Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

A. MASALAH UTAMA : RESIKO BUNUH DIRI


B. PROSES TERJADINNYA MASALAH
1. Definisi
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kegawatdaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan
karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam
melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa
alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga
tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan
hubungan interpersonal/gagal melakukan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan,
bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri
keputusasaan (Stuart, 2006).
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko menyakiti
diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Perilaku
destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah
kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan dan dengan
sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya, yang dilakukan dalam
waktu singkat. Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang
yang penuh stress. Jadi, bunuh diri adalah suatu tindakan maladaptive dengan cara
mencederai bahkan menghilangkan nyawa sendiri yang dilakukan secara sadar untuk
mengakhiri keputusasaannya.
2. Penyebab/etiologi
a. Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-
diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis psikiatrik, lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk melakukan tindakan bunuh
diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian, tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan
besarnya resiko bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial, faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri
diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial,
kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau
bahkan perceraian. Kekuatan dukungan sosial sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui
penyebab masalah, respon seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan
lain-lain.
4. Riwayat keluarga, riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
5. Faktor biokimia, data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh
diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti
serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat
melalui rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b. Faktor Presipitasi, perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan
yang dialami oleh individu. Pencetusnya seringkali berupa kejadian hidup yang
memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.
3. Jenis-Jenis/Klasifikasi
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
a. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh
kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-
olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat
menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan
percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
b. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh
diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok
tersebut sangat mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan
yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau
kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan
atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
4. Rentang Respon
Respon adaptif Respon Maladaptif

Peningkatan diri Pengambilan Perilaku Pencederaan Bunuh diri


resiko yang destruktif fisik
meningkatkan diri tidak
pertumbuhan langsung
Keterangan :
1) Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap
situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap
pimpinan ditempat kerjanya.
2) Beresiko destruktif.
Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalamiperilaku destruktif atau
menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri,
seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
3) Destruktif diri tidak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang
membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan
pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak
masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
4) Pencederaan diri.
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya
harapan terhadap situasi yang ada (putus asa).
5) Bunuh diri.
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
5. Proses Terjadinya Masalah/Pathofisiologi
a. Suicide Ideation
Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda
yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak
akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat
perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan
untuk mati
b. Suicide intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang
konkrit untuk melakukan bunuh diri
c. Suicide threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam,
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
d. Suicide gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada
percobaan untuk melakukan bunuh diri.Tindakan yang dilakukan pada fase ini
pada umumnya tidak mematikan, Hal ini terjadi karena individu memahami
ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini
masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini
sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for
help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di
selesaikan.
e. Suicide attempt
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin
mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan
walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan
kehidupannya.
f. Suicide
Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri .hal ini telah didahului oleh
beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan
bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri
sebelumnya.
6. Tanda dan Gejala
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
d. Impulsive
e. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
f. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan)
g. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah, dan
mengasingkan diri)
7. Mekanisme Koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression,
dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak
ditentang tanpa memberikan koping alternative.
8. Penatalaksanaan
a. Farmakologi (fluoksetin 20 mg/hari per oral, venlafaksin 5-225 mg/hari per oral,
nefazodon 300-600 mg/hari per oral)
b. Non Farmakologi/Keperawatan (dengan terapi modalitas CBT, terapi individual,
terapi keluarga, dan terapi spiritual)
9. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, diagnosa medis, pendidikan dan
pekerjaan.
c. Alasan Masuk
Apa yang menyebabkan klien dan keluarga datang,atau dirawat di rumah
sakit,biasanya berupa sikap percobaan bunuh diri,komunikasi dengan keluarga
kurang, tidak mampu berkonsentrasi, merasa gagal,merasa tidak berguna dan
merasa tidak yakin melangsungkan hidup. Apakah sudah tahu penyakit
sebelumnya,apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi ini.
d. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil
pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami penganiayaan
fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan
tindakan criminal. Menanyakan kepada klien dan keluarga apakah ada yang
mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada klien tentang pengalaman yang
tidak menyenangkan.
e. Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah ada
keluhan fisik yang dirasakan klien. Apakah ada bekas percobaan bunuh diri pada
leher, pergelangan tangan maupun di bagian tubuh lainnya.Pasien biasanya
mengeluh sakit pada dirinya, pusing ataupun tidak dapat melakukan aktifitas
seperti biasanya.Pasien mengeluh bahwa dirinya sudah tidak mampu beraktivitas
lagi.
f. Psikososial
a) Genogram
Menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola komunikasi,
pengambilan keputusan dan pola asuh.
b) Konsep diri
1. Gambaran diri
Pasien merasa tidak ada yang ia sukai agi dari dirinya, ada bagian tubuh
pasien yang mengalami penurunan fungsi sehingga pasien tidak bisa menerima
keadaan tubuhnya.mengungkapkan perasaan keputusasaan dan merasa ingin mati
2. Identitas diri
Pasien berstatus sudah menikah ataupun belum, merasa tidak puas dengan
status ataupun pekerjaannya sedang dapat mempengaruhi hubungan sosial dengan
orang lain
3. Peran diri
Klien dengan resiko bunuh diri merasa tidak mampu melaksanakan tugas
atau peranannya baik dalam keluarga,pekerjaan atau dalam kelompok masyarakat
4. Ideal diri
Pasien merasakan kesedihan dan keputusasaan yang sangat mendalam,
tidak ada harapan lagi dengan masalah yang menimpanya
5. Harga diri
Pasien mengatakan hal yang negatif tentang dirinya,yang menunjukkan
harga diri yang rendah, selalu berfikiran negatif kepada orang lain bahwa dirinya
tidak lagi dihargai dan dianggap. Perilaku resiko bunuh diri mengalami harga diri
rendah situasi seperti masalah keluarga atau pekerjaan yang sedang dihadapi saat
ini.
c) Hubungan sosial
Pasien dengan resiko bunuh diri cenderung ada gangguan dalam
berhubungan dengan orang lain, mereka tidak dapat berhubungan dengan orang
lain, tidak dapat berperan dikelompok masyarakat,sering mengeluh atau curhat ke
orang lain yang dipercayai bahwa ia ingin mengakhiri hidupnya
d) Spiritual
Pasien meyakini bahwa tidak ada gunanya untu hidup,keyakinannya akan
masalah adalah takdir yang maha kuasa itupun tidak ada. Mereka menganggap
bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelesaikan masalahnya selain dengan
mengakhiri hidupnya.
f. Status mental
1. Penampilan
Penampilan pasien tidak rapi, acak-acakan, malas untuk membersihkan tubuh,
rambut,kuku. Mereka tidak mau untuk menjaga kesehatan tubuhnya bahkan
cenderung tidak mau makan agar cepat meninggal.
2. Pembicaraan
Pembicaraannya lesu dan topik yang dibicarakan tentang kematian dan
penyesalan hidup.
3. Aktivitas motorik
Aktivitas motorik klien lebih mengarah untuk mengakhiri hidupnya misal
membenturkan kepalanya, melukai badannya, dan membuat sesuatu sebagai sarana
untuk mengakhiri hidupnya misal membuat gantungan dari tali.
4. Afek dan Emosi
Perasaan sedih, rasa tak berguna, gagal, kehilanaga, merasa berdosa, putus asa,
penyesalan tak ada harapan. Menunjukkan rasa kekecewaan yang mendalam disertai
rasa putus asa.
5. Interaksi selama wawancara
Kontak kurang: tidak mau menatap lawan bicara. Pasien tidak kooperatif, tidak
mau mendengarkan pendapat atau saran yang dapat membantunya dalam
menyelesaikan masalah
6. Persepsi sensori
Adanya halusinasi pendengaran yang menyuruhnya mengakhiri hidupnya.
7. Proses Pikir
a. Proses pikir
Perseferasi: kata-kata yang diulang berkali-kali pada suatu ide pikiran.
b. Isi fikir
Suicidal thaught/pikiran bunuh diri: isi pikiran yang dimulai dengan memikirkan
usaha bunuh diri sampai terus menerus berusaha untuk dapat bunuh diri.
8. Tingkat kesadaran
Bingung, seseorang yang ingin melakukan bunuh diri merasa dirinya bingung
karena adanya kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit kronis atau bahkan
perceraian.
9. Memori
Kontigulasi: Ingatan yang keliru dan dimanifestasikan dengan pembicaraan tidak
sesuai dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk menutupi
daya ingatnya. Perilaku bunuh diri biasanya bercerita yang tidak sesuai dengan
kenyataan. Tidak berdasarkan fakta karena pasien dengan resiko bunuh diri akan
menghindar dari kenyataan.
10. Tingkat konsentrasi dan berhitung
a. Mudah beralih
Perhatian perilaku bunuh diri mudah berganti dari satu objek ke objek lain.
Mudah untuk mengalihkan pembicaraan.
b. Tidak mampu berkonsentrasi
Perilaku bunuh diri tidak mampu untuk berkonsentrasi dengan baik.Selalu
meminta agar pertanyaan diulang atau tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan.
c. Tidak mampu berhitung
Perilaku bunuh diri tidak dapat melakukan penambahan atau pengurangan pada
benda benda nyata. Karena orang tersebut tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.
11. Kemampuan penilaian
a) Gangguan kemampuan penilaian ringan
Dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain. Contoh:
berikan kesempatan pada klien untuk memilih mandi dulu sebelum makan atau
makan dulu sebelum mandi. Jika diberi penjelasan, orang tersebut dapat mengambil
keputusan.
b) Gangguan kemampuan penilaian bermakna
Tidak mampu mengambil keputusan walaupun dibantu orang lain. Contoh:
berikan kesempatan pada klien untuk memilih mandi dulu sebelum makan atau
makan dulu sebelum mandi. Jika diberi penjelasan klien masih tidak mampu
mengambil keputusan.
11. Gangguan titik diri
Mengingkari penyakit yang di derita dan menyalahkan hal-hal di luar dirinya
g. Masalah psikologis dan lingkungan
Pasien mendapat prilaku yang tidak wajar dari lingkungan seperti pasien diejek dan
direndahkan karena pasien menderita gangguan jiwa
g. Pengetahuan
Kurang pengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor predisposisi, kooping
mekanisme dan sistem pendukung dan obat-obatan sehingga penyakit pasien semakin
berat.
10. Pohon Masalah

Effect bBunuh diri

Resiko Bunuh Diri (mencederai diri sendiri


Core problem untuk mengakhiri hidup)

Causa
Gangguan harga diri : Harga diri rendah

Koping keluarga & individu tak efektif

11. Diagnosa Keperawatan


a. Resiko bunuh diri
b. HDR
c. Gangguan konsep diri
d. Koping individu tak efektif
e. Koping keluarga tak efektif
12. Intervensi
Perencanaan Intervensi
Tujuan Kriteria Hasil
Klien tidak melakukan 1. Klien mau 1.1 Beri
bunuh diri membalas salam salam/panggil
TUK 1 2. Klien mau nama
Klien dapat menjabat tangan a. sebutkan nama
membina 3. Klien perawat
hubungan saling menyebutkan nama b. Jelaskan maksud
percaya 4. Klien mau hubungan
tersenyum interaksi
c. Jelaskan akan
kontrak yang
akan dibuat
d. Beri rasa aman
dan sikap
empati
e. Lakukan kontak
singkat tapi
sering
TUK 2 Klien terlindung dari 2.1 Modifikasi
Klien dapat perilaku lingkungan klien
melindungi diri bunuh diri a. Jauhkan klien
perilaku bunuh dari bendabenda
diri yang dapat
digunakan
untuk bunuh diri
b. Tempatkan klien
diruangan
yang nyaman dan
mudah
terlihat oleh
perawat
2.2 Awasi klien
secara ketat setiap
saat
2.3 Mengajarkan
cara
mengendalikan
dorongan bunuh
diri
TUK 3: 1. Klien dapat 3.1 Bantu klien
Klien dapat meningkatkan mengeksplorasikan
meningkatkan harga dirinya perasaan
harga 2. Klien dapat a. Biarkan klien
diri mengidentifikasi mengungkapkan
aspek positif yang perasaannya
dimiliki b. Ajak klien untuk
3. Klien dapat berbincang
membuat rencana – bincang
masa depan yang mengenai
realistis perasaannya namun
jangan
memaksa
3.2 Identifikasi
aspek positif yang
dimiliki klien
3.3 Bantu
mengidentifikasi
sumber-sumber
harapan (misal:
hubungan
antar sesama,
keyakinan, hal-hal
untuk
diselesaikan).
3.4 Bantu klien
merencanakan
masa
depan yang realistis
TUK 4 4.1 Klien dapat 4.1 Diskusikan
Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang
mendemonstrasi contoh pencegahan biasa dilakukan
kan bunuh klien.
cara fisik untuk diri secara fisik: 4.2 Beri pujian atas
mencegah bunuh a. Tarik nafas dalam. kegiatan fisik
diri 4.2 Klien dapat klien yang biasa
mendemonstrasikan dilakukan.
cara fisik 4.3 Diskusikan satu
untuk mencegah cara fisik yang
perilaku paling mudah
bunuh diri. dilakukan Untuk
4.3 Klien mencegah perilaku
mempunyai jadwal bunuh diri
untuk yaitu: tarik nafas
melatih cara dalam
pencegahan 4.4 Diskusikan
fisik yang telah cara melakukan
dipelajari nafas
sebelumnya. dalam dengan
4.4 Klien klien.
mengevaluasi 4.5 Beri contoh
kemampuan dalam klien tentang cara
melakukan menarik nafas
cara fisik sesuai dalam.
jadwal yang 4.6 Minta klien
telah disusun mengikuti contoh
yang diberikan
sebanyak 5 kali.
4.7 Beri pujian
positif atas
kemampuan klien
mendemonstrasika
n cara nafas
menarik dalam.
4.8 Tanyakan
perasaan klien
setelah
selesai bercakap-
cakap.
4.9 Anjurkan klien
menggunakan
cara yang telah
dipelajari saat
bunuh diri itu
muncul.
4.10 Lakukan hal
yang sama dengan
6.2.1 sampai 6.2.6
untuk cara
fisik lain
dipertemuan yang
lain.
4.1.1 Diskusikan
dengan klien
mengenai frekuensi
latihan
yang akan
dilakukan sendiri
oleh klien.
4.1.1 Susun jadwal
kegiatan untuk
melatih cara yang
telah
dipelajari.
4.1.2 Klien
mengevaluasi
pelaksanaan
latihan, cara
pencegahan
perilaku
bunuh diri yang
telah
dilakukan dengan
mengisi
jadwal kegiatan
harian
(self-
evaluation).validasi
kemampuan klien
dalam
melaksanakan latihan
TUK 5 5.1 Klien dapat 5.1 Diskusikann
Klien dapat menyebutkan cara cara bicara
mendemonstrasi bicara(verbal) yang yangbaik
kan baik dalam dengan klien
cara sosial untuk mencegah bunuh 5.2 Beri contoh
mencegah bunuh diri. cara bicara yang
diri. a. Meminta dengan baik
baik a. Meminta dengan
b. Menolak dengan baik
baik b. Menolak dengan
c. Mengungkapkan baik
erasaan c. Mengungkapkn
dengan baik perasaan
5.2 Klien dapat dengan baik
mendemonstrasikan 5.3 Meminta klien
cara mengikuti contoh
verbal yang baik cara bicara yang
5.3 Klien baik.
mempunyai jadwal a. Meminta maaf
untuk dengan baik
melatih cara bicara “Saya minta uang
yang baik untuk beli
a. Klien melakukan makan”
evaluasi b. Menolak dengan
terhadap baik
kemampuan cara “Maaf,,saya tidak
bicara yang sesuai bisa
dengan melakukan karena
jadwal yang telah ada
disusun kegiatan lain”
c. Mengungkapkn
perasaan
dengan baik
“Saya kesal karena
permintaan saya
tidak
dikabulkan”
5.4 Minta klien
mengulangi sendiri
5.5 Beri pujian atas
keberhasilan
pasien
5.6 Diskusikan
dengan klien
tentang
waktu dan kondisi
cara bicara
yang dapat dilatih
di ruangan,
misalnya:
Mmeminta obat,
baju
dlll, menolak
ajakan merokok,
tidur tidak tepat
pada waktunya,
menceritakan
kekesalan pada
perawat.
5.7 Susun jadwal
kegiatan untuk
melatih cara yang
telah dipelajari
5.8 Klien
mengevaluasi
pelaksanaan
latihan cara bicara
yang baik
dengan mengisi
jadwal kegiatan
5.9 Validasi
kemampuan klien
dalam
melaksanakan
latihan
5.1.1 Beri pujian
atas
keberhasilan klien,
tanyakan kepada
klien,
“Bagaimana
perasaan klien
setelah latihan
bicara yang
baik? apakah
keinginan
bunuh diri berkurang?”
TUK 6 6.1 Klien dapat 6.1 Diskusikan
Klien menyebutkan dengan klien
mendemonstrasi jenis, dosis, dan tentang
kan waktu minum jenis obat yang
kepatuhan obat serta manfaat diminumnya
minum dari obat (nama, warna,
obat untuk itu (Prinsip 5 benar: besarnya): Waktu
mencegah benar minum obat (jika 3
bunuh diri orang, obat, dosis, kali: pkl. 07.00,
waktu, dan 13.00, 19.00) cara
cara pemberian). minum obat.
6.2 Klien 6.2 Dengan klien
mendemonstrasikan tentang manfaat
kepatuhan minum minum obat secara
obat sesuai teratur:
jadwal yang a. Beda perasaan
ditetapkan sebelum
6.3 Klien minum obat dan
mengevaluasi sesudah
kemampuan dalam minum obat.
mematuhi b. Jelaskan bahwa
minum obat. dosis obat
hanya boleh diubah
oleh
dokter.
c. Jelaskan
mengenai akibat
minum obat yang
tidak
teratur, misalnya
penyakit
kambuh.
6.3 Diskusikan
tentang proses
minum
obat:
a. Klien meminta
obat kepada
perawat(jika di
rumah sakit),
kepada keluarga
(jika di
rumah).
b. Klien memeriksa
obat sesuai
dosis.
c. Klien minum
obat pada waktu
yang tepat
6.4 Klien
mengevaluasi
pelaksanaan
minum obat
dengan mengisi
jadwal kegiatan
harian (self
evaluation)
6.5 Validasi
pelaksanaan
minum obat
6.6 Beri pujian atas
keberhasilan
klien.
6.7 Tanyankan
kepada klien: “
bagaimanaperasaan
anda
dengan minum
obat secara
teratur? apakah
keinginan untuk
bunuh diri brkurang?
TUK 7 7.1 Klien mengikuti 7.1 Anjurkan klien
Klien dapat tak: stimulasi untuk ikut tak:
mengikuti persepsi pencegahan stimulasi persepsi
tak stimulasi bunuh pencegahan
persepsi diri. bunuh diri.
pencegahan 7.2 Klien mengikuti 7.2 Klien
bunuh tak: stimulasi mengikuti
persepsi pencegahan tak:stimulasi
bunuh persepsi
diri. pencegahan bunuh
7.3 Klien diri(kegiatan
mempunyai jadwal. mandiri).
klien 7.3 Diskusikan
melakukan evaluasi dengan klien
terhadap tentang
pelaksanaan tak. kegiatan selama
tak.
7.4 Fasilitasi klien
untuk
mempraktikkan
hasil kegiatan
tak dan beri pujian
atas
keberhasilannya.
7.5 Diskusikan
dengan klien
tentang
jadwal tak
7.6 Masukkan
jadwal tak ke
dalam
jadwal kegiatan
harian.
7.7 Beri pujian atas
kemampuan
mengikuti tak
7.8 Tanyakan
kepada klien: “
bagaiman perasaan
anda setelah
ikut tak?
TUK 8 8.1 Keluarga dapat 8.1 Identifikasi
Klien mendemonstrasikan kemampuan
mendapatkan cara keluarga
dukungan merawat klien. dalammerawat
keluarga klien sesuai
dalam dengan yang telah
melakukan cara dilakukan
pencegahan keluarga selama ini
bunuh 8.2 Jelaskan
diri. keuntungan peran
serta
keluarga dalam
merawat klien.
8.3 Jelaskan cara-
cara merawat klien:
a. Terkait
denganmunculnya
bunuh diri.
b. Sikap dan bicara
c. Membantu
mengenal
penyebab bunuh
diri dan
pelaksanaan
pencegahan
bunuh diri
d. Bantu keluarga
mendemonstrasika
n cara
merawat klien.
e. Bantu keluarga
mengungkapkan
perasaannya
setelah
melakukan
demonstrasi.
f. Anjurkan
keluarga
mempraktikkan
pada klien
selama dirumah
sakit dan
melanjutkannya
setelah
pulang ke rumah

13. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari intervensi/perencanaan yang telah dibuat
14. Evaluasi
1. Bagi klien yang memberikan ancaman atau melakukan percobaan bunuh diri ,
keberhasilan asuhan keperawatan ditandai dengan keadaan klien yang tetap
selamat dan aman
2. Bagi keluaga dengan angota keluarga yang memberikan ancaman atau melakukan
percobaan bunuh diri ditandai dengan kemampuan keluarga untuk melindungi
anggota keluarganya
3. Bagi klien yang memberikan isyarat bunuh diri keberhasilan asuhan keperawatan
ditandai dengan klien mampu mengungkapkanya perasaan
C. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Pertemuan Ke-1
1. PROSES KEPERAWATAN
a. Kondisi Pasien : klien mengatakan merasa tidak berguna, ingin mati saja,
klien tampak putus asa
b. Diagnosa Keperawatan : Resiko bunuh diri
c. Tujuan Khusus :
a) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
b) Pasien dapat mengungkapkan perasaannya
c) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
d) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
d. Tindakan Keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu
dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh
pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik
2. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh
diri
a. Fase Orientasi
“Selamat pagi Pak/Bu, nama bapak/Ibu siapa? Oh iya, biasanya dipanggilnya
apa? Perkenalkan, Saya perawat Siti. Di sini saya akan membantu merawat
bapak/ibu ya. Kalau hari ini perasaan bapak/ibu bagaimana? Baik kalau
begitu bagaimana kalau kita berbincang-bincang mengenai apa yang
bapak/ibu rasakan? Mau dimana dan berapa lama kita berbincang-bincang?”
b. Fase Kerja
“Bagaimana perasaan bapak/ibu saat ini? Bagaimana bapak/ibu memandang
diri bapak/ibu?” “Baik, sepertinya masih ada keinginan untuk mengakhiri
hidup ya pak/bu” “Di sini saya akan mengajarkan kepada bapak/ibu
bagaimana caranya untuk menghindari perasaan ingin bunuh diri tersebut ya,
ketika bapak/ibu merasa ingin untuk bunuh diri maka bapak/ibu harus segera
meminta bantuan pada perawat yang ada di ruangan ya, jangan sampai
bapak/ibu sendirian”
c. Fase Terminasi
“ Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah mengetahui cara untuk mengatasi
perasaan ingin bunuh diri? Coba sebutkan lagi cara tersebut?!
SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri
a. Fase orientasi
“ Selamat siang, bagaimana perasaan A hari ini? Masih adakah keinginan
untuk bunuh diri? Apa yang A lakukan kalau keinginan bunuh diri itu
muncul? Ketika keinginan bunuh diri itu muncul, A harus segera meminta
bantuan perawat di ruangan ya, jangan sampai A sendirian”
b. Fase kerja
“Sepertinya A butuh pertolongan segera, baik saya akan bantu memeriksa isi
kamar untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan!
c. Fase terminasi
“Bagaimana perasaan setelah bercakap-cakap? Masih adakah dorongan untuk
bunuh diri? Apa yang harus dilakukan kalau rasa ingin bunuh diri itu
muncul?”

SP 3 Pasien : Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat


bunuh diri
a. Fase orientasi
“Selamat pagi, bagaimana kabarnya hari ini? Seperti yang sudah disepakati
sebelumnya, hari ini kita akan membahas mengenai rasa syukur atas
pemberian tuhan yang masih dimiliki. Bagaimana mau? Baik, mau dimana
dan berapa lama?”
b. Fase kerja
“Apa saja hal yang harus A syukuri dalam hidup? Coba ceritakan hal-hal yang
baik dalam kehidupan A? Keadaan seperti apa yang membuat hidup A puas?”
c. Fase terminasi
“Bagaimana perasaannya setelah kita bercakap-cakap? Bisa coba sebutkan
kembali apa saja hal yang masih bisa disyukuri?”
SP 4 Pasien : Percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri
a. Fase orientasi
“Selamat pagi, bagaimana hari ini perasaannya?, adakah hal yang bisa
disyukuri hari ini? Hari ini kita akan berdiskusi, membahas tentang bagaimana
mengatasi masalah yang selama ini timbul? Mau dimana dan berapa lama
waktunya?
b. Fase kerja
“ Coba ceritakan situasi yang membuat A ingin bunuh diri? Kira-kira selain
bunuh diri ada cara lain lagi kah? Coba kita diskusikan keuntungan dan
kerugian dari masing-masing cara tersebut, lalu nanti kita pilih cara yang
paling menguntungkan, bagaimana? A pilih cara yang mana? Ya saya setuju.
Mari kita buat rencana kegiatan ke depannya!
c. Fase terminasi
“Bagaimana perasaan A setelah kita bercakap-cakap?, apa cara mengatasi
masalah yang akan A gunakan?

Daftar Pustaka :
(Lilik Makrifatul Azizah, 2016)
Online tersedia :
https://www.academia.edu/15320155/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_KLIEN_DENGAN
_RESIKO_BUNUH_DIRI diakses tanggal [11 Januari 2024]

Anda mungkin juga menyukai