Anda di halaman 1dari 131

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN JIWA

NAMA : SYIFA FAUZIYAH

NPM : 214291517032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian
Perilaku bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk bunuh diri
sendiri. Bunuh diri dapat melibatkan ambivalensi antara keinginan untuk hidup dan
keinginan untuk mati. Perilaku bunuh diri terdiri dari tiga tingkatan yaitu berupa
ide/isyarat bunuh diri, ancaman bunuh diri dan percobaan bunuh diri (Dewi & Erawati,
2020).
Bunuh diri merupakan tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Situasi gawat pada bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul
secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau percobaan bunuh diri atau rencana yang
spesifik untukbunuh diri. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan
perawat yang tinggi dalam merawat pasien dengan tingkah laku bunuh diri, agar pasien
tidak melakukan tindakan bunuh diri.

B. Rentang Respon
Rentang respon Prtektif Diri

Respon Adaptif respon Maladaptif

Peningkatan Pertumbuhan Perilaku Pencedera diri Bunuh diri


diri oeningkatan destruktif diri
berisiko tak langsung

Keterangan :
1. Peningkatan diri yaitu seorang individu yang mempunyai pengharapan, yakin, dan
kesadaran diri meningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatan berisiko, yaitu merupakan posisi pada rentang yang masih
normal dialami individu yang mengalami perkembangan perilaku.
3. Perilaku destruktif diri tak langsung, yaitu setiap aktivitas yang merusak
kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada kematian, seperti perilaku
merusak, mengebut, berjudi, tindakan kriminal, terlibat dalam rekreasi yang berisiko
tinggi, penyalahgunaan zat, perilaku yang menyimpang secara sosial, dan perilaku
yang menimbulkan stres.
4. Pencederaan diri, yaitu suatu tindakan yang membahayakan diri sendiri yang
dilakukan dengan sengaja. Pencederaan dilakukan terhadap diri sendiri, tanpa
bantuan orang lain, dan cedera tersebut cukup parah untuk melukai tubuh. Bentuk
umum perilaku pencederaan diri termasuk melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit demi sedikit,
dan menggigit jari.
5. Bunuh diri, yaitu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan

C. Klasifikasi bunuh diri


Jenis bunuh diri
1. Bunuh diri egoistik
Akibat seseorang yang mempunyai hubungan yang buruk.
2. Bunuh diri altruistik
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3. Bunuh diri anomik
Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu.

D. Faktor Predisposisi
Mengapa individu terdorong untuk melakukan bunuh diri? Banyak pendapat tentang
penyebab dan atau alasan termasuk hal-hal berikut.
1. Kegagalan atau adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal
melakukan hubungan yang berarti.
3. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
5. Tangisan minta tolong.
Lima domain faktor risiko menunjang pada pemahaman perilaku destruktif diri
sepanjang siklus kehidupan, yaitu sebagai berikut.
1. Diagnosis psikiatri
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri
mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif, skizofrenia, dan
penyalahgunaan zat.
2. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya risiko bunuh diri adalah
rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan
bunuh diri.
4. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor risiko penting
untuk perilaku destruktif.
5. Faktor biokimia
6. Data menunjukkan bahwa secara serotonegik, opiatergik, dan dopaminergik menjadi
media proses yang dapat menimbulkan perilaku merusak diri.
Faktor penyebab tambahan terjadinya bunuh diri antara lain sebagai berikut
1. Penyebab bunuh diri pada anak
a. Pelarian dari penganiayaan dan pemerkosaan.
b. Situasi keluarga yang kacau.
c. Perasaan tidak disayangi atau selalu dikritik.
d. Gagal sekolah.
e. Takut atau dihina di sekolah.
f. Kehilangan orang yang dicintai.
g. Dihukum orang lain.
2. Penyebab bunuh diri pada remaja.
a. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
b. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
c. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
d. Perasaan tidak dimengerti orang lain.
e. Kehilangan orang yang dicintai.
f. Keadaan fisik.
g. Masalah dengan orang tua.
h. Masalah seksual.
i. Depresi.
3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa.
a. Self ideal terlalu tinggi.
b. Cemas akan tugas akademik yang terlalu banyak.
c. Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang tua.
d. Kompetisi untuk sukses.
4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut.
a. Perubahan status dari mandiri ke ketergantungan.
b. Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi.
c. Perasaan tidak berarti di masyarakat.
d. Kesepian dan isolasi sosial.
e. Kehilangan ganda, seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan.
f. Sumber hidup bergantung.

E. Faktor Presipitasi
1. Psikososial dan klinik
a. Keputusasaan
b. Ras kulit putih
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Usia lebih tua
e. Hidup sendiri
2. Riwayat
a. Pernah mencoba bunuh diri.
b. Riwayat keluarga tentang percobaan bunuh diri.
c. Riwayat keluarga tentang penyalahgunaan zat.
3. Diagnostik
a. Penyakit medis umum
b. Psikosis
c. Penyalahgunaan zat

4. Manifestasi Klinis/Tanda Gejala


Manifestasi dari resiko bunuh diri adalah :
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri
2. Mengungkapkan keingina untuk mati
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4. Impulsif
5. Mennjukkan perilaku yang mencurigakan
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri, verbal terselubung ( berbicara tentang
kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan)
7. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah, dan
mengasingkan diri)
8. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alkohol)
9. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit krinis atau terminal)
10. Pengangguran ( tidak bekerja, kehilangan dan atau mengalami kegagalan dalam
karier)
11. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)
12. Pekerjaan
13. Konflik interpersonal
14. Latar belakang keluarga
15. Menjadi korban perilaku kekerasaan saat kecil

5. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku pengerusakan diri
tak langsung adalah pengingkaran (denial). Sementara, mekanisme koping yang paling
menonjol adalah rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.

6. Sumber Koping
Tingkah laku bunuh diri biasanya berhubungan dengan faktor sosial dan kultural.
Durkheim membuat urutan tentang tingkah laku bunuh diri. Ada tiga subkategori bunuh
diri berdasarkan motivasi seseorang, yaitu sebagai berikut.
1. Bunuh diri egoistik
Akibat seseorang yang mempunyai hubungan sosial yang buruk.
2. Bunuh diri altruistik
Akibat kepatuhan pada adat dan kebiasaan.
3. Bunuh diri anomik
Akibat lingkungan tidak dapat memberikan kenyamanan bagi individu.
7. Penatalaksanaan Umum
Salah satu penatalaksanaan utama penurunan keinginan bunuh diri pada klien resiko
bunuh diri selain farmakologi adalah pendekatan dengan Guided Imagery. Hal ini sejalan
dengan analisis kasusJou Luis Alves dan Katharine Kolcaba (2009). Yang mengatakan
bahwaguided imagery terbukti efektif dalam meningkatkan kenyamanan pasien dan
mengurangi gejala ketika mereka memiliki gangguan depresi. Guided Imagery sangat
berpengaruh untuk membangun rasa penerimaan diri (self acceptance) sehingga klien
tidak merasa depresi lagi dan menyesali nasibnya. Bahkan sebaliknya klien akan mampu
mengekspresikan perasaannya kepada kehidupan dan kesehatan mental yang lebih baik.
Tingkat keinginan bunuh diri menurun setelah dilakukan pendekatan guided imagery.

8. Diagnosa Keperawatan
Pohon masalah

Resiko bunuh diri

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

Diagnosis
1. Resiko bunuh diri berhubungan dengan harga diri rendah.

9. Fokus Intervensi
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosis keperawatan resiko bunuh diri.
Tindakan keperawatan
1. Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat
2. Tindakan
a. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian.
b. Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang
berbahaya disekitar pasien.
c. Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri.
d. Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
RISIKO BUNUH DIRI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien dirawat di Rumah Sakit Jiwa untuk pertama kalinya karena melakukan
percobaan bunuh diri di rumah dengan mencoba minum racun serangga. Klien
mengalami masalah dengan keluarganya karena calon suaminya tidak mendapat
persetujuan dari orang tuanya. Keluarga membawa klien ke dokter, dari hasil
wawancara dengan klien dan keluarga, dokter menganjurkan klien dirawat di RS
Jiwa demi keselamatan klien
2. Diagnosa Keperawatan : Risiko bunuh diri
3. Tujuan :
1) Pasien dapat membina hubungan saling percaya
2) Pasien dapat mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan dirinya
3) Pasien dapat melakukan kontrak treatment
4) Pasien dapat belajar mengendalikan dorongan bunuh diri
5) Pasien dapat melatih cara mengendalikan doronganbunuh diri
4. Tindakan keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus dilakukan
dalam membina hubungan saling percaya adalah :
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Memperkenalkan identitas diri (nama lengkap, nama panggilan, asal institusi)
d. Menanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
e. Menjelaskan tujuan interaksi
f. Menyepakati kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2. Bantu pasien mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan dirinya
3. Bantu pasien mengamankan benda-banda yang dapat membahayakan dirinya
4. Lakukan kontrak treatment
5. Ajarkan pasien cara mengendalikan dorongan bunuh diri
6. Latih pasien cara mengendalikan dorongan bunuh diri
B. Proses pelaksanaan tindakan
Orientasi :
”Assalamualaikum mbak, perkenalkan nama saya ..............., panggil saja saya Ibu ...........
saya perawat yang akan merawat mbak selama di rumah sakit ini, saya akan datang
setiap hari dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore, Apa betul ini mbak A ? Mbak lebih suka
dipanggil siapa? Tujuan saya merawat mbak untuk membantu mengatasi masalah yang
mbak rasakan. Bagaimana perasaan Mbak A pagi ini?”
”O, jadi Mbak A semalam tidak bisa tidur?”
”Baiklah, mbak, bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang perasaan
yang Mbak rasakan?Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama 30 menit?”
”Kita berbincang-bincang disini saja ya mbak, di ruangan mbak?”
Kerja
”Coba mbak ceritakan apa yang mbak rasakan? Oh, jadi mbak merasa sedih? tidak ada
gunanya lagi hidup? Apa yang terjadi?”
”Jadi mbak merasa putus asa karena colon suami pilihan mbak tidak disetujui oleh
keluarga mbak lalu mbak melakukan upaya bunuh diri dengan minum racun.
”Apakah mbak pernah membicarakan masalah mbak dengan keluarga besar mbak,
menanyakan alasan keluarga mbak tidak setuju? ”Bisasaja dengan diskusi secara baik
keluarga dapat memahami keinginan mbak.”
”Apakah mbak pernah mencoba bunuh diri sebelumnya?”
“Dalam keluarga mbak, apa yang biasanya dilakukan kalau ada masalah yang dianggap
cukup berat?”
”Apakah dalam keluarga mbak ada yang pernah mencoba mengakhiri hidup untuk lari
dari masalah? Oh, jadi ibu mbak pernah juga melakukan percobaan bunuh diri?”
”Bagaimana dengan kebiasaan mbak dalam beribadah? Bagaimana kebiasaan ibadah
dalam keluarga mbak?”
”Apa pekerjaan/ aktivitas mbak sehari-hari?Bagaiman aktivitas mbak di lingkungan?”
”Apa dampak yang mbak rasakan dari percobaan bunuh diri terhadap aktivitas/ pekerjaan
dan kehidupan sosial mbak sehari-hari?”
“Apakah sebelumnya mbak sendiri pernah mengalami masalah lain yang mbak anggap
cukup berat?”
”Apa yang mbak lakukan untuk menyelesaikannya? Selama ini adakah orang yang mbak
percaya untuk membantu menyelesaikan masalah yang mbak alami?”
“Apakah mbak mampu menyelesaikan masalah tersebut?
“Wah, baik sekali, berarti dulu mbak pernah mampu menyelesaikan masalah yang cukup
berat, saya yakin sekali mbak sekarang juga akan mampu menyelesaikan masalah yang
mbak rasakan tanpa harus melakukan percobaan bunuh diri?”
“Apakah sekarang perasaan ingin binuh diri masih ada?”
“Baiklah mbak, karena perasaan ingin mengakhiri hidup masih ada, saya akan
mendampingi mbak. Saya jamin ruangan ini aman, tidak ada benda-benda yang dapat
membahayakan diri mbak, mulai sekarang mbak harus dapat mengidentifikasi benda-
benda yang dapat membahayakan diri mbak dan melatihcara mengendalikan dorongan
bunuh diri..”
“Apakah mbak tahu benda apa saja yang harus mbak jauhi? Mbak, benda-benda yang
berbahaya bagi mbak adalah benda-benda tajam seperti pisau, gunting, gergaji, paku,
pedang, silet, jarum, garpu. Benda berat seperti martil, batu, linggis, kayu, Benda-benda
yang dapat menjerat leher seperti tali tambang, kabel, selang dan ikat pinggang. Benda
kimia beracun seperti racun serangga, dan obat keras. Kolam berisi air, tempat tinggi,
jalan raya, rel kereta, stop kontak listrik. Kendaraan bermotor, bahan bakar seperti
minyak dan gas, korek api, pemanas air. Benda-benda tersebut harus mbak hindari
karena dapat membahayakan diri mbak. Nah, untuk mengendali kan dorongan bunuh
diri antara lain dengan mengingat Allah SWT, orang-orang yang m bak cintai, coba
berpikir positif, mengingat aspek-aspek positif yang ada pada diri mbak. Cara mengingat
Allah SWT antara lain dengan banyak istighfar. Bagaimana kalau kita mengingat Allah
dengan istighfar sekarang Astaghfirullaahal’adzim............ Wah bagus sekali, mbak
sudah mampu melakukannya. Mbak bisa melakukan istighfar ini seb anyak mungkin
terutama bila keinginan untuk bunuh diri itu muncul”
”Apa pekerjaan/ aktivitas mbak sehari-hari?Bagaimana aktivitas mbak di lingkungan?”
”Apa dampak yang mbak rasakan dari percobaan bunuh diri terhadap aktivitas/ pekerjaan
dan kehidupan sosial mbak sehari-hari?”
“Apakah sebelumnya mbak sendiri pernah mengalami masalah lain yang mbak anggap
cukup berat?”
”Apa yang mbak lakukan untuk menyelesaikannya? Selama ini adakah orang yang mbak
percaya untuk membantu menyelesaikan masalah yang m
bak alami?”
“Apakah mbak mampu menyelesaikan masalah tersebut?”
“Wah, baik sekali, berarti dulu mbak pernah mampu menyelesaikan masalah yang cukup
berat, saya yakin sekali mbak sekarang juga akan mampu menyelesaikan masalah yang
mbak rasakan tanpa harus melakukan percobaan bunuh diri?”
“Apakah sekarang perasaan ingin binuh diri masih ada?”
“Baiklah mbak, karena perasaan ingin mengakhiri hidup masih ada, saya akan
mendampingi mbak. Saya jamin ruangan ini aman, tidak ada benda-benda yang dapat
membahayakan diri mbak, mulai sekarang mbak harus dapat mengidentifikasi benda-
benda yang dapat membahayakan diri mbak dan melatihcara mengendalikan dorongan
bunuh diri..”
“Apakah mbak tahu benda apa saja yang harus mbak jauhi? Mbak, benda-benda yang
berbahaya bagi mbak adalah benda-benda tajam seperti pisau, gunting, gergaji, paku,
pedang, silet, jarum, garpu. Benda berat seperti martil, batu, linggis, kayu, Benda-benda
yang dapat menjerat leher seperti tali tambang, kabel, selang dan ikat pinggang. Benda
kimia beracun seperti racun serangga, dan obat keras. Kolam berisi air, tempat tinggi,
jalan raya, rel kereta, stop kontak listrik. Kendaraan bermotor, bahan bakar seperti
minyak dan gas, korek api, pemanas air. Benda-bendatersebut harus mbak hindari karena
dapat membahayakan diri mbak. Nah, untuk mengendalikan dorongan bunuh diri antara
lain dengan mengingat Allah SWT, orang-orang yang mbak cintai, coba berpikir positif,
mengingat aspek-aspek positif yang ada pada diri mbak. Cara mengingat Allah SWT
antara lain dengan banyak istighfar. Bagaimana kalau kita mengingat Allah dengan
istighfar sekarang Astaghfirullaahal’adzim............ Wah bagus sekali, mbak sudah
mampu melakukannya. Mbak bisa melakukan istighfar ini sebanyak mungkin terutama
bila keinginan untuk bunuh diri itu muncul”
LAPORAN PENDAHULUAN
ANSIETAS/KECEMASAN

A. Pengertian
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons (penyebab tidak spesifik
atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang
menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya akan datang dan memperkuat individu
mengambil tindakan menghadapi ancaman.
Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa yang disertai suatu respons. Seringkali sumber perasaan
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons. Seringkali sumber perasaan
tidak santai tersebut tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu. Ansietas dapat pula
diterjemahkan sebagai sauatu perasaan tidak takut akan terjadi sesuatu yang disebabkan
oleh antisipasi bahaya (Kemkes RI, 2016).
Ansietas adalah perasaan tidak yaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu),
ansietas merupakan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal
ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya
dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (herdman &
Kamitsuru, 2018).

B. Tingkatan ansietas
Ansietas terbagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan sering kali berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-
hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan memperluas pandangan
persepsi. Ansietas ringan memiliki aspek positif yaitu memotivasi individu untuk
belajar dan menghasilkan serta meningkatkan pertumbuhan dan kreativitas.
Respon dari ansietas ringan adalah :
1) Respon fisiologis meliputi sesekali nafas pendek, mapu menerima rangsangan
yang pendek, muka berkerut dan bibir bergetar. Pasien mengalami ketegangan
otot ringan
2) Respon kognitif meliputi koping persepsi luas, mampu menerima rangsangan
yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah.
3) Respon perilaku dan emosi meliputi tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada
lengaan, dan suara kadang meninggi.
2. Ansietas sedang
Ansietas tingkat ini, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian
yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Manifestasi yang
muncul pada ansietas sedang antara lain :
1) Respon fisiologis
Sering napas pendek,nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, diare atau
konstipasi, tidak nafsu makan, mual, dan berkeringat setempat.
2) Respon kognitif
Respon pandang menyempit, rangsangan luas mampu diterima, berfokus pada
apa yang menjadi perhatian dan bingung
3) Respon perilaku dan emosi
Bicara banyak, lebih cepat, susah tidur dan tidak aman.
3. Ansietas berat
Pada ansietas berat pasien lapangan persepsi pasien menyempit. Seseorang
cenderung untuk memusatkan pada sesutau yang terinci, spesifik dan tidak dapat
berfikir tentang hal lain. semua perilaku pasien hanya ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Pasien tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan oada suatu area lain. manifestasi yang muncul pada ansietas berat antara
lain :
1) Respon fisiologis
Napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala,
penglihatan kabur, dan ketegangan
2) Respon kognitif
Lapang persepsi sangat sempit, dan tidak mampu menyelesaikan masalah .
3) Respon perilaku dan emosi
Perasaan terancam meningkat, verbalisasi cepat, dan menarik diri dari hubungan
interpersonal.
4. Panik
Perilaku yang tampak pada pasien dengan ansietas tingkatpanik adalah pasien
tampak ketakutan dan mengatakan melami teror, tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan serta disorganisasi kepribadian. Terjadi peningkatan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi
menyimpang, kehilangan pemikiran rasional. Manifestasi yang muncul terdiri dari :
1) Respon fisiologis
Napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, dan
koordinasi motorik rendah
2) Lapang kognitif
Lapang persepsi sangat sempit, dan tidak dapat berfikir logis.
3) Respon perilaku dan emosi
Mengamuk-amuk dan marah-marah, ketakutan, berteriak-teriak, menarik diri dari
hubungan interpersonal, kehilangan kendali atau kontrol diri dan persepsi kacau

C. Rentang respon
Rentang Respon Ansietas

Respon Adaptif respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Rentang respon tingkat kecemasan


1. Ansietas ringan
Berhubungan dengan adanya ketegangan dalam kehidupan sehari-hari sehingga
menyebabkan seseorang menjadi waspada serta meningkatkan lahan persepsinya.
Ansietas akan menumbuhkan motivasi belajar serta menghasilkan pertumbuhan dan
kreativitas.
2. Ansietas sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal lain, sehingga seseorang akan mengalami perhatian yang
selektif tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3. Ansietas berat
Mengurangi lahan persepsi seseorang. Ada kecenderungan untuk memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua
perilaku yang dilakukan ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
akan memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
4. Panik
Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan merasa diteror, serta tidak mampu
melakukan apapun walaupun dengan pengarahan. Panik dapat meningkatkan
aktivitas motorik, menurunkan kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi
menyimpang, dan kehilangan pemikiran rasional.

