Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners


Departemen Keperawatan Jiwa
di Ruang 23 Empati RS. Dr. Saiful Anwar Malang

Disusun oleh:
VITARA DARU RAHMI
190070300111026

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
RESIKO BUNUH DIRI

1.1 Definisi
Bunuh diri secara umum mudah dimengerti sebagai suatu tindakan
aktif seseorang untuk mengakhiri hidupnya dengan berbagai cara. Bunuh diri
adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk membunuh diri
sendiri (Videbeck, 2008)
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk
membinasakan dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh
seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang
singkat. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Pikiran bunuh diri biasanya muncul pada individu yang mengalami
gangguan mood, terutama depresi. Bunuh diri adalah tindakan yang
dilakukan dengan sengaja untuk membunuh diri sendiri. Edwin Shneidman
(1963, 1981), seorang peneliti bunuh diri yang ternama, mendefinisikan dua
kategori bunuh diri yaitu langsung dan tidak langsung. Bunuh diri langsung
adalah tindakan yang disadari dan disengaja untuk mengakhiri hidup seperti
pengorbanan diri (membakar diri), menggantung diri, menembak diri,
meracuni diri, melompat dari tempat yang tinggi, meneggelamkan diri, atau
sufokasi. Sedangkan bunuh diri tidak langsung adalah keinginan tersembunyi
yang tidak disadari untuk mati, yang ditandai dengan perilaku kronis berisiko
seperti penyalahgunaan zat, makan berlebihan, aktivitas seks bebas,
ketidakpatuhan terhadap program medis, dan olahraga atau pekerjaan yang
membahayakan.
Upaya bunuh diri adalah suatu tindakan bunuh diri yang gagal
dilakukan atau tidak berhasil dilakukan sampai selesai. Pada jenis terakhir,
invidu tidak menyelesaikan tindakan bunuh diri karena berhasil ditolong
orang lain, atau tindakan bunuh diri selesai dilakukan, tetapi individu berhasil
diselamatkan (Roy, 2000).

1.1.1 Klasifikasi
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini
disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang
menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan
integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak
menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri
dibandingkan mereka yang menikah.
b. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia
cenderung untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan
suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat
mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi
antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut
meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu
kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya
tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan
atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

1.1.2 Tahapan
Menurut Stuart, 2006, tahapannya adalah sebagai berikut :
a. Suicidal ideation
Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide,
atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi atau
tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan
mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun
demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini
memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
b. Suicidal intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri.

c. Suicidal threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan
hasrat yang dalam bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya.
d. Suicidal gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan parilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya
mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk
melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini
pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa
pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini
terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan
hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki
kemauan untuk hidup, ingin diselamatkan, dan individu ini
sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering dinamakan
“Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan
stress yang tidak mampu diselesaikan.
e. Suicidal attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya
minum obat yang mematikan. Walaupun demikian banyak
individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
1.2 Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Peningkatan Beresiko Perilaku Pencederaan Bunuh
diri destruktif destruktif diri diri diri
tidak langsung
Tabel 1 Rentang Respon Protektif Diri

Rentang respon protektif diri menurut Keliat (1999) :


 Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar
terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.Sebagai contoh
seseorang mempertahankam diri dari pendapatnya yang berbeda mengenal
loyalitas terhadap pemimpin di tempat kerjanya.
 Beresiko destruktif
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku
destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya
dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat kerja
ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
 Perilaku destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladptive) terhadap
situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya,
karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka
seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan
tidak optimal.
 Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
 Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya
hilang (Direja, 2011).
1.3 Etiologi
Menurut Fitria, 2009, etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
1.3.1 Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman
perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai
berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk
melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan
besarnya resiko bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri,
diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan
dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit
krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan
social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang
terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab
masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah
tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan factor penting yang dapat menyebabkan seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh
diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak
sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat
tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro
Encephalo Graph (EEG).
1.3.2 Faktor presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan
yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian
hidup yang memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus
adalah perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan berarti, kegagalan
beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan
marah/bermusuhan, bunuh diri ,menrupakn hukuman pada diri
sendiri, cara untuk mengakhiri keputusan, melihat atau membaca
melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut
menjadi sangat rentan.
1.4 Tanda dan Gejala
Menurut Carpenito, 1998 dan Keliat, 1993 tanda dan gejalanya adalah:
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak
setelah mendapat terapi sinar pada kanker
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika
saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri
sendiri
c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu,
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin
bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya
tentang memilih alternatif tindakan
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang
suram, mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

1.5 Penyebab
Tindakan bunuh diri dapat disebabkan oleh ketidakmauan akan diri
sendiri, kesepian, kesendirian. Sulit menerima kenyataan yang ada.
Perasaan menyerah atau putus asa, perasaan berdosa yang terus-
menerus menghantui, perasaan hina yang tidak dapat dipulihkan,
perasaan tergantung. Adanya proses identifikasi yang mengalami
hambatan. Masa kanak-kanak yang terlalu manja dan tidak pernah
diberi tanggung jawab.
Penyebab bunuh diri lainnya bisa karena mengalami gangguan jiwa
seperti depresi, merasa putus asa, tidak ada harapan, merasa sendirian,
dan mati adalah jalan terbaik untuk mengakhiri penderitaannya. Ada
juga karena mengalami gangguan psikotik (gila), halusinasi
(penginderaan tanpa ada rangsangan dari luar) suara yang
menyuruhnya melakukan tindakan itu. Penyebab lainnya pada
umumnya karena kepribadian yang belum matang,belum deasa.
Pertimbangan untuk berani menghadapi tantangan hidup tidak
dimilikinya, ingi meraup hasil secepat mungkin dan kalau tidak berhasil,
maka mudah putus asa dan mengambil jalan pintas yang melakukan
bunuh diri secara berulang.
Penyebab terjadinya resiko bunuh diri salah satunya adalah karena
gangguan konsep diri: harga diri rendah.
Tanda dan gejala dari resiko bunuh diri lainnya yaitu :
a. Pernah melakukan atau mengkhayal bunuh diri
b. Cemas
c. Depresi
d. Ungkapan keinginan bunuh diri
e. Riwayat keluarga bunuh diri
f. Perasaan tidak berdaya dan tidak berguna
Tanda dan Gejala Resiko Bunuh Diri Pada Remaja
a. Remaja mengancam akan bunuh diri misalnya “Aku harap aku mati
saja”: “Aku tidak punya apa-apa yang membuat aku tetap hidup,”
b. Sudah pernah ada percobaan bunuh diri sebelumnya, sekecil apapun.
Empat dari lima orang yang melakukan bunuh diri sebelumnya telah
melakukan sedikitnya satu percobaan bunuh diri.
c. Tersirat unsur-unsur kematian dalam music, seni, dan tulisan-tulisan
pribadinya
d. Kehilangan anggota keluarga, binatang peliharaan, atau pacar akibat
kematian, diabaikan, atau putusnya suatu hubungan.
e. Gangguan dalam keluarga, seperti tidak memiliki pekerjaan, penyakit
serius, pindah, perceraian.
f. Gangguan tidur dan kebiasaan makan, serta dalam kebersihan diri.
g. Menurunnya nilai-nilai di sekolah dan hilangnya minat terhadap sekolah
atau kegiatan yang sebelumnya dianggap penting.
h. Perubahan pola tingkah laku yang dramatis, misalnya remaja yang
senang sekali berteman dan berkumpul dengan banyak orang berubah
menjadi pemalu dan menarik diri.
i. Perasaan murung, tidak berdaya, dan putus asa yang mendalam.
j. Menarik diri dari anggota keluarga dan teman, merasa disingkirkan oleh
orang yang bearti baginya.
k. Membuang atau memberikan semua hadiah-hadiah miliknya dan
sebaliknya mulai menata rapi.
l. Serangkaian kecelakaan atau tingkah laku beresiko yang tidak
terencana; penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan; mengabaikan
keselamatan diri; menerima tantangan yang berbahaya. (Dalam
hubungan dengan penyalahgunaan obat-obatan dan alcohol, telah
terjadi peningkatan yang dramatis selama beberapa tahun belakangan
ini sehubungan dengan jumlah remaja yang melakukan bunuh diri pada
saat sedang di abawah pengaruh alkohol atau obat-obatan terlarang)
1.6 Proses Terjadinya Masalah
Penyebab terjadinya resiko bunuh diri salah satunya adalah karena
gangguan konsep diri: harga diri rendah. Menurut Schult & Videbeck (2003)
gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri
dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung. Jadi, dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah perasaan
negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal mencapai keinginan yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung.
1.7 Asuhan Keperawatan Umum
1.7.1 Pengkajian
1. Data demografi
a. Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan perkenalan
dan kontrak dengan klien tentang nama perawat, nama klien,
panggilan perawatan, panggilan klien, tujuan, waktu, tempat
pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
b. Usia dan nomor rekam medik.
2. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah
sakit ?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi
masalah ini?
c. Bagaimana hasilnya ?
3. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan
data signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang
baru dialami.
c. Episode-episode perilaku bunuh diri di masa lalu
d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol
f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
4. Catat ciri-ciri respon fisiologik, kognitif, emosional dan perilaku dari
individu dengan percobaan bunuh diri.
5. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan lelalitas perilaku bunuh diri
klien
a. Tujuan klien (misal, agar terlepas dari stress solusi masalah
yang sulit)
b. Rencana bunuh diri, termasuk apakah klien memiliki rencana
tersebut
c. Keadaan jiwa klien (misal, adanya gangguan pikiran, tingkat
kegelisahan, keputusasaan, ketidakberdayaan)
d. Sistem pendukung yang ada
e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit
lain (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru
dialami, dan riwayat penyalahgunaan zat.
f. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar
klien atau keluarga tentang gejala, medikasi, dan rekomendasi
pengobatan, gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan serta
tindakan perawatan sendiri.
g. Riwayat Psikososial. Bercerai, putus hubungan, kehilangan
pekerjaan, stress multiple (pindah, kehilangan, putus
hubungan, masa sekolah, krisis displin), penyakit kronik.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat
perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan
pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal
yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas.
Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi
secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya
wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang
berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu
diobservasi dari komunikasi non verbal.
Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap
kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari
diri klien yang di hindari atau diabaikan.

3. Kenali diri sendiri.


Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal
ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara.
Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling
percaya antara perawat dan klien.
5. Jangan membuat asumsi
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu
mempengaruhi emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian
pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
7. Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian resiko bunh diri:
Riwayat masa lalu :
1. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri.
2. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri.
3. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan
skizofrenia.
4. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
5. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,
paranoid, antisocial.
6. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses
berduka.
8. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
1. Ide bunuh diri
2. Ancaman bunh diri
3. Percobaan bunuh diri
4. Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan
dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait
dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk
membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan pengkajian
lebih mendalam lagi diantaranya :
a. Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
b. Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya
atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai
dengan rencananya.
c. Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien
untuk merencanakan dan mengagas akan bunuh diri.
d. Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu
diakses oleh klien.
1.7.2 Pohon Masalah
Pohon Masalah
Resiko Bunuh Diri

Gangguan Konsep diri: harga diri rendah


Koping tidak efektif

Faktor Predisposisi Faktor Presipati


1. Lingkungan 1. Psikososial dan klinik
2. Penyakit psikiatri a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
3. Riwayat masalah
c. Jenis kelamin laki-laki
psikolsosial d. Usia lebih tua
4. Faktor kepribadian e. Hidup sendiri
5. Riwayat keluarga 2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang
percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang
penyalahgunaan zat.
3. Diagnostis
a. Penyakit medis umum
b. Psikosis

1.7.3 Diagnosa Keperawatan


Dari data pohon masalah yang ada diatas dapat diambil
masalah keperawatan yaitu sebagai berikut :
1. Resiko bunuh diri sendiri b.d harga diri rendah
2. Harga diri rendah b.d koping individu inefektif
Masalah keperawatan utama yang harus di selesaikan dahulu
adalah Resiko bunuh diri b.d harga diri rendah.
1.7.4 Intervensi
Diagnosa keperawatan : Resiko bunuh diri b.d harga diri rendah
a. Tujuan jangka pendek : Klien akan mencari bantuan perawat bila
ada perasaan ingin mencederai diri.
b. Tujuan jangka panjang : Klien tidak akan mencederai diri
Intervensi ketika klien mempunyai ide bunuh diri
 Tindakan Keperawatan Untuk Pasien
a. Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat.
b. Tindakan
- Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri,
maka Anda dapat melakukan tindakan berikut.
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ke
tempat yang aman.
2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya, misalnya pisau, silet,
gelas, tali pinggang.
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya,
jika pasien mendapatkan obat.
4) Menjelaskan dengan lembut pada pasien bahwa Anda akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
 Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga
a. Tujuan
- Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri.
b. Tindakan
1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan
pernah meninggalkan pasien sendirian.
2) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-
barang berbahaya di sekitar pasien.
3) Mendiskusikan dengan keluarga ja untuk tidak sering melamun
sendiri.
4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara
teratur.
Intervensi klien bunuh diri
Intervensi Rasional
Jika bunuh diri terjadi, rawat luka klien Kurangnya perhatian untuk perilaku
dengan tidak mengusik penyebabnya maladaptive dapat menurunkan
jangan berikan reinforcement positif pada pengulangan bunuh diri.
perilaku tersebut.

1.7.5 Evaluasi
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien terlindung dari perilaku resiko bunuh diri.
c. Klien dapat mengarahkan moodnya lebih baik.
d. Klien dapat menggunakan dukungan sosial.
e. Klien dapat menggunakan koping adaptif dan meilhat sisi positif
dari masalahnya.
f. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat.
STRATEGI PELAKSANAAN RISIKO BUNUH DIRI
PASIEN KELUARGA
SP 1 SP 1
1. Identifikasi beratnya masalah 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
resiko bunuh diri: isyarat, ancaman, dalam merawat klien.
percobaan (jika percobaan segera 2. Jelaskan pengertian, tanda dan
rujuk). gejala, dan proses terjadinya resiko
2. Identifikasi benda-benda bunuh diri (gunakan booklet).
berbahaya dan mengamankannya 3. Jelaskan cara merawat resiko
(lingkungan aman untuk pasien). bunuh diri.
3. Latihan cara mengendalikan diri 4. Latih cara memberikan pujian hal
dari dorongan bunuh diri: buat daftar positif pasien, memberikan dukungan
aspek positif dari diri sendiri, latihan pencapaian masa depan.
afirmasi/berpikir aspek positif yang 5. Anjurkan membantu pasien sesuai
dimiliki. jadual dan memberikan pujian
4. Masukkan pada jadual latihan
berpikir positif 5 kali per hari.

SP 2 SP 2
1. Evaluasi kegiatan berpikir positif 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
tentang diri sendiri. Beri pujian. Kaji memberikan pujian dan penghargaan
ulang resiko bunuh diri. atas keberhasilan dan aspek positif
2. Latih cara mengendalikan diri dari pasien. Beri pujian
dorongan bunuh diri: buat daftar 2. Latih cara memberikan
aspek positif keluarga dan penghargaan pada pasien dan
lingkungan, latih afirmasi/berpikir menciptakan suasana positif dalam
aspek positif keluarga dan keluarga, tidak membicarakan
lingkungan. keburukan anggota keluarga
3. Masukkan pada jadual latihan 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
berpikir positif tentang diri, keluarga jadual dan memberi pujian
dan lingkungan
SP 3 SP 3
1. Evaluasi kegiatan berpikir positif 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
tentang diri, keluarga dan memberikan pujian dan penghargaan
lingkungan. Beri pujian. Kaji resiko pada pasien serta menciptakan
bunuh diri. suasana positif dalam keluarga. Beri
2. Diskusikan harapan dan masa pujian.
depan. 2. Bersama keluarga berdiskusi dengan
3. Diskusikan cara mencapai pasien tentang harapan masa depan
harapan dan masa depan. serta langkah-langkah mencapainya .
4. Latih cara-cara mencapai 3. Anjurkan membantu pasien sesuai
harapan dan masa depan secara jadual dan memberi pujian.
bertahap (setahap demi setahap)
5. Masukkan pada jadual latihan
berpikir positif tentang diri, keluarga
dan lingkungan dan tahapan
kegiatan yang diplih

SP 4 SP 4
1. Evaluasi kegiatan berpikir positif 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
tentang diri, keluarga dan memberikan pujian dan penghargaan,
lingkungan serta kegiatan yang menciptakan suasana keluarga yang
dipilih. Beri pujian. positif dan kegiatan awal dalam
2. Latih tahap kedua kegiatan mencapai harapan masa depan. Beri
mencapai masa depan. pujian.
3. Masukkan pada jadual kegiatan 2. Bersama keluarga berdiskusi tentang
latihan berpikir positif tentang diri, langkah dan kegiatan untuk mencapai
keluarga dan lingkungan serta harapan masa depan.
kegiatan yang diplih untuk mencapai 3. Jelaskan follow up ke PKM, tanda
masa depan. kambuh, rujukan.
4. Anjurkan membantu pasien sesuai
jadual dan memberi pujian.

SP 5 SP 5
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
peningkatan positif diri, keluarga dan memberikan pujian, penghargaan,
lingkungan dan berikan pujian. menciptakan suasana yang positif dan
2. Evaluasi tahapan kegiatan mencapai membimbing langkah-langkah dalam
harapan masa depan. mencapai harapan masa depan. Beri
3. Latih kegiatan harian. pujian
4. Nilai kemampuan yang telah 2. Nilai kemampuan keluarga merawat
mandiri. pasien.
5. Nilai apakah resiko bunuh diri 3. Nilai kemampuan keluarga melakukan
teratasi kontrol ke PKM
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan pada Pasien Risiko Bunuh Diri
SP 1 Pasien
Fase Orientasi:
“Assalamualaikum... Selamat pagi Mas,
perkenalkan nama saya Rendi, saya perawat yang dinas pagi di ruangan
Perkutut. Hari ini saya akan merawat Mas mulai pagi tadi hingga pukul 13:30
WIB.
“Nama Mas siapa, senangnya dipanggil mas atau pak?”
“Bagaimana perasaan Mas saat ini?, mungkin bisa diceritakan mas
bagaimana ceritanya mas bisa sampai dibawa ke rumah sakit ini?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang percobaan bunuh diri
yang mas lakukan di rumah kemarin, harapannya mas dapat merasa lega dan
tenang yaa...”
“Baik mas... mau berapa lama kita mengobrol mas, bagaimana kalau 20
menit?”
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang mas? Bagaimana
kalau di ruang tamu atau di taman saja?”
“baik… saya rasa di taman bagus udaranya segar mas. Mari kita ke sana”

Fase Kerja:
“baik mas… tadi mas bercerita bahwa di rumah mas mencoba memotong nadi
tangan di kamar tidur ya.. kira-kira ada masalah apa mas?”
“ooh begitu… baik… saya bisa merasakan apa yang sedang mas alami pasti
sakit memang yaa mengalami kegagalan pada apa yang dicita-citakan, tapi
saya yakin mas akan menemukan penyelesaian masalah yang lebih baik lagi
yaa”
“kemarin mas sudah mencoba memotong nadi dengan pisau, hari ini mohon
maaf semua benda tajam dan berbahaya saya simpan dulu yaaa sementara…
atau mungkin saat ini pisaunya masih mas bawa? Saya periksa sebentar yaa”
“bagus kalau sudah dibuang pisaunya yaaa”
“sebenarnya apakah tujuan mas melakukan itu?”
“bagaimana perasaan mas setelah melakukan itu? Apakah cita-cita mas
tercapai karena mas mencoba bunuh diri dan masuk rumah sakit?
“baik mas… kita akan belajar mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri ya,
agar kejadian seperti kemarin tidak terulang kembali”
“mas sebelumnya pernah pacaran tidak? …. Wah sudah 4 kali yaaa…”
“berarti saya bisa katakan mas sudah pengalaman yaaa… itu yang resmi
pacaran 4 kali, kalau yang hanya jalan bareng berapa kali mas?”
“waaah berarti mas ini idaman wanita yaaa… sebenarnya banyak yang suka
yaa”
“kira-kira apa yang disukai cewek-cewek yang ada di diri mas yang mungkin
tidak dimiliki cowok lain?”
“waaah banyak juga yaaa…. Keren sekali mas….
“Boleh ditulis ya mas.. jadi setelah ini tugas mas membuat daftar tentang hal-
hal apa yang disukai cewek-cewek yang suka dengan mas yaaa… boleh lebih
dari 5 yaaa”
“setiap kali muncul dorongan untuk bunuh diri, masnya coba baca dan ingat-
ingat kembali daftar tersebut
Fase Terminasi:
“Baik mas… bagaimana perasaannya saat ini setelah berbincang-bincang
dengan saya?”
“jadi tugas mas tadi adalah….? Coba disebutkan? Lalu dipraktikkan ya?”
Bagus sekali… nanti mulai siang sampai malam dipraktikkan yaaa , dan ini
saya masukkan ke dalam jadwal kegiatan harian yaaa… mau berapa kali
dipraktikkan mas dalam sehari?
Baaik… jadi mulai nanti sore bisa dipraktikkan ya mas….”
Besok kita ngobrol lagi yaaa… besok saya ajarkan kembali kelanjutan cara
menghindari dorongan bunuh diri ya…tempatnya di taman lagi? “
“jam berapa mas?... baik besok bertemu kembali ya”
“assalamualaikum….

SP 2 Pasien
Fase Orientasi:
“Assalamualaikum... Selamat pagi Mas, Sudah sarapan belum tadi?”
“Bagaimana perasaannya saat ini? Tampak lebih segar ya setelah mandi?”
“Jadwal kegiatan menghindari dorongan bunuh diri dengan hal positif yang
mas miliki kemarin sudah dipraktikkan atau belum? ..... baguuus sekali mas
“Setelah mempraktikkan, bagaimana mas, masihkah ada keinginan untuk
mengakhiri hidup?”
“Alhamdulillah... kalau begitu yaaa...”
“untuk hari ini sesuai janji kita kemarin, kita akan berbincang-bincang tentang
cara lain menghilangkan dorongan bunuh diri dengan cara yang kedua ya...
yaitu dengan membuat daftar lagi tetapi tentang orang lain”
“Baik mas... mau berapa lama kita mengobrol mas, bagaimana kalau 15
menit?”
“ayo kita menuju taman ya....”

Fase Kerja:
“Jadi mas sudah mempraktikkan cara pertama yaa… berikutnya kita akan
membuat daftar tentang orang-orang disekitar masnya…”
“Mas di rumah tinggal dengan siapa? Kalau di rumah apa hal yang paling
menyenangkan yang pernah dilakukan ayah ibu dan adik mas?”
“waaah pasti bahagia sekali yaaa kalau diberi kejutan dan kado saat ulang
tahun?, mas harus bersyukur itu… saya saja jarang lho mas dapat kado saat
ulang tahun apalagi mendapat kejutan”
“Selain itu ada tidak kenangan berlibur bersama keluarga?”
“Waaah pasti susah dilupakan ya kenangan indahnya mas”
“Coba mas bayangkan jika mas meninggal, ayah ibu dan adik mas kira-kira
bagaimana perasaannya?”
“Iya benar mas.. pasti sedih dan merasa kehilangan buah hati yaaa… apalagi
nanti adiknya mas pasti kangen yaaa… kemarin adiknya kesini membawa
makanan kesukaan mas lho… itu buktinya nyata bahwa adik mas sangat
sayang sekali dengan mas ya”
“Setelah ini, mas coba tuliskan 5 kenangan lucu dan 5 kebaikan anggota
keluarga mas yaaa…”
“boleh lebih dari 5 yaaa”
“bagus sekali mas…”

Fase Terminasi:
“Baik mas… semoga pertemuan kita hari ini bermanfaat ya… kira-kira
bagaimana perasaannya saat ini setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“jadi tugas mas tadi adalah….? Coba disebutkan? Lalu dipraktikkan lagi ya?”
Bagus sekali… nanti mulai pagi ini dipraktikkan yaaa ,
“daftar yang kemarin dan yang hari ini saya masukkan ke dalam jadwal
kegiatan harian yaaa… mau berapa kali dipraktikkan mas dalam sehari?
Boleeh… bagus sekali mas
Baaik…
Besok kita ngobrol lagi yaaa… besok saya ingin tahu tentang hal lain lagi…
tempatnya di taman lagi atau di ruang baca? “
“jam berapa mas?... baik besok bertemu kembali ya”
“assalamualaikum….
DAFTAR PUSTAKA

Captain. 2008. Psikologi untuk Keperawatan. Penerbit Buku kedokteran. Jakarta:


EGC.
Hibbert, Allison, Alice Godwin, & Frances Dear. 2014. Rujukan Cepat Psikiatri.
Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna & Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna & Akemat. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.
Jakarta: EGC
Luh Ketut Suryani, Cokorda Bagus Laya Lesmana. 2008. Hidup Bahagia :
Perjuangan Melawan Kegelapan Edisi Pertama. Pustaka Obor Populer :
Jakarta
Santrock, John W. 2013. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta :
Erlangga
Stuart, G., W. 2006. Buku saku keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Videbeck S., L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai