Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

COMBUSTIO (LUKA BAKAR)

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Luka (Woundcare)

Oleh

Salsya Putri Tell Aviv Nirahua

224291517032

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NASIONAL

JAKARTA

2022
A. KONSEP DASAR
1. Defenisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit
dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun
jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber
panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/
gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Purwanto, 2016).
Luka bakar merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh trauma
panas atau trauma dingin (frost bite). Penyebabnya adalah api, air panas, listrik,
kimia, radiasi dan trauma dingin (frost bite) (Kementerian Kesehatan RI, 2019).

2. Etiologi
Menurut Purwanto (2016) penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
a. Paparan api
1) Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut.
2) Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat
rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
b. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. n.
Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan
pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan
pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat
c. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang
tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi
d. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka
bakar tambahan.
f. Zat kimia (asam atau basa) dan radiasi

3. Manifestasi klinis
Menurut Fauzan (2021) manifestasi klinis yang muncul pada luka bakar yaitu:
a. Derajat I
Kerusakan yang terjadi pada epidermis yang ditandai kulit kering
kemerahan, nyeri sedang hingga berat, tidak ada jaringan parut.
b. Derajat II
Kerusakan pada epidermis dan dermis terdapat vesikel dan edema
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri,
c. Derajat III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputihan
dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh
sendiri.

4. Patofisiologi
Tubuh manusia ketika terjadi trauma jaringan seperti luka bakar akan
merespon pelepasan mediator inflamasi yang disebut dengan sitokin. Sitokin
sendiri dapat menimbulkan reaksi inflamasi sistemik maupun lokal. Selain itu juga,
sel mast akan segera bereaksi ketika tubuh mengalami trauma jaringan dan
melepaskan histamin, yang dapat meningkatkan vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas vascular local. Prostaglandin adalah enzim yang dihasilkan dari
asam arakidonat yang merupakan vasodilator yang dapat meningkatkan
permeabilitas kapiler (pembuluh darah) sehingga pengiriman oksigen ke jaringan
yang rusak meningkat dengan cepat dan kemungkinan berbagai respon inflamasi
akan ke daerah tubuh yang mengalami cedera (Noorbakhsh et al., 2021).
Dalam model Jackson dalam Noorbakhsh et al (2021), patofisiologi luka
bakar terbagi menjadi 3 zona yaitu
a. Zona koagulasi adalah zona atau area yang dekat dengan sumber trauma
jaringan. Ketika paparan panas dengan suhu yang tinggi di zona ini dapat
menyebabkan terjadinya koagulasi protein dan pembatasan aliran darah
yang berdampak pada kerusakan iskemik. Sehingga kulit dan jaringanbawah
yang berada pada zona ini akan mengalami kematian jaringan (nekrosis)
koagulatif dan kehilangan jaringan yang tidak dapat kembali ke dalam
kondisi semula (ireversibel).
b. Zona stasis adalah zona yang ditandai adanya cedera seluler yang reversible
(cidera atau kondisi yang dapat kembali ke kondisi stabil) karena akibat
menurunnya aliran darah. Dalam penanganan luka bakar, zona ini sangat
penting dalam mengembalikan perfusi karena untuk mencegah luka melebar
dan mengurangi kehilangan jaringan
c. Zona hiperemia adalah zona yang ditandai dengan adanya peningkatan
perfusi perifer akibat berbagai mediator inflamasi, termasuk peningkatan
prostaglandin.
5. Pathway
Thermal burn (gas,cairan, padat), cemical, elektrikal, radiasi

Pengalihan energy dari sumber panas

Tubuh

Trauma kulit

Fase lanjut

Cidera inhalasi Keracunann gas Co Kerusakan


jaringan kulit
Terbukanya
Kerusakan mukosa daerah kulit
Co mengikat penampilan
histamine bradikinin Jaringan kulit
Oedema laring hipertropi Kontak
Hb tidak mampu
Perangsangan dengan Perasaan
mikroorganis malu
Elastisitas
Mengikat O2
kulit menurun
Resiko Perubahan
Kerusakan Infeksi citra tubuh
Kerusakan
pertukaran gas integritas kulit
Gangguan mobilitas

Intoleransi aktivitas

Peningkatanpenguapan
cairan tubuh
Peningkatan pemb.
Darah kapiler Cairan tubuh menurun Tidak nyaman pada
saat tidur
Ekstravasasi cairan,
Resiko tinggi kekurangan
elektrolit, protein
volume cairan Perubahan pola tidur

Tekanan ankotik
menurun

Cairan intravaskuler Gangguan sirkulasi Kerusakan perfusi


makro jaringan

Sumber : (Andini, 2021)


6. Komplikasi
Menurut Purwanto (2016) komplikasi luka bakar yaitu:
a. Sindrom kompartemen Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya
pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi
iskemia
b. Adult Respiratory Distress Syndrome Akibat kegagalan respirasi terjadi jika
derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa
pasien.
c. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
d. Gagal ginjal akut Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan
resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin
terdektis dalam urine.

7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Purwanto (2016) pemeriksaan penunjang pada luka bakar yaitu:
a. Hitung darah lengkap, peningkatan Hematokrit menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya
Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh
panas terhadap pembuluh darah
b. Leukosit akan meningkat sebagai respons inflamasi
c. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cedera inhalasi
d. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cedera jaringan,
hipokalemia terjadi bila diuresis.
e. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
f. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
g. EKG : Tanda iskemik miokardia dapat terjadi pada luka bakar
h. Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya

8. Manajemen Perawatan Luka

Pengkajian yang tidak tepat dapat menyebabkan penyembuhan luka


tertunda, nyeri, peningkatan resiko infeksi dan pengurangan kualitas hidup bagi
pasien (Ousey& Cook, 2011) untuk itu dibutuhkan suatu alat dalam pengkajian
luka untuk mengetahui perkembangan luka antara lain menggunakan TIME
Internasional Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB) banyak
mengembangkan konsep persiapan dasar luka Menurut Schultz (2003) dalam
Arisanty 2013, persiapan dasar luka adalah penatalaksanaan luka sehingga dapat
meningkatkan penyembuhan dari dalam tubuh sendiri atau memfasilitasi efektifitas
terapi lain.

Metode ini bertujuan mempersiapkan dasar luka dari adanyainfeksi, benda


asing, atau jaringan mati menjadi merah terang dengan proses epitelisasi yang baik.
TIME dikenalkan oleh Prof. Vincent Falanga pada tahun 2003 yang disponsori oleh
produkSmith dun Nephow dalam penelitian ini sehingga keluar TIME. T tissue
management (manajemen jaringan), I infection or inflammation control
(pengendalian infeksi), M moisture balance (keseimbangan kelembaban), dan E
edge of wound (pinggiran luka untuk mendukung proses epitelisasi).

1. Tissue Management (Manajemen Jaringan)

Tujuan dari manajemen jaringan yaitu untuk mengangkat jaringan mati,


membersihkan luka dari benda asing, dan persiapan dasar luka yang kuning/hitam
menjadi merah.Tindakan utama manajemen jaringan adalah dengan melakukan
debridement, dimulai dari mengkaji dasar luka sehingga dapat dipilih jenis
debridement yang akandilakukan. Debridement adalah kegiatan mengangkat atau
menghilangkan jaringan mati (devaskularisasi), jaringan terinfeksi dan benda asing
dari dasar luka sehingga dapat ditemukan dasar lukadengan vaskularisasi baik.
Maryunani (2013) menyatakan bahwa debridement terdiri dari beberapa jenis yaitu
debridement mekanik, debridement bedah, debridementenzimatik, dan
debridement autolitik.

Pengangkatan jaringan mati (manajemen T) memerlukan waktu tambahan


dalam penyembuhan luka.Waktuefektif dalam pengangkatan jaringan mati yaitu
sekitar duaminggu (14 hari) dan tentunya tanpa faktor penyulit yang berarti,
misalnya GDS terkontrol, penyumbatan atau gangguan pembuluh darah teratasi,
mobilisasi baik, dll. Jika kondisi sistemik pasien tidak mendukung, persiapan dasar
luka akan memanjang hingga 4-6 minggu (Arisanty, 2013).

2. Infection-Inflamation Control (Manajemen Infeksi dan Inflamasi)

TIME yang kedua adalah infection-inflammation control yaitu kegiatan


mengatasi perkembangan jumlah kumanpada luka.Semua luka adalah luka yang
terkontaminasi, namun tidak selalu ada infeksi (Smith, 2014). Infeksi adalah
pertumbuhan organisme dalam luka yang ditandai dengan reaksi jaringan lokal dan
sistemik. Sebelum terjadi infeksi, ada proses perkembangbiakan kuman mulai dari
kontaminasi, kolonisasi, kolonisasi kritis, kemudian infeksi (Arisanty 2013).Luka
dikatakan infeksi jika ada tanda inflamasi/infeksi, eksudat purulen, bertambah, dan
berbau, luka meluas break down, dan pemeriksaan penunjang diagnostik
menunjukan leukosit dan makrofag meningkat, kultur eksudat menunjukan bakteri
>10/g jaringan.

3. Moisture Balance Managemen (Manajemen Kelembapan Luka)

Tujuan dari kelembaban yang seimbang yaitu untukmempertahankan


kelembaban yang seimbang, melindungi luka dari trauma saat mengganti balutan,
dan melindungi kulit sekitar luka. Kelembaban pada kulit menjadi kebutuhan dasar,
ketika kulit mengalami kerusakan, secara otomatis juga masih
membutuhkan suasana lembab lebih besar dari sebelumnya. Cairan yang berlebih
pada luka kronik dapat menyebabkan terganggunya kegiatan sel mediator seperti
Growth Factor pada jaringan. Winter (2013) menemukan evolusi kelembaban pada
penyembuhan luka (moist wond healing).

Luka kering atau luka tanpa eksudat hingga luka eksudat minimal harus
dibuat lembab dengan memberikan balutan yang berfungsi memberikan hidrasi dan
kelembaban pada luka, seperti hydrogel, hydrocolloid, interactive wet dressing,
dan salep herbal TTO. Luka dengan eksudat minimal hingga sedang masih
memerlukan balutan yang memberikan hidrasi.

4. Epitelization Advancement Management (Manajemen Tepi Luka)

Proses penutupan luka yang dimulai dari tepi luka disebut proses
epitelisasi. Proses penutupan luka terjadi pada fase poliferasi. Epitel (tepi luka)
sangat penting perhatikansehingga proses epitelisasi dapat berlangsung secara
efektif. Tepi luka yang siap melakukan proses penutupan (epitelisasi) adalah tepi
luka yang halus, bersih, tipis, menyatu dengandasar luka, dan lunak. Tepi luka yang
kasar disebabkan oleh pencucian yang kurang bersih atau lemak yang dihasilkan
oleh tubuh menumpuk dan mengeras di tepi luka. Tepi luka yang tebal disebabkan
oleh proses epitelisasi yang tidak mau maju (tetap ditempat) sehingga epitel
menumpuk di tepilukadan menebal. Dasar luka yang belum menyatu dengan tepi
luka disebabkan oleh adanya kedalaman, undermining, atau jaringan mati.Jika di
tepi luka masih ada jaringan mati (nekrosis) jaringan tersebut harus diangkat. Jika
adakedalaman dan undermining, proses granulasi harus dirangsang dengan dengan
menciptakan kondisi yang sangat lembap (hipermoist) yang seimbang. Jika tinggi
luka dengan tepi luka sama (menyatu), proses epitelisasi dapat terjadi dengan baik
dan rata.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata pasien
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t).

c. Riwayat penyakit
d. Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan TTV
- Pemeriksaan Head to toe
e. Pengkajian luka bakar
Pada pasien luka bakar pengkajian dilakukan untuk memperoleh data
mengenai keadaan luka bakar yang dialami oleh pasien pengkajian yang
dilakukan adalah untuk memperoleh :
- Data subjektif adalah dengan memperoleh data verbal baik dari pasien,
keluarga dan yang lainnya.
- Data objektif yaitu data yang diperoleh dari pengukuran status/kondisi
kesehatan pasien.

Pengkajian yang dapat diukur tentang luka bakar meliputi :

a) Dalamnya luka bakar


Dalamnya luka tergantung tinggi panasnya, penyebab dan lamanya
kontak dengan kulit. Dalamnya luka bakar dibagi menjadi tiga tingkat
yaitu :
a) Tingkat I : hanya mengenai epidermis
b) Tingkat II : a.
Superficial : mengenai epidermis dan lapisan atas dari corium.
Dalam : sisa – sisa jaringan epithelial tinggal sedikit,
penyembuhan lebih lama 3 – 4 minggu dan disertai
pembentukan parut hipertropi.
c) Tingkat III : mengenai seluruh tebalnya kulit, tidak ada lagi sisa
elemen epithelial. Kelebihan yang lebih dalam dari kulit pun
seperti subcutan, dan tulang.
b) Luasnya luka bakar
Untuk menentukan luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar
dapat menggunakan metode “rule of nine”. Yang dimana
pembagiannya adalah:
a) Kepala dan leher : 9%
b) Lengan masing – masing (kanan dan kiri) : 18%
c) Badan bagian depan : 18%
d) Badan bagian belakang : 18%
e) Tungkai masing – masing
(kanan dan kiri) : 36%
f) Genitalia/perineum : 1%
c) Berat ringannya luka bakar
American College of Surgeon membaginya dalam :
a) Parah - crotical
• Tingkat II 30% atau lebih
• Tingkat III 10 % atau lebih
• Tingkat III pada tangan kaki dan muka
• Dengan adanya komplikasi pernapasan, jantung,
fractura, soft tissue yang luas.
b) Sedang – moderate
• Tingkat II 15 – 30%
• Tingkat III 5 – 10%
c) Ringan – minor
• Tingkat II kurang 15%
• Tingkat III kurang 1%
d) Perubahan yang terjadi
Perubahan – perubahan yang dapat terjadi pada pasien dengan luka
bakar yang dapat dikaji yaitu:
a) Cairan tubuh
Karena panas, kapiler – kapiler darah akan berubah menjadi
lebih permeable terhadap cairan dan protein.
b) Erythrocyt
Karena panas eritrosit dapat pecah atau menjadi fragil, tetapi
anemia tidak timbul pada hari pertama karena kekurangan
eritrosit ditutupi oleh hemoconcentrasi.
c) Ginjal
Dapat mengalami kegagalan karena shock yang timbul dan
tidak segera diatasi dan juga karena timbunan hemoglobin
akibat pecahnya eritrosit.
a) Cortison
Cortison banyak dikeluarkan
dalam darah sebagaimana tiap –
tiap stress.
5. Mekanisme daya tahan tubuh
6. Jantung
Luka bakar dapat membentuk
zat yang disebut Myocardial

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan
permukaan kulit (D.0192)
c. Risiko ketidakseimbangan cairan (D. 0036)
d. Risiko infeksi (D. 0142)
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan 1x24 jam maka Observasi
tingkat nyeri menurun dengan 1. Identifikasi lokasi,
kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekunesi,
- Keluhan nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri
- Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
- Frekuensi nadi membaik 3. Identifikasi factor yang
memperberat nyeri
4. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik non farmakologi
untuk mengurangi nyeri
2. Fasilitasi istirahat tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka Bakar
kulit keperawatan 3x24 jam maka Observasi
integritas kulit meningkat 1. Identifikasi penyebab luka
dengan kriteria hasil: bakar
- Elatisitas meningkat 2. Identifikasi durasi terkena
- Hidrasi meningkat luka bakar dan riwayat
- Kerusakan jaringan penangan sebelumnya
menurun 3. Monitor kondisi luka
- Nekrosis menurun Terapeutik
- Suhu kulit membaik 1. Gunakan teknik aseptic
untuk merawat luka
2. Bersihkan luka dengan
cairan steril
3. Gunakan modern dressing
sesuai dengan jenis luka.
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur
debridement
2. Kolaborasi pemberian
antibiotic
3 Risiko Setelah dilakukan Manajemen Cairan
ketidakseimbangan tindakan keperawatan Observasi
cairan selama 3x24 jam maka 1. Monitor statushidrasi
keseimbangan cairan 2. Monitor beratbadan harian
meningkat dengan kriteria 3. Monitor hasil pemeriksaan
hasil : lab
- Asupan cairan meningkat Terapeutik
- Haluaran urin meningkat 1. Catat intake danoutput dan
- Kelembapan membra hitung balance cairan 24
mukosa meningkat jam
- Dehidrasi menurun 2. Berikan asupancairan
- Tekanan darah membaik sesuai kebutuhan
- Nadi membaik 3. Berikan cairan intravena
- Turgor kulit membaik Kolaborasi
1. Kolaborasi Pemberian
diuretik

4 Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi


tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam maka 1. Monitor tanda dan gejala
tingkat infeksi menurun infeksi lokal dan sistemik
dengan kriteria hasil : Terapeutik
- Demam menrun 1. Cuci tangan sebelum
- Kemerahan menurun dan setelah kontak
- Nyeri menurun dengan pasien
- Kadar sel darah putih 2. Pertahankan teknik
membaik aseptikpada pasien
berisiko tinggi Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cuci tangan
dengan benar
3. Anjuran cara
memeriksa kondisi luka
4. Anjurkan
meningkatkan asupan
Nutrisi
5. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu

1. Implementasi Keperawatan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Implementasi merupakan
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

2. Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan.
C. DAFTAR PUSTAKA

Andini, D. R. (2021). STUDI LITERATUR: ASUHAN


KEPERAWATAN PADA PASIEN LUKA
BAKAR DENGAN MASALAH RESIKO
INFEKSI.
Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Fauzan, A. R. (2021). PENGGUNAAN MADU TERHADAP
PROSES
PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II. Karya Ilmiah,
Universitas Muhammadiyah Magelang
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran TataLaksana Luka Bakar.
Kementerian Kesehatan RI.
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No__
HK_01_07- MENKES-555-
2019_ttg_Pedoman_Nasional_Pelayanan_Kedokteran_Tata_Lak
sana_Luka_ Bakar.pdf
Noorbakhsh, S. I., Bonar, E. M., Polinski, R., & Amin, M. S. (2021).
Educational Case: Burn Injury—Pathophysiology,
Classification, and Treatment. Academic Pathology, 8,
23742895211057240
PPNI. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. 1st ed. Jakarta:
DewanPengurus Pusat PPNI; 2018.
PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1st ed. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI; 2018.
PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. 1st ed. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI; 2018.
Purwanto, H. (2016). Keperawatan medikal bedah ii. Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan.
Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai