Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN LUKA BAKAR

Disusun oleh:

Desi Ainun Romadhoni

14.401.17.021

AKADEMIKESEHATAN RUSTIDA

PRODI DIII KEPERAWATAN

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan pada


Hari :
Tanggal :
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien Dengan Luka Bakar

Disusun oleh:
Desi Ainun Romadhoni (14.401.17.021)

Dosen Pengampu
Keperawatan Medikal Bedah

(Eko Prabowo,S.Kep.,Ns.,M.Kes)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar adalah cedera yang terjadi akibat pajanan terhadap panas, bahan kimia,
radiasi, atau aliran listrik. Pemindahan energi dari sumber panas ke tubuh manusia
menyebabkan urutan kejadian fisiologi sehingga pada kasus yang paling berat
menyebabkan destruksi jaringan irevesibel. Reantang keparahan luka bakar mulai dari
kehilangan minor segmen kecil lapisan terluar kulit sampai cedera kompleks yang
melibatkan semua sistem tubuh.
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena
luka tersebut meliputi sejumlah besar jarigan mati (eskar) yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan dialami oleh
bakteri patogen; mengalami eksudasi dengan perembesan sejumlah air, protein serta
elektrolit; dan sering kali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh yang untuk
menghasilkan penutupan luka yang permanen. (Muttaqin & Sari, 2011, p. 82)
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. (Nurarif &
Kusuma, 2016, p. 67)

B. BatasanMasalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan klien yang mengalami
luka bakar
C. Rumusan Masalah
Berdasarakan latar Belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien luka bakar dan bagaimana konsep dari luka bakar.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui cara Melaksanakan Asuhan Keperawatn pada pasien luka bakar.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mengetahui, mengerti, dan mahasiswa dapat melaksanakan:
a. Mengetahui definisi, etiologi, dan tanda gejala, patofisiologi.
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien yang menderita luka bakar
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena
luka tersebut meliputi sejumlah besar jarigan mati (eskar) yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan dialami oleh
bakteri patogen; mengalami eksudasi dengan perembesan sejumlah air, protein serta
elektrolit; dan sering kali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh yang
untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen. (Muttaqin & Sari, 2011, p. 199)
Luka bakar adalah cedera yang terjadi akibat pajanan terhadap panas, bahan kimia,
radiasi, atau aliran listrik. Pemindahan energi dari sumber panas ke tubuh manusia
menyebabkan urutan kejadian fisiologi sehingga pada kasus yang paling berat
menyebabkan destruksi jaringan irevesibel. Reantang keparahan luka bakar mulai dari
kehilangan minor segmen kecil lapisan terluar kulit sampai cedera kompleks yang
melibatkan semua sistem tubuh. (LeMone, M. Burke, & Bauldoff, 2012, p. 558)

2. Etiologi
Menurut penyebabnya, luka bakar dapat dibagi didalam beberapa jenis, meliputi hal-
hal berikut ini.
1) Panas basah (luka bakar) yang disebabkan oleh air panas (misalnya: teko atau
minuman)
2) Luka bakar dari lemak panas akibat memasak lemak
3) Luka bakar akibat api unggun, alat pemanggang, dan api yang disebabkan oleh
merokok di tempat tidur.
4) Benda panas (misalnya radiator)
5) Radiasi (misalnya terbakar sinar matahari)
6) Luka bakar listrik akibat buruknya pemeliharaan peralatan
listrik.
7) Luka bakar akibat zat kimia
8) Cedera inhalasi terjadi akibat pajanan gas panas, ledakan, dan
luka bakar pada kepala dan leher, atau tertahan di ruangan yang
dipenuhi asap. (Muttaqin & Sari, 2011)

3. Manifestasi Klinis
1) Berdasarkan kedalaman luka
a. Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Kulit kering, hipertermi berupa eritema
- Tidak dijumpai bulae
- Nyeri karena unjung-ujung saraf sensorif teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebgian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi.
- Dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi
- Dasar luka bewarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi dari kulit
normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2, yaitu;
Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi lebih dari satu bulan.
Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
- Kerusakan melputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
- Tidak dijumpai bulae.
- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya
lebih rendah dibanding kulit sekitar.
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eskar.
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian.
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari
dasar luka.
2) Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori:
a. Luka bakar mayor
- luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari
20% pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
- Terdapatluka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat
dan luasnya luka.
- Terdapat luka bakar ;istrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
- Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-
anak.
- Luka bakar fullthickness kurang dari 10%
- Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan Trofino (1991) dan Girglak
(1992) adalah:
- Luka bakar dengan kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari
10% pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
- Tidak terdapat luka bakar didaerah wajah, tangan, dan kaki.
- Luka tidak sirkumfer.
- Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur. (Nurarif & Kusuma, 2016,
p. 85)

4. Patofisiologi
Kulit adalah organ terbesar dari tubuh. Meskipun tidak aktif secara metabolic, tetapi
kulit melayani beberapa beberapa fungsi penting bagi kelangsungan hidup dimana
dapat terganggu akibat suatu cedera luka bakar. Suatu cedera luka bakar akan
menggangu fungsi kulit, seperti berikut ini.
1) Gangguan proteksi terhadap invasi kuman
2) Gangguan sensasi yang memberikan informasi tentang kondisi lingkungan
3) Gangguan sebagai fungsi termoregulasi dan keseimbangan air.
Jenis umum sebagian besar luka bakar adalah luka bakar akibat panas. Jaringan lunak
akan mengalami cedera bila terkena suhu diatas 115 derajat F (46 derajat celcius).
Luasnya kerusakan bergantung pada suhu permukaan dan lama kontak. Sebagai
contoh, pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak selama 1
detik dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,9 derajat celcius dapat
menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis dan dermis sehingga terjadi cedera
derajat –tiga (full-thickness injury). Sebagai manifestasi dari cedera luka bakar panas,
kulit akan melakukan pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan pembentukan
oksigen reaktif yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini
menyebabkan kehilangan cairan serta viskositas plasma meningkat dengan
menghasilkan suatu formasi mikrotrombus. (Muttaqin & Sari, 2011, p. 84)
5. Pathway

Bahan kimia Termis Radiasi Listrik Petir

Luka Bakar

biologis Psikologis Gangguan citra tubuh

Defesiensi pengetahuan
Pada wajah Di Ruang Tertutup Kerusakan Kulit
Anxietas

Kerusakan mukosa
Keracunan gas Penguapan Masalah Keperawatan:

Resiko Infeksi
Oedema Laring CO mengikat HB Peningkatan
pembuluh darah Gangguan rasa nyaman

Obstruksi jalan HB tidak mampu Kerusakan integritas


nafas mengikat O2 kulit
Ekstravasasi cairan
(H2O2, Eleketrolit
Gagal nafas
Hipoxia Otak
Tekanan onotik
Ketidakefektifan pola menurun
nafas

Masalah keperawatan: Cairan Intravascular Hipovolemia &


menurun hemokonsentrasi
Kekurangan volume
cairan

Resiko ketidakefektifan Gangguan sirkulasi makro


perfusi jaringan otak

Gamgguan perfusi Gangguan srikulasi


organ penting
Gagal fungsi hepar Daya tahan tubuh Imun Gangguan Perfusi

Pelepasan
Hipoxia Hepatik Hepar Laju metabolisme
katekolamin
meningkat

Hambatan Pertumbuhan G3 Neurologi Neurologi


Glukosogenolisis

Penurunan curah Kebocoran Kapiler Kardiovaskuler


Ketidakseimbangan
jantung
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Gagal Jantung

Sel otak mati Hipoxia Otak

Resiko ketidakefektifan
jaringan otak

Fungsi ginjal Hipoxia sel ginjal Ginjal

Resiko ketidakefektifan Dilatasi Lambung GI fraktur


Perfusi ginjal

(Nurarif & Kusuma, 2016, p. 95)


6. Klasifikasi
Respons luka bakar terhadap tubuh bergantung pada kondisi kedalaman dan luas
cedera luka bakar. Semakin dalam dan semakin luas cedera akan dapat mempengaruhi
respons sistemik baik sistem kardiovaskular, pernapasan, kondisi cairan-elektrolit,
urinarius, dan gastrointestinal.
1) Kedalaman Luka Bakar
Derajat kedalaman luka bakar dapat digolongkan sebagai (1) serajat pertama yaitu
luka superfisial; (2) derajat kedua yaitu luka bakar partial-thickness; (3) derajat
tiga yaitu full-thickness dalam, dan (4) derajat empat yaitu luka bakar yang
merusak tulang, otot, dan jaringan dalam, serta luka bakar akibat sengatan arus
listrik yang menyebabkan robeknya jaringan.
2) Luas Luka Bakar
Penilaian luas luka bakar dilakukan dengan persentase total luas permukaan tubuh
(TBSA) yang disebabkan oleh cedera. Penilaian estimasi yang akurat dari TBSA
sangat penting intervensi selanjutnya. Penilaian luas luka bakar dapat
mengunakan (1) metode Lund dan Browder, metode yang lebih tepat untuk
memperkirakan luas permukaan tubuh yang terbakar adalahmetode Lund and
Browder yang mengakui bahwa persentase lua luka bakar pada berbagai bagian
anatomik, khususnya kepala dan tungkai akan berubah menurut pertumbuhan (2)
metode Rumus sembilan (Rule of nines) estimasi luas permukaan tubuh tubuh
yang terbakar disederhanakan dengan menggunakan Rumus Sembilan. Rumus
sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar
atau (3) Metode telapak tangan. Pada banyak pasien dengan luka yang menyebar,
metode yang dipakai untuk memperkirakan pesentase luka bakar adalah metode
telapak tangan (palm method). Lebar telapak tangan pasien kurang lebih sebesar
1% luas permukaan tubuhnya. (Muttaqin & Sari, 2011)
3) Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh yang Terbakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
Rule of Nine
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%

Total : 100%

7. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium: Hb, Ht, Leucosit, Thrombosit, Gula darah,
Eleketrolit, Kreatinin, Ureum, Protein, Almbumin, Hapusan luka,
Urine lengkap, AGD (bila diperlukan), dll.
2) Rontgen: Foto Thorax, dan lain-lain.
3) EKG
4) CVP: untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada
luka bakar lebih dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak.
(Nurarif & Kusuma, 2016)
8. Penatalaksanaan
1) Tujuan / prinsip perawatan luka bakar di rumah sakit
 Mengurangi nyeri
 Mencegah infeksi
 Mencegah komplikasi
 Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat
 Mencegah sepsis dan mencegah / mengurangi kecacatan
 Meningkatkan kemandirian klien
Penatalkasanaan luka bakar dibagi menjadi 3 fase :
a. Fase resustasi (48 jam I)
a) Memerlukan penanganan yang cepat dan tepat sesuai kondisi
b) Pemberian terapi cairan yang sesuai dengan kebutuhan dan
pemantauan ketat penatalkasanaan fase resusitatif.
b. Fase akut (> 48 jam II)
1. Mulai ada diuresis
2. Terjadinya perpindahan cairan dari intestisial dan diteruskan
melalui daerah luka bakar
3. Biasanya dilakukan skin graft untuk yang luas dan dalam
c. Fase rehabilitasi (Luka sembuh – pengembalian fungsi tubuh).
Pada fase ini peranan fisioterapist sangat besar
2) Perawatan Luka Bakar
Penatalaksanaan penyembuhan luka bakar memerlukan:
a) Hidroterapi setiap hari dan teknik dengan debridemen
b) Mempertahankan nutrisi yang adekuat
c) Mencegah hipotermia
d) Mengendalikan nyeri
e) Mempertahankan mobilitas mobilitas sendi
f) Patuh terhadap prosedur-prosedur pengendalian infeksi
g) Pengkajian terhadap prosedur prosedur pengendalian infeksi
3) Resusitasi cairan
Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias menggunakan rumus
yang di rekomendasikan, yaitu:

Luas luka dalam persen x BB(kg) = mL NaCl /24 jam


Luas luka dalam persen x BB (kg) = mL Plasma/24 jam
2000 cc gluksosa 5%/24 jam
Dewasa :
Baxter. ( RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. )
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal ( RL : Dextran = 17 : 3 )
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
.4) Obat – obatan:
a.Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)
d. Antasida : kalau perlu