D. Faktor predisposisi
Terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan terjadinya ansietas, diantaranya :
a. Faktor biologis
Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine, yang membantu mengatur
ansietas. Penghambat GABA juga berperan utaa dalam mekanisme biologis
timbulnya ansietas sebagaimana halnya dengan endorfin. Ansietas mungkin disertai
dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk
mengatasi stressor.
b. Faktor psikologis
1) Pandangan psikoanalitik
Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara 2 elemen kepribadian dan
superego.
2) Pandangan interpersonal
Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap penerimaan dan penolakan
interpersonal. Ansietas berhubungan dengan kejadian trauma, seperti perpisahan
dan kehilangan dari lingkungan maupun orang yang berarti bagi pasien. Individu
dengan harga diri rendah sangat mudah mengalami perkembangan ansietas yang
berat.
3) Pandangan perilaku
Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku
menganggap ansietas sebagai dorongan belajar dari dalam diri untuk menghindari
kepedihan. Individu yang sejak kecil terbiasa menghadapi ketakutan yang
berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya
dibandingkan dengan individu yang jarang menghadapi ketakutan dalan
kehidupannya.
c. Sosial budaya
Ansietas merupakan halyang biasa ditemui dalam keluarga. Faktor ekonomi, latar
belakang pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.

E. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi ansietas dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Ancaman terhadap integritas seseorang seperti ketidakmampuan atau penurunan
fungsi fisiologis akibat sakit sehingga mengganggu individu untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang. Ancaman ini akan menimbulkan gangguan
terhadap identitas diri, harga diri, dan fungsi sosial individu

F. Manifestasi klinis
1. Cemas, kwatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri serta mudah tersinggung
2. Pasien merasa tegang, tidak tenang, gelisah, dan mudah terkejut
3. Pasien mengatakan takut bisa sendiri, atau pada keramaian dan banyak orang
4. Mengalami gangguan pola tidur dan disertai mimpi yang menegangkan
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
6. Adanya keluhan somatik, mis rasa sakit pada otot dan tulang belakang, pendengaran
yang berdenging atau berdebar-debar, sesak napas, mengalami gangguan pencernaan
berkemih atau sakit kepala.

G. Psikodinamika
1. Masalah fisik, dapat menyebabkan kelelahan sehingga mempengaruhi ambang toleransi
individu untuk menghadapi stressor dalam kehidupan sehari-hari.
2. Stressor eksternal yang berat, seperti kematian orang yang dicintai atau kehilangan
pekerjaan.
3. Stressor eksternal yang berkepanjangan dan berlangsung dalam jangka waktu lama,
sehingga membuat usaha coping individu menjadi lemah.
4. Kepekaan emosi, dimana sesuatu yang menimbulkan kecemasan pada seseorang belum
tentu memiliki pengaruh yang sama pada orang lain.
5. Mekanisme koping
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping yaitu
sebagai berikut.
1. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada
tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi stres, misalnya perilaku
menyerang untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
Menarik diri untuk memindahkan dari sumber stres. Kompromi untuk mengganti
tujuan atau mengorbankan kebutuhan personal.
2. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi
berlangsung tidak sadar, melibatkan penipuan diri, distorsi realitas, dan bersifat
maladaptif.

6. Sumber koping
Dalam menghadapi ansietas, individu akan memanfaatkan dan menggunakan
berbagai sumber koping di lingkungan.

7. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan ansietas dapat dilakukan dengan cara terapi non farmakologi
diantaranya teknik relaksasi, distraksi, hipnotis lima jari dan kegiatan spiritual.
1. Teknik relaksai adalah kebebasan menyal dan fisik dari ketegangan dan stres. Secara
fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan kadar epinefrin dan non epinefrin
dalam darah, penurunan frekuensi denyut jantung (mencapai 24 kali per menit), penurunan
ketegangan otot, metabolisme menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperatur pada
ekstremitas.
2. Distraksi merupakan metode untuk mengalihkan perhatian klien pada hal-hal yang lain
sehingga klien akan lupa terhadap yang dialami. Manfaat dari penggunaan teknik ini, yaitu
supaya seseorang menjadi lebih nyaman, santai dan merasa berada pada situasi yang lebih
menyenangkan dan nyaman salama mungkin.
3. Hipnotis lima jari merupakan salah satu bentuk self hipnotis yang dapat menimbulkan efek
relaksasi yang tinggi, sehingga akan mengurani ketegangan dan stres dari pikiran seseorang.
Hipnotis lima jari mempengaruhi sistem limbik seseorang sehingga berpengaruh pada
pengeluaran hormon-hormon yang dapat memacu timbulnya stres.
8. Diagnosa keperawatan
Pohon masalah

Harga Diri Rendah

Gangguan Citra Tubuh

Ansietas (Core Problem)

Koping Individu Tidak Efektif

Ansietas (Core Problem) Koping Individu Tidak Efektif

Diagnosa keperawatan :
Ansietas

9. Fokus intervensi
a. Tujuan tindakan keperawatan
1) Klien dapat mengenal ansietas
2) Klien dapat mengatasi ansietas melalui latihan relaksasi
3) Klien dapat memperagakan dan menggunakan latihan relaksasi untuk mengatasi
ansietas
4) Melibatkan keluargadalam latihan yang telah disusun
b. Tindakan keperawatan :
1) Membina hubungan saling percaya
2) Membantu klien dalam mengenal ansietas
3) Mengajarkan teknik nafas dalam
a. Pengertian
Teknik relaksasi napas dalam merupakan suatu tindakan keperawatan dengan
menghembuskan napsa secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas
nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat menurunkan tingkat
kecemasan.
b. Tujuan
Tujuan relaksasi napas dalam untuk mengurangi stress baik stress fisik
maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan
kecemasan.
c. Prosedur teknik relaksasi napas dalam
1. Ciptakan lingkungan yang tenang
2. Usahakan tetap rileks dan tenang
3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3
4. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan
ekstrimitas atas dan bawah rileks
5. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut
secara perlahan-lahan.
7. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
8. Usahakan agar tetap konsentrasi/mata sambil terpejam
9. Pada saat konsentrasi pusatkan pada hal-hal yang nyaman
10. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga ansietas terasa berkurang
4) Mengajarkan relaksasi otot
a) Identifikasi tingkat cemas
b) Kaji kesiapan pasien, perasaan pasien
c) Ruang yang sejuk, tidak gaduh dan alami
d) Siapkan tempat tidur atau kursi yang dapat menompang bahu pasien
1) Jelaskan kembali tujuan terapi dan prosedur yang akan dilakukan
2) Pasien berbaring atau duduk bersandar (ada sandaran untuk kaki dan
bahu)
3) Lakukan latihan napas dalam dengan menarik nafas melalui hidung dan
dihembuskan melalui mulut
4) Bersama pasien mengidentifikasi (pasien dianjurkan dan dibimbing untuk
mengidentifikasi) daerah-daerah otot yang sering tegang misalnya dahi,
tengkuk, leher, bahu pinggang, lengan, betis
5) Bimbing pasien untuk mengencangkan otot tersebut selama 5 sampai 7
detik, kemudian bimbing pasien untuk merelaksasikan otor 20-30 detik.
6) Kencangkandahi (kerutkan dahi keatas) selama 5-7 detik, kemudian
relakskan 20-30 detik. Pasien disuruh merasakan rilkeksnya.
7) Kencangkan bahu, tarik keatas selama 5-7 detik, kemudian relakskan 20-
30 detik. Pasien disuruh merasakan rileksnya dan rasakan aliran darah
mengalir secara lancar.
8) Kepalkan telapak tangan dan kencangkan otot bisep selama 5-7 detik,
kemudian relakskan 20-30 detik. Pasien disuruh merasakan rileksnya dan
rasakan aliran darah menalir secara lancar.
9) Kencanggkan betis, ibu jari tarik kebelakang bisep selama 5-7 detik,
kemudian rilekskan 20-30 detik. Minta pasien untuk merasakan rileksnya
dan rasakan aliran darah mengalir secara lancar.
10) Selama kontraksi pasien dianjurkan merasakan kencangnya otot dan
selama relaksasi anjurkan pasien konsentrasi merasakan rileksnya otot.
5) Melatih pasien prosedure hipnosis 5 jari
a. Atur posisi klien senyaman mungkin
b. Pejamkan mata dan lakukan teknik napas dalam secara perlahan sebanyak 3
kali. Minta pasien untuk rileks
c. Minta pasien untuk menautkan ibu jari dengan jari telunjuk, dan minta pasien
untuk membayangkan kondisi dirinya ketika kondisi begitu sehat
d. Tautkan ibu jari dengan jari tengah minta pasien membayangkan ketika
mendapatkan hadiah atau barang yang sangat disukai
e. Tautkan ibu jari kepada jari manis, bayangkan ketika anda berada di temoat
yang paling nyaman, tempat yang membuat pasien merasa sangat bahagia
f. Tautkan ibu jari dengan jari kelingking, bayangkan ketika anda mendapatkan
suatu penghargaan
g. Tarik nafas, lakukan perlahan, lakukan selama 3 kali
h. Buka mata kembali
6) Memasukan kejadwalkegiatan harian klien
Intervensi keperawatan menurut SDKI, SLKI, SIKI
No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Ansietas Luaran Utama : Terapi Relaksasi
Definisi : Kondisi Tingkat ansietas Observasi
emosi dan pengalaman Luaran Tambahan : 1. Identifikasi penurunan
subyektif individu 1. Dukungan sosial tingkat energy,
terhadap objek yang 2. Harga diri ketidakmampuan
tidak jelas dan spesifik 3. Kesadaran diri berkonsentrasi, atau
akibat antisipasi bahaya 4. Kontrol diri gejala lain mengganggu
yang memungkinkan 5. Proses informasi kemampuan kognitif
individu melakukan 6. Status kognitif 2. Identifikasi teknik
tindakan untuk 7. Tingkat agitasi relaksasi yang pernah
menghadapi ancaman. 8. Tingkat pengetahuan efektif digunakan
Penyebab : Setelah dilakukan intervensi 3. Identifikasi kesediaan,
1. Krisis situasional keperawatan selama ….. x 24 kemampuan, dan
2. Kebutuhan tidak jam maka ansietas menurun penggunaan teknik
terpenuhi dengan kriteria hasil : sebelumnya
3. Krisis maturasional 1. Verbalisasi kebingungan 4. Periksa ketegangan otot,
4. Ancaman terhadap menurun frekkuensi nadi, tekanan
konsep diri 2. Verbalisasi khawatir darah, dan suhu
5. Ancaman terhadap akibat kondisi yang sebelum dan sesudah
kematian dihadapi menurun latihan
6. Kekhawatiran 3. Perilaku gelisah menurun 5. Monitor respons
mengalami 4. Perilaku tegang menurun terhadap terapi relaksasi
kegagalan 5. Keluhan pusing menurun Terapeutik
7. Disfmgsi sistem 6. Anoreksia menurun 1. Ciptakan lingkungan
keluarga 7. Palpitasi menurun tenang dan tanpa
8. Hubungan orang tua 8. Diaforesis menurun gangguan dengan
anak-anak tidak 9. Tremor menurun pencahayaan dan suhu
memuaskan 10. Pucat menurun ruang nyaman, jika
9. Faktor keturunan 11. Konsentrasi membaik memungkinkan
(tempramen, mudah 12. Pola tidur membaik 2. Berikan informasi
teragitasi sejak lahir) 13. Frekuensi pernapasan tertulis tentang
10. Penyalahgunaan zat membaik persiapan dan prosedur
11. Terpapar bahaya 14. Frekeunsi nadi membaik teknik relaksasi
lingkungan (mis. 15. Tekanan darah membaik 3. Gunakan pakaian
Toksin, polutan, dan 16. Kontak mata membaik longgar
lain-lain) 17. Pola berkemih membaik 4. Gunakan nada suara
12. Kurang terpapar 18. Orientasi membaik lembut dengan irama
informasi lambat dan berirama
Gejala dan Tanda 5. Gunakan relaksasi
Mayor sebagai strategi
Subjektif penunjang dengan
1. Merasa bingung analgetik atau tindakan
2. Merasa khawatir medis lain, jika sesuai
dengan akibat dari Edukasi
kondisi yang 1. Jelaskan tujuan,
dihadapi manfaat, batasan, dan
3. Sulit bekonsentrasi jenis relaksasi yang
Objektif tersedia (mis, music,
1. Tampak gelisah meditasi, napas dalam,
2. Tampak tegang relaksasi otot progresif)
3. Sulit tidur 2. Jelaskan secara rinci
Gejala dan Tanda intervensi relaksasi
Mayor yang dipilih
Subjektif 3. Anjurkan mengambil
1. Mengeluh pusing posisi nyaman
2. Anoreksia 4. Anjurkan sering
3. Palpitasi mengulangi atau
4. Merasa tidak melatih teknik yang
berdaya dipilih
Objektif 5. Demonstrasikan dan
1. Frekuensi napas latih teknik relaksasi
meningkat (mis, napas dalam,
2. Frekuensi nadi peregangan, atau
meningkat imajinasi terbimbing)
3. Tekanan darah
meningkat
4. Diaforesis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada
masa lalu
Kondisi klinis yang
terkait :
1. Penyakit kronis
progresif (mis,
kanker, penyakit
autoimun)
2. Penyakit akut
3. Hospitalisasi
4. Rencana operasi
5. Kondisi diagnosis
penyakit belum jelas
6. Penyakit neurologis
7. Tahap tumbuh
kembang
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN ANSIETAS

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mengatakan beberapa hari yang lalu ada teman kerja klien yang mengalami
positif covid-19, klien mengatakan sangat khawatir karna klien memiliki 2 orang
anak yang berusia 5 dan 11 bulan. Klien mengatakan sangat takut jika klien
terpapar covid-19.bagaimana nasib kedua anak klien.
2. Diagnosa keperawatan : Ansietas
3. Tujuan
1) Pasien mampu membina hubungan saling percaya
2) Pasien mampu mengenal ansietas
3) Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi
4) Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk
mengatasi ansietas
4. Tindakan keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi.
Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya
adalah :
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Memperkenalkan identitas diri (nama lengkap, nama panggilan, asal
institusi)
d. Menanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
e. Menjelaskan tujuan interaksi
f. Menyepakati kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
2. Bantu pasien mengenal ansietas
a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya
b. Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas
c. Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
d. Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas
3. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa percaya
diri
a. Pengalihan situasi
b. Latihan relaksasi
1. Tarik nafas dalam
2. Mengerutkan dan mengendurkan otot-otot Teknik 5 jari
3. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas muncul
B. Proses pelaksanaan tindakan
Orientasi :
”Assalamualaikum bu, perkenalkan nama saya Dayat panggil saja saya pak dayat saya
perawat yang sedang bertugas di Puskesmas solo, nama ibu siapa bu? Ibu lebih suka
dipanggil siapa? Ibu, tujuan saya ke rumah ibu adalah memantau perkembangan
kesehatan ibu dan keluarga, saya akan datang selama dua hari dari jam 8 pagi sampai
jam 3 sore”.
”Bagaimana perasaan ibu pagi ini? O, jadi ibu semalam gelisah, tidak bisa tidur?”
”Baiklah, bu, bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang perasaan
yang ibu rasakan? Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama 30 menit?”
”Kita berbincang-bincang dimana bu? Baiklah kita akan berbincang-bincang di ruang
ini”
Kerja
”Tadi ibu katakan, ibu merasa gelisah, tidak bisa t idur, coba ibu ceritakan lebih lanjut
tentang perasaan ibu? apa yang ibu sedang pikirkan? Apa yang ibu lakukan terkait
dengan perasaan tersebut? Apa yang terjadi sehingga ibu merasa gelisah?”
”Oh, jadi anak ibu sudah 3 bulan bekerja sebagai TKW di Malaysia, ibu khawatir
anak ibu mendapat perlakuan yang tidak baik karena sering mendengar berita tentang
TKW yang mendapat perlakuan buruk dari televisi?”
”Bagaimana kalau saya ukur dulu ya tekanan darah, ibu”
”Apakah sebelumnya ibu pernah mengalami kondisi seperti sekarang ini?”
”Jadi ibu sebelumnya sering juga mengalami perasaan gelisah seperti sekarang ?”
“Apa masalah yang sebelumnya sering membuat ibu gelisah?”
“Selama ini, bila ibu punya masalah yang mengganggu, apa yang ibu lakukan?”
”Jadi kalau ibu punya masalah, ibu akan memikirkan terus masalah itu sehingga ibu
merasa gelisah, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan?”
”Kalau ibu sedang tidak gelisah, bagaimana kebiasaan tidur dan makan ibu?”
“Apa pekerjaan ibu sehari-hari? Apakah ibu selama i ni puas dengan pekerjaan yang
ibu lakukan? Bagaimana dengan penghasilan ibu?”
“Dalam keluarga ibu, apa yang biasanya dilakukan kalau ada masalah ?”
“Oh, jadi dalam keluarga ibu, memang terbiasa cepat panik dalam menghadapi
masalah?”
“Bagaimana kebiasaan ibu dalam beribadah? Bagaimana dengan kebiasaan beribadah
dalam keluarga ibu?”
“Apakah sebelumnya ibu pernah mengalami pengalaman yang tidak
menyenangkan?”
“Apa yang ibu lakukan? Dengan siapa biasanya ibu meminta bantuan untuk
menyelesaikan masalah kalau ibu merasa tidak mampu menyelesaikan masalah
tersebut? Apakah ibu berhasil menyelesaikan masalah tersebut? ”
“Wah, baik sekali, berarti dulu ibu pernah mampu me nyelesaikan masalah yang
cukup berat, saya yakin sekali ibu sekarang juga akan mam pu menyelesaikan
kecemasan yang ibu rasakan”
“Baiklah bu, bagaimana kalau sekarang kita coba men gatasi kecemasan ibu dengan
latihan relaksasi dengan cara tarik nafas dalam, in i merupakan salah satu cara untuk
mengurangi kecemasan yang ibu rasakan. Bagaimana ka lau kita latihan sekarang,
Saya akan lakukan, ibu perhatikan saya, lalu ibu bisa me ngikuti cara yang sudah
saya ajarkan. Kita mulai ya bu. Ibu silakan duduk dengan posisi seperti saya.
Pertama-tama, ibu tarik nafas dalam perlahan-lahan, setelah itu tahan nafas dalam
hitungan tiga setelah itu ibu hembuskan udara melalui mulut dengan meniup udara
erlahan-lahan. Nah, sekarang coba ibu praktikkan. Wah bagus sekali, ibu sudah
mampu melakukannya. ibu bisa melakukan latihan ini selama 5 sampai 10 kali sampai
ibu merasa relaks atau santai”
Terminasi :
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita ngobrol tentang masalah yang ibu rasakan dan
latihan relaksasi? Coba ibu ulangi lagi cara yang s udah kita pelajari, wah bagus
sekali, jam berapa ibu akan berlatih lagi melakukan cara ini? Mari, kita masukkan
dalam jadwal harian ibu. Jadi, setiap ibu merasa cemas, ibu bisa langsung praktikkan
cara ini, dan bisa melakukannya lagi sesuai jadwal yang telah kita buat. Latihan
relaksasi ini hanya salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengatasi kecemasan
atau ketegangan, masih ada cara lain dengan latihan mengerutkan dan mengendurkan
otot, bagaimana kalau kita latihan cara yang kedua ini besok pagi, jam berapa bu?
Seperti biasa jam 10 pagi di rumah ibu? Masih ada yang mau ditanyakan bu? Baiklah
kalau tidak ada saya pamit dulu.
Assalamualaikum”
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serya merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan atau penciuman. Pasien akan merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Yusuf, et al 2015).
Halusinasi adalah gangguan persepsi dimana pasoen mempersepsikan sesuatu yang
sebetulny tidak terjadi. Ada lima jenis halusinasi yaoitu pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan dan perabaan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

2. Rentang respon
Rentang respon pasien dengan gangguan senssori persepsi halusinasi sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - Proses pikir kadang - Proses pikir waham


- Persepsi akurat terganggu ilusi - Halusinasi
- Emosi komnsisten - Emosi - Kerusakan proses
- Perilaku sesuai berlebihan/kurang emosi
- Perilaku tidak - Perilaku tidak sesuai
hubungan sosial
- Isolasi sosial
harmonis terorganisir
- Isolasi sosial

3. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi halusinasi terdiri dari :
1) Faktor biologis
Adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (herediter),
riwayat penyakit atau trauma kepala dan riwayat penggunaan narkotisa, psikotropika
dan zat adiktif lain (NAPZA).
2) Faktor psikologis
Memiliki riwayat kegagalan yang berulang. Menjadi korban, pelaku maupun saksi
dari perilaku kekerasan serta kurangnya kasih sayang dari orang-orang disekitar atau
overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Sebahagian besar pasien halusinasi berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi yang
rendah, selain itu pasien memiliki riwayat penolakan dari lingkungan pada usia
perkembangan anak, pasien halusinasi seringkali memiliki tingkat pendidikan yang
rendah serta pernah mengalami kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup
sendiri), serta tidak bekerja.

4. Faktor presipitasi
Stressor presipitasi pasien gangguan persepsi sensori halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak, adanya riwayat
kekerasan dalam keluarga, atau adanya kegagalan-kegagalan dalam hidup, kemiskinan,
adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan
pasien serta konflik antar masyarakat.

5. Manifestasi klinis/tanda gejala


Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadp psien serta ungkapan
pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut :
1) Mendengarkan suara-suara atau kegaduhan
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentu, geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasakan takut atau senang dengan halusinasinya.
6. Jenis halusinasi
1. Halusinasi pendengaran
Biasanya klien dengan halusinasi pendengaran klien akan berbicara atau tertawa
sendiri, marah-marah tanpa sebab, menyedengkan telinga ke arah tertentu, dan
menutup telinga.
2. Halusinasi penglihatan
Klien akan menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, dan ketakutan pada sesuatu yang tidak
jelas.
3. Halusinasi penghindu
Klien akan mengisap-isap seperti sedang membaui bau-bauan tertentu dan menutup
hidung.
4. Halusinasi pengecapan
Klien akan sering meludah dan muntah
5. Halusinasi perabaan
Klien akan merasakan menggaruk-garuk permukaan kulit

7. Tahap halusinasi
Halusinasi yang dialami pasien memiliki tahapan sebagai berikut
a. Tahap I
Halusinasi bersifat menenangkan, tingkat ansietas pasien sedang. Pada tahap ini
halusinasi secara umum menyenangkan.
Karakteristik : karakteristik tahap ini ditandai dengan adanya perasaan bersalah
dalam diri pasien dan timbul perasaan takut. Pada tahap ini pasien mencoba
menenangkan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa
pikirandan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi.
Perilaku yang teramati :
- Menyeringai/tertawa yang tidak sesuai
- Menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara
- Respon verbal yang lambat
- Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikan.
b. Tahap II
Halusinasi bersifat menyalahkan, pasien mengalami ansietas tingkat berat dan
halusinasi bersifat menjinikan untuk pasien.
Karakteristik : pengalaman sensori yang dialami pasien bersifat menjijikkan dan
menakutkan, pasien yang mengalami halusinasi mulai merasa kehilangan kendali,
pasien berusaha untuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, pasien
merasa malu karenapengalaman sesnsorinya dan menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang teramati:
- Peningkatan kerja susunan sarapotonom yang menunjukkan timbulnya ansietas
seperti peningkatan nadi, TD dan pernafasan.
- Kemampuan konsentrasi menyempit.
- Dipenuhi dengan pengalaman sensori, mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dan realita.
c. Tahap III
Pada tahap ini halusinasi mulai mengendalikan perilaku pasien, pasien berada pada
tingkat ansietas berat. Pengalaman sensori menjadi menguasai pasien.
Karakteristik : pasien yang berhalusinasi pada tahap ini menyerah untuk melawan
pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi
dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman
tersebut berakhir.
Perilaku yang teramati :
- Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada
menolak
- Kesulitan berhubungan dengan orang lain
- Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari ansietas
berat seperti : berkeringat, tremor, ketidakmampuan mengikuti petunjuk.
d. Tahap IV
Halusinasi pada saat ini, sudah sangat menaklukkan dan tingkat ansietas berada pada
tingkat panik. Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan saling terkaitan
dengan delusi.
Karakteristik : pengalaman sensori menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah halusinasinya.halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari
apabila tidak diintervensi.
Perilaku yang teramati :
- Perilaku menyerang teror seperti panik.
- Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
- Amuk, agitasi dan menarik diri
- Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek
- Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

8. Psikodinamika
Teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena adanya
isi alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suatu respon terhadap konflik
psikologis dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi merupakan gambaran
dan rangsangan keinginan dan ketakutan yang dialami oleh klien.

9. Mekanisme koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian stres,
termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme pertahanan lain
yang digunakan untuk melindungi.

10. Penatalaksanaan
Terapi farmakologi untuk pasien halusinasi
1. Anti psikotik (Clorpromzin {CPZ}, Haloperidol {HPL} mekanisme kerja untuk
menahan kerja resptor dopamin dalam otak sebagai penenang, penurun aktifitas
motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi : delus, halusinasi,
ilusi dan gangguan proses berfikir.
2. Anti ansietas (Atarax, Daxepam) mekanisme kerja untuk meredakan ansietas atau
ketegangan yang berhubungan dengan situasi tertentu.
3. Anti depresan (Elavil, asendin, anafranil, norpami, sinequan, tofranil, ludiomil,
pamelor, vivactil, surmontil) mekanis kerja untuk mengurangi gejala depresi,
penenang.
4. Anti manik : (lithoid, klonopin, lamictal) mekanisme kerja untuk menghambat
pelepasan sensitivitas reseptor dopamin.
5. Anti parkinson (levodova, trihexipenidyk (THP)) mekanisme kerja untuk mengatasi
gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik, menurunkan ansietas,
iritabilitas.
11. Diagnosa keperawatan
Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan persepso sensori : halusinasi

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan

Diagnosis keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan menarik diri

12. Fokus intervensi


Tindakan Keperawatan
1) Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut.
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
2) Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi dengan pasien
tentang isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan
respons pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi, Anda dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti
dapat mengendalikan halusinasi, yaitu sebagai berikut.
1. Menghardik halusinasi.
2. Bercakap-cakap dengan orang lain.
3. Melakukan aktivitas yang terjadwal.
4. Menggunakan obat secara teratur.
STRATEGI PELAKSANAAN (1) PADA PASIEN HALUSINASI

Masalah Utama : Perubahan sensori persepsi : halusinasi


Pertemuan :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien tenang, bersikap mendengar atau melihat sesuatu, berhenti bicara ditengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu, klien jarang minum obat dan kontrol.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi akustik
3. Tujuan Khusus
a. Membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengenal halusinasinya
1) isi halusinasi (apa yang didengar/dilihat)
2) waktu terjadi halusinasi
3) frekuensi terjadinya halusinasi
4) situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan
5) respon pasien saat halusinasi muncul
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi, waktu, frekuensii
terjadinya halusinasi serta apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
c. Bantu melatih cara mengontrol halusinasi dengan menghardik
B. Strategi Tindakan Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik : “ Selamat pagi Bapak/ ibu?”
b. Evaluasi/ Validasi : “ Bagaimana keadaannya Bapak/ ibu hari ini ? apakah yang
Bapak/ ibu rasakan hari ini?”
c. Kontrak :
1) Waktu : ”Perkenalkan, nama saya ... ., nama Bapak/ ibu siapa ya? Bapak/
ibu biasa dipanggil siapa? Usianya Bapak/ ibu berapa? Rumahnya dimana?
Dirumah tinggal dengan siapa? anak Bapak/ ibu berapa? Bapak/ ibu bekerja
atau tidak? Bapak/ ibu datang ke rumah sakit yang mengantar siapa?” “
Wah senang ya bisa berkenalan dengan Bapak/ ibu. Hari ini kita akan
berbincang-bincang kira-kira membutuhkan waktu 7 menit setelah Bapak/
ibu, Bapak/ ibu bisa kan?
2) Tempat : ”Bagaimana kalau kita berbincang-bincang di ruang tamu atau
didalam kamar sini aja?”
3) Topik : ”Kita akan bincang-bincang tentang bisikan-bisikan yang sering
Bapak/ ibu dengar”
2. Fase Kerja
- “Apakah selama disini Bapak/ ibu masih sering mendengar bisikan-bisikan itu?
biasanya berapa kali anda mendengarnya? Biasanya jam berapa? Berapa lama
kalau Bapak/ ibu mendengarnya? Bisikan itu terdengar seperti apa? Saat seperti
apa Bapak/ ibu mendengar bisikan itu?”
- “Saya percaya Bapak/ ibu mendengar bisikan itu tapi saya tidak
mendengarnya.”
- “Bagaimana perasaan Bapak/ ibu saat mendengar bisikan itu?”
- “Selama ini apa yang Bapak/ ibu lakukan jika mendengar bisikan tersebut?
Menanggapi... menganggap tidak ada.... atau.... marah-marah?”
- “Kemudian apa yang sudah Bapak/ ibu rasakan ketika sudah mengatasi dengan
cara seperti itu?”
- “Apa yang akan terjadi apabila Bapak/ ibu tidak menanggapi suara tersebut?”
- “Sekarang mari kita belajar cara mengontrolnya? Saat Bapak/ ibu mendengar
suara bisikan tersebut, coba Bapak/ ibu menghardiknya dengan cara seperti
tutup telinga tutup mata dan bilang pergi pergi, kamu suara palsu, kamu bukan
suara sungguhan, aku tidak mau mendengar kamu.
- “Sekarang mari kita coba!”
- “Bagus sekali pak….”
3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif : “Bagaimana perasaan Bapak/ ibu setelah kita
berbincangbincang dan mencoba latihan seperti tadi?
Evaluasi Obyektif : “Coba sebutkan tadi bagaimana cara anda mengontrol
halusinasi?”
b. Rencana Tindak Lanjut :
“Nanti kalau bisikan-bisiskan itu datang lagi, dicoba ya Bapak/ ibu cara
mengontrolnya seperti yang kita pelajari tadi”
c. Kontrak:
1) Waktu :”Besok kita bisa berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol
halusinasi dengan cara yang lain ya Bapak/ ibu. Bagaimana kalau seperti
tadi, kira-kira pagi jam 9."
2) Tempat : ”Tempatnya sama seperti sekarang ini ja ya Bapak/ ibu.”
3) Topic :”Besok kita bisa berbincang-bincang lagi tentang cara mengontrol
halusinasi dengan cara yang lain ya Bapak/ ibu"
4) Baiklah sampai jumpa.
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM
A. Pengertian
Waham adalah keyakinan yang salah yang didasarkan oleh kesimpulan yang salah
tentang realita eksternal dan dipertahankan dengan kuat (Victoryna et al, 2019).
Waham adalah suati keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau
terus-menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah termasuk gangguan
isi pikiran (Yusuf et al. 2015).

B. Klasifikasi Waham
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini direktur sebuah bank
swasta lho..” atau “Saya punya beberapa perusahaan multinasional”.
2. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/mencederai
dirinya, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya
tahu..kalian semua memasukkan racun ke dalam makanan saya”.
3. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Kalau saya mau masuk surga
saya harus membagikan uang kepada semua orang.”
4. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang penyakit, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya sakit
menderita penyakit menular ganas”, setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia terserang
kanker.
5. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, serta diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Ini kan alam kubur ya, semua
yang ada di sini adalah roh-roh”.
6. Rentang respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif


- Pikiran logis - Distorsi pikiran - Gangguan
- Persepsi akurat - Ilusi pikiran atau
- Emosi konsisten - Reaksi emosi waham
dengan berlebihan atau - Sulit berespon
pengalaman kurang - Emosi
- Perilaku sesuai - Perilaku aneh berlebihan
- Berhubungan atau tidak biasa - Perilaku kacau
sosial - Menarik diri - Isolasi sosial

7. Proses terjadinya waham


1) Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need)
Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik, pasien dengan waham dapat terjadi pada orang dengan
status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya pasien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Hal itu terjadi karena adanya kesenjangan antara
kenyataan (reality), yaitu tidak memiliki finansial yang cukup dengan ideal diri (self
ideal) yang sangat ingin memiliki berbagai kebutuhan, seperti mobil, rumah, atau
telepon genggam.
2) Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem)
Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan kebutuhan yang tidak
terpenuhi menyebabkan pasien mengalami perasaan menderita, malu, dan tidak
berharga.
3) Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and external)
Pada tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan, dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Namun, menghadapi kenyataan bagi pasien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, dianggap penting, dan diterima lingkungan
menjadi prioritas dalam hidupnya, sebab kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak
kecil secara optimal. Lingkungan sekitar pasien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan pasien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara
adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjadi perasaan. Lingkungan
hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan pasien tidak merugikan orang lain.
4) Fase dukungan lingkungan (environment support)
Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan) pasien dalam
lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung, lama-kelamaan pasien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena
seringnya diulang-ulang. Oleh karenanya, mulai terjadi kerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma (superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan
dosa saat berbohong.
5) Fase nyaman (comforting)
Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan
sering disertai halusinasi pada saat pasien menyendiri dari lingkungannya.
Selanjutnya, pasien lebih sering menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi
sosial).
6) Fase peningkatan (improving)
Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya koreksi, keyakinan yang salah
pada pasien akan meningkat. Jenis waham sering berkaitan dengan kejadian
traumatik masa lalu atau berbagai kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang
hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

8. Faktor predisposisi
1) Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan dengan delusi atau
waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang di manifestasikan dengan
gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi untuk mengalaminya di bandingkan
dengan populasi umum.Studi pada manusia kembar juga menunjukan bahwa ada
keterlibatan factor.
2) Teori Psikososial
a) System Keluarga
Perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi
keluarga.Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Bayaknya masalah
dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan anak dimana anak tidak
mampu memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya. Beberapa ahli teori
menyakini bahwa individu paranoid memiliki orang tua yang dingin,
perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan,perasaan mementingkan diri sendiri
yang berlebihan dan tidak percaya pada individu. Klien menjadi orang dewasa
yang rentan karena pengalaman awal ini.
3) Teori Interpersonal
Dikemukakan oleh Priasmoro (2018) di mana orang yang mengalami psikosis akan
menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh dengan ansietas tinggi.Hal
ini jika di pertahankan maka konsep diri anak akan mengalami ambivalen.

9. Faktor Presipitasi
1) Biologi
Stress biologi yang berhubungan dengan respon neurologik yang maladaptif
termaksud:
a. Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi
b. Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
2) Stress lingkungan
Stres biologi menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang sering menunjukkan episode baru
suatu penyakit. Pemicu yang biasa terdapat pada respon neurobiologik yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku individu.

10. Manifestasi klinis/tanda gejala


1. Kognitif
a. Tidak mampu membedakan nyata dan tidak nyata
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya
c. Sulit berfikir realita
d. Tidak mampu mengambil keputusan
2. Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Efek tumpul
3. Perilaku dan hubungan sosial
a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresif
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktivitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsif
i. Curiga
4. Fisik
a. Kebersihan kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. Berat badan menurun
e. Napsu makan berkurang dan sulit tidur

5. Psikodinamika
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau perhatian ibu,dengan
ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa aman dan gagal untuk membangun rasa
percayanya sehingga menyebabkan munculnya ego yang rapuh karena kerusakan harga
diri yang parah,perasaan kehilangan kendali,takut dan ansietas berat.Sikap curiga kepada
seseorang di manifestasikan dan dapat berlanjut di sepanjang kehidupan. Proyeksi
merupakan mekanisme koping paling umum yang di gunakan sebagai pertahanan
melawan perasaan
Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya waham adalah:
1) Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat.
2) Disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian
3) Hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain
4) Perpisahan dengan orang yang di cintainya
6. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi
berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi ansietas,
proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik diri, pada
keluarga: mengingkari.

7. Sumber koping
Ada beberapa sumber koping individu yang harus dikaji yang dapat berpengaruh
terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping dapat meliputi
seperti : modal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif
mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa
pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, kesediaan waktu dan tenaga dan
kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.

8. Penatalaksanaan
1. psikofarmalogi
a. Litium Karbonat
Jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan bipolar,
menyusul kemudian litium sitial. Litium masih efektif dalam menstabilkan
suasana hati pasien dengan gangguan bipolar. Gejala hilang dalam jangka waktu
1-3 minggu setelah minum obat juga digunakan untuk mencegah atau
mengurangi intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania.
b. Haloperidol
Obat antipsikotik (mayor tranquiliner) pertama dari turunan butirofenon.
Mekanisme kerja yang tidak diketahui. Haloperidol efektif untuk pengobatan
kelainan tingkah laku berat pada anak-anak yang sering membangkang dan
eksplosif. Haloperidol juga efektif untuk pengobatan jangka pendek, pada anak
yang hiperaktif juga melibatkan aktivitas motorik berlebih memiliki kelainan
tingkah laku seperti: Impulsif, sulit memusatkan perhatian, agresif, suasana hati
yang labil dan tidak tahan frustasi.
c. Karbamazepin
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor, dan
neuralgia trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak berhubungan dengan
obat antikonvulsan lain atau obat lain yang digunakan untuk mengobati nyeri
pada neuralgia trigeminal
1. Pasien hiperaktif atau agitasi anti psikotik potensi rendah Penatalaksanaan ini
berarti mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien. Hal
ini menggunakan penggunaan obat anti psikotik untuk pasien waham.
2. Antipsikosis atipikal (olanzapin, risperidone). Pilihan alaw Risperidone tablet
1mg, 2mg, 3mg atai Clozapine tablet 25mg, 100mg.
3. Tipikal (klorpromazin, haloperidol), klorpromazin 25-100mg. Efektif untuk
menghilangkan gejala positif.
4. Penarikan diri selama potensi tinggi seseorang mengalami waham. Dia
cenderung menarik diri dari pergaulan dengan orang lain dan cenderung asyik
dengan dunianya sendiri (khayalan dan pikirannya sendiri). Oleh karena itu,
salah satu penatalaksanaan pasien waham adalah penarikan diri yang
potensial, Hal ini berarti penatalaksanaannya penekanankan pada gejala dari
waham itu sendiri, yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan dengan
kecanduan morfin biasanya sewaktu-waktu sebelum waktu yang berikutnya,
penarikan diri dari lingkungan sosial
5. ECT tipe katatonik Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah sebuah
prosedur dimana arus listrik melewati otak untuk pelatihan kejang singkat.
Hal ini menyebabkan perubahan dalam kimiawi otak yang dapat mengurangi
penyakit mental tertentu, seperti skizofrenia katatonik. ECT bisa menjadi
pilihan jika gejala yang parah atau jika obat-obatan tidak membantu
meredakan episode katatonik.
6. Psikoterapi Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham,
namun psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk
semua orang, terutama jika gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses
terapi yang memerlukan komunikasi dua arah. Yang termasuk dalam
psikoterapi adalah terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi
supportif.
9. Diagnosa keperawatan
Pohon masalah

Resiko kerusakan komunikasi verbal

Perubahan proses pikir : waham

Gangguan konsep diri:


Harga diri rendah : kronis

Diagnosis keperawatan :
1. Resiko kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah

10. Fokus intervensi


Tindakan keperawatan untuk pasien
1. Tujuan
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
d. Pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar
2. Tindakan
a. Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
b. Bantu orientasi realitas
1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari
4) Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti
membicarakannya.
5) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas
c. Diskusikan kebutuhan psikologis atau emosional yang tidak terpenuhi sehingga
menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah.
1) Tingkatan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional
pasien
2) Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
3) Banti melakukan kemampuan yang dimiliki
4) Berdiskusi tentang obat yang diminum
5) Melatih minum obat yang benar.
STRATEGI PELAKSANAAN (1) PASIEN DENGAN WAHAM

Masalah utama : Waham


Pertemuan : ke-1 (SP1)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien tampak tenang, sedang duduk dikursi bersama dengan pasien yang lain, tidak
merasa dirinya sakit.
2. Diagnosa Keperawatan :
Perubahan proses pikir : waham
3. Tujuan
a. Tujuan Umum :
Klien dapat mengontrol wahamnya
b. Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
2) Klien dapat mengungkapkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara
memenuhi kebutuhan
3) Klien dapat mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi
4. Intervensi Keperawatan:
a. Bina hubungan saling percaya :
b. Bantu klien mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi
kebutuhan
c. Bantu klien mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SP)
1. Fase Orientas
a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi Mas. Perkenalkan nama saya ..., saya perawat ...., saya merawat
Mas selama dirawat di sini. Nama mas siapa, senangnya dipanggil apa?””
b. Evaluasi / Validasi
“ Bagaimana keadaannya hari ini? Apa yang anda rasakan saat ini?”
c. Kontrak :
a) Waktu :” Hari ini kita akan berbincang-bincang kira-kira membutuhkan
waktu ... menit. Bagaimana, Mas bisa?
b) Topik :”Bagaimana jika hari ini kita berbincang-bincang tentang perasaan
dan pikiran Mas saat ini ?”
c) Tempat :“Mas ingin kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau
disini saja?”
2. Fase Kerja
- “Mas S, saya ingin tahu pengalaman Mas S dengan orang-orang yang dekat
dengan Mas S. Kita mulai dari orang tua, bagus…..Bagaimana dengan
lingkungan kerja dan sekolahan Mas S ??
- “Sebelum berada di sini, apakah Mas.S pernah mengalami kejadian-
kejadianyang menimbulkan rasa takut, cemas, dan traumatik. Kejadian apa saja
itu Mas??
- “Sampai sekarang, apakah ada kebutuhan dan harapan yang belum
terpenuhi?Bagaimana anda mengatasi kebutuhan tak terpenuhi tersebut dengan
kejadian traumatic yang terjadi??”
- “Saat sebelum di sini dan sesudah di sini, apakah anda pernah mendengar
suara-suara yang memerintah anda?.....Bagus”
- “Apa yang Mas S rasakan saat Mas S menjadi sangat sakti?? Badan sakti Mas S
dalam 1 hari bisa datang kapan saja? Saat apa saja? Dan berapa lama waktu
sekali datang?”
- “Saya mengerti Mas S merasa bahwa Mas S adalah seorang yang kuat yang bisa
merobohkan bangunan, tapi sulit bagi saya untuk mempercayainya. Oleh sebab
itu coba sekarang Mas S praktekkan robohkan pohon besar yang ada di depan
ruang ....”
- “Pengalaman tidak menyenangkan apa yang terjadi saat kekuatan anda
muncul??”
- “Saat kekuatan anda datang, banyak orang yang akan terluka karena anda, apa
ini tidak merugikan??Kalau merugikan Mas S harus segera mencari pertolongan
untuk menolong Mas S.”
- “Hobby Mas S apa?saat akan marah, Mas S juga bila melakukan hobby Mas S
agar kemarahan Mas S hilang.”
- “Hobby yang bisa di lakukan di sini kira-kira apa?”
- Bagaimana kalau Mas S memasukkan hobby Mas S ke dalam jadwal kegiatan
harian Mas S???......Bagus!”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif :“Bagaimana perasaan anda sekarang setelah kita
berbincang-bincang? Saya sangat senang karena Mas sudah bisa
mengungkapkan perasaan dengan baik dan mau berteman dengan saya.”
b. Evaluasi Objektif : ”Sekarang coba sebutkan pada saya, pengalaman yang
menyenangkan Mas S, pengalaman tidak menyenangkan, dan hobby Mas S?
c. Rencana Tindak Lanjut : ” Mas S, setelah kita berbincang-bincang ini nanti coba
dilakukan ya jadwal kegiatan yang sudah kita buat bersama tadi, bagaimana?
d. Kontrak yang akan datang :
1) Topik : ”Sekian dulu ya Mas S, seperti janji kita diawal tadi kita hanya akan
berbincang-bincang selama ... menit. Bagaimana jika besuk pagi kita
berbincang-bincang lagi?”
2) Waktu : ”Kira-kira jam berapa ya? Mas S ingin berapa lama?”
3) Tempat: ”Mas S ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini
saja? Sampai bertemu besok Mas S.”
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya.pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain (AH.Yusuf, dkk 2019).
Menarik diri merupakan suatu percobaan untuk menghindari interaksi dan
hubungan dengan orang lain (Rawnlins, 1993 Dalam buku AH.Yusuf dkk 2015).
Isolasi sosial merupakan upaya mengindari komunikasi dengan orang lain
karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran dan kegagalan (Rusdi,2013).

2. Rentang respon

(Stuart, 2016)
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
masih dapat diterima oleh norma sosial dan buaya yang umum berlaku, respon ini
meliputi :
a. Solitute (Menyendiri) : Solitut atau menyendiri merupakan respon yang
dibutuhkan seorang untuk merenung apa yang telah dilakukan dilingkungan
sosialnya dan suatu cara untuk menentukan langkahnya.
b. Otonomi : Kemapuan individu untuk mentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan (Mutualisme) : Perilaku saling ketergantungan dalam membina
hubungan interpersonal.
d. Saling ketergantungan (Interdependent) : Suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk saling memberi dan
menerima.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma sosial dan budaya lingkungannya, respon yang sering
ditemukan meliputi :
a. Mengisolasi diri : Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk
tidak berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu
b. Manipulasi : Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan
berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.
c. Ketergantungan : Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan
kemampuan yang dimiliki
d. Impulsive : Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, mempunyai penilaian yang buruk dan tidak
dapat diandalkan.
e. Narkisme : Harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian,
sikap egosentris, pencemburu, marah bila orang lain tidak mendukung
(Deden & Rusdi, 2013).

3. Faktor predisposisi dan presipitasi


a. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial
a) Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah
respon sosial mengisolasi diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat
mempengaruhi terjadinya mengisolasi diri. Organisasi anggota keluarga
bekerja sama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran
yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga.
Pendekatan kolaboratif sewajarnya dapat mengurangi masalah respon sosial.
b) Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur
otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak
serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia,
orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi
norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya
mayoritas. Harapan yang tidak realitis terhadap hubungan merupakan faktor
lain yang berkaitan dengan gangguan ini (Deden & Rusdi, 2013).
b. Faktor presipitasi
Menurut Stuart, (2016) Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan
seseorang mengisolasi diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai
stressor antara lain:
a) Stressor sosiokultural
Salah satu stresor sosial budaya adalah ketidakstabilan keluarga. Perceraian
adalah penyebab yang umum terjadi. Mobilitas dapat memecahkan keluarga
besar, merampas orang yang menjadi sistem pendukung yang penting pada
semua usia. Kurang kontak yang terjadi antara generasi. Tradisi, yang
menyediakan hubungan yang kuat dengan masa lalu dan rasa identitas dalam
keluarga besar, sering kurang dipertahankan ketika keluarga terfregmentasi.
Ketertarikan pada etnis dan ”budaya” mencerminkan upaya orang yang
terisolasi untuk menghubungkan dirinya dengan identitas tertentu.
b) Stressor psikologik
Tingkat ansietas yang tinggi mengakibatkan gangguan kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain. Kombinasi ansietas yang berkepanjangan
atau terus menerus dengan kemampuan koping yang terbatas dapat
menyebabkan masalah hubungan yang berat. Orang dengan gangguan
kepribadian borderline kemungkinan akan mengalami tingkat ansietas yang
membuatnya tidak mampu dalam menanggapi peristiwa kehidupan yang
memerlukan peningkatan otonomi dan pemisahan contohnya lulus dari
sekolah, pernikahan pekerjaan. Orang yang memiliki gangguan kepribadian
narsistik cenderung mengalami ansietas yang tinggi, dan menyebabkan
kesulitan berhubungan, ketika orang berarti tidak memadai lagi
memperhatikan untuk memelihara harga diri seseorang yang rapuh.

4. Manifestasi klinis/tanda gejala


Menurut Deden & Rusdi, (2013) tanda dan gejala isolasi sosial yaitu :
a. Gejala subjektif :
a) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c) Respon verbal kurang dan sangat singkat
d) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
e) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
g) Klien merasa tidak berguna
h) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
i) Klien merasa ditolak
b. Gejala objektif :
a) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
b) Tidak mengikuti kegiatan
c) Banyak berdiam dikamar
d) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
e) Klien tampak sedih, ekpresi datar dan dangkal
f) Kontak mata kurang
g) Kurang spontan
h) Apatis
i) Ekspresi wajah kurang berseri
j) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
k) Mengisolasi diri
l) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
m) Masukkan makanan dan minuman terganggu
n) Retensi urin dan feses
o) Akktivitas menurun
p) Kurang energy
q) Rendah diri
r) Postur tubuh berubah

5. Psikodinamika

6. Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping
yang sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber
koping yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam
keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas
untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan
(Deden & Rusdi, 2013).
7. Sumber koping
Contoh sumber koping yang berhungan dengan respon maladaptif menurut
Stuart, (2006) meliputi : keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan
teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan (Deden &
Rusdi, 2013).

8. Penatalaksanaan umum
a. Terapi Medis : Berupa Therapy farmakologi
a) Clorpromazine (CPZ)
1) Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik
diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi - fungsi mental: waham,
halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak
mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
2) Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,
metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.
b) Haloperidol (HLD)
1) Indikasi : Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
netral serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.
2) Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik /parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi,
gangguan irama jantung).
c) Trihexy phenidyl (THP)
1) Indikasi: Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
2) Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, hidung tersumbat,
mata kabur,gangguan irama jantung).
b. Electro convulsif therapy
Electro convulsif therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan elektroshock
adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam usaha
pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang
tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali
diperkenalkan oleh 2 orang neurologist Italia Ugo Cerlitti dan Lucio Bini pada
tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap
tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu. ECT bertujuan untuk
menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi (Therapeutic
Clonic Seizure) setidaknya selama 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu
kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan.
Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat
dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau
ECT dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Faktor
(BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsif terhadap terapi farmakologi.
c. Therapy kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini
bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal. Terapi
aktivitas kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan isolasi sosial adalah
:
a) Sesi 1 : kemampuan memperkenalkan diri
b) Sesi 2 : kemampuan berkenalan
c) Sesi 3 : kemampuan bercakap-cakap
d) Sesi 4 : kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
e) Sesi 5 : kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
f) Sesi 6 : kemampuan bekerjasama
g) Sesi 7 : evaluasi kemampuan sosialisasi
d. Therapy Individu
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi
pelaksanaan (SP) pada pasien dapat dilakukan sebagai berikut :
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien :
Pengkajian Isolasi sosial, dan melatih bercakap-cakap antara pasien dan
keluarga.
1) Membina hubungan saling percaya
2) Membantu pasien menyadari masalah isolasi social
3) Melatih bercakap-cakap secara bertahap antara pasien dan anggota
keluarga
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain),
latihan bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian.
1) Mengevaluasi tanda dan gejala isolasi social
2) Memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang)
3) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegiatan)
4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 2-3 orang
c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang), latihan
bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian baru.
1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi social
2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat melakukan
dua kegiatan harian
3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegiatan baru)
5) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 4-5 orang
d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien :
Mengevaluasi kemampuan berinteraksi, melatih cara bicara saat melakukan
kegiatan social
1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi social
2) Validasi kemampuan berkenalan (beberapa orang) dan bicara saat
melakukan empat kegiatan harian
3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan sosial
e. Therapy Lingkungan
Menurut Rusdi (2013), manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga
aspek lingkungan harus mendapatkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan
stimulus psikologi seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan,karena
lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun
kondisi psikologis seseorang.

9. Diagnosa keperawatan
a. Isolasi social
b. Harga Diri Rendah Kronik
c. Resiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

10. Fokus Intervensi


Menurut Damiyanti & Iskandar (2012) setelah dibuat perumusan masalah dan
diagnosis keperawatan ditegakkan dapat melakukan rencana keperawatan untuk
diagnosa keperawatan :
a. Diagnosa : Isolasi Sosial
 Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
c) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
d) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
e) Klien dapat mengungkapkan perasannya setelah berhubungan dengan orang
lain
f) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu
mengembangkan kemmapuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
 Intervensi:
a) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik
b) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
c) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau tidak mau bergaul.
d) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri tanda-tanda serta
penyebab yang muncul.
e) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain.
f) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
g) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain.
h) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
i) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
j) Dorong klien untuk mengungkapkan perasannya bila berhubungan dengan
orang lain.
k) Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang
lain.
l) Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
 Rasional :
a) Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya.
b) Diketahuinya penyebab akan dihubungkan dengan faktor resipitasi yang
dialami klien.
c) Klien harus dicoba berinteraksi secara bertahap agar terbiasa membina
hubungan yang sehat dengan orang lain.
d) Mengevaluasi manfaat yang dirasakan klien sehingga timbul motivasi untuk
berinteraksi.
e) Keterlibatan keluarga sangat mendukung terhadap proses perubahan perilaku
klien.
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi Klien
a) Data subjektif
 Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
 Klien mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
b) Data objektif
 Klien tidak mau berbicara
 Klien tidak mau berkomunikasi dengan orang lain
 Klien tampak menyendiri
 Klien tidak mau gabung dengan temannya
 Kontak mata kurang

b. Diagnosis
Isolasi Sosial

c. Tujuan
a) Klien mampu mengidentifikasi isolasi social
b) Klien mampu mengatasi isolasi social yang dialami dengan latihan berkenalan
c) Klien mampu melakukan latihan yang diberikan
d) Klien mempu melakukan latihan yang telah dijadwalkan

d. Intervensi
a) Identifikasi penyebab isolasi social: siapa yang serumah, siapa yang dekat,
yang tidak dekat, dan apa sebabnya
b) Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
c) Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
d) Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau tamu
e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan

2. Strategi Pelaksanaan
a. Fase Orientasi
a) Salam
Assalamualaikum selamat pagi ibu, perkenalkan nama saya Dian
Rhamadayani saya mahasiswi Universitas Mitra Indonesia yang sedang
praktek di rumah sakit ini, hari ini saya yang bertugas merawat ibu. Nama ibu
siapa? Senang dipanggil apa?
b) Evaluasi/validasi, kontrak, tujuan interaksi
Bagaimana keadaan ibu pagi ini? Apa keluhan ibu saat ini? Apa yang
membuat ibu merasa sendiri? Apa yang ibu lakukan jika sedang merasa
sendiri ? Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-
teman ibu? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau diruangan ini?
Berapa lama bu? Bagaimana kalau 15 menit? tujuannya agar ibu bisa
berkenalan dengan teman-teman yang lain.
b. Fase Kerja
09.00 WIB
Saat ini siapa saja teman sekamar ibu? Siapa yang paling dekat dengan ibu?
Apa yang membuat ibu dekat dengan teman tersebut? Siapa yang tidak dekat
dengan ibu? Apa yang membuat ibu jarang bercakap-cakap dengannya? Apa
penyebab ibu tidak mau bergaul ? Menurut ibu apa saja keuntungan kalau kita
mempunyai teman? Wah benar ada teman untuk bercakap-cakap. Apa lagi? Nah
kalau kerugian tidak mempunyai teman apa ya bu? Ya, apa lagi? Jadi banyak juga
ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah ibu belajar bergaul dengan
orang lain? Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan
orang lain. Begini bu untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dahulu
nama kita dan nama panggilan yang kita suka, asal kita dan hobi dan saat
berkenalan ibu berjabat tangan dan mata ibu menatap teman yang sedang diajak
berkenalan.
Contoh: perkenalkan nama saya D, asal saya dari kalianda, hobi saya menari.
Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.

Contohnya begini: nama ibu siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana?
Hobinya apa? Sekarang coba kita praktekkan, misalnya saya belum kenal dengan
ibu coba ibu berkenalan dengan saya. Ya bagus sekali! Coba sekali lagi, bagus
sekali. Sekarang mari kita masukkan dalam jadwal harian ibu. Mau berapa kali ibu
melakukannya? Bagaimana kalau sehari sekali? Oke, baik bu.

c. Fase Terminasi
a) Terminasi subjektif
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?
b) Terminasi objektif
Nah sekarang coba ibu ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan dengan
orang lain, bagus sekali.
c) Rencana tindak lanjut
Selanjutnya nanti ibu mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya
tidak ada. Sehingga ibu siap untuk berkenalan dengan orang lain. Ibu mau
praktekkan ke teman yang lain? Mau jam berapa mencobanya. Mari kita
masukkan pada jadwal kegiatan yang akan datang.
d) Kontrak yang akan datang
Besok saya akan datang lagi ke sini. Bagaimana ibu mau? Diruang ini lagi?
Baiklah sampai jumpa wassalamualikum
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

C. LAPORAN PENDAHULUAN
11. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak
sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat
membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan
(Prabowo, 2014).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis.berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Dermawan & Rusdi 2013).
Risiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik dalam diri sendiri maupun
orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Direja,
2011).

12. Rentang respon

a. Rentang respons marah


Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu
bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang
mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyapaikan pesan bahwa ia “yidak
setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau
diremehkan”. Rentang respons kemarahan individu dimulai dari respons normal
(arsetif) sampai pada sangat tidak normal (maladaptif).
a) Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang dapat diterima normanorma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal
jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,
respons adaptif:
1) Pikiran logisadalah pandangan yang mengarah pada kenyatan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b) Respons maladaptif
Respons maladaptif adalah respons individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun
respons tidak normal (maladaptif) meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain yang bertentangan dengan
kenyataan sosial.
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemerahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorginisir merupakan suatu yang tidak teratur
b. Perilaku Asertif, pasif dan agresif
13. Faktor predisposisi dan presipitasi
c. Faktor predisposisi
a) Faktor Biologis
1) Teori dorongan naluri (instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Teori psikomatik (psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respons psikologi terhadap
stimulus eksternal maupun internal. Sehinngga, sistem limbik memiliki
peran sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah
b) Faktor psikologis
1) Teori agresif frustasi (frustasion aggression theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat mendorong
individu untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang
melalui perilaku kekerasan.
2) Teori perilaku (Behaviororal theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement
yang diterima saat melakukan kekerasan sering menimbulkan kekrasan di
dalam maupun di luar rumah.
3) Teori eksistensi (Existential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku.
Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku destruktif.

d. Faktor presipitasi
Faktor ini berhubungan dengan pengaruh stressor yang mencetuskan perilaku
kekerasan bagi setiap individu. Stresor yang berasal dari luar dapat berupa
serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain. Stresor yang berasal dari dalam
dapat berupa, kehilangan keluarga atau sahabat yang dicinta, ketakutan terhadap
penyakit fisik, penyakit dalam, dan lain-lain. Selain itu, lingkungan yang kurang
kondusif dapat memicu perilaku kekerasan.
a) Ekspresi diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian
masal dan sebagainya
b) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkohlisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f) Kematiaan anggota keluaraga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga

14. Manifestasi klinis/tanda gejala


Menurut Sutejo (2018) tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari
ungkapan pasien dan didukung dengan hasil observasi.
a. Data subjektif
a) Ungkapan berupa ancaman
b) Ungkapan kata-kata kasar
c) Ungkapan ingin memukul atau melukai
b. Data objektif
a) Wajah memerah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Mengepalkan tangan
e) Bicara kasar
f) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
g) Mondar mandir
h) Melempar atau memukul benda / orang lain

15. Psikodinamika
16. Mekanisme koping
Menurut Prabowo (2014) beberapa mekasnisme koping yang dipakai pada pasien
marah untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain
seperti meremas-remas adonan kue, meninju tembok dan lain sebagainya.
Tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan kerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu dan mencumbunya.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat berci pada orang tua yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan.
Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi Formal
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan. Dengan melebih-
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada obyek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang mebangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia empat tahun marah karena ia baru saja mendapatkan
hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai
bermain perang-perangan bersama temannya (Prabowo, 2014)

17. Sumber koping


Menurut Widi Astuti (2017), mengungkapkan bahwa sumber koping dibagi menjadi
4, yaitu:
a. Kemampuan personal
Meliputi kemampuan untuk mencari informasi terkait masalah, kemampuan
mengidentifikasi masalah, pertimbangan alternative, kemampuan untuk untuk
mengungkapkan masalah, tidak semangat menyelesaikan masalah, kemampuan
mempertahankan hubungan interpersonal, dan identitas ego tidak adekuat.
b. Dukungan sosial
Meliputi dukungan dari keluarga dan masyarakat, keterlibatan atau perkumpulan
dimasyarakat dan pertentangan nilai budaya.
c. Aset meteri
Meliputi penghasilan yang layak, tidak mempunyai tabungan untuk
mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan.
d. kinan positif
Adanya motivasi dan penilaian terhadap pelayanan kesehatan.

18. Penatalaksanaan umum


Menurut Prabowo (2014: 145), penatalaksanaan prilaku kekerasan sebagai berikut:
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya: clorpromizne HCL yang berguna untuk mengembalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya
trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer
bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian
keduaanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi okupasi
Terapi pekerjaan seperti membaca koran, bermain catur, kegiatan berdialog atau
berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan bagi dirinya. Terapi ini
merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi
setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah keperawatan, membuat
keputusan tindakan Poltekkes Kemenkes Padang kesehatan, memberi perawatan
pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai
kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah prilaku maladaptive
(pencegahan primer, menanggulangi prilaku maladaptive (pencegahan skunder)
dan memulihkan prilaku maladaptive ke prilaku adaptif (pencegahan tersier)
sehingga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000, menerangkan terapi somatic terapi yang diberikan
kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah prilaku yang
maladaptive menjadi prilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terapi adalah prilaku
kekerasan.
e. Terapi kejang listrik
Terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan
mengalirkan listrik melalui elektroda yang di etakkan pada pelipis pasien. Terapi
ini awalnya untuk menangani skizorefrenia membutuh 20-30 kali terapi biasanya
dilaksankan adalah setiap 2- 3 hari sekali (seminggu 2 kali).
19. Diagnosa keperawatan
a. Perilaku Kekerasan
b. Resiko Bunuh Diri
c. Harga Diri Rendah.

20. Fokus Intervensi


Menurut Kemenkes RI (2012: 182), pada masing-masing pertemuan dilakukan
tindakan keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut:
a. SP 1 pasien : pengkajian dan latihan napas dalam dan memukul kasur atau bantal
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan
gejala yang dirasakan, prilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dari prilaku
kekerasan, dan jelaskan cara mengontrol prilaku kekerasan: fisik, obat, verbal dan
spiritual. Latihan cara mengontrol prilaku kekerasan secara fisik: tarik nafas
dalam, pukul kasur dan bantal, masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
b. SP 2 pasien : latih patuh minum obat
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi kemampuan melakukan tarik
napas dalam dan pukul kasur dan bantal, tanyakan manfaat dan beri pujian, latih
mengontrol prilaku kekerasan dengan obat, jelaskan 6 benar: benar nama, benar
jenis, benar dosis, benar waktu, benar cara, kontinuitas minum obat dan dampak
jika tidak kontinu minum obat, masukkan pada jadwa kegiatan latihan fisik dan
minum obat
c. SP 3 pasien: latiah cara sosial atau verbal
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi kemampuan melakukan tarik
napas dalam dan pukul kasur dan bantal, makan obat dengan patuh dan benar,
tanyakan manfaat dan beri pujian, latih cara mengontrol prilaku kekerasan secara
verbal (tiga cara yaitu: mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar),
masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik minum obat, dan verbal.
d. SP 4 pasien: latiahan cara spiritual
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi kemampuan melakukan tarik
napas dalam dan pukul kasur dan bantal, minum obat dengan patuh dan benar,
bicara yang baik, tanyakan manfaatnya, beri pujian, latih mengontrol marah
dengan cara spiritual, masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik minum
obat, verbal dan spiritual.
D. STRATEGI PELAKSANAAN
3. Proses Keperawatan
e. Kondisi Klien
c) Data subjektif
 Klien mengatakan merasa orang lain mengancam
 Klien mengatakan orang lain jahat
 Klien mengatakan ingin memukul atau merusak apapun didekatnya jika
marah
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
d) Data objektif
 Klien terlihat matanya merah, pandangan tajam
 Nada suara tinggi, keras dan berteriak
 Klien terlihat wajah tegang
 Klien terlihat mengepalkan tangan

f. Diagnosis
Resiko perilaku kekerasan

g. Tujuan
e) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
f) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
g) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dialaminya
h) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasanya

h. Intervensi
Membina hubungan saling percaya, identifikasi perasaan marah, tanda dan gejala
yang dirasakan, perilaku kekerasan yang sering dilakukan dan mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara fisik tarik nafas dalam

4. Strategi Pelaksanaan
d. Fase Orientasi
c) Salam
Assalamualaikum/Selamat pagi ibu, masih ingat bu dengan saya? perkenalkan
nama saya biasa dipanggil suster, saya mahasiswi keperawatan dari
Universitas akan berjaga pada hari ini pukul 08.00 sampai 14.00.
d) Evaluasi/validasi, kontrak, tujuan interaksi
Bagaimana kabar ibu hari ini? dan bagaimana perasaan ibu saat ini ? Apakah
tidur ibu nyenyak? Apakah masalah yang ibu ceritakan kemarin masih ibu
alami hari ini ? apa yang ibu lakukan ketika sedang marah ? ya baik bu
Baiklah seperti janji kita kemarin hari ini kita akan berbincang-bincang
kembali tentang perasaan marah yang ibu rasakan. Ibu ingin berbincang-
bincang dimana? Baiklah disini saja ya. Berapa lama ibu mau berbincang-
bincang? Bagaimana kalau 15 menit? Baiklah ibu tujuan kita berbincang
bincang hari ini adalah untuk mengetahui penyebab dan tanda-tanda ibu marah
dan belajar latihan cara mengontrol marah ibu .
e. Fase Kerja
09.00 WIB
Sebelumnya saya ingin mengetahui apa yang menyebabkan ibu marah?
Apakah penyebabnya dari ibu sendiri atu dari lngkungan ibu dan orang lain ?
Apakah sebelumnya ibu selalu ingin marah marah seperti saat ini? Terus apa yang
menyebabkan ibu selalu ingin marah? Apakah sama dengan yang sekarang?
Apakah ibu merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot, dan
tangan mengepal dan ingin melukai diri sendiri atau orang lain? Apa ibu
mengetahui akibat dari yang ibu lakukan tersebut ? Ketika perasaan marah ibu
muncul apa yang ibu lakukan? Apakah dengan ibu marah-marah, keadaan jadi
lebih baik? Menurut ibu adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah?
Maukah ibu belajar mengungkapkan rasa marah dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian? Baiklah ibu ada beberapa cara untuk mengendalikan rasa marah yaitu
dengan latihan fisik, minum obat, latihan berbicara dengan baik dan spriritual.Nah
hari ini kita belajar cara-cara mengendalikan rasa marah dengan latihan
fisik.Begini bu, kalau tanda-tanda dan perasaan marah ibu muncul, cara yang
pertama yaitu ibu duduk dengan rileks lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar,
lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari mulut seperti mengeluarkan kemarahan,
coba sekarang ibu ikuti dan lakukan sebanyak 5 kali. Bagus sekali ibu sudah dapat
melakukan nya.
Cara yang kedua yaitu melampiasakan rasamarah dengan memukul bantal atau
kasur, nah disaat rasa marah ibu muncul ibu bisa melampiaskannya dengan cara
memukul bantal dan kasur, seperti ini saya contohkan dan bisa ibu ulangi ? bagus
sekali ibu bisa melakukannya. Nah sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara rutin,
sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul ibu sudah terbiasa
melakukannya. Baiklah latihan hari ini kita masukan ke jadwal kegiatan untuk
latihan fisik ya bu

f. Fase Terminasi
e) Terminasi subjektif
Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dan belajar cara
mengendalikan rasa marah secara fisik?
f) Terminasi objektif
Baiklah ibu masih ingat tidak kita tadi berbincang bincang dan belajar apa?
Coba ibu sebutkan penyebab ibu marah dan apa yang ibu lakukan untuk
mengendalikan rasa marah ibu? Coba contohkan kembali bagaimana cara
mengontrol rasa marah ibu ? Bagus sekali ibu, ibu masih mengingatnya dan
bisa melakukannya .
g) Rencana tindak lanjut
Sekarang kita buat jadwal latihan nya ya bu, berapa kali sehari ibu mau latihan
nafas dalam ?dan jika rasa marah ibu muncul ibu bisa melakukan tarik nafas
dalam dan melampiaskannya dengan memukul kasur dan bantal ya bu.
h) Kontrak yang akan datang
Baiklah bagaimana kalau besok kita mengobrol kembali dan latihan cara
kedua untuk mengontrol marah yaitu dengan minum obat? Besok saya akan
kembali lagi sekitar pukul 09.00, tempatnya ibu mau dimana? baiklahdisini
saja ya bu.Waktunya ibu mau berapa lama bagaimana sama sepert tadi 15
menit. Kalau begitu saya permisi dulu ya buu.
A. Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan manusia dalam memenuhi
kebutuhannya sehari-hari guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien bisa dinyatakan
terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri
sendiri (Depkes, 2000 dalam Direja, 2011).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Poter. Perry,
2005 dalam Direja, 2011). Tarwoto dan Wartonah (2000, dalam Direja,
2011) menjelaskan kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang
tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.

Menurut Nurjannah (2004, dalam Dermawan, 2013) Defisit perawatan diri


adalah gangguan kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas
perawatan diri seperti mandi, berhias/berdandan, makan dan toileting.
Defisit perwatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi
secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas
dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah satu
masalah yang timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa
kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini
merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan
baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, 2015).
2. Rentang Respon
Menurut Dermawan (2013), adapun rentang respon defisit perawatan diri
sebagai berikut :
Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan diri Tidak melakukan


seimbang kadang tidak perawatan diri pada
saat stress
Gambar 2.1 Rentang Respon

a. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
b. Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stresor
kadang – kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya,
c. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.

3. Proses Terjadinya Masalah Defisit Perawatan Diri


Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), penyebab defisit
perawatan diri adalah :
a. Faktor predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
4) Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.

b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual,
cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), faktor-faktor yang
mempengaruhi personal hygiene adalah:
1) Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun,
pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien menderita diabetes melitus ia harus menjaga
kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

4. Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri


Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013) tanda dan gejala klien
dengan defisit perawatan diri adalah :
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor.
2) Rambut dan kulit kotor.
3) Kuku panjang dan kotor.
4) Gigi kotor disertai mulut bau.
5) Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif.
2) Menarik diri, isolasi diri.
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
1) Interaksi kurang.
2) Kegiataan kurang.
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
4) Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembaraang tempat,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri adalah :
a. Data subyektif
1) Pasien merasa lemah.
2) Malas untuk beraktivitas.
3) Merasa tidak berdaya.
b. Data obyektif
1) Rambut kotor, acak-acakan.
2) Bdan dan pakaian kotor dan bau.
3) Mulut dan gigi bau.
4) Kulit kusam dan kotor.
5) Kuku panjang dan tidak terawat.
5. Psikodinamika Defisit perawatan diri

Perasaan negatif Trauma situasional


terhadap diri sendiri
- Kecelakaan Perasan tidak mampu
- Perceraian
- Korban perkosaan
- Putus sekolah

Harga Diri Rendah

Faktor Predisposisi
Kemampuan Faktor Presipitasi
- Perkembangan : keluarga terlalu melakukan aktivitas
memanjakan klien menurun - Kurang penurunan motivasi
- Biologis : penyakit kronis - Kerusakan kognisi atau
- Kemampuan realitas menurun : perceptual
ketidakpedulian dirinya - Lelah/lemah yang dialami
- Sosial : kurang dukungan dan individu
latihan

Data Subyektif
Data Obyektif
- Pasien mersa lemah
- Rambut kotor, acak-acakan
- Malas untuk beraktivitas
- Badan dan pakaian kotor dan bau
- Merasa tidak berdaya
- Mulut dan gigi bau
- Kulit kusam dan kotor
- Kuku panjang dan tidak terawat

Koping individu tidak


Defisit Perawatan Diri
efektif

Menarik diri, merasa tidak Ketidakpedulian


berguna, rasa bersalah merawat diri

Menghindari interaksi stress


dengan orang lain
kesepian

Koping individu tidak efektif


Isolasi sosial
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada pasien dengan defisit perawatan diri adalah
sebagai berikut:
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali, seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas
(Dermawan, 2013).
b. Penyangkalan ( Denial ), melindungi diri terhadap kenyataan yang tak
menyenangkan dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering
dilakukan dengan cara melarikan diri seperti menjadi “sakit” atau
kesibukan lain serta tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang
menakutkan (Yusuf dkk, 2015).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisk yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stresor, misalnya: menjauhi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain.
Reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi
diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan
(Dermawan, 2013).
d. Intelektualisasi, suatu bentuk penyekatan emosional karena beban
emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah
(distorsi) misalnya rasa sedih karena kematian orang dekat, maka
mengatakan “sudah nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak menderita
lagi” (Yusuf dkk, 2015).

7. Sumber Koping
Stuart (2016) menjelaskan gangguan jiwa adalah penyakit
menakutkan dan sangat menjengkelkan yang membutuhkan penyesuaian
oleh pasien dan keluarga. Sumber daya keluarga, seperti pemahaman
orang tua tentang penyakit, ketersediaan keuangan, ketersediaan waktu
dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan yang
berkelanjutan,
memengaruhi jalan nya penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi.
Proses penyesuaian setelah gangguan jiwa terjadi terdiri dari 4 tahap dan
dapat berlangsung mungkin selama 3 sampai 6 tahun:
1) Disonansi kognitif
Disonansi kognitif melibatkan pencapaian keberhasilan farmakologi
untuk menurunkan gejala dan menstabilkan gangguan jiwa aktif
dengan memilih kenyataan dari ketidaknyataan setelah episode
pertama.
2) Pencapaian wawasan
Permulaan wawasan terjadi dengan kemampuan melakukan
pemeriksaan terhadap kenyataan yang dapat dipercaya.
3) Kognitif yang konstan
Kogniktif konstan termasuk melanjutkan hubungan interpersonal
yang normal dan kembali terlibat dalam kegiatan yang sesuai
dengan usia yang berkaitan dengan sekolah dan bekerja.
4) Bergerak menuju prestasi kerja atau tujuan pendidikan
Tahap ini termasuk kemampuan untuk secara konsisten terlibat
dalam kegiatan harian yang sesuai dengan usia hidup yang
merefleksikan tujuan sebelum gangguan jiwa.

8. Penatalaksanaan umum
Menurut dermawan (2013), penatalaksanaan defisit perawatan
diri dapat dilakukan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP).
Strategi pelaksanaan tersebut adalah :

SP 1 pasien :
1) Identifikasi masalah perawatan diri : kebersihan diri, berdandan,
makan/minum, BAB/BAK.
2) Jelaskan pentingnya kebersihan diri.
3) Jelaskan cara dan alat kebersihan diri.
4) Latih cara menjaga kebersihan diri : mandi dan ganti pakaian, sikat
gigi, cuci rambut, potong kuku.
5) Masukkan pada jadwal kegiatan harian untuk latihan mandi, sikat
gigi (2 kali per hari), cuci rambut ( 2 kali per minggu), potong kuku
(satu kali per minggu).
SP 2 pasien

1) Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian.


2) Jelaskan cara dan alat untuk berdandan.
3) Latih cara berdandan setelah kebersihan diri : sisiran, rias muka untuk
perempuan; sisiran, cukuran untuk pria.
4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan.

SP 3 pasien :
1) Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian.
2) Jelaskan cara dan alat makan dan minum.
3) Latih cara dan alat makan dan minum.
4) Latih cara makan dan minum yang baik.
5) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum yang baik.

SP 4 pasien :
1) Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan dan minum.
Beri pujian.
2) Jelaskan cara buang air besar dan buang air kecil yang baik.
3) Latih buang air besar dan buang air kecil yang baik.
4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri,
berdandan, makan dan minum serta buang air besar dan buang air
kecil.

9. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
defisit perawatan diri menurut Fitria (2012), adalah sebagai berikut:
a. Defisit perawatan diri
b. Harga diri rendah
c. Isolasi sosial.
10. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa (SDKI) Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
1. Defisit perawatan Setelah dilakukan Dukungan perawatan diri : mandi
diri Tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam 1) Identifikasi usia dan
perawatan diri meningkat budaya dalam membantu
dengan kriteria hasil : kepersihan diri
1) Kemampuan mandi 2) Identifikasi jenis bantuan
meningkat yang dibutuhkan
2) Mempertahan kan 3) Monitor kebersihan tubuh
kebersihan diri 4) Monitor integritas kulit
meningkat Terapeutik
1) Sediakan peralatanmandi
2) Sediakan lingkungan yang
aman dan nyaman
3) Fasilitasi mandi sesuai
kebutuhan
4) Pertahankan kebiasaan
kebersihan diri
5) Berikan bantuan sesuai
tingkat kemandirian
Edukasi
1) Jelaskan manfaat mandi
dan dampak tidak mandi
terhadap kesehatan
2) Ajarkan kepada keluarga
cara memandikan pasien
(jika perlu)

2. Harga diri rendah Setelah dilakukan Manajemen perilaku


situasional Tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 diharapkan 1) Identifikasi harapan
harga diri meningkat untuk mengendalikan
dengan kriteria hasil: perilaku
1. Penilaian diri Terapeutik
positif meningkat 1) Diskusikan tanggung
2. Perasaan memiliki jawab terhadap perilaku
kelebihan/kemam 2) Jadwalkan kegiatan
puan positif terstruktur
meningkat 3) Ciptakan lingkungan dan
3. Penerimaan kegiatan perawatan
penilaian positif konsisten setiap dinas
terhadap diri 4) Tingkatkan aktivitas
sendiri meningkat fisik sesuai kemampuan
4. Minat mencoba 5) Beri penguatan positif
hal baru terhadap keberhasilan
meningkat mengendalikan perilaku
5. Perasaan malu
menurun
6. Perasaan bersalah
menurun

3. Isolasi sosial Setelah dilakukan Promosi Sosialisasi


Tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam 1) Identifikasi kemampuan
keterlibatan sosial melakukan interksi
meningkat dengan kriteria dengan orang lain
hasil: 2) Identifikasi hambatan
1. Minat interaksi melakukan interaksi
meningkat dengan orang lain
2. Verbalisasi isolasi Terapeutik
menurun 1) Motivasi meningkatkan
3. Verbalisasi keterlibatan dalam suatu
ketidakamanan hubungan
ditempat umum 2) Motivasi kesabaran dalam
menurun mengembangkan suatu
4. Perilaku menarik hubungan
diri menurun 3) Motivasi dalam
berpartisipasi dalam
aktivitas baru motivasi
berinteraksi di luar
lingkungan
4) Diskusikan kekuatan dan
keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan
orang lain
5) Diskusikan perencanaan
di masa depan
6) Berikan umpan balik
positif dalam perawatan
diri
7) Berikan umpan balik
positif pada setiap
peningkatan kemampuan
Edukasi
1) Anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap
2) Anjurkan ikut serta
kegiatan social dan
kemasyarakatan
3) Anjurkan berbagi
pengalaman dengan orang
lain
4) Anjurkan meningkatkan
kejujuran diri dan
menghormati hak orang
lain
5) Anjurkan penggunaan alat
bantu (mis.Kacamata dan
alat bantu dengar)
6) Anjurkan membuat
perencanaan kelompok
kecil untuk kegiatan
khusus
7) Latih bermain peran untuk
meningkatkan
ketrampilan komunikasi
8) Latih mengekspresikan
marah dengan tepat
STRATEGI PELAKSANAAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

STATEGI PELAKSANAAN (SP) 1 :


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien.
Klien mngatakan malas mandi dan lebih enak tidak ganti baju.
Klien terlihat kotor, rambut tidak disisr, baju agak kotor, bau dan menolak
diajak mandi.
2. Diagnosa Keperawatan.
Defisit Keperawatan Diri
3. Tujuan Tindakan Keperawatan.
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
c. Klien dapat menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
d. Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawat.
e. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Menjelaskan kebersihan yang baik.
c. Membantu klien mempraktekkan cara kebersihan yang baik.
d. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


1. Fase Orentasi.
“ Assalamu’alaikum, selamat pagi bu, perkenalkan nama saya Khairil Anwar, saya
biaya dipanggil Anwar. Saya perawat yang dinas diruang Madrim ini, saya dinas
diruangan ini selama 3 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari jam 7 sampai jam 1
siang, jadi selama 3 minggu ini saya yang merawat ibu.
Nama ibu siapa? Dan senang nya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan ibu R saat ini?”
Apakah ibu sudah mandi?.
Baiklah Bu, bagaimana kalau kita mendiskusikan tentang kebersihan diri?
Berapa lama Bu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?.

2. Fase kerja.
Masalah kebersihan diri
Berapa kali ibu mandi dalam sehari? Menurut ibu apa kegunaan mandi? Apa alasan
ibu sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut ibu apa manfaatnya kalau kita
menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang merawat diri dengan baik
seperti apa? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut
ibu yang bisa muncul? Sekarang apa saja alat untuk menjaga kebersihan diri, seperti
kalau kita mandi, cuci rambut, gosok gigi apa saja yang disiapkan? Benar sekali, ibu
perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sabun sikat gigi, odol, shampo serta sisir.
Wah bagus sekali, ibu bisa menyebutkan dengan benar.
Masalah berdandan
apa yang ibu lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja tina menyisir
rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa tujuan kita sisiran dan bedandan? Jadi
bisakah ibu sebutkan alat yang digunakan untuk berdandan? Betul, bagus sekali
sisir, bedak dan lipstik.
Masalah makan dan minum
Berapa kali ibu makan sehari? Iya bagus ibu makan 3 kali sehari. Kalau minum
sehari berapa gelas bu? Betul, minum 10 gelas perhari. Apa saja yang disiapkan
untuk makan? Dimana ibu makan? Bagaimana cara makan yang baik menurut ibu?
Apa yang dilakukan sebelum makan? Apa pula yang dilakukan setelah makan?
Masalah BAB dan BAK
Berapa kali ibu BAB sehari? Kalau BAK berapa kali? Dimana biasanya ibu
BAB/BAK? Bagaimana membersihkannya?
Kita sudah bicara tentang kebersihan diri, berdandan, berpakaian, makan dan minum
serta BAB dan BAK. sekarang bisakah ibu cerita bagaimana cara melakuakn mandi,
keramas dan gosok gigi. Ya benar
pertama ibu bisa siram seluruh tubuh ibu termasuk rambut lalu ambil shampo
gosokkan pada kepala ibu sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.selanjutnya mabil
sabun, gosokkan diseluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air sampai bersih,
jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah.
Gosok seluruh gigi ibu mulai dari depan ke belakang. Bagus lalu kumur-kumur
sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh ibu sampai bersih lalu keringkan
dengan handuk. Ibu bagus sekali melakukannya. Selanjutnya ibu bisa pasang baju
dan sisir rambutnya dengan baik
3. Terminasi.
Bagaimana perasaan ibu setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan
diri, manfaat dan alat serta cara melakuakan kebersihan diri? Sekarang coba ibu
ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi? Apa saja alat untuk menjaga kebersihan diri,
bagaimana cara menjaga kebersihan diri? Bagus sekali ibu sudah menjawabnya
dengan benar. Bagaimana perasaan ibu setelah mandi? Coba lihat dicermin, lebih
bersih dan segar ya.
Baiklah ibu. Kalau mandi yang paling baik sehari berappa kali bu? Ya bagus mandi
2 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari, keramas 2 kali seminggu. Nanti ibu kemasukan
ke jadwal ya bu. Jika ibu melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan M,
jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka ibu
buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu mengerti? Coba
ibu ulangi? Naah bagus ibu.
Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara
berdandan. apakah ibu bersedia?
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu??
Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok ibu. saya permisi
Assalamualaikum WR,WB.
A. Konsep Dasar Harga Diri Rendah Kronis
1. Pengertian Harga Diri Rendah Kronis

Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berharga,


tidak berarti, rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri (Keliat, 2011).

Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif terhadap diri sendiri, hilangnya percaya diri
dan harga diri, merasa gagal dalam mencapai keinginan (Direja, 2011)

Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami


evaluasi diri negatif tentang kemampuan dirinya (Fitria, 2012).

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa harga diri rendah yaitu dimana
individu mengalami gangguan dalam penilaian terhadap dirinya sendiri
dan kemampuan yang dimiliki, yang menjadikan hilangnya rasa
kepercayaan diri akibat evaluasi negatif yang berlangsung dalam waktu
yang lama karena merasa gagal dalam mencapai keinginan.

2. Rentang Respon Harga Diri Rendah Kronis

Adapun tentang respon konsep diri dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Respon Adaptif Respon maladptif

Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Keracunan depersonalisasi

Diri positif Rendah Identitas

Gambar 2.1 Rentang respon Konsep Diri menurut (Stuart, 2007)


Respon adaptif terhadap konsep diri meliputi:

a. Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima individu dapat
mengapresiasikan kemampuan yang dimilikinya
b. Konsep diri positif
Apabila individu mempunyai pengalaman positif dalam beraktualisasi diri
dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya. Individu
dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dalam
menilai suatu masalah individu berfikir secara positif dan realistis.

Sedangkan respon maladaptif dari konsep diri meliputi:

a. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif
dan merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu mengintegrasikan berbagai identifikasi masa
kanak-kanak kendala kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.
c. Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realitas dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan
sdirinya dengan orang lain.

3. Faktor Predisposisi Harga Diri Rendah Kronis


Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Menurut Kemenkes RI (2012) faktor predisposisi ini dapat dibagi
sebagai berikut:
a. Faktor Biologis
Pengaruh faktor biologis meliputi adanya faktor herediter anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, riwayat penyaakit atau trauma
kepala.
b. Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami harga diri rendah, dapat ditemukan adanya
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, seperti penolakan dan
harapan orang tua yang tidak realisitis, kegagalan berulang, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain,
penilaian negatif pasien terhadap gambaran diri, krisis identitas, peran
yang terganggu, ideal diri yang tidak realisitis, dan pengaruh penilaian
internal individu.
c. Faktor sosial budaya
Pengaruh sosial budaya meliputi penilaian negatif dari lingkungan
terhadap pasien yang mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi
rendah, riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak,
dan tingkat pendidikan rendah.

4. Faktor Presipitasi Harga Diri Rendah Kronis


Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah kehilangan
bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau
produktifitas yang menurun. Secara umum gangguan konsep diri harga diri
rendah ini dapat terjadi secara situasional atau kronik. Secara situsional
misalnya karena trauma yang muncul tiba-tiba, sedangkan yang kronik
biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah
memiliki pikiran negatif dan memingkat saat dirawat (yosep, 2009)

Menurut Kemenkes RI (2012) faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:

1) Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan


peristiwa yang mengancam kehidupan
2) Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi
a) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan
b) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian
c) Transisi peran sehat-sakit: sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat dan keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan
bagian tubuh; perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi
tubuh; perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang
normal; prosedur medis dan keperawatan.

5. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah Kronis


Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga
diri rendah situasional yang tidak terselesaikan. Atau dapat juga terjadi
karena individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang
prilaku klien sebelumnya bahkan kecendrungan lingkungan yang selalu
memberi respon negatif mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis terjadi disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis),
individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak mampu atau merasa
gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri
sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi
harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan
positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus
akan mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.

Psikodinamika terjadinya Harga Diri Rendah dapat dijelaskan pada


gambar 2.2 berikut ini :
Faktor predisposisi faktor presipitasi

Faktor biologis : Faktor sosial budaya:


Faktor psikologis:
1. Faktor herediter 1. Penilaian negatif dari
1. Penolakan dan harapan
2. Riwayat lingkungan
orang tua yang tidak
penyakit/trauma 2. Sosial ekonomi
realisitis
kepala rendah
2. Kegagalan yang
berulang 3. Tekanan dari
3. Kurang mempunyai kelompok teman
tanggung jawab sebaya
personal 4. Perubahan struktur
4. Ketergantungan pada sosial
orang lain

1. Trauma : penganiayaan seksual dan


psikologis, menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupan
2. Ketegangan peran: transisi peran
perkembangan, transisi peran situasi,
transisi peran sehat-sakit

Koping individu tidak efektif

Harga Diri rendah

Menarik diri : isolasi sosial Defisit perawatan diri

Halusinasi

Resiko perilaku kekerasan Resiko Menciderai Diri

Gambar 2.2 Proses Terjadinya Harga Diri Rendah (Stuart, 2013)

Poltekkes Kemenkes Padang


6. Tanda dan Gejala Harga Diri Rendah Kronis
Tanda dan gejala harga diri rendah dapat dinilai dari ungkapan pasien yang
menunjukkan penilaian tentang dirinya dan didukung dengan data hasil
wawancara dan observasi (Kemenkes, RI)
a. Data subjektif
Pasien mengungkapkan tentang:
1) Hal negatif diri sendiri atau orang lain
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimis
4) Penolakan terhadap kemampuan diri
b. Data objektif
1) Penurunan produktifitas
2) Tidak berani menatap lawan bicara
3) Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi
4) Bicara lambat dengan nada suara rendah

Manifestasi yang bisa muncul pada klien gangguan jiwa dengan harga diri
rendah menurut Fitria (2009) adalah:

1) Mengkritik diri sendiri


2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang pesimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktivitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapi
9) selera makan kurang
10) Tidak berani menatap lawan bicara
11) Lebih banyak menunduk
12) Bicara lambat dengan nada suara lemah
7. Mekanisme Koping Harga Diri Rendah Kronis

Mekanisme koping pasien harga diri rendah menurut Ridhyalla Afnuhazi


(2015) adalah:

a. Jangka pendek
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis:
pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.
2) Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial,
keagaman, politik).
3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga
kontes popularitas).
4) Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara
(penyalahgunaan obat).
b. Jangka panjang
1) Menutup identitas
2) Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat.

8. Penatalaksanaan Keperawatan Harga Diri Rendah Kronis


Strategi pelaksanaan tindakan dan komunikasi (SP/SK) merupakan suatu
metoda bimbingan dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang
berdasarkan kebutuhan pasien dan mengacu pada standar dengan
mengimplementasikan komunikasi yang efektif. Penatalaksanaan harga diri
rendah tindakan keperawatan pada pasien menurut Suhron (2017)
diantaranya:
1. Tujuan keperawatan: pasien mampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
d. Menetapkan atau memilih kegiatan yang telah dipilih sesuai
kemampuan
e. Merencanakan kegiatan yang telah dilatih
2. Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya dengan cara:
1) Ucapkan setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Perkenalkan diri dengan pasien
3) Tanyakan perasaan dan keluhan saat ini
4) Buat kontrak asuhan
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi
6) Tunjukkan sikap empati terhadap klien
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki
pasien:
1) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif
pasien (buat daftar kegiatan)
2) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian
yang negatif setiap kali bertemu dengan pasien
c. Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
1) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih
dari daftar kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan
saat ini
2) Bantu pasien menyebutkan dan memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan pasien
d. Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan
kegiatan yang dilakukan
1) Diskusikan kegiatan yang dipilih untuk dilatih saat pertemuan.
2) Bantu pasien memberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan.
e. Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
1) Latih kegiatan yang dipilih (alat atau cara melakukannnya).
2) Bantu pasien memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua
kali perhari.
3) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang
diperlihatkan pasien.
4) Bantu pasien dapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya
menyusun rencana kegiatan.
5) Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan.
6) Beri pujian atas kegiatan yang dapat dilakukan pasien setiap hari
7) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap aktivitas.
8) Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasien dan
keluarga.
9) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan

9. Sumber koping
Menurut Stuart (2006) semua orang tanpa memperhatikan gangguan
perilakunya, mempunyai beberapa bidang kelebihan personal meliputi :
1) Hobi dan kerajinan tangan
2) Pendidikan atau pelatihan
3) Pekerjaan, vokasi atau posisi
4) Aktivitas olah raga dan aktivitas diluar rumah
5) Seni yang ekspresif
6) Kesehatan dan perawatan diri

10. Diagnosa Keperawatan


Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendahmerupakan core problem
(masalah utama). Apabila harga diri rendah pasien tidak diintervensi akan
mengakibatkan isolasi sosial. Penyebab harga diri rendah pasien dikarenakan
pasien memiliki mekanisme koping yang inefektif dan dapat pula dikarenakan
mekanisme koping keluarga yang inefektif.

11. Intervensi Keperawatan


a. Tindakan Keperawatan untuk Pasien Harga Diri Rendah
Tujuan: Pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3) Menilai kemampuan yang dapat digunakan
4) Menetapkan/ memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
5) Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
6) Merencanakan kegiatan yang telah dilatihnya

Tindakan Keperawatan:
1) Membina hubungan saling percaya, dengan cara:
• Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.
• Perkenalkan diri dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
Perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasienyang disukai.
• Tanyakan perasaan dan keluhan pasiensaat ini.
• Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama klien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
• Jelaskan bahwa Perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
• Tunjukkan sikap empati terhadap klien
• Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan.

2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.


Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah :
• Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien(buat
daftar kegiatan)
• Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian yang negatif
setiap kali bertemu dengan klien.

3) Membantu pasiendapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
• Bantu pasienmenilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar
kegiatan): buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini.
• Bantu pasienmenyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan
diri yang diungkapkan klien.
4) Membantu pasiendapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan daftar
kegiatan yang dapat dilakukan. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
adalah :
• Diskusikan kegiatan yang akan dipilih untuk dilatih saat pertemuan.
• Bantu pasienmemberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan.
• Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya).
• Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari.
• Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang diperlihatkan
klien.

5) Membantu pasiendapat merencanakan kegiatan sesuai kemampuannya dan


menyusun rencana kegiatan. Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
adalah :
• Berikesempatan pada pasienuntuk mencoba kegiatan yang telah dilatihkan.
• Beri pujian atas aktivitas/kegiatan yang dapat dilakukan pasiensetiap hari.
• Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan setiap
aktivitas.
• Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama pasiendan keluarga.
• Beri kesempatan pasienuntuk mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
• Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas yang dilakukan klien.
STRATEGI PELAKSANAAN
HARGA DIRI RENDAH

STRATEGI PELAKSANAAN 1 (SP 1)


A. Kondisi Klien
DO :
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ mengahiri kehidupan, poduktifitas menurun, cemas dan takut
DS :
Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh/ tidak tahu apa-apa,
mengkritik diri sendiri., klien mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri,
klien mengungkapkan rasa bersalah terhadap sesuatu/ seseorang
B. Diagnosa Keperawatan: harga diri rendah
C. Tujuan
1. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dengan aspek positif yang dimiliki
2. Pasien dapat menilai kemampan yang dapat digunakan
3. Pasien dapat menetapkan kegiatan yang sesuai kemampuan
4. Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
5. Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih
D. Tindakan Keperawatan
1. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
2. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
3. Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
4. Melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan
kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.
E. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan dengan Mas?
Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya Mahasiswa Akper
Muhammadiyah Kendal, Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Mas
siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Mas hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan tidak?”
c. Kontrak
“Bagaimana , kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan
yang pernah T lakukan?Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih
dapat T dilakukan di rumah sakit. Setelah kita nilai ,kita akan pilih satu
kegiatan untuk kita latih “
“Dimana kita duduk untuk bincang-bincang? bagaimana kalau di ruang tamu
Berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit saja?

2. Kerja
“ Mas ,apa saja kemampuan yang T miliki ? Bagus ,apa lagi?
Saya buat daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa Mas lakukan
? Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapa? Mencuci piring ……….dst”.
“Wah ,bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang Mas miliki”.
“ Mas dari lima kegiatan kemampuan ini ,yang mana yang masih dapat dikerjakan
di rumah sakit ?
Coba kita lihat ,yang pertama bisakah ,yang kedua………sampai 5 (misalnya ada
3 yang masih bisa dilakukan).Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa
kerjakan di rumah sakit ini.
“Sekarang ,coba Mas pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah
sakit ini”. “O yang nomor satu ,merapikan tempat tidur? Kalau begitu,bagaimana
kalau sekarang kita latihan merapikan tempat tidur Mas”.Mari kita lihat tempat
tidur Mas ya.
Coba lihat ,sudah rapikah tempat tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur ,mari kita pindahkan dulu bantal dan
n selimutnya.bagus!Sekarang kita angkat spreinya dan kasurnya kita
balik.”Nah,sekarang kita pasang lagi spreinya ,kita mulai dari atas ya bagus!
Sekarang sebelah kaki ,tarik dan masukkan ,lalu sebelah pinggir masukkan
.Sekarang ambil bantal,rapikan dan letakkan di sebelah atas kepala. Mari kita lipat
selimut ,nah letakkan sebelah bawah kaki ,bagus!”
“Mas sudah bisa merapikan tempat tidur dengan baik sekali .Coba perhatikan
bedakah dengan sebelum dirapikan ?Bagus”
“ Coba Mas lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau Mas
lakukan tanpa disuruh , tulis B(bantuan ) jika diingatkan bisa melakukan ,dan T (
tidak) melakukan .

3. Terminasi :
“Bagaimana perasaan T setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapikan tempat
tidur ? yach?, Mas ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di
rumah sakit ini.
Salah satunya , merapikan tempat tidur , yang sudah Mas praktekkan dengan baik
sekali
Coba ulangi bagaimana cara merapikan tempat tidur tadi, Bagus sekali..
“Sekarang ,mari kita masukkan pada jadual harian . Mas,Mau berapa kali sehari
merapikan tempat tidur. Bagus ,dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa? Lalu sehabis
istirahat ,jam 16.00”
“ Coba Mas lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau Mas
lakukan tanpa disuruh , tulis B(bantuan ) jika diingatkan bisa melakukan ,dan T (
tidak) melakukan .
“Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Mas masih ingat kegiatan
apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain merapikan tempat tidur? Ya
bagus,cuci piring …. Kalau begitu kita akan latihan mencuci piring besok ya jam
08.00 pagi di dapur sehabis makan pagi
Sampai jumpa ya…Assalamu’alaikum
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai
dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan/mencederai
diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan (Prabowo, 2014).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis.berdasarkan definisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Dermawan & Rusdi 2013).
Risiko perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik dalam diri sendiri maupun orang
lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Direja, 2011).
2. Rentang respon

a. Rentang respons marah


Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu
bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang
mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyapaikan pesan bahwa ia “yidak setuju,
tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan”. Rentang
respons kemarahan individu dimulai dari respons normal (arsetif) sampai pada sangat
tidak normal (maladaptif).
a) Respons adaptif
Respons adaptif adalah respons yang dapat diterima normanorma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respons
adaptif:
1) Pikiran logisadalah pandangan yang mengarah pada kenyatan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b) Respons maladaptif
Respons maladaptif adalah respons individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respons
tidak normal (maladaptif) meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain yang bertentangan dengan kenyataan
sosial.
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemerahan
yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorginisir merupakan suatu yang tidak teratur
b. Perilaku Asertif, pasif dan agresif
3. Faktor predisposisi dan presipitasi
a. Faktor predisposisi
a) Faktor Biologis
1) Teori dorongan naluri (instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Teori psikomatik (psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respons psikologi terhadap
stimulus eksternal maupun internal. Sehinngga, sistem limbik memiliki peran
sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah
b) Faktor psikologis
1) Teori agresif frustasi (frustasion aggression theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan frustasi dapat mendorong individu
untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
2) Teori perilaku (Behaviororal theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang
diterima saat melakukan kekerasan sering menimbulkan kekrasan di dalam
maupun di luar rumah.
3) Teori eksistensi (Existential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku. Apabila
kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui perilaku destruktif.
b. Faktor presipitasi
Faktor ini berhubungan dengan pengaruh stressor yang mencetuskan perilaku
kekerasan bagi setiap individu. Stresor yang berasal dari luar dapat berupa serangan
fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain. Stresor yang berasal dari dalam dapat
berupa, kehilangan keluarga atau sahabat yang dicinta, ketakutan terhadap penyakit
fisik, penyakit dalam, dan lain-lain. Selain itu, lingkungan yang kurang kondusif
dapat memicu perilaku kekerasan.
a) Ekspresi diri dimana ingin menunjukan eksistensi diri atau symbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian
masal dan sebagainya
b) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi social ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkohlisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f) Kematiaan anggota keluaraga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga

4. Manifestasi klinis/tanda gejala


Menurut Sutejo (2018) tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari
ungkapan pasien dan didukung dengan hasil observasi.
a. Data subjektif
a) Ungkapan berupa ancaman
b) Ungkapan kata-kata kasar
c) Ungkapan ingin memukul atau melukai
b. Data objektif
a) Wajah memerah dan tegang
b) Pandangan tajam
c) Mengatupkan rahang dengan kuat
d) Mengepalkan tangan
e) Bicara kasar
f) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
g) Mondar mandir
h) Melempar atau memukul benda / orang lain

5. Psikodinamika
6. Mekanisme koping
Menurut Prabowo (2014) beberapa mekasnisme koping yang dipakai pada pasien marah
untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas-remas adonan kue, meninju tembok dan lain sebagainya. Tujuannya adalah
untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik, misalnya
seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan kerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu dan mencumbunya.
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kealam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat berci pada orang tua yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan. Sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi Formal
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan. Dengan melebih-lebihkan
sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seseorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kuat.
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada obyek yang tidak
begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang mebangkitkan emosi itu. Misalnya
Timmy berusia empat tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan bersama temannya (Prabowo, 2014)

7. Sumber koping
Menurut Widi Astuti (2017), mengungkapkan bahwa sumber koping dibagi menjadi 4,
yaitu:
a. Kemampuan personal
Meliputi kemampuan untuk mencari informasi terkait masalah, kemampuan
mengidentifikasi masalah, pertimbangan alternative, kemampuan untuk untuk
mengungkapkan masalah, tidak semangat menyelesaikan masalah, kemampuan
mempertahankan hubungan interpersonal, dan identitas ego tidak adekuat.
b. Dukungan sosial
Meliputi dukungan dari keluarga dan masyarakat, keterlibatan atau perkumpulan
dimasyarakat dan pertentangan nilai budaya.
c. Aset meteri
Meliputi penghasilan yang layak, tidak mempunyai tabungan untuk mengantisipasi
hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan.
d. kinan positif
Adanya motivasi dan penilaian terhadap pelayanan kesehatan.

8. Penatalaksanaan umum
Menurut Prabowo (2014: 145), penatalaksanaan prilaku kekerasan sebagai berikut:
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya:
clorpromizne HCL yang berguna untuk mengembalikan psikomotornya. Bila tidak
ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya trifluoperasine estelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduaanya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi okupasi
Terapi pekerjaan seperti membaca koran, bermain catur, kegiatan berdialog atau
berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan bagi dirinya. Terapi ini merupakan
langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah
dilakukannya seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat membantu agar dapat melakukan
lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah keperawatan, membuat keputusan
tindakan Poltekkes Kemenkes Padang kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber
yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah prilaku maladaptive (pencegahan primer,
menanggulangi prilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan prilaku
maladaptive ke prilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan pasien
dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal.
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000, menerangkan terapi somatic terapi yang diberikan kepada
pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah prilaku yang maladaptive
menjadi prilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi
fisik pasien, tetapi target terapi adalah prilaku kekerasan.
e. Terapi kejang listrik
Terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan
listrik melalui elektroda yang di etakkan pada pelipis pasien. Terapi ini awalnya
untuk menangani skizorefrenia membutuh 20-30 kali terapi biasanya dilaksankan
adalah setiap 2- 3 hari sekali (seminggu 2 kali).

9. Diagnosa keperawatan
a. Perilaku Kekerasan
b. Resiko Bunuh Diri
c. Harga Diri Rendah.

10. Fokus Intervensi


Menurut Kemenkes RI (2012: 182), pada masing-masing pertemuan dilakukan tindakan
keperawatan berdasarkan strategi pelaksanaan (SP) sebagai berikut:
a. SP 1 pasien : pengkajian dan latihan napas dalam dan memukul kasur atau bantal
Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan
gejala yang dirasakan, prilaku kekerasan yang dilakukan, akibat dari prilaku
kekerasan, dan jelaskan cara mengontrol prilaku kekerasan: fisik, obat, verbal dan
spiritual. Latihan cara mengontrol prilaku kekerasan secara fisik: tarik nafas dalam,
pukul kasur dan bantal, masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
b. SP 2 pasien : latih patuh minum obat
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi kemampuan melakukan tarik
napas dalam dan pukul kasur dan bantal, tanyakan manfaat dan beri pujian, latih
mengontrol prilaku kekerasan dengan obat, jelaskan 6 benar: benar nama, benar jenis,
benar dosis, benar waktu, benar cara, kontinuitas minum obat dan dampak jika tidak
kontinu minum obat, masukkan pada jadwa kegiatan latihan fisik dan minum obat
c. SP 3 pasien: latiah cara sosial atau verbal
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi kemampuan melakukan tarik
napas dalam dan pukul kasur dan bantal, makan obat dengan patuh dan benar,
tanyakan manfaat dan beri pujian, latih cara mengontrol prilaku kekerasan secara
verbal (tiga cara yaitu: mengungkapkan, meminta, menolak dengan benar), masukkan
pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik minum obat, dan verbal.
d. SP 4 pasien: latiahan cara spiritual
Evaluasi tanda dan gejala prilaku kekerasan, validasi kemampuan melakukan tarik
napas dalam dan pukul kasur dan bantal, minum obat dengan patuh dan benar, bicara
yang baik, tanyakan manfaatnya, beri pujian, latih mengontrol marah dengan cara
spiritual, masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik minum obat, verbal dan
spiritual.
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi Klien
a) Data subjektif
 Klien mengatakan merasa orang lain mengancam
 Klien mengatakan orang lain jahat
 Klien mengatakan ingin memukul atau merusak apapun didekatnya jika marah
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
b) Data objektif
 Klien terlihat matanya merah, pandangan tajam
 Nada suara tinggi, keras dan berteriak
 Klien terlihat wajah tegang
 Klien terlihat mengepalkan tangan

b. Diagnosis
Resiko perilaku kekerasan

c. Tujuan
a) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dialaminya
d) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasanya

d. Intervensi
Membina hubungan saling percaya, identifikasi perasaan marah, tanda dan gejala
yang dirasakan, perilaku kekerasan yang sering dilakukan dan mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik tarik nafas dalam

2. Strategi Pelaksanaan
a. Fase Orientasi
a) Salam
Assalamualaikum/Selamat pagi ibu, masih ingat bu dengan saya? perkenalkan
nama saya biasa dipanggil suster, saya mahasiswi keperawatan dari Universitas
akan berjaga pada hari ini pukul 08.00 sampai 14.00.
b) Evaluasi/validasi, kontrak, tujuan interaksi
Bagaimana kabar ibu hari ini? dan bagaimana perasaan ibu saat ini ? Apakah tidur
ibu nyenyak? Apakah masalah yang ibu ceritakan kemarin masih ibu alami hari
ini ? apa yang ibu lakukan ketika sedang marah ? ya baik bu
Baiklah seperti janji kita kemarin hari ini kita akan berbincang-bincang kembali
tentang perasaan marah yang ibu rasakan. Ibu ingin berbincang-bincang dimana?
Baiklah disini saja ya. Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 15 menit? Baiklah ibu tujuan kita berbincang bincang hari ini adalah untuk
mengetahui penyebab dan tanda-tanda ibu marah dan belajar latihan cara
mengontrol marah ibu .
b. Fase Kerja
09.00 WIB
Sebelumnya saya ingin mengetahui apa yang menyebabkan ibu marah? Apakah
penyebabnya dari ibu sendiri atu dari lngkungan ibu dan orang lain ? Apakah
sebelumnya ibu selalu ingin marah marah seperti saat ini? Terus apa yang
menyebabkan ibu selalu ingin marah? Apakah sama dengan yang sekarang? Apakah
ibu merasa kesal, kemudian dada ibu berdebar-debar, mata melotot, dan tangan
mengepal dan ingin melukai diri sendiri atau orang lain? Apa ibu mengetahui akibat
dari yang ibu lakukan tersebut ? Ketika perasaan marah ibu muncul apa yang ibu
lakukan? Apakah dengan ibu marah-marah, keadaan jadi lebih baik? Menurut ibu
adakah cara lain yang lebih baik selain marah-marah? Maukah ibu belajar
mengungkapkan rasa marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian? Baiklah ibu
ada beberapa cara untuk mengendalikan rasa marah yaitu dengan latihan fisik, minum
obat, latihan berbicara dengan baik dan spriritual.Nah hari ini kita belajar cara-cara
mengendalikan rasa marah dengan latihan fisik.Begini bu, kalau tanda-tanda dan
perasaan marah ibu muncul, cara yang pertama yaitu ibu duduk dengan rileks lalu
tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan secara perlahan-lahan dari
mulut seperti mengeluarkan kemarahan, coba sekarang ibu ikuti dan lakukan
sebanyak 5 kali. Bagus sekali ibu sudah dapat melakukan nya.
Cara yang kedua yaitu melampiasakan rasamarah dengan memukul bantal atau
kasur, nah disaat rasa marah ibu muncul ibu bisa melampiaskannya dengan cara
memukul bantal dan kasur, seperti ini saya contohkan dan bisa ibu ulangi ? bagus
sekali ibu bisa melakukannya. Nah sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara rutin,
sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul ibu sudah terbiasa
melakukannya. Baiklah latihan hari ini kita masukan ke jadwal kegiatan untuk latihan
fisik ya bu

c. Fase Terminasi
a) Terminasi subjektif
Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang dan belajar cara
mengendalikan rasa marah secara fisik?
b) Terminasi objektif
Baiklah ibu masih ingat tidak kita tadi berbincang bincang dan belajar apa? Coba
ibu sebutkan penyebab ibu marah dan apa yang ibu lakukan untuk mengendalikan
rasa marah ibu? Coba contohkan kembali bagaimana cara mengontrol rasa marah
ibu ? Bagus sekali ibu, ibu masih mengingatnya dan bisa melakukannya .
c) Rencana tindak lanjut
Sekarang kita buat jadwal latihan nya ya bu, berapa kali sehari ibu mau latihan
nafas dalam ?dan jika rasa marah ibu muncul ibu bisa melakukan tarik nafas
dalam dan melampiaskannya dengan memukul kasur dan bantal ya bu.
d) Kontrak yang akan datang
Baiklah bagaimana kalau besok kita mengobrol kembali dan latihan cara kedua
untuk mengontrol marah yaitu dengan minum obat? Besok saya akan kembali lagi
sekitar pukul 09.00, tempatnya ibu mau dimana? baiklahdisini saja ya
bu.Waktunya ibu mau berapa lama bagaimana sama sepert tadi 15 menit. Kalau
begitu saya permisi dulu ya buu.
LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek rangsangan dari luar,
gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah
satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa
mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas (Yusuf, et all, 2015).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar) (Pambayung, 2015)
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan
pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan ( Dalami, dkk, 2014).

2. Rentang respon

Respon Adaptif Respon Maladptif


Pikiran logis Distorsi pikiran gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi
Pengalaman atau kurang perilaku disorganisasi
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak biasa isolasi sosial
Berhubungan sosial Menarik diri

Damaiyanti & Iskandar (2012.54) menjelaskan rentang respon halusinasi sesuai bagan
di atas, yakni :
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social budaya yang
berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif:
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbuldari pengalaman
ahli
d) Perilaku sosial adalah tingkah laku masih dalam batas kewajaran
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungann
b. Respon psikososial
Respon psikososial meliputi
a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan
b) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar-benar terjadi (obyek nyata) karena rangsangan panca indra.
c) Emosi berlebihan atau berkurang.
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
c. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan adapun respon
maladaptif meliputi:
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertantangan dengan kenyataan sosial
b) Halusinasi merupakan persepsi yang salah atau persepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada.
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang relative
mengancam.
3. Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon
neurobiologi seperti halusinasi antara lain:
a. Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu.
Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah
kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22
(Buchanan dan Carpenter,2002). Istri kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia,
sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang istri yang salah satu orang
tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara
bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
b. Faktor Neurobiologi.
Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak
pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan
volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotin.
c. Studi neurotransmitter.
Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana
dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin.
d. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi factor
predisposisi schizofrenia.
e. Psikologis.
Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia antara lain
istri yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak
berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan istrinya.

4. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal)
c. Gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang
tercantum pada tabel dibawah ini ;
Kesehatan Nutrisi Kurang
Kurang tidur
Ketidak siembangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan system syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan
Lingkungan Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
Isoalsi social
Kurangnya dukungan social
Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ketidakmampuan mendapat pekerjaan
Sikap/Perilaku Merasa tidak mampu ( harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri )
Merasa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan
diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut.
Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual )
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan
Rendahnya kemampuan sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidak adekuatan pengobatan
Ketidak adekuatan penanganan gejala.

5. Manifestasi klinis/tanda gejala


Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi
saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata.
Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara- suara dan tidak lagi meragukan orang
yang berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus
secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi
prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk
menceritakan perihal haluinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif
ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang lain.Karenanya banyak klien
enggan untuk menceritakan pengalaman –pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman
halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk
memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk
memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki
ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.
Apabila Perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka
pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi
saja.

JENIS KARAKTERISTIK
HALUSINASI
Pendengaran Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
70 % berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap
antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
Penglihatan 20% Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar
geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

6. Psikodinamika
7. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah:
a. Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
b. Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
c. Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien

8. Sumber koping
Sumber koping individu harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak
pada perilaku. Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau kriativitas yang
tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang
ketrampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber
keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan
waktu dan tenaga, dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan (Fitria, 2012).

9. Penatalaksanaan umum
Menurut Rahayu (2016), penatalaksanaan medis pada pasien halusinasi pendengaran
dibagi menjadi dua:
a. Terapi Farmakologi
a) Haloperidol
1) Klasifikasi : antipskotik, neuroleptic, butirofenon
2) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan
masalah perilaku berat pada anak-anak.
3) Mekanisme
Kerja Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipenuhi sepenuhnnya,
tampak menekan susunan saraf pusat pada tingkat subkortikal formasi
retricular otak, mesenfalon dan batang otak.
4) Kontraindikasi
Hipersensivitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang
belakang, kerusakan otak subkortikal, penyakit Parkinson dan anak dibawah
usia 3 tahun.
5) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.
b) Clorpromazin
1) Klasifikasi : sebagai antipsikotik, antiemetic.
2) Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada gangguan
bpolar, gangguan skizofrenia, ansietas dan agitasi, anak hiperaktif yang
menunjukkan aktivitas motorik berlebih.
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat belum dipahami spenuhnya, namun
berhubungan dengan efek antidopaminergik. Antipsikotik dapatmenyekat
reseptor dipamine postsinaps pada ganglia basa, hipotalamus, system limbic,
batang otak dan medulla.
4) Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sumsum tulang,
penyakit Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6
tahun dan wanita selama masa kehamilan dan laktasi.
5) Efek Samping Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipertensi,
ortostatik, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.
c) Trihexypenidil ( THP )
1) Klasifikasi antiparkinson
2) Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan dengan obat
antiparkinson.
3) Mekanisme Kerja
Mengorks ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan asetilkolin
dalam korpus striatum, asetilkolin disekat oleh sinaps untuk menguragi efek
kolinergik berlebihan.
4) Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup, hipertropi
prostat pada anak dibawah usia 3 tahun.
5) Efek Samping
Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.
b. Terapi Non Farmakologi
a) Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori Persepsi :
Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
b) Elektro Convulsif Therapy ( ECT )
Merupakan pengobatan secara fisik meggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-
100 volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa
terapi ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat
permudahk kontak dengan orang lain.
c) Pengekangan atau pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti manset
untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki dimana klien pengekangan
dimana klien dapat dimobilisasi dengan membalutnya, cara ini dilakukan padda
klien halusinasi yang mulai menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya: marah-
marah atau mengamuk.
10. Diagnosa keperawatan
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi audiotorik.
b. Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri
c. Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah
d. Defisit Perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan
intoleransi aktifitas.

11. Fokus Intervensi


1. Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai dengan
membina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Setelah hubungan saling percaya terbina , intervensi keperawatan selanjutnya adalah
membntu klien mengenali halusinasinya.
3. Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara yang
biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi.
Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah :
1. Menghardik halusinasi.
2. Berinteraksi dengan orang lain.
3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
4. Memanfaatkan obat dengan baik.
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang
mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga
adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis
dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara Perawatan klien
halusinasi dirumah.
Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim medis sehingga
Perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip
lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat.
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi klien
a) Data subjektif :
1) Klien mengatakan mendengar suara laki-laki yang mengejeknya.
2) Klien mengatakan suara itu datang ketika sendiri di kamar.
b) Data objektif :
1) Klien tampak tertaibua sendiri.
2) Klien tampak mengarahkan telinganya ke suatu tempat.
b. Diagnosa keperawatan
Gangguan Presepsi Sensori : Halusinasi
c. Tujuan khusus
Pasien mampu :
a) Membina hubungan saling percaya.
b) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik.
c) Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat.
d) Mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
e) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari.
d. Tindakan keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya.
b) Membantu pasien menyadari gangguan sensori persepsi halusinasi.
c) Melatih pasien cara mengontrol halusinasi.

2. Strategi Komunikasi
a. Fase orientasi
a) Salam Terapeutik
Assalamualaikum..!!! Selamat pagi bu… perkenalkan nama saya. Saya
mahasiswa praktek dari. Hari ini saya dinas pagi dari jam 07:00 pagi sampai jam
14:00 siang. Saya akan merawat ibu selama di rumah sakit ini. Nama ibu siapa?
b) Evaluasi
Baiklah ibuk Rahmi, Bagaimana keadaan ibu hari ini ?
c) Kontrak ( topik, waktu, tempat )
bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang suara yang mengganggu ibuk
dan cara mengontrol suara-suara tersebut, Apakah ibu bersedia? Berapa lama ibu
mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?

b. Fase Kerja
Apakah ibu rahmi mendengar suara tanpa ada wujudnya? Saya percaya ibu mendengar
suara tersebut, tetapi saya sendiri tidak mendengar suara itu. Apa yang dikatakan oleh
suara yang ibu dengar? Apakah ibu mendengarnya terus menerus atau sewaktu-
waktu? Kapan yang paling sering Ibu mendengar suara itu? Berapa kali dalam sehari
ibu mendengarnya? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?
Apa yang ibu rasakan ketika mendengar suara itu? Bagaimana perasaan ibu ketika
mendengar suara tersebut? Kemudian apa yang ibu lakukan? Apakah dengan cara
tersebut suara-suara itu hilang? Baiklah bu, apa yang alami itu namanya Halusinasi.
Ada empat cara untuk mengontrol halusinasi yang ibuk Rahmi alami yaitu
menghardik, minum obat, bercakap-cakap, dan melakukan aktifitas. Hari ini,
Bagaimana kalau kita latih cara yang pertama dahulu, yaitu dengan menghardik,
apakah ibu Rahmi bersedia? Bagaimana kalau kita mulai ya. Saya akan mempraktekan
dahulu, baru ibu mempraktekkan kembali apa yang telah saya lakukan. Begini bu, jika
suara itu muncul katakan dengan keras “ pergi..pergi saya tidak mau dengar.. kamu
suara palsu” sambil menutup kedua telinga ibu. seperti ini ya bu. Coba sekarang ibu
ulangi lagi seperti yang saya lakukan tadi. Wah bagus sekali bu, ibu sudah bisa
mempraktekkan.

c. Fase Terminasi
a) Evaluasi
Bagaimana perasaan ibu Rahmi setelah kita kita bercakap-cakap? Baiklah bu, Jika
suara itu masih terdengar mengejek ibu, seperti yang telah kita pelajari bila suara-
suara itu muncul ibu bisa mengatakan “ pergi-pergi saya tidak mau dengar kamu
suara palsu”
b) Validasi
Ibu lakukan itu sampai suara itu tidak terdengar lagi, lakukan itu selama 3 kali
sehari yaitu jam 08:00, 14:00 dan jam 20:00 atau disaat ibu mendengar suara
tersebut. cara mengisi buku kegiatan harian adalah sesuai dengan jadwal kegiatan
harian yang telah kita buat tadi ya bu. Jika ibu melakukanya secara mandiri maka
ibu menuliskan di kolom M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan oleh
keluarga atau teman maka ibu buat di kolom B, Jika ibuk tidak melakukanya maka
ibu tulis di kolom T. apakah ibu mengerti?
c) Kontrak ( topik, waktu, tempat )
Baik lah buk, Bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara yang
kedua yaitu dengan minum obat untuk mencegah suara-suara itu muncul, apakah
ibu bersedia?
d) Salam
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain (AH.Yusuf, dkk 2019).
Menarik diri merupakan suatu percobaan untuk menghindari interaksi dan
hubungan dengan orang lain (Rawnlins, 1993 Dalam buku AH.Yusuf dkk 2015).
Isolasi sosial merupakan upaya mengindari komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,
pikiran dan kegagalan (Rusdi,2013).

2. Rentang respon

(Stuart, 2016)
Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih
dapat diterima oleh norma sosial dan buaya yang umum berlaku, respon ini meliputi :
a. Solitute (Menyendiri) : Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan
seorang untuk merenung apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu
cara untuk menentukan langkahnya.
b. Otonomi : Kemapuan individu untuk mentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan sosial.
c. Kebersamaan (Mutualisme) : Perilaku saling ketergantungan dalam membina
hubungan interpersonal.
d. Saling ketergantungan (Interdependent) : Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal
dimana hubungan tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma sosial dan budaya lingkungannya, respon yang sering ditemukan
meliputi :
a. Mengisolasi diri : Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan sementara waktu
b. Manipulasi : Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan
berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.
c. Ketergantungan : Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan
yang dimiliki
d. Impulsive : Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat
diandalkan.
e. Narkisme : Harga diri rapuh, berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap
egosentris, pencemburu, marah bila orang lain tidak mendukung
(Deden & Rusdi, 2013).

3. Faktor predisposisi dan presipitasi


a. Faktor predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial
a) Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah
respon sosial mengisolasi diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat
mempengaruhi terjadinya mengisolasi diri. Organisasi anggota keluarga bekerja
sama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran yang lebih
tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan
kolaboratif sewajarnya dapat mengurangi masalah respon sosial.
b) Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak,
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c) Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang
cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma,
perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
Harapan yang tidak realitis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini (Deden & Rusdi, 2013).
b. Faktor presipitasi
Menurut Stuart, (2016) Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan
seseorang mengisolasi diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor
antara lain:
a) Stressor sosiokultural
Salah satu stresor sosial budaya adalah ketidakstabilan keluarga. Perceraian
adalah penyebab yang umum terjadi. Mobilitas dapat memecahkan keluarga
besar, merampas orang yang menjadi sistem pendukung yang penting pada semua
usia. Kurang kontak yang terjadi antara generasi. Tradisi, yang menyediakan
hubungan yang kuat dengan masa lalu dan rasa identitas dalam keluarga besar,
sering kurang dipertahankan ketika keluarga terfregmentasi. Ketertarikan pada
etnis dan ”budaya” mencerminkan upaya orang yang terisolasi untuk
menghubungkan dirinya dengan identitas tertentu.
b) Stressor psikologik
Tingkat ansietas yang tinggi mengakibatkan gangguan kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain. Kombinasi ansietas yang berkepanjangan atau
terus menerus dengan kemampuan koping yang terbatas dapat menyebabkan
masalah hubungan yang berat. Orang dengan gangguan kepribadian borderline
kemungkinan akan mengalami tingkat ansietas yang membuatnya tidak mampu
dalam menanggapi peristiwa kehidupan yang memerlukan peningkatan otonomi
dan pemisahan contohnya lulus dari sekolah, pernikahan pekerjaan. Orang yang
memiliki gangguan kepribadian narsistik cenderung mengalami ansietas yang
tinggi, dan menyebabkan kesulitan berhubungan, ketika orang berarti tidak
memadai lagi memperhatikan untuk memelihara harga diri seseorang yang rapuh.

4. Manifestasi klinis/tanda gejala


Menurut Deden & Rusdi, (2013) tanda dan gejala isolasi sosial yaitu :
a. Gejala subjektif :
a) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c) Respon verbal kurang dan sangat singkat
d) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
e) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
g) Klien merasa tidak berguna
h) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
i) Klien merasa ditolak
b. Gejala objektif :
a) Klien banyak diam dan tidak mau bicara
b) Tidak mengikuti kegiatan
c) Banyak berdiam dikamar
d) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
e) Klien tampak sedih, ekpresi datar dan dangkal
f) Kontak mata kurang
g) Kurang spontan
h) Apatis
i) Ekspresi wajah kurang berseri
j) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
k) Mengisolasi diri
l) Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
m) Masukkan makanan dan minuman terganggu
n) Retensi urin dan feses
o) Akktivitas menurun
p) Kurang energy
q) Rendah diri
r) Postur tubuh berubah

5. Psikodinamika

6. Mekanisme koping
Mekanisme koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping yang
sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping
yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga
dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas untuk
mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan (Deden &
Rusdi, 2013).

7. Sumber koping
Contoh sumber koping yang berhungan dengan respon maladaptif menurut Stuart,
(2006) meliputi : keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman,
hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan
stress interpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan (Deden & Rusdi, 2013).

8. Penatalaksanaan umum
a. Terapi Medis : Berupa Therapy farmakologi
a) Clorpromazine (CPZ)
1) Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi - fungsi mental: waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin.
2) Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung
tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung),gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin,
metabolik, hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang.
b) Haloperidol (HLD)
1) Indikasi : Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral
serta dalam fungsi kehidupan sehari –hari.
2) Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik
(hipotensi, antikolinergik /parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan
defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi,
gangguan irama jantung).
c) Trihexy phenidyl (THP)
1) Indikasi: Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.
2) Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik
(hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, hidung tersumbat,
mata kabur,gangguan irama jantung).
b. Electro convulsif therapy
Electro convulsif therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan elektroshock adalah
suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam usaha
pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang
tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali
diperkenalkan oleh 2 orang neurologist Italia Ugo Cerlitti dan Lucio Bini pada tahun
1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya
dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu. ECT bertujuan untuk menginduksi suatu
kejang klonik yang dapat memberi efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure)
setidaknya selama 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana
seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti
dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan dengan memuaskan.
Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar
serum Brain-Derived Neurotrophic Faktor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak
responsif terhadap terapi farmakologi.
c. Therapy kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan
oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberi
stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal. Terapi aktivitas kelompok yang
dapat dilakukan untuk pasien dengan isolasi sosial adalah :
a) Sesi 1 : kemampuan memperkenalkan diri
b) Sesi 2 : kemampuan berkenalan
c) Sesi 3 : kemampuan bercakap-cakap
d) Sesi 4 : kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
e) Sesi 5 : kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
f) Sesi 6 : kemampuan bekerjasama
g) Sesi 7 : evaluasi kemampuan sosialisasi
d. Therapy Individu
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan dengan pendekatan strategi
pelaksanaan (SP) pada pasien dapat dilakukan sebagai berikut :
a) Strategi pelaksanaan pertemuan 1 pada pasien :
Pengkajian Isolasi sosial, dan melatih bercakap-cakap antara pasien dan keluarga.
1) Membina hubungan saling percaya
2) Membantu pasien menyadari masalah isolasi social
3) Melatih bercakap-cakap secara bertahap antara pasien dan anggota keluarga
b) Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 2 orang lain), latihan
bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian.
1) Mengevaluasi tanda dan gejala isolasi social
2) Memvalidasi kemampuan berkenalan (berapa orang)
3) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegiatan)
4) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan 2-3 orang
c) Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien :
Melatih pasien berinteraksi secara bertahap (pasien dengan 4-5 orang), latihan
bercakap-cakap saat melakukan 2 kegiatan harian baru.
1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi social
2) Validasi kemampuan berkenalan (berapa orang) dan bicara saat melakukan
dua kegiatan harian
3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2
kegiatan baru)
5) Memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan 4-5 orang
d) Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien :
Mengevaluasi kemampuan berinteraksi, melatih cara bicara saat melakukan
kegiatan social
1) Evaluasi tanda dan gejala isolasi social
2) Validasi kemampuan berkenalan (beberapa orang) dan bicara saat melakukan
empat kegiatan harian
3) Tanyakan perasaan setelah melakukan kegiatan
4) Beri pujian, melatih cara berbicara saat melakukan kegiatan sosial
e. Therapy Lingkungan
Menurut Rusdi (2013), manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga
aspek lingkungan harus mendapatkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan
stimulus psikologi seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan,karena
lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun
kondisi psikologis seseorang.

9. Diagnosa keperawatan
a. Isolasi social
b. Harga Diri Rendah Kronik
c. Resiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

10. Fokus Intervensi


Menurut Damiyanti & Iskandar (2012) setelah dibuat perumusan masalah dan diagnosis
keperawatan ditegakkan dapat melakukan rencana keperawatan untuk diagnosa
keperawatan :
a. Diagnosa : Isolasi Sosial
 Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
c) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
d) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
e) Klien dapat mengungkapkan perasannya setelah berhubungan dengan orang lain
f) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga mampu
mengembangkan kemmapuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
 Intervensi:
a) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik
b) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
c) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri atau tidak mau bergaul.
d) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri tanda-tanda serta
penyebab yang muncul.
e) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain.
f) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
g) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
h) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
i) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan.
j) Dorong klien untuk mengungkapkan perasannya bila berhubungan dengan orang
lain.
k) Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang
lain.
l) Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
 Rasional :
a) Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi
selanjutnya.
b) Diketahuinya penyebab akan dihubungkan dengan faktor resipitasi yang dialami
klien.
c) Klien harus dicoba berinteraksi secara bertahap agar terbiasa membina hubungan
yang sehat dengan orang lain.
d) Mengevaluasi manfaat yang dirasakan klien sehingga timbul motivasi untuk
berinteraksi.
e) Keterlibatan keluarga sangat mendukung terhadap proses perubahan perilaku
klien.

B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Proses Keperawatan
a. Kondisi Klien
a) Data subjektif
 Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
 Klien mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya
b) Data objektif
 Klien tidak mau berbicara
 Klien tidak mau berkomunikasi dengan orang lain
 Klien tampak menyendiri
 Klien tidak mau gabung dengan temannya
 Kontak mata kurang

b. Diagnosis
Isolasi Sosial

c. Tujuan
a) Klien mampu mengidentifikasi isolasi social
b) Klien mampu mengatasi isolasi social yang dialami dengan latihan berkenalan
c) Klien mampu melakukan latihan yang diberikan
d) Klien mempu melakukan latihan yang telah dijadwalkan

d. Intervensi
a) Identifikasi penyebab isolasi social: siapa yang serumah, siapa yang dekat, yang
tidak dekat, dan apa sebabnya
b) Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
c) Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
d) Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau tamu
e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan berkenalan

2. Strategi Pelaksanaan
a. Fase Orientasi
a) Salam
Assalamualaikum selamat pagi ibu, perkenalkan nama saya Dian Rhamadayani
saya mahasiswi Universitas Mitra Indonesia yang sedang praktek di rumah sakit
ini, hari ini saya yang bertugas merawat ibu. Nama ibu siapa? Senang dipanggil
apa?
b) Evaluasi/validasi, kontrak, tujuan interaksi
Bagaimana keadaan ibu pagi ini? Apa keluhan ibu saat ini? Apa yang membuat
ibu merasa sendiri? Apa yang ibu lakukan jika sedang merasa sendiri ?
Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman ibu?
Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau diruangan ini? Berapa lama
bu? Bagaimana kalau 15 menit? tujuannya agar ibu bisa berkenalan dengan
teman-teman yang lain.
b. Fase Kerja
09.00 WIB
Saat ini siapa saja teman sekamar ibu? Siapa yang paling dekat dengan ibu? Apa
yang membuat ibu dekat dengan teman tersebut? Siapa yang tidak dekat dengan ibu?
Apa yang membuat ibu jarang bercakap-cakap dengannya? Apa penyebab ibu tidak
mau bergaul ? Menurut ibu apa saja keuntungan kalau kita mempunyai teman? Wah
benar ada teman untuk bercakap-cakap. Apa lagi? Nah kalau kerugian tidak
mempunyai teman apa ya bu? Ya, apa lagi? Jadi banyak juga ruginya tidak punya
teman ya. Kalau begitu inginkah ibu belajar bergaul dengan orang lain? Bagus.
Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain. Begini bu untuk
berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dahulu nama kita dan nama panggilan
yang kita suka, asal kita dan hobi dan saat berkenalan ibu berjabat tangan dan mata
ibu menatap teman yang sedang diajak berkenalan.
Contoh: perkenalkan nama saya D, asal saya dari kalianda, hobi saya menari.
Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.

Contohnya begini: nama ibu siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana?
Hobinya apa? Sekarang coba kita praktekkan, misalnya saya belum kenal dengan ibu
coba ibu berkenalan dengan saya. Ya bagus sekali! Coba sekali lagi, bagus sekali.
Sekarang mari kita masukkan dalam jadwal harian ibu. Mau berapa kali ibu
melakukannya? Bagaimana kalau sehari sekali? Oke, baik bu.

c. Fase Terminasi
a) Terminasi subjektif
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?
b) Terminasi objektif
Nah sekarang coba ibu ulangi dan peragakan kembali cara berkenalan dengan
orang lain, bagus sekali.
c) Rencana tindak lanjut
Selanjutnya nanti ibu mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya
tidak ada. Sehingga ibu siap untuk berkenalan dengan orang lain. Ibu mau
praktekkan ke teman yang lain? Mau jam berapa mencobanya. Mari kita
masukkan pada jadwal kegiatan yang akan datang.
d) Kontrak yang akan datang
Besok saya akan datang lagi ke sini. Bagaimana ibu mau? Diruang ini lagi?
Baiklah sampai jumpa wassalamualikum

Anda mungkin juga menyukai