Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS LUKA BAKAR (BURN)

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis


Dosen Pengampu oleh Ibu Nurul Hidayah, S,Kep., Ns., M.Kep

Oleh:
Eni Sundari (P17212205010)
Moh. Hadi Kusumowanto (P17212205032)
Andhika Perdanna Nur Widianto (P17212205037)
Kushudi Aswoko (P17212205040)
Viva Nurjanah (P17212205050)
Aliqul Safik (P17212205051)
Vela Latifah (P17212205052)
Herliza Tamara Pratiwi (P17212205078)
Nia Agustina (P17212205079)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
Agustus, 2020
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar merupakan trauma yang berdampak paling berat terhadap


fisik maupun psikologis, dan mengakibatkan penderitaan sepanjang hidup
seseorang, dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Kegawatan
psikologis tersebut dapat memicu suatu keadaan stress pasca trauma atau post
traumatic stress disorder (PTSD) (Purwaningsih, 2015).
WHO memperkirakan terjadi 195.000 kematian pertahun disebabkan
karena luka bakar.Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika
Serikat setiap tahun. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan
penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar
12.000 orang meninggal setiap tahun akibat luka bakar dan cedera inhalasi yang
berhubungan dengan luka bakar. Martina dan Wardhana (2013) menunjukkan
data dari Burn Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terdapat 275 pasien
selama periode Januari 2011-Desember 2012. Jumlah kematian pada pasien
dewasa yaitu 93 pasien (33.8%). Diantara pasien yang meninggal, 78%
disebabkan oleh api, luka bakar listrik (14%), air panas (4%), kimia (3%),metal
(1%) dan menunjukkan penyebab kematian luka bakar yaitu sepsis (42.1%),
kegagalan organ multipel (31.6%), systemic inflammatory response syndrome
(17.6%), dan acute respiratory distress syndrome (87.6%). Dari data tersebut
infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak pada luka bakar (Wibowo,
2017).
Luka bakar merupakan salah satu masalah kesehatan dunia yang
menyebabkan sekitar 180.000 kematian setiap tahunnya. Sebagian besar kasus
luka bakar terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dan
hampir dua pertiganya terjadi di negara-negara Afrika dan Asia Tenggara. Hal
tersebut berhubungan dengan kurang pengawasan, kewaspadaan, maupun
pendidikan tentang keselamatan dasar pencegahan risiko cedera luka bakar di
wilayah tersebut. Luka bakar dapat mengakibatkan moribiditas ataupun
mortalitas yang tinggi, gangguan psikologis, dan gangguan kualitas hidup yang
dialami penderita. Luka bakar sering membutuhkan perawatan jangka panjang
dan beberapa prosedur bedah rekonstruktif di rumah sakit. Seiring peningkatan
perkembangan sosial ekonomi dunia, banyak penelitian dilakukan untuk
mengurangi tingkat morbiditas maupun mortalitas akibat luka bakar. Sebuah

2
studi serupa tentang perkembangan manajemen luka bakar telah dilakukan
tetapi hanya mengevaluasi pupulasi Eropa (Yudhanarko dkk, 2019).
Dalam proses penyembuhan luka bakar, perlambatan penyembuhan luka
(delayed healing) dapat terjadi bila sel inflamasi dan sel imunitas yang diperlukan
pada fase inflamasi, proliferasi dan maturasi tidak dapat bekerja secara optimal.
Respon inflamasi dan imun tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya stres psikologis (Purwaningsih, 2015).
Manajemen nyeri untuk luka bakar merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari manajemen luka bakar yang berhubungan dengan proses
penyembuhan luka bakar itu sendiri. Nyeri pada luka bakar merupakan nyeri
akut. Nyeri akut yang tidak teratasi dapat menyebabkan beberapa akibat, yaitu
respons nyeri yang tidak hilang atau berkurang, meningkatkan risiko nyeri kronik,
mampu meningkatkan respons inflamasi tambahan, mengganggu proses
penyembuhan luka, meningkatkan waktu perawatan di rumah sakit yang akan
berakibat lanjut peningkatan risiko infeksi nasokomial, bahkan dapat
meningkatkan kejadian mortalitas (Yudhanarko dkk, 2019).
Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan juga emosional
yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensial. Nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, budaya, usia
dan jenis kelamin sehingga respons nyeri sangat bervariasi antarindividu. Luka
bakar adalah luka yang ditimbulkan akibat paparan air panas, api, cairan kimia
pada tubuh sehingga menyebabkan kerusakan pada kulit maupun jaringan di
bawahnya. Selain itu, luka bakar pun dapat terjadi akibat dari trauma listrik
dengan efek yang dapat bersifat akut ataupun kronik dengan morbiditas yang
lebih tinggi (Yudhanarko dkk, 2019).
Pengkajian nyeri merupakan bagian penting dalam manajemen nyeri
yang menentukan pemberian terapi yang sesuai sehingga pasien terbebas dari
rasa nyeri. Manajemen nyeri yang baik menghasilkan pemulihan luka bakar yang
lebih baik pula. Dalam penanganan nyeri pada luka bakar, tindak lanjut hasil
pengkajian tersebut dan evaluasi ulang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan penanganan nyeri (Yudhanarko dkk, 2019).

3
BAB 2
KONSEP TEORI

A. Pengertian
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas,
arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan
jaringan yang lebih dalam. [ CITATION Har191 \l 1057 ].
Luka bakar merupakan kerusakan yang terjadi pada kulit atau
jaringan tubuh lainnya yang disebabkan oleh panas atau radiasi,
radioaktivitas, arus listrik, gesekan, atau kontak dengan senyawa kimia.
[ CITATION Wij19 \l 1057 ]
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat
kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal),
listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau radiasi (radiation)
(Rahayuningsih, 2012).

B. Klasifikasi
Klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman luka
No Derajat Keterangan
1. Derajat pertama Kerusakan terbakar terbatas di epidermis,
misalnya terbakar matahari. Luka bakar ini
menyebabkan cedera setempat atau
destruksi setempat pada kulit. Luka bakar
pada derajat ini disertai eritema dan nyeri,
tetapi tidak timbul lepuh. Penyembuhan
terjadi secara spontan dalam 3-4 hari. Luka
bakar ini tidak menimbulkan jaringan parut.
2. Derajat kedua Kerusakan meluas ke lapisan epidermis dna
superfisial dermis. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh. Dasar luka berwarna merah atau
pucat, sering terletak lebih tinggi di atas kulit
normal. Penyembuhan terjadi secara
spontan dalam waktu 10-14 hari.
3. Derajat kedua Luka bakar ini meliputi destrukksi epidermis
dalam dan dermis yang menimbulkan lepuh dan
edema yang ringan hingga sedang serta rasa
nyeri. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
sebagai besar masih utuh. Penyembuhan
terjadi lebih lama, tergantung epitel yang
tersisa, biasanya satu bulan, bila perlu
dengan operasi penambalan kulit.

4
4. Derajat ketiga Kerusakan meluas ke epidermis, dermis dari
jaringan subkutis. Pembuluh kapiler dan
vena mungkin hangus dan aliran darah ke
daerah tersebut berkurang serta saraf rusak.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan. Kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan pucat, letaknya lebih
rendah dibanding kulit sekitar. Penyembuhan
terjadi lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan dari dasar luka
5. Derajat keempat Kerusakan meluas melalui jaringan subkutan
hingga mengenai otot dan tulang.

Klasifikasi luka bakar berdasarkan derajat dan luasnya kulit yang terkena
No. klasifikasi Keterangan
1. Luka bakar ringan Luka bakar derajat I sebessar <15% atau
derajat II sebesar <2%.
2. Luka bakar Luka bakar derajat I sebsar 10-15% atau
sedang derajat II sebesar 5-10%.
3. Luka bakar berat Luka bakar derajat II sebesar >20% atau
derajat III sebesar >10% atau mengenai
wajah, tangan-kaki, alat kelamin, persendian,
sekitar ketiak atau akibat listrik tegangan
tinggi (>1000V) atau dengan kompilasi patah
tulang maupun kerusakan jaringan
lunak/gangguan jalan napas.

5
Penilaian luka bakar berdasarkan rule of nine

C. Etiologi
Penyebab terjadinya luka bakar menurut Haryono & Utami, (2019) :
1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) : gas, cairan, dan bahan padat
(solid)
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)

6
D. Fase Luka Bakar
Luka bakar terbagi dalam 3 fase, yaitu fase akut, subakut, dan
fase lanjut. pembagian ketiga fase ini tidaklah tegas, namun pembagian
ini akan membantu dalam Penanganan Luka Bakar Yang Lebih
Terintegrasi.
a. Fase Akut/syok/awal
Fase ini dimulai saat kejadian hingga penderita mendapatkan perawatan
di IRD/ Unit luka bakar. Seperti penderita trauma lainnya, penderita luka
bakar mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing
(mekanisme bernafas), dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan
airway dapat terjadi segera atau beberapa saat seteah trauma, namun
obstruksi jalan nafas akibat juga dapat terjadi dalam 48-72 jam paska
trauma. Cedera inhalasi pada luka bakar adalah penyebab kematian
utama di fase akut. Ganguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit
akibat cedera termal berdampak sitemik hingga syok hipovolemik yang
berlanjut hingga keadaan hiperdinamik akibat instabilisasi sirkulasi
b. Fase Subakut/Hipermetabolik
Fase ini berlangsung setelah syok teratasi. Permasalahan pada fase ini
adalah proses inflamasi atau infeksi pada luka bakar, problem penutupan
lukan, dan keadaan hipermetabolisme
c. Fase Lanjut
Pada fase ini penderita dinyatakan sembuh, namun memerlukan kontrol
rawat jalan. Permasalahan pada fase ini adalah timbulnya penyulit seperti
jaringan parut yang hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas,
dan adanya kontraktur (Anggowarsito, 2014).

E. Patofisiologi
Patofisiologi luka bakar ditandai dengan reaksi inflamasi yang
mengarah ke permukaan edema cepat, karena permeabilitas
mikrovaskuler meningkat, vasodilatasi, dan peningkatan ekstravaskuler.
Reaksi-reaksi ini disebabkan oleh efek panas langsung pada
mikrovaskuler dan mediator kkimia peradangan. Tahap vasodilatasi
paling awal dan peningkatan permeabilitas vana umumnya disebabkan
oleh pelepasan histamin.

7
Kerusakan selapot sel yang sebagai disebabkan oleh radikal
bebas oksigen dilepaskan dari leukosit polimorfonuklear akan
mengaktifkan enzim yang mengatalis hidrolisis prekursor prostglandin
yang cepat sebagai hasilnya. Prostaglandin menghambat pelepasan
norepinefrin dan engan demikian menjadi peting dalam memodulasi
sistem saraf adregenik yang diaktifkan sebagai respons terhdapat cedera
termal. Interprestasi morfolofi dari perubahan ultrastruktur fungsional
getah bening setelah cedera termal menimbulkan peningkatan vakuola
dan banyak intraseluler endotelium terbuka.
Selanjutnya, perubahan jaringan interstisial setelah trauma luka
bakar harus diperhatikan. Kehilangan cairan terus menerus dari sirkulasi
darah pada jaringan yang rusak secara termal menyebabkan peningkatan
kadar hematokrit dan penurunan cepat volume plasma, dengan
penurunan curah jantung dan hipoperfusi pada tingkat sel. Jika cairan
tidak pulih secara memadai, syok akibat luka bakar akan meluas.
Selain itu, luka bakar yang menyebabkan cedera akan
menimbulkan denaturasi sel protein. Sebagain sel mati karena mengalami
nekrosis traumatis atau iskemik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi
bersama proses denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotik dan
hidrostatik yang abnormal dan menyebabkan perpindahan cairan
intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Cedera sel memicu pelepasan
mediator inflamasi yang turut menimbulkan peningkatan permeabilitas
kapiler secara sistemik.[ CITATION Har191 \l 1057 ]

8
Pathway

9
F.

Manifestasi kinis
1. Luka bakar derajat I ditandai oleh kemerahan dan nyeri. Dapat timbul
lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit mungkin terkelupas.

10
2. Luka bakar derajat II superfisial ditandai dengan adanya lepuh dan
nyeri hebat. Terbentuk lepuhan yang terjadi beberapa menit setelah
cederan. Ketika lepuhan yang terjadi beberapa menit setelah cedera.
Ketika lepuh pecah, ujung-ujung saeaf terekpos langsung dengan
udara. Karena respons nyeri dan taktil masil utuh, penangan luka
bakar ini menimbulkan rasa nyeri yang sangat nyeri.
3. Luka bakar derajat II dalam ditandai dengan adanya lepuh dan rasa
nyeri. Apabila dibandingkan dengan luka derajat II superfisial, pada
luka bakar ini tidak begitu nyeri karena neuron sensoris sudah
mengalami destruksi yang luas.
4. Luka bakar derajat III tampak datar, tipis, dan kering. Dapat ditemukan
koagulasi pembuluh-pembuluh darah. Mungkin kulit tampak putih atau
hitam dengan tekstur kasar.
5. Luka derajat IV menimbulkan edema atau bula. Dalam beberapa jam,
cairan dan protein berpindah dari kapiler ke ruang iterstisial sehingga
terjadi bula. Pada keadaan ini timbul respons imunologi berupa
peningktana laju metabolisme yang berdampak terhadap peningkatan
kebutuhan kalori. [ CITATION Har191 \l 1057 ]

G. Komplikasi
Dibandingkan dengan luka bakar tingkat pertama dan kedua, luka
bakar tingkat tiga membawa risiko paling besar terjadi kompilasi, seperti
infeksi, kehilangan darah, dan syok yang seringkali dapat menyebabkan
kematian. Meskipun begitu, pada dasarnya semua luka bakar membawa
risiko infeksi karena bakteri dpat masuk ke kulit yang rusak.
Tetanus adalah kompilasi lain yang mungkin terjadi pada luka
bakar di semua tinngkatan. Seperti sepsi, tetanus adalah infeksi bakteri
hal ini memengaruhi sistem saraf, yang akhirnya menyebabkan masalah
dengan kontraksi otot.
Luka bakar yang parah juga membawa risiko hipotermia dan
hipovolemia. Suhu tubuh yang sangat rendah menandakan hipoterma.
Kondisi ini didorong kehilangan panas tubuh yang berlebihan akibat
cedera. Hipovolemia terjadi ketika tubuh kehilangan terlalu banyak darah
akibat luka bakar. [ CITATION Har191 \l 1057 ]

11
H. Pemeriksaan penunjang
Pemerikasaan penunjang dilakukan terutama untuk luka bakar yang
parah. Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan,
antara lain:
1. Pemeriksaan darah, meliputi perhitungan jenis kimia darah, analisa
gas darah dengan carboxyhemoglobin, analisis urine, creatinin
phosphokinase dan myoglobin urine (luka bakar akibat listrik), serta
pemeriksaan faktor pemberian darah.
2. Pemeriksaan radiologi, meliputi foto toraks (untuk mengetahui apakah
ada kerusakn akibat luka bakar atau adanya trauma dan indikasi
pemasangan intubasi) serta CT Scan untuk mengetahui adanya
trauma.
3. Tes lain, misalnya pemeriksaan dengan fiberoptic brochoscopy untuk
pasien dengan luka bakar inhalasi. [ CITATION Har191 \l 1057 ]

I. Penatalaksanaan
Penanganan pertama sebelum ke rumah sakit dengan menyingkirkan
sumber luka bakar tanpa membahayakan penolong, kemudian
penatalaksanaan mengikuti prinsip dasar resusitasi trauma:
- Lakukan survei primer singkat dan segera atasi permasalahan yang
ditemukan
- Singkirkan pakaian dan perhiasan yang melekat
- Jika pernafasan dan sirkulasi telah teratasi, lakukan survei sekunder
1. Airway dan Breathing
Managemen airway pada luka bakar penting dilakukan karena jika
tidak dilakukan dengan baik akan mengakibatkan komplikasi serius.
Kondisi serius yang perlu dicermati adalah adanya cedera inhalasi,
terutama jika luka bakar terjadi pada ruang tertutup. Cedera inhalasi
lebih jarang terjadi pada ruang terbuka atau pada ruang dengan
ventilasi baik. Hilangnya rambut-rambut wajah dan sputum hitam
memberikan tanda adanya cedera inhalasi.
Pemberian oksigen dengan saturasi yang diharapkan setinggi >90%
harus segera diberikan. Pasien dengan luka bakar luas sering
membutuhkan intubasi. Stidor dapat dijumpai dalam beberapa jam
pada pasien dengan airway stabil seiring dengan terjadinya edema

12
pada saluran nafas. Hati- hati dalam penggunaan obat-obat
penenang, karena dapat menekan fungsi pernafasan.
2. Circulation
Akses intravena dan pemberian resusitasi cairan sangat penting untuk
segera dilakukan. Lokasi ideal akses pemberian cairan pada kulit
yang tidak mengalami luka bakar, namun jika tidak memungkinkan
maka dapat dilakukan pada luka bakar. Akses intravena sebaiknya
dilakukan sebelum terjadi edema jaringan yang akan menyulitkan
pemasangan infus. Pemasangan infus di vena sentral perlu
dipertimbangkan jika tidak ada akses pada vena perifer. Cairan
Ringer laktat dan NaCl 0,9% tanpa glukosa dapat diberikan pada 1-2
akses intravena. Kateter Foley digunakan untuk memonitor produksi
urin dan keseimbangan cairan.
Penatalaksanaan luka bakar dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode bedah dan metode nonbedah. Prosedur bedah dilakukan untuk
luka bakar parah, prosedur yang digunakaan antara lain eskratomi dan
cangkok kulit (skin grafting). Sementara itu, untuk luks bakar ringan dapat
diberikan prosedur non bedah berupa manajemen infeksi dan manajemen
lain berdasarkan kedalaman luka bakar. Selain itu, ada berbagai obat dan
perawatan yang dapat digunakan untuk mendorong penyembuhan luka,
antara lain :
1. Perawatan berbasis air. Terapi uap ultrasound dapat digunakan untuk
membersihkan dan menstimulasi jaringan luka.
2. Cairan untuk mencegah dehidrasi. Cairan intravena dapat diberikan
kepada klien untuk mencegah dehidrasi dan kegagalan organ.
3. Manajemen cairan dan kecemasan. Pengobatan luka bakar dengan
tingkat keparahan tertentu dapat menimbulkan nyeri yang tidak
tertahankan. Oleh karenanya, klien bisa membutuhkan obat anti nyeri
dan antikecemasan.
4. Krim dan salep. Kedua produk pengobatan tersebut dapat membantu
menjaga luka lembab, mengurangi rasa sakit, mencegah infeksi dan
mempercepat penyembuhan. Selain itu, perban khusus juga bisa
direkomendasikan untuk perawatan luka bakar, agar area luka tetap
lembap sehingga bisa terbebas dari infeksi dan membantu
menyembuhkan luka.

13
5. Antibiotik. Apabila luka bakar menimbulkan infeksi, klien sebaiknya
diberikan antibiotik. Selain itu, klien juga bisa disarankan mendapatkan
suntikan tetanus.
Sementara itu, prosedur bedah yang paling sering digunakan dalam
penanganan luka bakar adalah eskaratomi. Ini adalah prosedur untuk
mengobati luka bakar derajat ketiga. Pada luka bakar jenis ini, karingan
epidermis dan dermis rusak bersama dengan saraf sensorik di dermin.
Eskaratomi dapat dilakukan sebagai tindakan profilaksis serta untuk
melepaskan tekanan memfasilitasi sirkulasi, dan melawan sindrom
kompartemen luka bakar. Prosedur ini dilakukan dengan membuat
membuang jaringan yang mati dengan teknik eksis tangensial berupa
eksisi lapis demi lapis jaringan nekrotik sampai didapatkan permukaan
yang berdarah.
Luka bakar derajat kedua dalam dan luka bakar derajat ketiga
memerllukan tindakan pembersihan luka secara bedah dan skin graft.
Jika dimungkinkan, kulit diambil dari baian kulit klien yag tidak terbakar.
Luka bakar yang luasyang memerlukan pemberian cairan intravena yang
cepat untuk mengatasi hilangnya cairan akibat kebocoran kapiler. Untuk
mempertahankan tekanan darah dan mencegah syok, infus pada orang
dewasa dapat mencapai 30 liter dalam 24 jam. Tingginya pemberian
cairan ini juga mencegah penurunan perfusi ginjal dan mengurangi risiko
gagal ginjal. [ CITATION Har191 \l 1057 ]

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

14
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Pasien Luka bakar
1. Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
suku bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor registrasi
dan adekuat.
2) Identitas penanggung jawab.
Meliputi nama, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan dengan klien
dan alamat.

b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya pasien dengan luka bakar mengeluh adanya nyeri,
tergantung dari derajat luka bakar dan luasnya luka bakar juga
menentukan beratnya nyeri. Misalnya daerah wajah akan lebih
mengalami nyeri yang lebih berat bila dibandingkan dengan daerah
ekstrimitas. Selain itu luka bisa disertai dengan tanda-tanda syok
seperti penurunan kesadaran, tanda-tanda vital yang tidak stabil.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dikaji pasien mengeluh Nyeri pada daerah yang terkena luka
bakar, napas sesak, sering merasa haus dan tidak napsu makan
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah pernah mengalami luka bakar sebelumnya,
riwayat pengobatan luka bakar terdahulu.Kaji riwayat penyakit
jantung, ginjal, paru-paru dan DM.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adakah riwayat penyakit yang sama pada keluarga klien seperti
yang dialaminya sekarang. Apakah dalam keluarga klien ada yang
punya penyakit keturunan seperti asma, jantung dan DM.
5) Struktur keluarga
Menggambarkan kedudukan klien dalam keluarga.
c. Data Biologis
Untuk mengetahui aktivitas antara di rumah dan di rumah sakit meliputi
pola makan, tidur, kebersihan dan eliminasi.

15
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Biasanya tanda-tanda syok seperti penurunan kesadaran dapat
dialami oleh pasien dan tanda-tanda vital tidak stabil.
2) Sistem pernafasan
Bila terjadi luka bakar didaerah wajah, leher, dan dapat
memungkinkan terjadinya obstruksi jalan napas yang menyebabkan
gangguan pertukaran gas, selain itu jaringan nekrosis dari luka
bakar dapat mengelurkan burn toksin ke dalam sirkulasi sistemik
yang menyebabkan disfungsi paru-paru sehingga terjadi ARDS.
3) Sistem kardiovaskular
Terjadinya penurunan curah jantung akibat kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskular.Terjadinya penurunan tekanan
darah yang merupakan awitan shock luka bakar.
4) Sistem pencernaan
Respon umum yang terjadi pada pasien luka bakar lebih dari 20 %
adalah penurunan aktivitas gastrointestinal hal ini disebabkan oleh
kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon
endokrin terhadap adanya luas luka bakar.
5) Sistem urinaria
Riwayat adanya haluaran urine dapat tidak memadai sebagai akibat
dari kehilangan cairan yang merupakan permulaan terjadinya gagal
ginjal akut.
6) Sistem persyarafan
Biasanya ditemukan nyeri yang hebat dan perubahan status mental
yang merupakan gejala awal terjadinya syok hipovolemik.
7) Sistem muskuloskeletal
Jarang ditemukan kelainan atau perubahan tetapi dapat juga terjadi
kontraktur akibat otot yang tidak digerakan.

8) Sistem integumen

16
Kerusakan system integumen yang terjadi akibat luka bakar
digambarkan dengan adanya bulae, bahkan dapat terjadi
kehilangan lapisan kulit akibat luka bakar yang dalam.
a. Data psikologi
Klien dengan luka bakar sering mengalami gangguan psikologi
berupa kecemasan yang meningkat akibat nyeri yang tidak bisa
ditanggulangi.Dan terdapatnya perubahan struktur tubuh akibat
kerusakan integritas kulit.
b. Data Sosial
Data yang diambil dari klien mengenai hubungan sosialnya
dengan keluarga dan gaya hidup klien. Klien dengan luka bakar
menjadi tidak percaya diri dalam bergaul karena takut dia tidak di
terima didalam masyarakat akibat struktur tubuhnya yang
berubah.
c. Data spiritual
Kemungkinan terjadi perubahan dalam aktifitas spiritual yang
disebabkan karena kondisi luka bakar.
e. Data Penunjang
1. Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sampai
dengan perpindahan atau kehilangan cairan.
2. Elektrolit
Kalium dapat meningkat pada awal sampai dengan cedera
jaringan atau kerusakan sel darah merah dan penurunan fungsi
ginjal.
3. Rontgen dada
Dapat tampak normal pada paska luka bakar dini meskipun
dengan cedera inhalasi, namun cedera inhalasi sesungguhnya
akan tampak saat foto torax, kerusakan bagian-bagian paru.
4. EKG
Tanda ischemia, disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.

2. Analisa Data

17
Data yang sudah ada dikumpulkan kemudian dikelompokkan berdasarkan
masalahnya kemudian dianalisa sehingga menghasilkan masalah
keperawatan yang nantinya akan terjadi diagnosa keperawatan.

3. Diagnosa Keperawatan yang muncul


a. D.00336 Resiko ketidak seimbangan cairan berhubungan dengan luka
bakar.
b. D.1042 Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer (kerusakan integritas kulit) pertahanan
c. D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan agen pecendera fisik.
d. D. 0129 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis.

4. Perencanaan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
1. Resiko ketidak Tujuan setelah dialakukan 1.03098Manajemen Cairan
seimbangan cairan tindakan keperawatan 1x24 jam 1. Observasi
berhubungan dengan resiko ketidak seimbangan - Monitor status hidrasi
luka bakar ditandai meningkat. - Monitor berat badan
dengan peningkatan Kriteria hasil:. harian
kebutuhan: status Indikator Awal Targ - Monitor berat badan
hipermetabolik, ketidak et sebelum dan sesudah di
cukupan pemasukan, analisis
kehilangan perdarahan. Tanda –tanda 3 5 - Monitor hasil
vital membaik pemeriksaan
laboratorium
Asupan cairan 3 5 2. Terapeutik
- Catat intake-output dan
Dehidrasi 3 5
hitung balance cairan
- Berikan cairan intravena
3. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
deuretik
1.02047Manajemen spesimen
darah
1. Observasi
- Indentifikasipemeriksaan
specimen
2. Terapeutik
- Ambil sampel darah
- Sediakan wadah
specimen darah yang
diperlukan
- Gunakan alat untuk
mengambil specimen
darah
- Simpan specimen yang

18
sesuai waktu dan
protocol
- Tutup wadah semua
specimen untuk
mencegah kebocoran
atau kontaminasi.
- Labeli specimen dengan
data-data yang
diperlukan
- Lengkapi formulir
permintaan pemeriks
aan laboratorium
- Kirim specimen ke
laboratorium.

2. Resiko infeksi Tujuan setelah dialakukan 1.14539Pencegahan infeksi


berhubungan dengan tindakan keperawatan 1x24 jam 1. Observasi
ketidakadekuatan resiko infeksi menurun. - Monitor tanda dan gejala
pertahanan tubuh Kriteria hasil:. infeksi local dan sitemik.
primer (kerusakan Indikator Awal Targ 2. Terapiutik
integritas kulit) et - Batasi jumlah
pertahanan di tandai pengunjung
dengan kerusakan Kemerahan 3 5 - Berikan perawatan kulit
perlindungan kulit, pada edema
jaringan traumatik, Cairan berbau 3 5 - Cucitangan sebe;um dan
pertahanan sekunder busuk sesudah kontak dengan
tidak adekuat, pasien dan lingkungan
Kultur area luka 3 5
penurunan Hb, pasien.
penekanan proses - Pertahankan teknik
inflamasi. aseptic pada pasien
beresiki tinggi.
3. Edukasi
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cuci tangan
dengan benar
- Ajarkan cara memeriksa
luka
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
imunisasi

3. Nyeri akut Tujuan setelah dialakukan 1.08238 Manjemen Nyeri


berhubungan dengan tindakan keperawatan 1x24 jam 1. Observasi
agen pecendera fisik Nyeri akut menurun. - Identifikasi lokasi,
ditandai dengan Kriteria hasil:. karakteristik, durasi,
kerusakan kulit atau Indikator Awal Targ frekuensi, kualitas,
jaringan, pembentukan et intensitas nyeri.
edema, manipulasi - Identifikasi skala nyeri.
jaringan kerja Nyeri terkontrol 3 5 - Identifikasi skala nyeri
contohnya debridement non verbal
. Kemampuan 3 5 - Identifikasi faktor yang
mengenai

19
penyebab nyeri memperberat dan
memperingan nyeri
Kultur area luka 3 5 - Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
2. Terapiutik
- Berikn terapi non
farmakologis untuk
mengurangi ras nyeri
(mis. Terapi musik,
terapi pijat, aromaterapi,
kom[pres hangat/dingin).
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
- Fasilitasi istirahat tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
3. Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredajkan nyeri
- Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
- Anjurklan menggunakan
analgetik secara tepat
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik
1.01007Latihan Pernapasan
1. Obserasi
- identifikasi indikasi
dilaukan pernapasan
- monitor frekuensi, irama
dan kedalaman napas
sebelum dan sesudah
latihan
2. Terapeutik
- Sediakan tempat yang
tenang
- Posisikan pasien
nyaman dan rilleks
- Tempat satu tangan di
dada dan satu tangan
diperut
- Pastikan tangan di dada
mundur kebelakang dan
telapak tangan di perut
maju ke depan saat
menarik napas

20
-Ambil napas dalam
secara perlahan melalui
hidung dan tahan
selama tujuh hitungan
- Hitungan ke delapan
hrmbuskan napas
melalui mulut dengan
perlahan
3. Edukasi
- Jelaskan prosedur dan
latihan pernapasan
- Anjurkan mengulangi
latihan 4-5 kali
4. Gangguan integritas Tujuan setelah dialakukan 1.14565Perawatan Luka Bakar
kulit berhubungan tindakan keperawatan 1x24 jam 1. Obserasi
dengan faktor mekanis Integritas kulit meningkat. - Identifikasi penyebab
ditandai dengan Kriteria hasil:. luka bakar
kerusakan kulit atau Indikator Awal Targ - Identifikasi durasi
jaringan, pembentukan et terkena luka bakar dan
edema, manipulasi riwayat penangan luka
jaringan kerja. Edema 3 5 sebelumnya
- Monitor kondisi luka
Peradangan 3 5 2. Terapeutik
luka - Gunakan prinsip aseptik
selama merawat luka
Jaringan 3 5
- Lepas balutan lama
granulasi
dengan menghindari
nyeri dan peradarahan
- Rendanm dengan air
steril jiak balutan lengket
pada luka
- Bersihkan luka dengan
caitran steril
- Lakukan terapi relaksasi
untuk mengurangi nyeri
- Jadwalkan frekuensi
perawatan luka
- Guankan metode
dressing
3. Edukasi
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi protein
dan kalori
4. Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur
debridement
- Kolaborasi pemberian
antibiotic
BAB 4
PENUTUPAN

21
A. Kesimpulan
Luka bakar merupakan kerusakan yang terjadi pada kulit atau
jaringan tubuh lainnya yang disebabkan oleh panas atau radiasi,
radioaktivitas, arus listrik, gesekan, atau kontak dengan senyawa kimia.
Luka bakar sering membutuhkan perawatan jangka panjang dan
beberapa prosedur bedah rekonstruktif di rumah sakit. Dampak luka
bakar yang dialami penderita dapat menimbulkan berbagai masalah fisik,
psikis dan sosial bagi pasien dan juga keluarga. Dengan makin
berkembnagnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka makin
berkembang pula teknik cara penanganan luka bakar sehingga makin
meningkatkan kemsempatan untuk sembuh bagi penderita luka bakar.

B. Saran
Pasien luka bakar memerlukan tindakan yang cepat dan tepat sehingga para
perawat perlu memahami konsep dasar penyakit luka bakar agar dapat
menangani pasien dengan tepatsehingga meminimalkan dampak yang bahaya
bagi tubuh dan terhindar dari kecacatan fisik.

Daftar Pustaka

Anggowarsito, J. L. (2014) “Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi,” Jurnal

22
Widya Medika, 2(2). Tersedia pada: http://jurnal.wima.ac.id/.
Haryono, R., & Utami, M. P. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Purwaningsih L A dan Rosa E M. 2015. Respon Adaptasi Fisiologis dan
Psikologis Pasien Luka Bakar yang Diberikan Kombinasi Alternatif Moisture
Balance Dressing dan Seft Terapi di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal
MJN Vol. 2 No. 2. Hal. 41-49
Rahayuningsih, T. (2012) “Penatalakasanaan Luka Bakar (Combustio),” Onliline
Jurnal Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta, 8. Tersedia pada:
https://ejournal.stikespku.ac.id.
Wibowo A N. 2017. Pengaruh Getah Tunas Pisang (Musa paradisiaca var.
Sapientum) terhadap Perkembangan Koloni Luka Bakar Grade II pada
Mencit (mus musculus) Strain Ba1b/c. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah
2 (2). Hal. 166-171
Wijaya, G. A., Adnyana, I. M., & Subawa, I. W. (2019). Gambaran Tingkat
Pengetahuan Pedagang Gorengan Tentang Pencegahan Dan
Penanganan Pertama Luka Bakar. Sinta , 8 (9).
Yudhanarko, dkk. 2019. Evaluasi kepatuhan Pelaksaan Standar Prosedur
Operasional Menajemen Nyeri pada Pasien Luka Bakar di RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung.Jurnal Anestesi Perioperatif vol. 7 no. 2. Hal. 92-
99

23

Anda mungkin juga menyukai