9. Komplikasi
1) Curling Ulcer/dekubitus
2) Sepsis
3) Pneumonia
4) Gagal ginjal akut
5) Deformitas
6) Kontraktur dan hipertrofi jaringan parut
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas `
Resiko luka bakar setiap umur berbeda : anak dibawah 2 tahun dan diatas 60
tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun lebih rentan
terkena infeksi. (Wijaya & Putri, 2013)
b. Riwayat penyakit sekarang
1) Riwayat kecelakaan
2) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya
3) Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi
4) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan
5) Keadaan fisik disekitar luka bakar
6) Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk ke rumah sakit
7) Beberapa keadaan lain yang memperbart luka bakar. (Wijaya & Putri, 2013)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang merubah
kemampuan untuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan
terhadap infeksi, seperti: DM, gagal jantung, sirosis hepatis, gngguan
pernafasan. (Wijaya & Putri, 2013)
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit
dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka
bakar mencapai derajat cukup berat. (Wijaya & Putri, 2013)
b) Tanda-tanda vital
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama. (Wijaya & Putri, 2013)
2) Body System
a) Sistem pernafasan
Inspeksi : biasanya bentuk dada normal chest
Palpasi : vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru
Auskultasi : suara ucapan egoponi, terdapat suara tambahan ronchi
b) Sistem kardiovaskuler
Efek luka bakar mayor ditandai pada semua komponen sistem vaskular,
dan mencakup syok hipovolemik, disritmia jantung, henti jantung, dan
gangguan vaskular.

c) Sistem persyarafan
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranila yaitu:

Saraf 1 : biasanya pada pasien luka bakar tidak ada kelainan penciuman.

Saraf II : biasaya pada pasien luka bakar tidak ada gangguan sensoro
primer diantara mata dan korteks visual.

Saraf III, IV, dan VI : tidak ada masalah pada saraf III,IV,VI.

Saraf V : tidak ada penurunan kemampuan koordinasi gerakan


mengunyah.

Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat

Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsif

Saraf IX dan X : tidak terjadi penuruan kemampuan menelan

Saraf XI : tidak ada atrofi otot

Saraf XII : lidah simetris, terdapar deviasi pada satu sisi dan fasikulasi
serta indra pengecapan normal

d) Sistem perkemihan

Inspeksi : Pada pasien luka bakar terjadi haluaran urine menurun, kreatinin
serum dan nitrogen urea darah meningkat

e) Sistem pencernaan

Inspeksi : kaji adanya hematemesis pada pasien


Auskultasi : Pada pasien luka bakar dengan >20% TBSA mengalami
penurunan peristaltis
Palpasi : biasaya tidak terdpat nyeri tekan
Perkusi : biasaya terdapat suara hipertympani/ tympani
f) Sistem integument

Inspeksi : terdapat luka bakar, penampilan permukaan kulit yang memiliki


mata lembu, dengan luka bakar yang paling parah terletak ditengah dan luka
bakar yang tidak begitu parah terletak disepanjang tepu luka perifer
Palpasi : terdapat nyeri tekan
g) Sistem muskuloskletal
Kekuatan otot menurun karena nyeri
h) Sistem endokrin
Tidak ada permasalahan pada sistem endokrin
i) Sistem reproduksi
Inspeksi : kaji kebersihan genetalia, biasanya pada pasien luka bakar dengan
dehidrasi berat perlu di lakukan pemasanagan kateter untuk memantau
pengeluaran urin.(LeMone, M. Burke, & Bauldoff, 2012)

e. Pemeriksaan penunjang
a) Laboratorium: Hb, Ht, Leucosit, Thrombosit, Gula darah,
Eleketrolit, Kreatinin, Ureum, Protein, Almbumin,
Hapusan luka, Urine lengkap, AGD (bila diperlukan), dll.
b) Rontgen: Foto Thorax, dan lain-lain.
c) EKG
d) CVP: untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar
lebih dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak. (Nurarif & Kusuma,
2016)
f. Penatalaksanaan
1) Tujuan / prinsip perawatan luka bakar di rumah sakit
a. Mengurangi nyeri
b. Mencegah infeksi
c. Mencegah komplikasi
d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat
e. Mencegah sepsis dan mencegah / mengurangi
kecacatan
f. Meningkatkan kemandirian klien
Penatalkasanaan luka bakar dibagi menjadi 3 fase :
a. Fase resustasi (48 jam I)
a) Memerlukan penanganan yang cepat dan tepat sesuai kondisi
b) Pemberian terapi cairan yang sesuai dengan kebutuhan dan pemantauan
ketat penatalkasanaan fase resusitatif.
b. Fase akut (> 48 jam II)
a) Mulai ada diuresis
b) Terjadinya perpindahan cairan dari intestisial dan diteruskan melalui
daerah luka bakar
c) Biasanya dilakukan skin graft untuk yang luas dan dalam
c. Fase rehabilitasi (Luka sembuh – pengembalian fungsi tubuh). Pada fase ini
peranan fisioterapist sangat besar
2) Perawatan Luka Bakar
Penatalaksanaan penyembuhan luka bakar memerlukan:
a. Hidroterapi setiap hari dan teknik dengan debridemen
b. Mempertahankan nutrisi yang adekuat
c.Mencegah hipotermia
d. Mengendalikan nyeri
e. Mempertahankan mobilitas mobilitas sendi
f. Patuh terhadap prosedur-prosedur pengendalian infeksi
g. Pengkajian terhadap prosedur prosedur pengendalian infeksi
(Wijaya & Putri, 2013)

4) Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2017)


1) Hipovolemi
Definisi: beresiko mengalami penurunan volume cairan intravaskular,
interstisial.
Penyebab:
a.Kehilangan cairan secara aktif
b. Kegagalan mekanisme regulasi
c.Peningkatan permeabilitas kapiler
d. Kekurangan intake cairan
e.Evaporasi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif: tidak ada
Objektif:
a.Frekuensi nadi meningkat
b. Nadi teraba lemah
c.Tekanan darah menurun
d. Tekanan nadi menyempit
e.Turgor kulit menurun
f. Membran mukosa kering
g. Volume urine menurun
h. Hematrokit meningkat
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
a.Merasa lemah
b. Mengeluh haus
Objektif
a.Pengisian vena menurun
b. Status mental berubah
c.Suhu tubuh meningkat
d. Kosentrasi urin meningkat
e.Berat badan turun tiba-tiba
Kondisi Klinis Terkait
a.Penyakit Addison
b. Trauma/perdarahan
c.Luka bakar
d. AIDS
e.Penyakit Cronh
f. Muntah
g. Diare
h. Kolitis ulseratif
i. Hipoalbuminemia

2) Nyeri akut
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
Penyebab:
a.Agen pencedera fisiologis
b. Agen pencedera kimiawi
c.Agen pencedera fisik
Gejala dan tanda mayor
Subjektif: Mengeluh nyeri akut
Objektif:
a.Tampak meringis
b. Bersikap protektif
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e.Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
Subjektif: tidak ada
Objektif
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola nafas berubah
c. Nafsu makan berubah
d. Proses berfikir terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaphoresis
Kondisi klinis terkait
a. Kondisi pembedahan
b. Cidera traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut
e. Glaukoma

3) Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan


Definisi: beresiko mengalam i kerusakan kulit (dermis/epidermis) atau
jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi atau ligamen).
Faktor Risiko:
a. Perubahan sirkulasi
b. Perubahan status nutrisi (kelebihan/kekerungan)
c. Kekurangan/kelebihan volume cairan
d. Penurunan mobilitas
e. Bahan kimia iritatif
f. Suhu lingkungan yang ekstrem
g. Faktor mekanis (mis penekanan, gesekan) atau gesekan faktor elektris
(elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
h. Terapi radiasi
i. Kelembaban
j. Proses penuaan
k. Neuropati perifer
l. Perubahan pigmentasi
m.Perubahan hormonal
n. Penekanan pada tonjolan tulang
o. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan
Kondisi Klinis Terkait
a. Imobilitas
b. Gagal jantung
c. Gagal ginjal
d. Diabetes melitus
e. Imunodefesiensi (mis. AIDS)
f. Katerisasi jantung

4) Resiko infeksi
Defenisi: berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Faktor Risiko:
a. Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)
b. Efek prosedur invasif
c. Malnutrisi
d. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
e. Ketiakadekuatan pertahan tubuh primer:
a) Gangguan peristaltik
b) Kerusakan integritas kulit
c) Perubahan sekresi pH
d) Penurunan kerja siliaris
e) Ketuban pecah lama
f)Merokok
g) Statis cairan tubuh
f. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
a) Penurunan hemoglobin
b) Imununosupresi
c) Leukopenia
d) Supresi respon inflamasi
e) Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi Klinis Terkait
a) AIDS
b) Luka bakar
c) Penyakit paru obstruktif kronis
d) Diabetes melitus
e) Tindakan invasif
f)Kondisi penggunaan terapi steroid
g) Penyalahgunaan obat
h) Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
i) Kanker
j) Gagal ginjal
k) Imunosupresi
l) Lymphedema
m)Leukositepenia
n) Gangguan fungsi hati
5) Risiko Perfusi Renal Tidak Efektif
Definisi: Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke ginjal
Faktor Resiko:
a.Kekurangan volume cairan
b. Embolisme vaskuler
c.Vaskulitis
d. Disfungsi ginjal
e.Hiperglikemia
f. Keganasan
g. Pembedahan jantung
h. Bypass kardiopulmonal
i. Hipoksemia
j. Hipoksia
k. Asidosis metabolik
l. Trauma
m.Sindrom respon inflamasi sistemik
n. Lanjut usia
o. Merokok
p. Penyalahgunaan zat
Kondisi Klinis Terkait
a.Diabetes melitus
b. Hipertensi
c.Aterosklerosis
d. Syok
e.Keganasan
f. Luka bakar
g. Pembedahan
h. Penyakit ginjal (mis. Ginjal polikistik, stenosis artesi ginjal, gagal
ginjal, glumerulonefritis, nefritis intersisial, kerosis kortikal bilateral,
polinefritis)
i. Trauma

5) Intervensi
a. Hipovolemi
1) Tujuan: kekerurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan oleh
keseimbangan cairan, hidrasi yang adekuat. Keseimbangan cairan akan
dicapai, dibuktikan oleh indikator gangguan berikut (sebutkan 1-5: gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan): tekanan darah,
denyut nadi radial, nadi perifer, elektrolit serum, berat badan stabil
2) Kriteria hasil: memeliki konsentrasi urine yang normal, memeiliki
hemoglobin dan hematrokrit dalam batas normal, memiliki tekanan vena
sentral dan pulmonal dalam rentang yang diharapkan, menampilkan hidrasi
yang baik.
3) Intervensi (NIC):
Aktivitas keperawatan
Fokus aktivitas keperawatan untuk diagnosis keperawatan ini adalah
mengembalikan volume cairan
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bla haus.
Aktivitas lain
Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam, hitung asupan, yang
diinginkan sepanjang sif siang, sore, malam
b. Nyeri akut
1) Tujuan: memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering
atau selalu)
2) Kriteria hasil: tingkat kenyamanan; tingkat presepsi positif terhadap
perubahan fisik dan psikologis, pengendalian nyeri; tindakan individu untuk
mengenali nyeri, tingkat nyeri; keparahan nyeri yang dapat diamati atau
dilaporkan
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
b) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyaman pada skala 1-10
(0= tidak ada nyeri atau ketidaknyaman, 10= nyeri hebat)
c) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaran nyeri oleh
analgesic dan kemungkinan efek sampingnya
d) Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap
nyeri dan respon pasien
e) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan
tingkat perkembangan pasien
Penyuluhan untuk keluarga
a) Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi
obat tersebut
b) Intruksikan pasien untuk mengonfirmasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai
c) Perbaiki kesalahan presepsi tentang analgesik narkotik atau opioid
Manajemen nyeri (NIC)
a) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri
b) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka
yang tidak mampu berkomunikasi efektif
Aktivitas kolaboratif
a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal
(misalnya; setiap 4jam selama 36jam) atau PCA
b) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat,
laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil
Aktivitas lain
a) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri dan
efek samping
b) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang efektif
dimasalalu
c) Hadir didekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan
aktivitas lain untuk membantu relaksasi
c.Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
1) Tujuan : menunjukkan Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa,
yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5: gamgguan
ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan suhu, elastisitas,
hidrasi, sensasi, perfusi jaringan.
2) Kriteria hasil: pasien dan keluarga menunjukkan rutinitas perawatan
kulit atau perawatan luka yang optimal, drainase purulen (atau lainnya)
atau bau luka minimal tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit, nekrosis,
selumur, lubang, perluasan luka ke jaringan dibawah kulit, atau
pembentukan saluran sinus berkurang atau tidak ada, eritema kulit dan
eritema diseitar luka minimal
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
a. Kaji fungsi alat-alat, seperti alat penurunan tekanan, meliputi kasur
udara statis, terapi low-air loss, terapi udara yang dicairkan, dan kasur
air.
b. Perawatan Area Insisi: inspeksi adanya kemerahan, pembengkakan,
atau tanda-tanda dehisensi atau eviserasi pada area insisi.
c.Perawatan Luka: inspeksi luka pada setiap mengganti balutan, kaji
karakteristik luka, meliputi drainase, warna, ukuran, dan bau, kaji
luka terhadap karakteristik berikut: lokasi, luas, dan kedalaman.
Aktivitas kolaboratif
a) Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein,
mineral, kalori, dan vitamin
b) Konsultasikan pada dokter tentang implementasi pemberian
makanan dan nutrisi enteral atau parenteral untuk meningkatkan
potensi penyembuhan luka
c) Ruju ke perawat terapi enterostoma untuk mendapatkan bantuan
dalam pengkajian, penentuan derajat luka dan dokumentasi
perawatan luka atau kerusakan kulit
d) Perawatan luka: gunakan unit TENS (transcutanous electrical nerve
stimulation) umtuk peningkatan proses penyembuhan luka, jika perlu
Aktivitas lain
a) Evaluasi tindakan pengobatan atau pembalutan topikal yang dapat
meliputi balutan hidrokoloid, balutan hidrofik, balutan absorben, dan
sebagainya
b) Lakukan perawatan luka atau perawatan kulit secara rutin yang dapat
meliputi tindakan berikut: ubah dan taur posisi pasien secara sering,
pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembapan
yang berlebihan, lindungi pasien dari kontaminasi feses atau urine,
lindungi pasien dari sekresi luka lain dan eksresi slang darin pada
luka
c) Bersihkan dan balut area insisi pembedahan menggunakan prinsip
steril atau tindakan asepsis.
d. Resiko infeksi
1) Tujuan :
2) Kriteria hasil: Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi,
mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya, menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam
batas normal, menunjukkan perilaku hidup sehat
3) Intervensi: Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain,
pertahankan teknik isolasi, batasi pengunjung bila perlu, Instruksikan
pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
e. Risiko Perfusi Renal Tidak Efektif
1) Tujuan: menunjukkan status srikulasi yang dibuktikan oleh indikator
2) Kriteria hasil: menunjukkan fungsi otonom yang utuh, melaporkan
kecukupan energi, berjalan enam menit tidak merasakan nyeri pada
eksremitas bawah
3) Intervensi
Aktivitas keperawatan: kaji ulkus, perawtan sirkulasi, menejemen
senasai perifer, pantau nilai elektrolit
Aktivitas Kolaboratif: berikan medikasi berdasarkan instruksi atau
protokol, beritahu dokter jika nyeri mereda
Aktivitas lain: distribusikan asupan cairan yang diprogramkan secara
tepat selama 24 jam, pertahankan pembatasan cairan dan diet
DAFTAR PUSTAKA

Bibliography
LeMone, P., M. Burke, K., & Bauldoff, G. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Integumen. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin, a., & Sari, K. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba
Medika.

Nurarif, A., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: dewan pengurus pusat ppni.

Wijaya, S. A., & Putri, Y. M. (2013). keperawatan medikal bedah . Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai