Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN TN.H DENGAN COMBUSTIO


DI RUANGAN BEDAH
RSUD ENGKU HAJI DAUD

Disusun Oleh:
INNES WAHYUNI
NIM : 09202014008

Dosen Pembimbing:
LINDA WIDIASTUTI, S.Kep, Ns,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR MEDIK

1. DEFINISI
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di
tubuh (flame), jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas (scald),
tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik,
akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn)
(Moenajat, 2001).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas,
arus listrik bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan
jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api,
matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas.
Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati
sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif (Precise, 2011).

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Kulit merupakan barier protektif yang memiliki fungsi vital
seperti perlindungan terhadap kondisi luar lingkungan baik dari
pengaruh fisik maupun pengaruh kimia, serta mencegah kelebihan
kehilangan air dari tubuh dan berperan sebagai termoregulasi.
Kulit bersifat lentur dan elastis yang menutupi seluruh
permukaan tubuh dan merupakan 15% dari total berat badan orang
dewasa (Paul et al., 2011).
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi tubuh dari
kehilangan cairan elektrolit, trauma mekanik dan radiasi
ultraviolet, sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen,
merespon rangsangan sentuhan, rasa sakit dan panas karena
terdapat banyak ujung saraf, tempat penyimpanan nutrisi dan air
yang dapat digunakan apabila terjadi penurunan volume darah dan
tempat terjadinya metabolisme vitamin D
(Richardson, 2003; Perdanakusuma, 2007).
Kulit terdiri dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel dan lapisan dalam yaitu
dermis yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
 Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri dari
epitel berlapis bertanduk, mengandung sel malonosit, Langerhans
dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh,
paling tebal terdapat pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling
atas sampai yang terdalam) yaitu stratum korneum, stratum
lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale
(stratum Germinatum) (Perdanakusuma, 2007).
 Dermis
Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan
keadaan, dermis terutama terdiri dari serabut kolagen dan elastin.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen akan
berkurang seiring dengan bertambahnya usia.
Sedangkan serabut elastin terus meningkat dan menebal,
kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari
fetus sampai dewasa.
Pada usia lanjut kolagen akan saling bersilang dalam jumlah yang
besar dan serabut elastin akan berkurang mengakibatkan kulit
terjadi kehilangan kelenturanannya dan tampak berkeriput
(Perdanakusuma, 2007).
Di dalam dermis terdapat folikel rambut, papilla rambut, kelenjar
keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak rambut,
ujung pembuluh darah dan ujung saraf dan sebagian serabut lemak
yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Tranggono dan
Latifah, 2007).
 Lapisan Subkutan
Lapisan subkutan merupakan lapisan dibawah dermis yang terdiri
dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah tubuh dan
keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke
dermis untuk regenerasi (Perdanakusuma, 2007)
3. KLASIFIKASI

Klasifikasi Luka Bakar Menurut kedalaman ;


a. Luka Bakar Derajat 1
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit
kering hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena
ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi
secara spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005).
b. Luka Bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai
lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
Dijumpai pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung
syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat.
Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001).
1) Derajat II Dangkal
 Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
 Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera,
dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar
derajat I mungkin terdiagnosa sebagai derajat II
superficial setelah 12-24 jam Ketika bula dihilangkan, luka
tampak berwarna merah muda dan basah.
 Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
 Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi
secara spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al.,
2005).
2) Derajat II Dalam
 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
 Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut,
kelenjar keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih
utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang
tersisa.
 Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya
tanpak berwarna merah muda dan putih segera setelah
terjadi cedera karena variasi suplay darah dermis (daerah
yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang
sedikit atau tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna
merah muda mengindikasikan masih ada beberapa aliran
darah ) (Moenadjat, 2001)
 Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9
minggu.
c. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan
lapisan lebih dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak,
kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak
nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi
protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai
rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung –ujung syaraf
sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhanterjadi
lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka
(Moenadjat, 2001).
d. Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan ltulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan
meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak
dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat,
terletak lebih rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi
protein pada epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak dijumpai
rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik
mengalami kerusakan dan kematian. penyembuhannya terjadi lebih
lama karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka
(Moenadjat, 2001).

4. ETIOLOGI
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya
adalah :
a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan
padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas
(scald)
,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat
terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam
panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah
tangga (Moenadjat,2005)
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh
yang memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada
pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh
dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun
grown (Moenadjat,2001)
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan
radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran
dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Wong dan Whaley’s 2003, tanda dan gejala pada luka
bakar adalah :
1. Grade I
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering
kemerahan, nyeri sekali, sembuh dalam 3-7 hari dan tidak ada
jaringan parut.
2. Grade II
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis
(kulit bagian dalam), terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau
nanah) dan oedem sub kutan (adanya penimbunan dibawah kulit),
luka merah dan basah mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 21-
28 hari tergantung komplikasi infeksi.
3. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka
merah keputih-putihan seperti merah yang terdapat serat putih dan
merupakan jaringan mati) atau hitam keabu-abuan (seperti luka
yang kering dan gosong juga termasuk jaringan mati), tampak
kering lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri (perlu skin graf).

6. PATHOFISIOLOGI DAN PATHWAYS


Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan
temperatur sampai 44 ° tanpa kerusakan bermakna kecepatan
kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap
derajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah
merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi
panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan
intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini
bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada
luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir
menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial
menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler
mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan
proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok
(Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang
disebabkan oleh kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi
kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang
mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan
ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga
mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler
menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat
mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang
mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila
sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan
mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai
sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler,
hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat
mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.
7. KOMPLIKASI
 Curting Ulcer / Dekubitus
 . Sepsis
 Pneumonia
 Gagal Ginjal Akut
 Deformitas
 Kontraktur dan Hipertrofi Jaringan parut
Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah edema paru
akibat sindrom gawat panas akut (ARDS, acute respiratory disters
syndrome) yang menyerang sepsis gram negatif. Sindrom ini
diakibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan kebocoran cairan
kedalam ruang interstisial paru.
Kehilangan kemampuan mengembang dan gangguan oksigen
merupakan akibat dari insufisiensi paru dalam hubungannya
dengan siepsis sistemik
(wong, 2008).

8. PENATALAKSANAAN MEDIK DAN KEPERAWATAN


Pertolongan pertama pada pasien dengan luka bakar :
a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh,
misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang
terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api
yang menyala
b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang
membuat efek Tornike karena jaringan yang terkena
luka bakar akan segera menjadi oedem.
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka
bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir
selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Proses
koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi.
berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga
destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan
dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan
mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama
sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar
yang lebih luas karena bahaya terjadinya hipotermi. Es
tidak seharusnya diberikan langsung pada luka bakar
apapun.
e. Evaluasi awal
f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti
penanganan pada luka akibat trauma yang lain, yaitu
dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti
dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka
bakar pada survey sekunder.
Saat menilai ‘airway” perhatikan apakah terdapat luka
bakar inhalasi. Biasanya ditemukan sputum karbonat, rambut atau
bulu hidung yang gosong. Luka bakar pada wajah, oedem
oropharyngeal, perubahan suara, perubahan status mental. Bila
benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi endotracheal,
kemudian beri Oksigen melalui mask face atau endotracheal
tube.Luka bakar biasanya berhubungan dengan luka lain, biasanya
dari luka tumpul akibat kecelakaan sepeda motor. Evaluasi pada
luka bakar harus dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang
lain. Meskipun perdarahan dan trauma intrakavitas merupakan
prioritas. utama dibandingkan luka bakar, perlu dipikirkan untuk
meningkatkan jumlah cairan pengganti..
Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama
kali untuk menentukan mekanisme dan waktu terjadinya
trauma. Untuk membantu mengevaluasi derajat luka bakar
karena trauma akibat air mendidih biasanya hanya mengenai
sebagian lapisan kulit (partial thickness), sementara luka bakar
karena api biasa mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness)
RESUSITASI CAIRAN
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka
bakar, Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan,
akses intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian
ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar
diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema
tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh.
Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah
karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang
menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler.
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga
dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema.
Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya
luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama
setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali
adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada
jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling
popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena
luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai
1.5mL/kgBB/jam.
Rule Of Nine
Rule of nine dalam mengukur tingkat keparahan luka bakar
merupakan cara yang baik dan cepat. Pada orang dewasa digunakan
‘rule of nine’, yakni luas kepala & leher, dada, punggung, pinggang
serta bokong, ekstremitas atas kiri, ekstremitas atas kanan, paha
kanan, paha kiri, tungkai & kaki kanan, serta tungkai & kaki kiri
masing-masing nilainya 9%. Sisanya 1% ialah pada daerah
genitalia. Rumus ini dapat membantu menaksir luasnya permukaan
tubuh yg mengalami luka bakar pada orang dewasa.

Rule of nine biasanya juga disebut sebagai rule of wallace


yaitu :
 Kepala & leher dihitung : 9%
 Lengan masing-masing dihitung 9% : 18%
 Badan depan 18%, badan belakang dihitung 18% : 36%
 Tungkai maisng-masing dihitung 18% : 36%
 Genetalia/perineum dihitung : 1%

Pada anak & bayi digunakan rumus lain karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar serta luas relatif
permukaan kaki lebih kecil. lantaran perbandingan luas permukaan
bagian tubuh anak lebih kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk
seorang bayi, & rumus 10-15-20 untuk seorang anak.
Rule of nines membagi tubuh manusia dewasa dalam beberapa bagian
dan setiap bagian dihitung 9%.
Misalnya, jika luka bakar mengenai kedua lengan, depan dan belakang
(9% x 2 = 18%), sebagian dada (kira-kira 12%), maka total luasnya
luka bakar adalah 30%.
Hanya luka bakar derajat dua dan tigalah yang
dihitung menggunakan rule of nine, sementara luka bakar derajat satu
tidak dimasukan sebab permukaan kulit relatif bagus sehingga fungsi
kulit sebagai regulasi cairan dan suhu masih baik.
Jika luas luka bakar lebih dari 15 – 20% maka tubuh telah mengalami
kehilangan cairan yang cukup signifikan. Jika cairan yang hilang tidak
segera diganti maka pasien dapat jatuh ke kondisi syok atau renjatan.
Semakin luas atau besar prosentase luka bakar maka resiko kematian
juga semakin besar. Pasien dengan luka bakar dibawah 20% biasanya
akan sembuh dengan baik, sebaliknya mereka yang mengalami luka
bakar lebih dari 50% akan menghadapi resiko kematian yang tinggi.

Memperkirakan ukuran luka bakar pada bayi dan anak-anak

 Bagian depan dan belakang kepala dan leher setara dengan


21% dari luas permukaan tubuh.
 Bagian depan dan belakang masing-masing lengan dan tangan
setara dengan 10% dari luas permukaan tubuh.
 Dada dan perut setara dengan 13% dari luas permukaan tubuh.
 Punggung adalah setara dengan 13% dari luas permukaan
tubuh.
 Pantat setara dengan 5% dari luas permukaan tubuh.
 Bagian depan dan belakang masing-masing tungkai kaki dan
kaki setara dengan 13,5% dari luas permukaan tubuh.
 Daerah selangkangan adalah 1% dari luas permukaan tubuh.
Untuk memperkirakan luas luka bakar di tubuh bisa juga
menggunakan aturan palm. “Aturan palm” adalah cara lain untuk
memperkirakan ukuran luka bakar. Telapak orang yang dibakar (tidak
termasuk jari atau daerah pergelangan tangan) adalah sekitar 1% dari
tubuh. Gunakan telapak tangan seseorang untuk mengukur luas
permukaan tubuh yang terbakar.

9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 LED: mengkaji hemokonsentrasi.
 Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan
biokimia. Ini terutama penting untuk memeriksa kalium
terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena
peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
 Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi
pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
 BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
 Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen
menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh
luas.
 Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
 Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat
menurun pada luka bakar masif.
 Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera
inhalasi asap.
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada
area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;
vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
c. Integritas ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
d. Eliminasi
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan dan cairan
Tanda odem jaringan umum, anoreksia mual atau muntah
f. Neurosensori
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon
dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik);
laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
g. Nyeri atau kenyamanan
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan
suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri;
smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung
pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h. Pernafasan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema
paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i. Keamanan
Tanda:
Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama
3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada
beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung
sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak
halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara
mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan
jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan
pakaian terbakar.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencederaan kimiawi
 Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasive

N Diagnosa intervensi Implementasi


O
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan •Identifikasi lokasi
agen pencedraan kimiawi. tindakan 4 x 24 jam nyeri, karakteristik,
diharapkan nyeri durasi kualitas
Ditandai dengan :
berkurang intensitas nyeri
DS : Kriteria Hasil : •Identifikasi skala
 Pasien mengeluhkan  Melaporkan nyeri nyeri
terkontrol •Berikan teknik
nyeri pada area luka
 Kemampuan nonfarmakologis
bakar skala 6 menggunakan untuk mengurangi
 Pasien mengeluhakan teknik nyeri
nonfarmakologi •Anjurkan
panas pada area luka
 Keberhasilan menggunakan
bakar penggunaan analgetik secara
DO : analgetik tepat
•Kolaborasi
 Pasien tampak meringis
pemberian analgetik
 TD 120/90 N 102 x/m jika perlu
2 Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan  Jelaskan tanda dan
dengan efek prosedur invasive tindakan 4 x 24 jam gejala infeksi local
dan sistemik
Ditandai dengan : diharapkan nyeri
 Anjurkan
DS : berkurang mengikuti
Kriteria Hasil : tindakan
pencegahan
 Pasien bebas
sesuai kondisi
dari tanda dan  Anjurkan cara
DO : gejala infeksi memeriksa
 Jumlah leukosit 7000 kondisi luka
 Anjurkan
 TD 120/90 N: 102 x/m kecukupan
T : 36,5 nutrisi, cairan dan
istirahat

3. RENCANA KEPERAWATAN DAN RASIONALISASI

Rencana keperawatan untuk diagnosa nyeri akut berhubungan


dengan agen pencederaan fisiologis yaitu :
 Identifikasi lokasi nyeri, karakteristik, durasi kualitas ,
intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
 Rasional dari rencana keperawatan nyeri akut berhubungan
dengan agen pencederaan fisiologis yaitu:
 Perubahan karakteristik nyeri dapat menunjukkan intervensi
selanjutnya
 Untuk mengetahui tingkatan nyeri yang dirasakan pasien
 Dapat meningkatkan suplai O2 membantu mengurangi nyeri
 Pemberian analgetik yang tepat dapat membantu proses
penyembuhan
 Untuk dapat mengetahui dosis yang tepat pemberian
analgetiknya.

Rencana keperawatan untuk diagnose Resiko infeksi


berhubungan dengan efek prosedur invasif
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
 Anjurkan mengikuti tindakan pencegahan sesuai kondisi
 Anjurkan cara memeriksa kondisi luka
 Anjurkan kecukupan nutrisi, cairan dan istirahat.
 Rasional dari rencana keperawatan Resiko infeksi berhubungan
dengan efek prosedur invasive yaitu :
 Agar pasien dapat mengetahui tanda- tanda dari infeksi
 Untuk dapat mencegah terjadinya infeksi pada pasien
 Agar pasien dapat melakukan tindakan mandiri
 Untuk membantu proses penyembuhan

4. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku
keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam Haryanto, 2007).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam
Potter & Perry, 2011).
Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan
aktivitas pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan
yang telah dilakukan (Nettina, 2002).
Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku
perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai
dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan
cara mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan.

5. EVALUASI
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran
dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari
setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan
mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. (Mubarak,
dkk., 2011)
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana: (Suprajitno
dalam Wardani, 2013)
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif
oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi,
menginterpretasi data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan
penemuan dari evaluasi untuk membuat keputusan dalam memberikan
asuhan keperawatan. (Nurhayati, 2011)

Anda mungkin juga menyukai