Anda di halaman 1dari 43

TUGAS KEPERAWATAN KMB II

SISTEM INTEGUMEN LUKA BAKAR


Dosen pengampu: Metrys Ndama, SST.M.Kes

DISUSUN OLEH :
PUSPITA SARI SIRAJUDDIN
NIM : PO7120118008

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

JURUSAN KEPERAWATAN PALU

D-III KEPERAWATAN PALU

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami haturkan kehadirat Allah  SWT.Tuhan Yang


Maha Esa yang telah memberikan karunia kepada kami,sehingga makalah ini
dapat  selesai tepat waktu.Pada kesempatan ini kami haturkan terima kasih kepada
Ibu / Bapak Dosen pembimbing sehingga makalah ini dapat tersususun. Tak lupa
pula kepada teman-teman yang terus  memberikan motivasi sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan hasil maksimal.Harapan kami, makalah  ini
dapat  bermanfaat  bagi  kita  semua.Saran dan kritik yang bersifat
membangun selalu kami harapkan,demi kesempurnaan dalam pembuatan makalah
selanjutnya.

Terima kasih
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada bagian luar yang
menutupi & melindungi permukaan tubuh (Depkes Ri, Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan, 2002).

Kulit merupakan organ tubuh yang paling luar yang membatasinya dengan
dunia luar. Organ yang sangat essensial, vital, serta cermin kesehatan dan
kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastic, dan sangat sensitive, bervariasi
pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh. Luas kulit kira-kira 1,5-2
m2, berat kulit kira-kira 4kg. pada orang dewasa 7% dari berat badan, tebal 1,5-4
mm, berbeda pada setiap bagian dari tubuh. Setiap 1 cm2 kulit mengandung 70
cm pembuluh darah, 55 cm saraf, 100 kelenjar keringat, 15 kelenjar, 230 reseptor
sensori, dan ½ juta sel mati dan sel baru.

Kulit mempunyai susunan serabut saraf yang teranyam secara halus &
berguna untuk merasakan sentuhan/sebagai alat peraba. Kulit merupakan organ
hidup yang mempunyai keadaan yang sangat bervariasi. Bagian kulit yang sangat
tipis terdapat disekitar mata & yang paling tebal terdapat ditelapak kaki & telapak
tangan. Masing-masing mempunyai cirri khas (dermatoglipic pattern) yang
berbeda-beda pada setiap orang yaitu berupa garis lengkung & berkelok-kelok.
Hal ini berguna untuk mengidentifikasi seseorang. Kulit dapat dibedakan menjadi
3 lapisan yaitu kulit ari (epidermis), kulit jangat (dermis=kutis), dan hipodermis
(sub kutis).

1.2 TUJUAN
1. TUJUAN UMUM :
Mengetahui dan mengenal tentang system integument pada manusia.
2. TUJUAN KHUSUS :
1. Mengerti tentang konsep dasar system integument
2. Dapat menyebutkan dan menjelaskan anatomi integument
3. Menjelaskan fisiologi integument
4. Menjelaskan mekanisme terjadinya nyeri
5. Dapat mengenal derajat luka bakar dan perhitungan cairan berdasarkan
derajatnya
8. Mengenal alat – alat keperawatan luka bersih dan kotor
9. Mengenal jenis – jenis balutan luka
10. Dapat mengerti dan mengetahui askep terkait kasus integument
11. Askep Luka Bakar

BAB II
TINJAUAN KASUS

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian Luka Bakar


Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat kulit terpajan ke suhu
tinggi, syok listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001).
Luka oleh karena kontak dengan agen bersuhu tinggi, seperti api, air
panas, listrik, bahan kimia radiasi, suhu sangat rendah ( Mansyoor, dkk,
2000).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi (Yefta Moenadjat, 2003).
Cedera kulit oleh karena perpindahan energi dari sumber panas ke kulit
(Effendi, 1999; Smeltzer & Bare, 2002).
2. Etiologi Luka Bakar
a.  Air panas
b.  Api
c.  Listrik, petir, radiasi
d.  Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)
e.  Ledakan kompor, udara panas
f.  Ledakan ban. Bom
g.  Sinar matahari
h.  Suhu yang sangat rendah (frost bite)
3. Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah sehingga air, natrium, klorida dan protein tubuh akan keluar dari
dalam sel dan menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada
keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Kehilangan cairan tubuh pada
klien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
peningkatan mineralokortikoid (retensi air, natrium, klorida, ekskresi
kalium), peningkatan permeabilitas pembuluh darah, perbedaan tekanan
osmotik intra dan ekstra sel.(Djuanda,A 2001).
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui
kebocoran kapiler yang mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein
plasma serta edema jaringan diikuti dengan; penurunan curah jantung,
hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor,
edema menyeluruh. ( Mansjoer, A.dkk. 2000).
Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke
ginjal dan GFR akan menurun yang mengakibatkan penurunan haluaran
urine.(Djuanda, A.2001).
Sepertiga dari klien-klien luka bakar akan mengalami masalah
pulmoner yang berhubungan dengan luka bakar. Meskipun tidak terjadi
cedera pulmoner, hipoksia (starvasi oksigen) dapat dijumpai. Pada luka
bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh klien akan
meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme
dan repon lokal.(Djuanda, A. 2001).
Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-
korban kebakaran. Karbonmonoksida mungkin merupakan gas yang
paling sering menyebabkan cedera inhalasi karena gas ini merupakan
produk sampingan pembakaran bahan-bahan organik. Efek
patofisiologiknya adalah hipoksia jaringan yang terjadi ketika
karbonmonoksida berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk
karboksihemoglobin.(Djuanda, A. 2001).
Respon umum yang biasa terjadi pada klien luka bakar >20%
adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh
kombinasi efek repson hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin
terhadap adanya perlukaan luas.(Djuanda, A. 2001).
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar.
Semua tingkat respon imun akan dipengaruhi nsecara merugikan.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan kadar imunoglobulin serta
komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, dan penurunan jumlah
limfosit (limfositopenia). Imunosupresi membuat klien luka bakar
berisiko tinggi untuk mengalami sepsis.(Djuanda, A. 2001).
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk
mengatur suhunya. Karena itu klien-klien luka bakar dapat
memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama
pasca luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme
menyetel kembali suhu inti tubuh, klien luka bakar akan mengalami
hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar kendati tidak
terdapat infeksi.
4. Klasifikasi Luka Bakar

a. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan


Gambar 1. Lapisan kulit normal dengan apendisesnya

Gambar 2. Kedalaman luka bakar

1) Luka bakar derajat I:


a)  Kerusakan terbakar pada lapisan epidermis (superficial).
b)  Kulit kering, hiperemik berupa eritema.
c)  Tidak dijumpai bulae.
d)  Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
e)   Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari.
f)   Contohnya adalah luka bakar akibat sengantan matahari.
Gambar 3. Luka bakar derajat I

2)  Luka bakar derajat II


a) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
b)  Dijumpai bullae.
c)  Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
d) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi
diatas kulit normal.
          Luka bakar derajat II dibedakan menjadi:
a) Derajat II dangkal (superficial).
1). Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
2). Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
3). Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari,
tanpa operasi penambalan kulit (skin graft).

Gambar 4. Luka bakar derajat Iisuperficial


b)      Derajat II dalam (deep).
 Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
 Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang
tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan. Bahkan perlu dengan operasi penambalan kulit (skin
graft).

Gambar 5. Luka bakar derajat IIdalam

3) Luka bakar derajat III


a)  Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih
dalam.
b)  Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea mengalami kerusakan.
c)   Tidak dijumpai bulae.
d)  Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.
e)  Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai eskar.
f)  Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-
ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
g)  Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi
spontan dari dasar luka.
Gambar 6. Luka bakar derajat III

b. Berdasarkan berat ringannya luka bakar


Berat ringannya luka bakar ditentukan berdasarkan luas permukaan
tubuh yang terkena (Total Body Surface Area atau TBSA) yang dihitung
berdasarkan persentase, misalnya dengan cara Rule of Nine dari Wallace
dan derajat kedalaman luka bakar. Disamping faktor tersebut ternyata
masih terdapat faktor-faktor lain yang berperan menentukan berat
ringannya luka bakar seperti usia, ada/tidaknya cedera inhalasi, dan
sebagainya.
Banyak cara menghitung luas luka bakar, tetapi yang banyak
dipakai adalah cara Rule of Nine dari Wallace, adalah sebagai berikut
(untuk dewasa):
TABEL 1
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN RULE OF NINE
NO AREA %
1 Head and neck 9
2 Anterior trunk 18
3 Posterior trunk 18
4 Genitalia 1
5 Right arm 9
6 Left arm 9
7 Right thigh 9
8 Left thigh 9
9 Right leg 9
10 Left leg 9
Total 100
Perhitungan luas luka bakar untuk anak ≤ 15 tahun ditetapkan berdasarkan
modifikasi dari Rule of Nine sebagai berikut:
Tabel 2.
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN RULE OF NINEUNTUK USIA ≤ 15
TAHUN
NO DAERAH PERMUKAAN TUBUH 0-1 TH 5 TH 15 TH
1 Kepala, muka dan leher 18 % 14 % 10 %
2 Badan sebelah depan 18 % 18 % 18 %
3 Badan sebelah belakang 18 % 18 % 18 %
4 Alat gerak atas kanan 9% 9% 9%
5 Alat gerak atas kiri 9% 9% 9%
6 Alat gerak bawah kanan 14 % 16 % 18 %
7 Alat gerak bawah kiri 14 % 16 % 18 %
Jumlah total 100 % 100 % 100 %
            Antaraumur 1-5 tahun, tiaptahuntiaptungkaibertambah 0,4 %
danantaraumru 5-15 tahun, tiaptahuntiaptungkaibertambah 0,2 %.
Satutelapaktanganpenderitamempunyailuas 1 % dariluastubuhnya.
            Disamping dengan cara Rule of Nine, ada cara yang kadang dipaka iuntuk
menghitung luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar sesuai dengan
golongan usia. Cara ini menggunakan Lund and Browder Chart.
TABEL 3
LUAS LUKA BAKAR BERDASARKAN LUND AND BROWDER CHART
AGE-YEARS
NO AREA
0-1 1-4 4-9 10-15 ADULT
1 Head 19 17 13 10 7
2 Neck 2 2 2 2 2
3 Anterior trunk 13 17 13 13 13
4 Posterior trunk 13 13 13 13 13
5 Right buttock 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
6 Left buttock 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
7 Genitalia 1 1 1 1 1
8 Right upper arm 4 4 4 4 4
9 Left upper urm 4 4 4 4 4
10 Right lower arm 3 3 3 3 3
11 Left lower arm 3 3 3 3 3
12 Right hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
13 Left hand 2½ 2½ 2½ 2½ 2½
14 Right thigh 5½ 6½ 8½ 8½ 9½
15 Left thigh 5½ 6½ 8½ 8½ 9½
16 Right leg 5 5 5½ 6 7
17 Left leg 5 5 5½ 6 7
18 Right foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½
AGE-YEARS
NO AREA
0-1 1-4 4-9 10-15 ADULT
19 Left foot 3½ 3½ 3½ 3½ 3½
Berdasarkan berat / ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori
penderita (Yefta Moenadjat, 2003):
1) Luka bakar berat / kritis (major burn)
a)  Derajat II-III > 20% pada klien berusia di bawah 10 tahun atau di
atas usia 50 tahun.
b)  Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada
butir pertama.
c)   Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum.
d)   Adanya trauma pada jalan napas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar.
e)   Luka bakar listrik tegangan tinggi.
f)   Disertai trauma lainnya (misal fraktur iga / lain-lain).
g)   Klien-klien dengan risiko tinggi.
2) Luka bakar sedang (moderate burn)
a)  Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar
derajat III < 10%.
b)  Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%.
c)  Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki dan perineum.
3) Luka bakar ringan (mild burn)
a)  Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa.
b)  Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut.
c)   Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia; tidak mengenai
muka, tangan, kaki dan perineum.
5.      Pembagian Zona Kerusakan Jaringan
a. Zona koagulasi
Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi
protein) akibat pengaruh panas.
b. Zona statis
Daerah yang berada lansgsung di luar zona koagulasi. Di
daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai
kerusakan trobosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan
perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas
kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung
selama 12-24 jam pasca cedera, dan mungkin berakhir dengan
nekrosis jaringan.
c. Zona hiperemi
Daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler.
6. Fase Luka Bakar
            Dalam perjalanan penyakitnya dibedakan 3 fase pada luka bakar yaitu:
a. Fase darurat/resusitasi
Fase ini berlangsung dari awitan cedera hingga selesainya
resusitasi cairan. Pada fase ini problema yang ada berkisar pada
gangguan saluran nafas karena adanya cedera inhalasi dan
gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan
sirkulasi cairan dan elektrolit, akibat cedera termis yang bersifat
sistemik.
b. Fase akut atau intermediat
Fase akut atau intermediat berlangsung sesudah fase
darurat/resusitasi dan dimulai 48 hingga 72 jam setelah terjadi
luka bakar. Selama fase ini, perhatian ditujukan pada pengkajian
dan pemeliharaan yang berkesinambungan terhadap status
respirasi dan sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta
fungsi gastrointestinal. Perawatan luka bakar dan pengendalian
nyeri merupakan prioritas pada tahap ini. Pada tahap ini sudah
dipertimbangkan intervensi pembedahan (debridement, skin
grafting)
c. Fase rehabilitasi
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi
maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari
luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain
yang terjadi karapuhan jaringan atau organ-organ strukturil (misal,
bouttonierre deformity).
7. Indikasi Rawat Inap Klien Luka Bakar
Kebutuhan klien untuk dirawat di rumah sakit ditentukan berdasarkan
pada keparahan cedera luka bakar yang dideritanya. Berikut ini adalah
kondisi dimana klien harus dirawat di rumah sakit (Christantie Effendi,
S.Kp., 1999):
a.       Luka bakar derajat II > 15% pada dewasa dan > 10% pada anak.
b.      Luka bakar derajat II pada muka, leher, tangan, kaki dan perineum.
c.       Luka bakar derajat III > 2% pada dewasa dan setiap derajat III pada
anak.
d.      Luka bakar disertai trauma visera, tulang dan jalan napas.
e.       Luka bakar karena sengatan listrik tegangan tinggi.
8. Penatalaksanaan Luka Bakar
            Penatalaksanaan klien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat
klien dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu
antara lain mencakup penanganan awal (di tempat kejadian), penanganan
pertama di unit gawat darurat, penanganan klien luka bakar di ruang
perawatan intensif dan penanganan klien luka bakar di bangsal perawatan
atau unit luka bakar (Christantie Effendi, S.Kp., 1999).
a. Penanganan awal di tempat kejadian
    Tindakan yang harus dilakukan terhadap korban luka bakar:
1)   Jauhkan korban dari sumber panas. Jika penyebabnya api, jangan
biarkan korban berlari, anjurkan korban untuk berguling-guling
atau bungkus tubuh korban dengan kain basah dan pindahkan
segera korban ke ruangan yang cukup berventilasi jika kejadian
luka bakar berada di ruangan tertutup.
2)  Buka pakaian dan perhiasan logam yang dikenakan korban.
3)  Kaji kelancaran jalan napas korban, beri bantuan pernapasan (life
support) dan oksigen jika diperlukan.
4)  Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang
bersuhu 20 oC (suhu air yang terlalu rendah akan menyebabkan
hipotermia) selama 15-20 menit segera setelah terjadinya luka
bakar (jika tidak ada masalah pada jalan napas korban).
5)   Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan
air sebanyak-banyaknya untuk menghilangkan zat kimia dari tubuh
korban.
6)  Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar dan
cedera lain yang menyertai luka bakar.
7)  Segera bawa penderita ke rumah sakit untuk penanganan lebih
lanjut (tutup tubuh korban dengan kain/kasa yang bersih selama
perjalanan ke rumah sakit).
b. Penanganan pertama luka bakar di unit gawat darurat
1)    Penilaian keadaan umum klien. Perhatikan A: Airway (jalan
napas); B: Breathing (pernapasan); C: Circulation (sirkulasi).
2)    Penilaian luas dan kedalaman luka bakar.
3)    Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara (kemungkinan klien
mengalami trauma inhalasi).
4)  Kaji adanya edema saluran pernapasan (mungkin klien perlu
dilakukan intubasi atau trakheostomi).
5)   Kaji adanya faktor-faktor lain yang memperberat luka bakar
seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti
diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll) dan penyebab luka bakar
karena tegangan listrik (sulit diketahui secara akurat tingkat
kedalamannya).
6)  Pasang infus (IV line). Jika luka bakar > 20% derajat II/III
biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter).
7)   Pasang kateter urine.
8)   Pasang nasogastrik tube (NGT) jika diperlukan.
9)   Beri terapi cairan intra vena (kolaborasi dengan dokter).
Biasanya diberikan sesuai formula Parkland yaitu 4 ml/kg BB/
% luka bakar pada 24 jam pertama. Pada 8 jam I diberikan ½
dari kebutuhan cairan dan pada 16 jam II diberikan sisanya
(disesuaikan dengan produksi urine tiap jam)
10)  Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan . pada klien yang
mengalami trauma inhalasi/gangguan sistem pernapasan dapat
dilakukan nebulisasi dengan obat bronkodilator.
11)  Periksa lab darah.
12)  Berikan suntikan ATS/Toxoid.
13)  Perawatan luka.
14)  Pemberian obat-obatan (kkolaborasi dengan dokter); analgetik,
antibiotik dll.
15)  Mobilisasi secara dini (range of motion).
16)  Pengaturan posisi.
c. Penanganan klien luka bakar di unit perawatan intensif
Pada kondisi klien yang makin memburuk, perlu adanya
penanganan secara intensif di unit perawatan intensif terutama klien yang
membutuhkan alat bantu pernapasan (ventilator). Hal yang harus
diperhatikan selama klien dirawat di unit ini meliputi:
1)  Pantau keadaan klien dan setting ventilator.
2)  Observasi tanda-tanda vital; tekanan darah, nadi dan pernapasan setiap
jam dan suhu setiap 4 jam.
3)      Pantau nilai CVP.
4)      Amati GCS.
5)      Pantau status hemodinamik.
6)      Pantau haluaran urine (0,5-1 cc/kg BB/jam)
7)      Auskultasi suara paru tiap pertukaran jaga.
8)      Cek AGD setiap hari atau bila diperlukan.
9)      Pantau saturasi oksigen.
10)  Pengisapan lendir (suction) minimal setiap 2 jam dan jika perlu.
11)  Perawatan mulut setiap 2 jam (beri boraq gliserin).
12)  Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes setiap 2 jam.
13)  Ganti posisi klien setiap 3 jam.
14)  Fisioterapi dada.
15)  Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter,
tube setiap hari.
16)  Ganti tube dan NGT setiap minggu.
17)  Observasi letak tube (ETT) setiap shift.
18)  Observasi terhadap aspirasi cairan lambung.
19)  Periksa lab darah: elektrtolit, ureum/creatinin, AGD, protein
(albumin), gula darah (kolaborasi dengan dokter).
20)  Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit.
21)  Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter.
d. Penanganan klien luka bakar di unit perawatan luka bakar
            Klien luka bakar memerlukan waktu perawatan yang lama karena
proses penyembuhan luka yang lama terlebih pada klien dengan luka bakar
yang luas dan dalam.
            Tindakan perawatan yang utama dalam merawat klien di unit  luka
bakar yaitu perawatan luka, pengaturan posisi, pemenuhan kebutuhan
nutrisi yang adekuat, pencegahan komplikasi dan rehabilitasi.
            Perawatan luka bakar ada dua yaitu perawatan terbuka dan
perawatan tertutup. Perawatan terbuka yaitu perawatan tanpa
menggunakan balutan setelah diberi obat  topikal. Perawatan tertutup
dengan menggunakan balutan gaas steril setelah diberikan obat topikal
atau tulle yang mengandung chlorhexidine 0,05%, gaas lembab (moist)
dengan NaCl 0,9% dan gaas kering. Penggunaan obat topikal disesuaikan
dengan kedalaman luka bakar. Luka bakar grade II superficial
menggunakan chlorampenicol zalf mata, sedangkan luka bakar grade II
dalam dan grade III menggunakan SSD.
Hal-hal yang perlu diketahui dalam perawatan luka bakar:
-          Anatomi dan fisiologi kulit.
-          Pathofisiologi luka bakar.
-          Prinsip-prinsip penyembuhan luka.
-          Prinsip-prinsip pengontrolan infeksi (Universal precaution: teknik
cuci tangan bersih, penggunaan handschoen, masker, topi, baju
steril; teknik bersih dan aseptik).
-          Faktor-faktor penyebab infeksi.
-          Cara mengatasi nyeri.
            Selain hal-hal di atas, perlu juga diperhatikan teknik
memandikan pasien luka bakar.
Burning agent

Cederalukabakarsedang&berat

Respon stress Kerusakansaraf Risikoinfeksi Kerusakankapiler


Kerusakanintegritaskulit Inhalasi asap, gas CO
Nyeri
↑ hormon kortikoid adrenal dan pelepasan katekolanin Krsknrspimun
↑ permeabilitaskapiler
Evavorasi Responinflamasi
Ansietas

Hiper-metabolisme Hipotermi
Kehilangancairan plasma dan protein
Kurangvolcairan Keracunan
kedalaminterstisial
gas CO
Vasokonstriksiselektif
Ansietas
Pemulihankembaliintegritaskapiler
Kerusakanpertukaran gas
↑ tahananperifer Perubahan proses keluarga
Gangguancitradiri

Edema jalannapas
↑ afterload jantung KurangpengetahuanKelebihanvolcairan

Bersihanjalannapastidakefektif

Perubahannutrisikurangdarikebutuhantubuh
↓curahjantung Edema luka

Hemokonsentrasi
Kerusakanmobilitasfisik

Ggnperfusijaringanperifer ↓ tekosmotikkoloidkapiler
↓ volume darah yang bersirkulasi

Tek hidrostatik vaskuler kelebihan tekanan osmotik koloid


↓ curahjantung Edema umum

Syok

Paru Ginjal GI T

Lambung Usus
Insufisiensipulmonal ATN
PK : Perdarahan GI PK : Ileus paralitik
PK : Insufisiensiginjal
AR DS
Translokasikuman
Kerusakanpertukaran gas

PK : Sepsis
3.1 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

Asuhan keperawatan pada klien luka bakar disesuaikan dengan fase luka
bakar.  
 Perawatan Luka Bakar Selama Fase Darurat/Resusitasi
a. Pengkajian
1. Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi
selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala,
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien
antara lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas? Pada kasus luka bakar
kaji jalan pernafasan apakah terdapat cilia pada saluran
pernafasan mengalami kerusakan yang disebabkan oleh asap
atau inhalasi.
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
ü Adanya snoring atau gurgling
ü Stridor atau suara napas tidak normal
ü Agitasi (hipoksia)
ü Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
ü Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas
bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
ü Muntahan
ü Perdarahan
ü Gigi lepas atau hilang
ü Gigi palsu
ü Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas
pasien terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
ü Chin lift/jaw thrust
ü Lakukan suction (jika tersedia)
ü Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal
Mask Airway
ü Lakukan intubasi
2. Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan
jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada
pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan
adalah: dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax,
closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien
antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
ü Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tandatanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan yang disebabkan karna trauma inhalasi.
ü Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
ü Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.

b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
ü Pemberian terapi oksigen
ü Bag-Valve Masker
ü Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
ü Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
3. Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
ü Menentukan ada atau tidaknya
ü Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
ü Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
ü Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan
skala AVPU :
A -alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
V -vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti
P -responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
U -unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
5. Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien.
Jika pasien diduga memiliki luka bakar yang mempunyai derajad luka
yang tinggi, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll
ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat
dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang
(Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
ü Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
ü Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.
6. Pemeriksaan sekunder
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil.
a. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis
riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian
pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah
kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan
sistem. (Emergency Nursing Association, 2007). Pengkajian
riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari
pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau
kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota
keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat
kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan
memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita,
seperti terbakar dalam ruangan tertutup: cedera inhalasi,
keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa
didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association,
2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M :Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis,
jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P :Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga
periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
A. Pengkajian sistem integumen
a. Anamnesis

Pengkajian riwayat kesehatan sistem integumen dilakukan secara


anamnesis oleh perawat pada pasien untuk menemukan permasalahan
yang dikeluhkan oleh pasien. Secara ringkas pengkajian riwayat
kesehatan integumen, meliputi hal-hal berikut ini.
1.  Tanyakan pada pasien tentang persepsi pola hidup sehat
2.  Tanyakan apakah pasien mempunyai binatang peliharaan.
3.  Tanyakan apakah pola nutrisi dan ragam diet yang digunakan dapat
mengubah kondisi kulit pasien.
4.  Tanyakan dalam pola sehari-hari kondisi kulit tentang kekeringan
atau kondisi produksi keringat berlebih.
5.  Tanyakan pada pasien akan adanya lesi, kemerahan, atau memar.
Bisa jadi merupakan gangguan dari panas, dingin, atau stres,
keterbukaan terhadap materi toksik, berjalan-jalan ke tempat yang
terbuka, atau hasil perawatan  kulit
6.  Apakah pasien memperhatikan adanya perubahan warna kulit?
7.   Tanyakan apakah pasien banyak bekerja atau menghabiskan1
waktu berlebihan di luar. Bila ya, apakah menggunakan pelindung
matahari dan seberapa banyak efeknya.
8.  Tanyakan tentang frekuensi mandi dan jenis sabun yang digunakan.
9.  Tanyakan adakah terjadi trauma kulit akhir-akhir ini
10. Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat alergi yang
menyebabkan kemerahan atau bintik-bintik merah dan gatal.
11. Tanyakan apakah pasien menggunakan obat-obatan topikal atau
ramuan sendiri (rendaman atau bantal pemanas) ke kulit.
12. Tanyakan apakah pasien pergi ke salon perawatan kulit,
menggunakan lampu pemanas, atau memakai pil perawatan kulit.
13. Tanyakan apakah pasien mempunyai riwayat keluarga dengan
gangguan kulit yang serius seperti kanker kulit atau psoriasis.
14. Tanyakan kondisi psikososial pasien dengan kondisi gangguan
kulit mekanisme koping yang digunakan pada setiap ada
permasalahan.
15. Tanyakan pola kepercayaan yang digunakan pada pasien dengan
masalah yang sedang dirasakan.
b. Pemeriksaan Fisik
 Karakteristik kulit normal
Keterampilan perawat dalam pengkajian fisik dan pemahamannya
terhadap anatomi dan fungsi kulit dapat menjamin bahwa setiap
penyimpangan dari keadaan normal akan dapat dikenali,
dilaporkan, dan didokumentasikan.
 Warna
Warna kulit normal bervariasi antara orang yang satu
dengan lainnya, dan berkisar dari warna gading hingga cokelat
gelap. Kulit bagian tubuh yang terbuka, khususnya di kawasan
yang beriklim panas dan banyak cahaya matahari, cenderung lebih
berpigmen daripada bagian tubuh lainnya. Efek vasodilatasi yang
ditimbulkan oleh demam, sengatan matahari, dan inflamasi akan
menimbulkan bercak merah muda atau kemerahan pada kulit.
Pucat merupakan keadaan tidak adanya atau berkurangnya tonus,
serta vaskularitas kulit yang normal dan paling jelas terlihat pada
konjungtiva. Warna kebiruan pada sianosis menunjukkan hipoksia
seluler dan mudah terlihat pada ekstremitas, dasar kuku, bibir, serta
membran mukosa. Ikterus, yaitu kulit yang menguning,
berhubungan langsung dengan kenaikan kadar bilirubin serum dan
sering kali terlihat pada sklera, serta membran mukosa.
 Tekstur kulit
Tekstur kulit normalnya lembut dan kencang. Pajanan matahari,
proses penuaan, dan perokok berat akan membuat kulit sedikit
lembut. Normalnya kulit adalah elastis dan dapat cepat kembali
apabila dilakukan pencubitan yang sering disebut turgor kulit baik.
 Suhu
Suhu kulit normalnya hangat, walaupun pada beberapa kondisi
pada bagian perifer seperti tangan dan telapak kaki akan teraba
dingin akibat suatu kondisi vasokontriksi.
 Kelembapan
Secara normal kulit akan teraba kering apabila disentuh. Pada
beberapa kondisi seperti adanya peningkatan aktivitas dan pada
peningkatan kecemasan, kelembapan akan meningkat.
 Bau busuk
Kulit normalnya bebas dari segala bau yang tidak mengenakkan.
Bau yang tajam secara normal dapat ditemukan pada peningkatan
produksi keringat terutama pada area aksila dan lipat paha.
 Efloresensi
Efloresensi adalah pengkajian kelainan kulit yang dapat dilihat
dengan mata telanjang (secara objektif), dan bila perlu dapat
diperiksa dengan perabaan. Terdapat dua macam pengkajian
efloresensi, meliputi :
1. Efloresensi primer adalah kelainan kulit yang terjadi pada permulaan
penyakit.
Lesi Karakteristik
Makula Perubahan warna kulit yang tegas dengan ukuran dan
bentuk bervariasi tanpa disertai peninggian atau
cekungan (bila diameter > 1 cm disebut patch).
Papula Peninggian kulit yang solid dengan diamter <1 cm dan
bagian terbesarnya berada di atas permukaan kulit (bila
papula bergabung dengan diameter >1 cm dan
permukaan datar disebut plakat)/
Nodul Seperti papula, berbentuk kubah, ukuran >1cm dan lebih
dalam. Tumor merupakan istilah umum untuk
menunjukkan adanya suatu massa baik jinak maupun
ganas yang ukurannya >2cm.
Tumor Seperti nodul tetapi lebih besar dari nodul
Vesikula Peninggian kulit berbatas tegas berisi cairan dengan
ukuran <1 cm, dapat pecah menjadi erosi, dapat
bergabung menjadi bula.
Bula Peninggian kulit berbatas tegas berisi cairan dengan
ukuran >1 cm.
Pustula Seperti halnya vesikula, tetapi isinya pus dan berada di
atas kulit   yang meradang.
Urtika Peninggian kulit yang datar oleh karena edema pada
dermis bagian atas. Bersifat gatal, timbulnya cepat,
hilangnya cepat, pori-pori melebar, warna pucat.

2. Efloresensi sekunder adalah kelainan kulit yang terjadi selama perjalanan


penyakit.
Lesi Karakteristik
Skuama Partikel epidermal dapat kering atau berminyak, tipis
ataupun tebal dan dilapisi masa keratin. Warnanya
bervariasi putih, keabu-abuan, kuning atau cokelat.
Erosi Hilangnya lapisan kulit sebatas epidermis dan sembuh
tanpa meninggalkan jaringan parut.
Ekskoriasi Hilangnya jaringan sampai dengan stratum papilare.
Ulkus Hilangnya kontinuitas jaringan pada dermis atau lebih
dalam, sembuh dengan meninggalkan jaringan parut.
Krusta Pengeringan cairan tubuh bercampur epitel debris
bakteri.
Sikatriks Pembentukan jaringan baru yang sifatnya lebih banyak
mengandung jaringan ikat untuk mengganti jaringan
yang rusak akibat penyakit atau trauma pada dermis
yang lebih dalam. Dapat terjadi atrofi disebut sikatriks
atrofi, bila membesar disebut sikatriks hipertrofi.
Fisura Adalah retakan kulit yang linier sepanjang epidermis
atau sampai dermis, dapat multipel.

B. Diagnosa keperawatan
1) Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan keracunan karbon
monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.
Batasan karakteristik
Subjektif
o Dispnea
o Sakit kepala pada saat bangun tidur
o Gangguan penglihatan
Objektif
o Gas darah arteri yang tidak normal
o pH arteri yang tidak normal
o ketidaknormalan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
o warna kulit tidak normal
o konfusi
o sianosis
o karbondioksida menurun
o diaphoresis
o hiperkapnia
o hiperkarbia
o hipoksia
o hipoksemia
o iritabilitas
o napas cuping hidung
o gelisah
o somnolen

2) Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan edema dan
efek dari inhalasi asap.
Batasan Karakteristik :
o Dispneu, Penurunan suara nafas
o Orthopneu
o Cyanosis
o Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
o Kesulitan berbicara
o Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
o Mata melebar
o Produksi sputum
o Gelisah
o Perubahan frekuensi dan irama nafas
Faktor-faktor yang berhubungan:
      Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK,
infeksi
      Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus,
alergi jalan nafas, asma.
      Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan,
banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya
eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
3) Kurang volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari
daerah luka bakar.
Batasan karakteristik
Subjektif: Haus
Objektif
o Perubahan status mental
o Penurunan turgor kulit dan lidah
o Penurunan haluaran urin
o Penurunan pengisian vena
o Kulit dan membrane mukosa kering
o Kematokrit meningkat
o Suhu tubuh meningkat
o Peningkatan frekuensi nadi, penurunan TD, penurunan volume dan
tekanan nadi
o Konsentrasi urin meningkat
o Penurunan berat badan yang tiba-tiba
o Kelemahan

4) Hipotermia yang berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit


dan luka yang terbuka.
Batasan karakteristik
o Kulit dingin
o Bantalan kuku sianosis
o Hipertensi
o Pucat
o Merinding
o Penurunan suhu tubuh dibawah normal
o Menggigil
o Pengisian kapiler lambat
o takikardi
5) Nyeri yang berhubungan dengan cedera jaringan serta saraf dan
dampak emosional dari luka bakar.
Batasan karakteristik

Subjektif:

o Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan


isyarat

Objektif:

o Posisi untuk mengindari nyeri


o Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai tidak bertenaga
o Respon autonomic misalnya diaphoresis, perubahan tekanan darah,
pernapasan atau nadi, dilatasi pupil
o Perubaan selera makan
o Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari orang atau
aktifitas lain, aktivitas berulang
o Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih, menangis,
kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela
napas panjang
o Wajah topeng; nyeri
o Perilaku menjaga atau sikap melindungi
o Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi waktu, gangguan
proses piker, interaksi menurun.
o Bukti nyeri yang dapat diamati
o Berfokus pada diri sendiri
o Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak teratur
atau tidak menentu dan tidak menyeringai
c. Perencanaan

1. Diagnosa keperawatan: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan


dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran
napas atas.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
Pemeliharaan 1.   Beri O2 yang lembab. 1.  Suplementasi O2 dan
oksigenasi jaringan2.   Kaji napas, tanda-tanda memberi kelembaban pada
yang adekuat. hipoksia. jaringan yang cedera.
KH: 3.   Amati hal-hal berikut:2.  Bukti peningkatan/
-      Tidak ada eritema pada mukosa penurunan pernapasan.
dispnea. bibir dan pipi; lubang3.  Tanda cedera inhalasi dan
-      Frekuensi hidung yang gosong; risiko disfungsi pernapasan.
respirasi antara 12 luka bakar pada muka,4.  Mengkaji perlunya ventilasi
dan 20 x/mt. leher, dada; mekanis.
-      Paru bersih pada bertambahnya keparauan5.  Deteksi dini penurunan
auskultasi. suara; adanya sputum status respirasi.
-      Sat O2> 96%. hangus.
-      AGD (N) 4.   Pantau hasil AGD.
5.   Pantau tingkat
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
kesadaran klien.
Diagnosa keperawatan: Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan
dengan edema dan efek dari inhalasi asap.
Pemeliharaan 1.   Pertahankan kepatenan1.   Krusial untuk fungsi
saluran napas yang jalan napas. respirasi.
paten dan bersihan2.   Beri O2 lembab. 2.   Ekspektorasi.
saluran napas3.   Dorong klien agar mau3.   Meningkatkan pembuangan
adekuat. membalikkan tubuh, sekresi.
KH: batuk dan napas dalam.
-      Jalan napas paten.
-      Sekresi respirasi
minimal, tidak
berwarna dan encer.
-      Frekuensi
respirasi, pola dan
bunyi napas
normal.
Diagnosa keperawatan: Kurang volume cairan yang berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari
daerah luka bakar.
Pemulihan 2.   Amati tanda vital,1.   Resusitasi berlebihan dapat
keseimbangan haluaran urine. menyebabkan kelebihan
cairan dan elektrolit3.   Beri cairan intravena beban cairan.
yang optimal dan dengan tepat. 2.   Mempertahankan
perfusi organ-organ4.   Naikkan bagian kepala keseimbangan cairan dan
vital. dan tinggikan ekstremitas elektrolit.
KH: yang terbakar. 3.   Meningkatkan aliran balik
-      Kadar elektrolit vena.
(N).
-      Haluaran urine
0,5-1,0 ml/kg/jam.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional
-      TD> 90/60
mmHg.
-      N< 120 x/mt.
-      Sensori jernih.
-      Urine jernih, BJ
Normal.
Diagnosa keperawatan: Hipotermia yang berhubungan dengan gangguan
mikrosirkulasi kulit dan luka yang terbuka.
Pemeliharaan suhu1.   Beri lingkungan yang1.   Mengurangi kehilangan
tubuh yang adekuat. hangat. panas lewat evaporasi.
KH: 2.   Bekerja dengan cepat2.   Pajanan minimal
-      S: 361 – 383 oC. kalau lukanya terpajan mengurangi kehilangan
-      Tidak ada udara dingin. panas lewat luka.
menggigil /3.   Kaji suhu inti tubuh3.   Deteksi dini terjadinya
gemetar. dengan sering. hipotermia.
Diagnosa keperawatan: Nyeri yang berhubungan dengan cedera jaringan serta
saraf dan dampak emosional dari luka bakar.
Pengendalian rasa1.   Kaji tingkat nyeri (skala1.   Mengevaluasi
nyeri. 1-10) evektivitasnya tindakan
KH: 2.   Beri analgetik. mengurangi nyeri.
-      Menyatakan3.   Beri dukungan2.   Menurunkan nyeri.
tingkat nyeri emosional. 3.   Mengurangi ketakutan dan
menurun. ansietas akibat luka bakar.
-      Tidak ada
petunjuk nonverbal
tentang nyeri.
b. Diagnosa keperawatan
1) Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan pemulihan kembali
integritas kapiler dan perpindahan cairan dari ruang interstisial ke dalam
intravaskuler.
2) Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan
terganggunya respon imun.
3)  Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.
4)  Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan luka bakar terbuka.
5)  Nyeri yang berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka dan
penanganan luka bakar.
6) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan edema luka bakar, rasa
nyeri dan kontraktur persendian.
7)  Koping tidak efektif yang berhubungan dengan perasaan takut serta ansietas,
berduka dan ketergantungan pada petugas kesehatan.
8)  Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan luka bakar.
9)  Kurang pengetahuan tentang proses penanganan luka bakar.
10)  PK : insufisiensi ginjal
11)  PK : Perdarahan GI
12)  PK : Ilius paralitik
13)  PK : Sepsis
c. Perencanaan

Tujuan Rencana Intervensi Rasional

Diagnosa keperawatan:Nyeri yang berhubungan dengan saraf yang terbuka,

kesembuhan luka dan penanganan luka bakar d.dklien mengeluh nyeri pada area

luka, klien tampak meringis, skala nyeri 4-6 .

Setelah diberikan - Kaji keluhan 1. Nyeri hampir selalu ada pd


tindakan nyeri beberapa derajat beratnya
keperawatan perhatikan keterlibatan
selama 3x24 jam lokasi/karakter jaringan/kerusakan tetapi
diharapkan nyeri dan intensitas biasanya paling berat selama
berkurang dgn (skala 1-10) penggantian balutan dan
kriteria hasil : - Ubah posisi debridement. Perubahan
dgn sering dan lokasi/karaker/intensitas nyeri
- Keluhan
rentang gerak dpt mengindikasikan
nyeri berkurang.
pasif dan aktif terjadinya komplikasi atatu
- Tidak
sesuai indikasi. perbaikan/kembalinya fungsi
memberikan
- Dorong saraf/sensasi.
petunjuk
penggunaan 2. Gerakan dan latihan
fisiologik atau
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

nonverbal bahwa tehnik menurunkan kekakuan sendi


rasa nyerinya management dan kelelahan otot tetapi tipe
sedang atau stres, contoh latihan tergantung pd lokasi
berat. nafas dalam, dan luas cedera.
- Menggunak bimbingan 3. Memfokuskan kembali
an teknik imaginasi dan perhatian, meningkatkan
pengendali nyeri. visualisasi. relaksasi, dan meningkatkan
- Vital sign - Kolaborasi : rasa kontrol yg dpt
stabil. Berikan analgetik menurunkan ketergantungan
sesuai indikasi farmakologis
4. mengurangi rasa nyeri

Diagnosa keperawatan: Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan

pemulihan kembali integritas kapiler dan perpindahan cairan dari ruang

interstisial ke dalam intravaskuler d.d edema, ↑ TD.

Setelah diberikan - Pantau tanda - Mencerminkan status


tindakan vital, asupan cairan.
keperawatan dan haluaran
selama 3x24 jam cairan, berat
diharapkan badan.
keseimbangan - Beri cairan - Mencegah bolus cairan
cairan yang optimal intravena yang tidak disengaja.
dgn kriteria hasil: adekuat. - Menurunkan volume
- Beri preparat intravaskuler.
- Asupan, haluaran
diuretik atau
cairan dan berat
dopamin
badan memiliki
seperti yang
korelasi dengan
diprogramkan.
pola yang
diharapkan.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

- Tanda vital
normal.
Diagnosa keperawatan: Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan

luka bakar terbuka d.d lesi pada kulit, kemerahan, bengkak pada luka bakar.

Setelah diberikan - Bersihkan luka, 1. Mengurangi potensi


tindakan tubuh dan kolonisasi bakteri.
keperawatan rambut tiap
selama 3x24 jam hari.
2. mempercepat
diharapkan - Rawat luka.
kesembuhan luka.
Integritas kulit - Cegah
3. Mempercepat perlekatan
tampak membaik penekanan,
graft dan kesembuhan.
dgn kriteria hasil: infeksi dan
4. Mendukung
mobilisasi pada
- Kulit pembentukan granulasi.
autograft.
tampak utuh, 5. Mengevaluasi keefektifan
- Beri dukungan
bebas infeksi, sirkulasi dan mengidentifikasi
nutrisi yang
trauma. terjadinya komplikasi.
memadai.
- Reepitelisas
- Evaluasi warna
i luka baik.
sisi graft dan
- Reepitelisas
donor,
i donor baik.
perhatikan
- Kulit
adanya/tak
terlumasi dan
adanya
licin.
penyembuhan.

Diagnosa keperawatan: Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka d.d
klien mengeluh nafsu makan menurun, penurunan BB, mual muntah.

Setelah diberikan - Pantau BB dan 1. Menentukan apakah


tindakan jumlah asupan kebutuhan makan telah
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

keperawatan kalori tiap hari. terpenuhi.


selama 3x24 jam - Laporkan 2. Tanda yang
diharapkan distensi menunjukkan intoleransi
pemenuhan nutrisi abdomen, terhadap jalur atau tipe
kembali adekuat volume residu pemberian nutrisi.
dgn kriteria hasil: yang besar atau 3. mencegah distensi
diare kepada gaster/ketidaknyamanan dan
- Peningkatan
dokter. meningkatkan pemasukan.
BB tiap hari.
- Beri makan 4. mulut/palatum bersih
- Tidak
porsi kecil tapi meningkatkan rasa dan
memperlihatkan
sering membantu nafsu makan yg
tanda-tanda
- Tingkatkan baik.
defisiensi
kebersihan 5. Membantu kesembuhan
protein, vitamin
mulut (oral luka dan peningkatan
dan mineral.
care) kebutuhan metabolisme.
- Memenuhi
- Kolaborasi : Memenuhi kebutuhan nutrisi.
seluruh
Beri diet TKTP
kebutuhan nutrisi Menjamin terpenuhinya
lewat asupan Beri suplemen vitamin nutrisi.
oral. dan mineral.
Indikator keb. Nutrisi dan
- Kadar
Beri nutrisi enteral dan keadekuatan diet/terapi
protein serum
parenteral.
normal.
Awasi pemeriksaan
laboratorium, albumin
serum,
kreatinin,transferin.

Diagnosa keperawatan: Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan


edema luka bakar, rasa nyeri dan kontraktur persendian d.d kaku pada
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

persendian.

Setelah diberikan 1. Atur posisi 1. Mengurangi risiko


tindakan klien. kontraktur.
keperawatan 2. Meminimalkan atropi
selama 3x24 jam otot.
2. Lakukan
diharapkan
latihan rentang
Pencapaian
gerak. 3. Peningkatan pemakaian
mobilitas fisik yang
3. Bantu klien otot-otot.
optimal dgn kriteria
untuk ambulasi dini. 4. Mempertahankan posisi
hasil:
4. Latih sendi yang benar.
- Turut Fisioterapi.
berpartisipasi
dalam aktivitas
sehari-hari.
- Mempertaha
5. Mempercepat
nkan posisi
kemandirian.
fungsi
dibuktikan oleh 5. Dorong
tak adanya perawatan mandiri
kontraktur sesuai kemampuan
- Menunjukka klien.
n tehnik/perilaku
yg mampu
melakukan
aktivitas
Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan perasaan takut serta
ansietas, berduka dan ketergantungan pada petugas kesehatan.d.d klien mengeluh
cemas, ↑ (nadi, TD)

Setelah diberikan 1. Kaji 1. Informasi dasar untuk


Tujuan Rencana Intervensi Rasional

tindakan kemampuan dan merencanakan perawatan.


keperawatan strategi koping yang
selama 1x24 jam: digunakan.
2. Mendorong timbulnya
2. Tunjukkan
- Mengatakan harga diri.
penerimaan, beri
ansietas/
dukungan dan
ketakutan
umpan balik yang
menurun sampai
positif.
tingkat dpt
3. Libatkan
ditangani .
pasien/ orang 3. Meningkatkan rasa
- Mengatasi
terdekat dlm proses kontrol dan kerjasama,
kesedihan atau
pengambilan menurunkan perasaan tidak
kehilangan.
keputusan kapanpun berdaya/putus asa.
- Turut
mungkin.
berpartisipasi
4. Dorong pasien
dalam 4. pasien perlu
untuk bicara ttg luka
pengambilan membicarakan apa yg terjadi
bakar bila siap.
keputusan. terus-menerus untuk membuat
5. Kolaborasi :
- Memiliki beberapa rasa thdp situasi apa
Berikan
perilaku yang yg menakutkan.
sedasi/tranquilizer
penuh harapan
ringan sesuai indikasi
terhadap masa
cth ; halopurinol 5. Obat ansietas diperlukan
depan.
( haldol) atau untuk periode singkat sampai
lorazepam ( ativan ) pasien lebih stabil scr psikis
dan fokus internal kontrol
ditingkatkan.
Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan b.d proses penanganan luka bakar
b.d klien banyak bertanya tentang penyakitnya.

Setelah diberikan 1. Kaji kesiapan 1. Mengetahui tingkat


tindakan klien dan pengetahuan klien dan
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

keperawatan keluarganya untuk keluarga.


selama 1x24 jam belajar.
diharapakan Klien
2. Data dasar untuk
dan keluarga
2. Kaji penjelasan dan indikasi yang
mengungkapkan
pengalaman klien menunjukkan harapan klien
pemahaman
dan keluarga. serta keluarganya.
penanganan luka
3. Memberi arah yang
bakar dgn kriteria
spesifik pada klien.
hasil :

- Menyatakan 3. Jelaskan
4. Kejujuran meningkatkan
dasar pemikiran pentingnya
harapan yang realistis.
untuk berbagai partisipasi klien
aspek dalam perawatan.
penanganan yang 4. Jelaskan lama
berbeda. waktu untuk
- Klien dan sembuh.
keluarganya turut
berpartisipasi
dalam menyusun
rencana
penatalaksanaan.
Diagnosa keperawatan: Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan
hilangnya barier kulit dan terganggunya respon imun.

Setelah diberikan - Gunakan - Meminimalkan risiko


tindakan tindakan kontaminasi silang.
keperawatan asepsis dalam
selama 3x24 jam semua aspek
diharapkan resiko perawatan
infeksi tidak terjadi klien. - Menghindari agens
- Lakukan penyebab infeksi.
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

dgn kriteria hasil: skrining


terhadap para
- Tidak ada - Sumber potensial bagi
pengunjung.
gejala dan tanda pertumbuhan bakteri.
- Singkirkan
infeksi.
tanaman dan
- Hasil kultur
bunga dari - Mengetahui adanya
normal.
kamar klien. infeksi lokal.
- Vital sign
- Inspeksi luka. - Mengetahui tingkat
stabil
infeksi, merencanakan
antibiotik yang tepat.
- Pantau hitung
- Mengurangi jumlah
leukosit, hasil
bakteri.
kultur, dan tes
- Mengurangi potensi
sensitivitas.
kolonisasi bakteri pada
- Ganti linen dan
luka bakar.
personal
- Kolaborasi :
hygiene.
Membantu untuk
- Kolaborasi :
mencegah/,mengontrol
Berikan agen
infeksi luka yg dpt
topikal sesuai
menyebabkan kerusakan
indikasi contoh ;
jaringan lanjut
silver sulfadiazin
(silvaden), mafedin
asetat (sulfamilon).

Diagnos keperawatan : PK : insufisiensi ginjal

Memantau dan 1. Pantau tanda dan 1. Hipovolemia dan hipotensi


meminimalkan gejala dari mengaktifasi sistem renin
komplikasi insufisiensi ginjal. angiotensin mengakibatkan
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

insufisiensi ginjal. tahanan vaskuler ginjal


meningkat.
2. Catat cairan masuk 2. Berhubungan dengan
dan keluar kelebihan masukan cairan.
3. Pantau tanda-tanda 3. Asidosis diakibatkan oleh
dan gejala asidosis ketidakmampuan ginjal
metabolik mengeksresikan ion hidrogen
posfat, sulfat dan keton
Diagnosa keperawatan :PK : Perdarahan GI

Memantau dan 1. Pantau tanda dan 1. Deteksi dini dapat membantu


menangani gejala perdarahan dalam menentukan intervensi
komplikasi gastrointestina
perdarahan GI
2. Pantau 2. Nilai laboratorium ini
hemoglobin, menggambarkan keefektifan
hematokrit, jumlah pengobatan
sel darah merah,
trombosit, SGOT,
SGPT, BUN
3. Pantau tanda-tanda 3. Pemantauan yang teliti dapat
vital secara teratur mendeteksi perubahan dini
dari volume darah
Diagnosa keperawatan : PK : Ileus paralitik

Mengatasi dan 1. Pantau tanda-tanda 1. Membantu dalam


meminimalkan dari illeus paralitik menentukan intervensi
komplikasi illeus 2. Pantau fungsi usus 2. Pembedahan dan anastesi
paralitik menurunkan intervensi dari
usus dan menurunkan
peristaltik usus serta
kemungkinan menyebabkan
ileus paralitik
Tujuan Rencana Intervensi Rasional

Diagnosa keperawatan : PK : Sepsis

Memantau dan 1. Pantau tanda dan 1. Membantu dalam


menangani gejala septikemia menentukan intervensi
komplikasi 2. Pantau perubahan 2. Membantu dalam
septikemia dalam mental, menentukan intervensi
kelemahan,
malaisea,
hipotermia,
anoreksia

4. Evaluasi

1. Fase Darurat/Resusitasi
1. Pertukaran gas kembali adekuat
2. Perfusi jaringan kembali adekuat
3. Bersihan jalan nafas kembali efektif
4. Pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit optimal
5. Suhu tubuh klien kembali normal (36-37˚C)
6. Nyeri klien berkurang
2. Fase Akut
1. Nyeri klien berkurang
2. Keseimbangan cairan optimal
3. Integritas kulit membaik
4. Pemenuhan nutrisi adekuat
5. Pencapaian mobilitas fisik yang optimal
6. Ansietas berkurang
7. Klien dan keluarga paham tentang penyakitnya
8. Resiko infeksi tidak terjadi
9. Tidak terjadi komplikasi pada ginjal
10. Tidak terjadi perdarahan GI
11. Tidak terjadi komplikasi ileus paralitik
12. Tidak terjadi sepsis
3. Fase Rehabilitasi
1. Klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari
2. Klien mampu beradaptasi dengan citra tubuh yang berubah
3. Klien dan keluarga paham tentang penyakitnya
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E.2000.Rencana AsuhanKeperawatan.Jakarta :EGC

http://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/09/12/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-luka-bakar-combustio/

http://askeplukabakar.html.co.id

Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta:Media Aesculapis

Smeltzer, Suzanne C, Bare, Brenda G.2001.Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8.


Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai