepat menafsir bantahan pasangan sebagai upaya untuk menghina atau melawannya tindakan yang mengharuskannya untuk mengganjar pasangannya. Orang ini biasanya tidak merasa bersalah sebab ia menganggap tindakannya dapat dibenarkan sebab menurutnya, pasangan memang seharusnya menerima ganjaran itu. C. Orang yang menggunakan kekerasan untuk menyeimbangkan posisi dalam pernikahan. Pada umumnya orang ini merasa diri substandard terhadap pasangan serta cepat menuduh pasangan sengaja untuk merendahkannya. Itu sebabnya ia menggunakan kekerasan untuk merebut kembali kekuasaan dalam rumah tangganya, biasanya ia tidak merasa bersalah. D. Orang yang menggunakan kekerasan sebagai jalan keluar terakhir untuk menyelesaikan konflik. Pada umumnya orang ini tidak terbiasa menggunakan kekerasan namun dalam keadaan frustrasi, ia pun merasa terdesak sehingga secara

spontan menggunakan kekerasan. Pada dasarnya ia tidak menyetujui cara ini serta merasa bersalah telah melakukannya. 2. Tipe Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga A. Orang yang berjenis penantang. Orang ini hanya mengenal bahasa menaklukkan atau ditaklukkan oleh karena masa kecil yang juga sarat dengan kekerasan. Itu sebabnya sewaktu terjadi perselisihan, ia cepat bereaksi menantang seakan-akan perselisihan merupakan ajang adu kekuatan alias perkelahian. Tidak jarang, korban dengan tipe penantang adalah pihak pertama yang menggunakan kekerasan. B. Orang yang bergantung. Orang ini tidak dapat hidup sendirian serta membutuhkan pasangan untuk menghidupinya. inch Orang tipe bergantung membuat pasangan kehilangan respek sehingga dalam kemarahan ia mudah terjebak dalam penggunaan kekerasan. Kekerasan merupakan wujud keinginannya untuk melepaskan diri dari kebergantungan pasangan pada dirinnya sekaligus ekspresi dari ketidakhormatan kepada pasangan yang bergantung. C. Orang yang berperan sebagai pelindung. Orang ini senantiasa berusaha keras menutupi masalah keluarganya demi menjaga nama baik. Orang bertipe ini cenderung menoleransi kekerasan alias membiarkannya sehingga masalah terus berulang. Orang ini selalu berusaha mengerti namun tindakan ini berakibat buruk pada pasangan yang menggunakan kekerasan. Ia makin leluasa menggunakan kekerasan karena tidak ada konsekuensi yang menantinya. 3. Dampak Kekerasan pada Anak A. Dampak pertama adalah ketegangan. Anak senantiasa hidup dalam bayang-bayang kekerasan yang dapat terjadi kapan saja serta ini menimbulkan efek antisipasi. Anak selalu mengantisipasi jauh sebelumnya bahwa kekerasan akan terjadi sehingga hari-harinya terisi oleh ketegangan. B. Berikut adalah mengunci pintu perasaan. Ia berupaya melindungi dirinya agar tidak tegang serta takut dengan cara tidak
9

mengizinkan dirinya merasakan apa pun. Singkat kata, ia membuat perasaannya mati supaya ia tidak lagi harus merasakan kekacauan serta ketegangan. C. Kebalikan dari yang sebelumnya adalah justru membuka pintu perasaan selebar-lebarnya, dalam pengertian ia tidak lagi memunyai kendali atas perasaannya. Ia mudah marah, takut, sedih, tegang serta semua perasaan ini mengayunkannya setiap waktu. D. Dampak berikut adalah terhambatnya pertumbuhan anak. Untuk dapat bertumbuh dengan regular anak memerlukan suasana hidup yang tenteram. Ketakutan serta ketegangan melumpuhkan anak serta menghambat pertumbuhan dirinya. Misalnya, dalam kepercayaan, ia sukar sekali memercayai siapa pun serta masalah ini akan memengaruhi relasinya kelak sebab ia akan mengalami kesulitan membangun sebuah relasi yang intim. E. Terakhir adalah kekerasan dalam rumah tangga akan mendistorsi pola relasi. Pada akhirnya anak rawan untuk mengembangkan pola relasi bermasalah seperti manipulatif, pemangsa, pemanfaat, serta peran korban. 4. Pemicu Kekerasan A. Dalam situasi yang relatif regular, kekerasan terjadi akibat situasi panas yang menjadi tak terkendali. Pada akhirnya akal sehat serta penguasaan diri tunduk pada kemarahan yang memuncak sehingga terjadilah kekerasan. B. Kekerasan dapat terjadi tatkala salah satu pihak merasa dipermalukan. Dampak daripada dipermalukan adalah merasa dihina sehingga keluarlah kekerasan untuk membalas rasa dihina itu. C. Kekerasan juga dapat terjadi sewaktu seseorang merasa terancam. Ia merasa bahaya makin mendekatinya serta untuk menghalaunya ia menggunakan kekerasan. Misalnya pasangan mengancam untuk menceraikannya atau melaporkannya ke pihak tertentu. Dalam kondisi terancam ini seseorang rentan untuk menggunakan kekerasan untuk menghentikan datangnya bahaya.
10

D. Ada pula yang memang menikmati serta memperoleh kesenangan dari kekerasan. Sudah tentu ini tergolong gangguan kepribadian yang serius. Ia merasa puas serta di atas angin tatkala dapat membuat orang menderita atau setidaknya, takut kepadanya. 5. Reaksi Terhadap Kekerasan A. Pada umumnya korban merasa ketakutan yang besar. Pada akhirnya hidupnya menjadi lumpuh karena ia selalu dibayang-bayangi konsekuensi buruk yang menantinya. B. Kebanyakan korban juga menyimpan marah serta benci kendati tidak selalu ia memerlihatkannya karena takut. C. Banyak korban kekerasan yang merasa malu. Mungkin malu dilihat orang berhubung adanya bekas pemukulan tetapi kalaupun tidak ada bekasnya, ia merasa malu karena perbuatan kekerasan merupakan aib dalam keluarga. Julukan dipukuli suami tetap bukanlah julukan yang terhormat. D. Terakhir adalah hilangnya respek pada pasangan. Serta, biasanya hilangnya respek diikuti oleh hilangnya kasih. Sayangnya namun cukup sering terjadi, korban pun pada akhirnya kehilangan respek pada diri sendiri serta cenderung melihat diri seperti sampah. 6. Mengatasi Kekerasan dari Pihak Korban A. Korban perlu berupaya menghilangkan faktor pemicu yaitu, situasi memanas yang tak terkendali, merasa dipermalukan, serta merasa terancam. B. Korban pun harus mengundang keterlibatan pihak luar sebab jika tidak, cuando pelaku kekerasan akan makin menjadi-jadi. Sesungguhnya yang diinginkan cuando pelaku kekerasan adalah agar masalah tidak diketahui pihak luar, supaya ia tetap bebas berulah. Itu sebabnya ia kerap mengancam korban untuk tutup mulut. 7. Mengatasi Kekerasan dari Pihak Pelaku

11

A. Pelaku harus belajar memfokuskan pada proses inner. Misalnya menanyakan, sesungguhnya apakah yang dibutuhkan atau diinginkannya. Pada dasarnya tindak kekerasan merupakan sebuah usaha untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkannya namun dengan cara yang salah serta berbahaya. B. Pelaku juga perlu belajar untuk tidak terbelenggu oleh respons atau sikap orang lain terhadapnya. Ia terlalu mudah memberi reaksi sehingga gagal memikirkan serta mencegahnya. C. Pelaku mesti belajar untuk memintabukan menuntut pasangan. Ini sulit dilakukannya sebab perbuatan ini menuntutnya untuk rendah hati. Namun untuk mencegah terulangnya kekerasan, ia harus belajar mengungkapkan isi hatinya secara terbuka. Kekerasan tidak terjadi sepanjang waktu, tetapi Anda akan mengalami masa-masa damai bahkan menyenangkan dengan pasangan anda. Maka sebaiknya Anda mengetahui pola lingkaran kekerasan itu.
1.

Fase Pertama: Ketegangan Yang Meningkat

Ketegangan mulai muncul. Pelaku mulai membuat insiden kecil, kekerasan lisan seperti memaki atau membentak serta kekerasan fisik kecil-kecilan.

Perempuan mencoba menenangkan atau menyabarkan pasangan dengan cara apapun yang menurutnya akan membawa hasil Tetapi kemudian perempuan merasa tidak banyak yang bisa dia lakukan karena sekuat apapun dia berusaha menyenangkan suami/pasangan kekerasan terus saja terjadi

Suami/pasangan melakukan penganiayaan sewaktu tidak ada orang lain. Suami/pasangan mulai ada kekhawatiran bahwa istire/pasangannya akan pergi meninggalkannya karena ia tahu bahwa perbuatannya tidak pantas.

Pada diri suami/pasangan terdapat rasa cemburu yang berlebihan karena rasa memiliki yang tinggi Perempuan semakin merasa takut dan menarik diri

12

Ketegangan kecil mulai bertambah Ketegangan semakin tidak tertahankan oleh perempuan

2. Fase Kedua: Penganiayaan


Ketegangan yang meningkat meledak menjadi penganiayaan Suami/pasangan kehilangan kendali atas perbuatannya Suami/pasangan memulai dengan kata-kata ingin memberi pelajaran kepada perempuan bukan menyakiti Penganiayaan terus terjadi meskipun Anda sudah terluka Perempuan berusaha bersabar dan menunggusampai keadaan tenang kembali dengan pikiran bahwa kalau dia melawan ia akan semakin teraniaya

Ketegangan yang berasal dari ketidaktahuan atas apa yang terjadi mengakibatkan stress, sukar tidur, hilang nafsu makan atau malah makan berlebihan, selalu merasa lelah, sakit kepala, dan lain-lain

Setelah penganiayaan terjadi biasanya korban menjadi tidak percaya bahwa pasangannya memang bermaksud memukul dan mengingkari kenyataan bahwa pasangannya telah berlaku kejam terhadapnya

Pada fase ini biasanya korban tidak mencari pertolongan kecuali kalau lukanya parah

3. Fase Ketiga: Minta Maaf dan Kembali Mesra

Pelaku meminta maaf kepada korban seraya berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya khususnya jika si perempuan mengancam akan pergi meninggalkannya. Si lelaki biasanya mengajukan banyak alasan kenapa penganiayaan itu terjadi. Tak jarang juga lelaki si pelaku bersikap seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Ia bertingkah seperti kehidupan berjalan normal

Si perempuan menyakinkan dirinya untuk mempercayai janji-janji pelaku sehingga ia tetap bertahan Si perempuan menyakinkan dirinya untuk mempercayai janjijanjinya sehingga dia tetap bertahan Korban merasa yakin bahwa cinta mengalahkan segalanya

13

Suami/pasangan istri/pasangan

menyakinkan

betapa

ia

membutuhkan

Setelah fase ketiga ini maka akan kembali ke fase pertama yaitu fase ketegangan yang meningkat dan kemudian terjadi fase penganiayaan. Dan siklus ini akan berulang kembali. Inilah yang disebut sebagai lingkaran kekerasan. Jangka waktu antar fase bisa cepat atau lambat. Dan ingatlah bahwa laki-lakilah yang mengontrol lingkaran kekerasan ini bukan perempuan. Lingkaran kekerasan ini akan berlangsung terus menerus, artinya KDRT akan terus terjadi kecuali:

Lelaki bertanggungjawab atas tindakannya dan benar-benar berubah sikapnya Perempuan meninggalkan situasi lingkaran dan/atau menempuh jalan hukum untuk menghentikannya.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

1.

Pengkajian Kecemasan 14

Perilaku Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, menarik diri, mengahalangi, menarik diri dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari hubungan intrapersonal. Stresor Pecetus Stesor penscetus mungkin berasal dari sumber internal dan sumber eksternal. Stressor pencetus dibagi menjadi dua kategori. Kategori pertama yaitu ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kkapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Katagori kedua yaitu ancaman terhadap system diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi social yang terintegrasi seseorang. Mekanisme koping Tingkat kecemasan seseorang dapat menimbulkan dua mekanisme koping. Mekanisme yang pertama adalah mekanisme yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari, dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistic tuntutan situasi stress(Perilaku menyerang untuk mengatasi hambatan pemenuhan, perilaku menarik diri secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan sumber stress, perilaku kompromi untuk mengubah tujuan). Mekanisme yang kedua adalah mekanisme pertahan ego yang membantu mengatasi ansietas. Gangguan Tidur

Perilaku Sumber koping : dukungan social dari keluarga, teman, dan pemberi pelayanan juga merupakan sumber yang penting. Mekanisme koping : represi perasaan, konflik, menyangkal masalah psikologis. Gangguan Seksual Perilaku Factor predisposisi dan faktor pencetus Mekanisme koping Diagnosa Keperawatan

2.

a. Kecemasan Ansietas Inefektif koping 15

Ketakutan Gangguan Tidur Gangguan cerita tubuh Proses perubahan keluarga b. Gangguan pola tidur Kerusakan interaksi social c. Gangguan Seksual Gangguan citra tubuh Ketakutan Ketidakberdayaan Nyeri Gangguan harga diri Perubahan peforma peran Resiko terhadap kesepian Distress spiritual Kerusakan interaksi social 3.

Identifikasi Hasil Kecemasan Pasien akan menunjukkan cara adaptif dalam mengatasi stress

Gangguan tidur Pasien akan mengekspresikan perasaannya secara verbal daripada melalui perkembangan gejala-gejala fisik.

Gangguan seksual Pasien akan mencapai tingkat maksimal respons seksual yang adaptif untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan.

4.

Perencanaan Kecemasan Pasien harus mengembangkan kapasitasnya untuk mentoleransi ansietas.

Gangguan tidur Penyuluhan untuk pasien tentang strategi koping yang adaptif.

Gangguan seksual Lakukan penyuluhan. 16

5.

Implementasi Kecemasan Memecahkan masalah yang membuat pasien cemas Gangguan tidur

Memenuhi kebutuhan fisiologis pasien. Memenuhi kebutuhan dasar akan rasa aman dan keselamatan.

Gangguan Seksual Sebelum melakukan penyuluhan perawat harus memeriksa nilai dan keyakinannya sendiri tentang pasien yang berperilaku seksual yang mungkin berbeda.

6.

Evaluasi Kecemasan
Sudahkah ancaman terhadap integritas fisik atau system diri pasien berkurang

dalam sifat, jumlah, asal, atau waktunya?


Apakah perilaku pasien menunjukkan ansietas? Sudahkah sumber koping pasien dikaji dan dikerahkan dengan adekuat? Apakah pasien menggunakan respon koping adaptif? b.

Gangguan tidur

Sudahkah pola tidurnya telah normal kemabali? Apakan kecemasan masih mengganggu tidur pasien?

c.

Gangguan seksual Apakah pengakajian keperawatan tentang seksualitas telah lengkap, akurat, dan dilakukan secara professional? Apakah pasien merasakan perbaikan selama perbaikan? Apakah hubungan interpersonal pasien telah meningkat? Apakah penyuluhan kesehatan tentang ekspresi seksual telah dilakukan dengan benar? Apakah perasaan perawat sendiri tentang seksual telah digali semua pada pasien?

17

BAB IV PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan makalah di atas, maka kami dapat menarik kesimpulan bahwa Kekerasan dalam rumah tangga dapat dipicu oleh banyak faktor. Diantaranya ada faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, cemburu dan
18

bisa juga disebabkan adanya salah satu orang tua dari kedua belah pihak, yang ikut ambil andil dalam sebuah rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga juga bisa disebabkan tidak adanya rasa cinta pada diri seorang suami kepada istrinya, karena mungkin perkawinan mereka terjadi dengan adanya perjodohan diantara mereka tanpa didasari dengan rasa cinta terlebih dahulu. Itu bisa membuat seorang suami menyeleweng dari garis-garis menjadi seorang suami yang baik dan lebih bertanggung-jawab. Suami sering bersikap kasar dan ringan tangan. Untuk menghadapi situasi yang seperti ini, istri butuh kesabaran yang sangat amat besar. 3.2 Saran Keluarga dengan kekerasan rumah tangga seperti yang sudah dibicarakan di atas, memang banyak diperhadapkan dengan masalah. Oleh karena itu, sebaiknya keluarga harus memperhatikan dengan benar setiap asuhan perawatan yang diberikan baik terhadap istri sebagai keluarga maupun pada anak sebagai anggota keluarga. Dengan begitu keluarga dapat melaksanakan pola asuhan keluarga dengan kekerasan dalam rumah tangga secara mandiri. Untuk itu tidak lepas pula bimbingan dari tenaga kesehatan, terutama perawat.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Putra,Andrie.2011.Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Diakses dari http://iqbalperdana26.blogspot.com/2011/11/kekerasan-dalam-rumah-tanggakdrt.html pada 8 Mei 2012
19

Adinda,Titiana.2012.Lingkaran Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Diakses dari http://titiana-adinda.blogspot.com/2012/03/lingkaran-kekerasan-dalamrumah-tangga.html pada 8 mei 2012

20

Anda mungkin juga menyukai