Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

COMBUSTIO
MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL

Oleh :

Cicit Niara Suoth


NIM. 220170100011033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2023
A. Anatomi Kulit

Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Epidermis
merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis
berupa jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis
terdapat selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis, yang pada beberapa
tempat terutama terdiri dari jaringan lemak.
 Epidermis merupakan lapisan paling luar kulit dan terdiri atas epitel
berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Epidermis hanya terdiri dari
jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh darah maupun limf; oleh
karenaitu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada lapisan
dermis. Epitel berlapis gepeng pada epidermis ini tersusun oleh banyak
lapis sel yang disebut keratinosit. Sel-sel ini secara tetap diperbarui
melalui mitosis sel-sel dalam lapis basal yang secara berangsur digeser ke
permukaan epitel. Selama perjalanannya, sel-sel ini berdiferensiasi,
membesar, dan mengumpulkan filamen keratin dalam sitoplasmanya.
Mendekati permukaan, selsel ini mati dan secara tetap dilepaskan
(terkelupas). Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai permukaan adalah
20 sampai 30 hari. Modifikasi struktur selama perjalanan ini disebut
sitomorfosis dari sel-sel epidermis. Bentuknya yang berubah pada tingkat
berbeda dalam epitel memungkinkan pembagian dalam potongan
histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit.
 Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara
kedua lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin. Sel-sel dermis
Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel
jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast
(Kalangi, 2013).
 Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis disebut hipodermis.
Ia berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus
terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di
antaranya menyatu dengan yang dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti
punggung tangan, lapis ini meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di
bawahnya. Di daerah lain, serat-serat yang masuk ke dermis lebih banyak
dan kulit relatif sukar digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak daripada
dalam dermis. Jumlahnya tergantung jenis kelamin dan keadaan gizinya.
Lemak subkutan cenderung mengumpul di daerah tertentu. Tidak ada atau
sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau penis,
namun di abdomen, paha, dan bokong, dapat mencapai ketebalan 3 cm
atau lebih. Lapisan lemak ini disebut pannikulus adiposus.

B. Definisi Luka Bakar


Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem kardiovaskuler
(Rahayuningsih, 2012). Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan
oleh panas, kimia atau radio aktif (Wong, 2003; Yuningsih, 2022).

C. Etiologi
Menurut Wong (2003) dalam Yuningsih (2022), luka bakar dapat
disebabkan oleh :
1) Panas : basah (air panas, minyak) kering (uap, metal, api)
2) Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat Basa kuat seperti Natrium
Hidroksida
3) Listrik : Voltage tinggi, petir
4) Radiasi : termasuk X-ray
Luka bakar dapat juga disebabkan oleh:
1) Zona kerusakan jaringan
a) Zona Koagulasi
Daerah ini adalah kulit dan jaringan yang terpapar langsung
dengan sumber termal. Terjadi koagulasi (denaturasi) protein, yang
memberikan gambaran klinik spesifik (sebagaimana telur dimasukkan
ke dalam panci berisi air panas). Perubahan ini merupakan kondisi
awal. Dalam 3–4 hari, jaringan koagulasi mengalami nekrosis (atas
dasar ini, sebagian ahli menyebutnya sebagai zona nekrosis).
b) Zona Statis
Adalah daerah di sekitar zona koagulasi. Sirkulasi di daerah ini
terhenti samasekali, karenanya zona ini disebut zona stasis.
c) Zona Hiperemia
Merupakan daerah di luar zona stasis. Di daerah ini berlangsung
respon inflamasi yang secara klinik ditandai oleh hiperemia akibat
dilatasi pembuluh darah, edema dan tanda radang akut lainnya. Pada
kasus pediatrik, zona hiperemia terjadi di seluruh tubuh (bersifat
sistemik) (Moenadjat, 2016).

2) Luas Luka Bakar


Luas luka bakar yang mengenai permukaan kulit akan
mempengaruhi metabolism. Pada luka bakar yang mengenai tubuh kurang
dari 30%, perpindahan cairan sebatas pada area yang terkena luka bakar.
Jaringan yang terbakar melepaskan mediator kimiawi yang meningkatkan
permeabilitias kapiler lokal, menyebabkan koloid dan kristaloid berpindah
ke dalam ruang interstisiel. Peningkatan permeabilitas kapiler terutama
terjadi 8-12 jam pasca luka bakar. Apabila luka bakar mengenai tubuh
lebih 10 dari 30% perpindahan cairan tidak hanya mengenai area yang
terkena luka bakar, tetapi juga mengenai jaringan yang tidak terpapar luka
bakar (Horne dan Swearingen, 2011).
Edema yang berkembang pada jaringan yang tidak terbakar
disebabkan karena hiponatremi yang terjadi pada jaringan yang terkena
luka bakar. Jaringan yang terkena luka bakar kehilangan protein dan
luasnya berkurang oleh kerja substansi vasoaktif yang bersirkulasi. Cedera
panas dapat menurunkan potensial membran sel, meyebabkan air dan
natrium masuk ke dalam sel, dan akhirnya menyebabkan pembengkakan
sel. Kehilangan kulit akibat terbakar juga menyebabkan tubuh kehilangan
panas dan kehilangan cairan. Asidosis metabolik terjadi akibat penurunan
perfusi jaringan (Horne dan Swearingen, 2011).

D. Kedalaman dan Klasifikasi Luka Bakar


Kedalaman
Pengisian
Klasifikasi Klasifikasi Warna Bula Sensasi
Kapiler
lama kini
Derajat 1 Epidermal Merah Tidak ada Cepat Nyeri

Derajat II Superficial Merah Kecil Cepat Nyeri


dangkal dermal muda
(IIa) pucat
Derajat II Mid-dermal Merah Awal Lambat +/-
dalam (IIb) muda (sllugish)
gelap
Deep Merah +/- Tidak ada Tidak
dermal bernoda ada
Derajat III Full Putih Tidak ada Tidak ada Tidak
thickness ada

1) Luka bakar superfisial (luka bakar epidermal)


Luka bakar ini hanya melibatkan lapis epidermis. Penyebab
tersering adalah paparan sinar matahari atau percikan api. Kerusakan
epidermis diikuti iritasi ujung–ujung saraf sensorik dengan manifestasi
klinik berupa nyeri. Akibat respon inflamasi, maka luka bakar epidermal
ditandai oleh nyeri dan eritema. Karena hanya epidermis yang mengalami
kerusakan maka proses regenerasi epidermis yang berasal dari lamina
basalis dimungkinkan berlangsung dalam beberapa hari (5–7) pasca
trauma. Eritema merupakan manifestasi respon inflamasi lokal dan tidak
diikuti respon inflamasi sistemik; karenanya tidak dijumpai gangguan
sirkulasi. Untuk alasan tersebut, maka tidak diperhitungkan pada
perhitungan luas luka bakar karena tidak memiliki konsekuensi pada
tatalaksana cairan.
2) Luka bakar superficial-dermal
Luka bakar superfisial-dermal mengenai epidermis dan dermis
bagian superfisial, sebatas papila dermis. Ciri khas yang dapat diamati
secara klinik adalah lepuh (blister, bula). Lapis kulit pelapis bula
(merupakan jaringan non–vital) terlepas dari lapis dermis (yang bersifat
vital) karena terurainya epidermal–dermal junction akibat paparan termal.
Di antara epidermis yang terlepas dengan dermis, berlangsung proses
transudasi yang kemudian mengalami akumulasi dan terperangkap di
ruang yang terbentuk. Terpaparnya paila dermis memberikan penampilan
warna merah muda dan karena ujung–ujung saraf sensorik terpapar,
kondisi ini diikuti nyeri yang ekstrim. Transudat pada bula akan
menyebabkan kerusakan dermis berlanjut sehingga luka bertambah dalam
(peristiwa bertambah dalamnya luka untuk selanjutnya disebut degradasi
luka).3, Dengan suasana kondusif, proses re–epitelialisasi (spontan) akan
berlangsung. Proses re–epitelialisasi ini dimulai dari tepi luka dan struktur
adneksa kulit (folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat).
Proses tersebut berlangsung dalam waktu maksimal 14 hari dengan bekas
luka yang menunjukkan perbedaan warna. Tidak ada skar yang dibentuk
pada luka bakar dermal–superfisial ini. Bila proses re–epitelialisasi
mengalami keterlambatan, hal ini menunjukkan bahwa kedalaman luka
lebih dalam dibandingkan saat diagnosis ditegakkan
3) Luka bakar mid–dermal
Sebagaimana namanya, luka yang masuk dalam kategori ini
melibatkan kedalaman di antara luka bakar superfisial dan luka bakar
dalam. Secara klinis, terlihat adanya variasi derajat kerusakan pleksus
dermal–subdermal. Jaringan bewarna merah muda lebih gelap
dibandingkan luka bakar superfisial. Dapat diamati terjadinya trombosis
kapiler dan keterlambatan pengisian kapiler disertai edema dan
pembentukan bula. Lebih lambat mengalami re–epitelialisasi
dibandingkan luka bakar superficial (14-21 hari), namun lebih cepat
dibandingkan luka bakar dalam.
4) Luka bakar deep-dermal
Pada luka bakar deep-dermal mungkin dapat dijumpai bula, namun
dasar bula ditunjukkan karakteristik luka bakar dalam, retikulum dermis
menunjukkan warna merah berbercak. Hal ini disebabkan karena
ekstravasasi hemoglobin dari sel-sel darah merah yang rusak dan keluar
dari pembuluh darah. Pertanda khas pada luka bakar ini adalah suatu
tampilan yang disebut fenomena hilangnya capillary blush. Ini
menunjukkan kerusakan pleksus dermal. Ujung-ujung saraf di lapis dermis
juga mengalami nasib yang sama, karenanya akan diikuti hilang sensasi
terutama saat dilakukan uji pinprick. Proses re-epitelialisasi umumnya
berlangsung >21 hari.
5) Full Thickness Burn
Full thickness burns ditandai kerusakan lapis epidermis, dermis
dan kerusakan struktur jaringan yang lebih dalam. Secara klinik dijumpai
kulit bewarna putih (dense white, waxy, dan charred appearance). Ujung
saraf sensorik di dermis rusak sehingga hilang sensasi. Kulit yang
mengalami koagulasi menunjukkan konsistensi seperti kulit sepatu,
mengeras kehilangan elastisitas, dikenal dengan sebutan eskar (eschar).
Proses re-epitelialisasi (spontan) secara teori maupun pada praktek sehari–
hari tidak akan pernah terjadi. Hal ini dikarenakan sel yang menjadi
sumber epitel mengalami kerusakan akibat cedera termal. Bila hal ini
terjadi, maka proses re-epitelialisasi berlangsung dari tepi luka (tidak
berasal dari dasar) dan hanya akan terjadi setelah eskar terlepas (secara
alami) atau dilepaskan (secara aktif, melalui prosedur eskarektomi)
(Moenadjat, 2016).
E. Rule of Nine
Rule of nine merupakan cara untuk mengestimasi luka bakar medium dan
luas pada orang dewasa. Tubuh dibagi menjadi area 9% dan total luas luka
bakar dihitung. Tidak akurat untuk anak-anak. Rule of Nines adalah metode
yang sering dipakai oleh tenaga kesehatan (dokter dan perawat) dalam
menentukan derajat luka bakar pada pasien dewasa maupun anak anak. Rule
of Nines digunakan untuk menentukan seberapa banyak permukaan tubuh
yang terkena luka bakar. Dengan menggunakan Rule of Nines maka tenaga
kesehatan dapat menentukan derajat luka bakar dengan cepat sehingga akan
mempermudah penanganan pasien luka bakar dan mempermudah tenaga
kesehatan dalam hal ini perawat di ruangan untuk memberikan penanganan
transfusi infuse yang masuk untuk mengganti cairan yang hilang akibat dari
luka bakar (Rusandi, 2020).
Sedangkan untuk mengestimasi luas luka bakar pada luka bakar yang tidak
luas dapat menggunakan area palmar (jari dan telapak tangan) dari tangan
pasien yang dianggap memiliki 1% total body surface area (TBSA). Metode
ini sangat berguna bila pasien memiliki luka bakar kecil yang tersebar
sehingga tidak dapat menggunakan metode “Rule of Nine”.

Rumus perhitungan cairan menurut pakland


a) Bayi
b) Anak

Rumus anak :
2 ml x kg BB x luas luka bakar (%) + kebutuhan faali:
< 1 th : BB x 100 cc
1-3 th : BB x 75 cc
3-5 th : BB x 50 cc

c) Dewasa

Dewasa : 2-4ml x kg BB x total luas luka bakar; target output;


0,5-1mL/Kg per jam
F. Resusitasi Cairan
Tujuan resusitasi cairan ialah untuk menjaga perfusi jaringan dan fungsi
organ. Kelebihan resusitasi cairan dapat menyebablan edema yang berlebihan,
terganggunya aliran darah ke jaringan luka bakar. Resusitasi yang kurang
dapat menyebabkan shock dan kerusakan jaringan (Randa, 2021)
 Formula parkland digunakan untuk mengukur jumlah cairan yang
diberikan dalam 24 ham pertama setelah terjadinya cedera luka bakar
- Dihitung dimulai dari saaat kejadiannya nyata bukan waktu ke igd
- Setengah dari hasil perhitungan total volume cairan resusitasi harus
diberikan dalam 8 jam pertama setelah cedera luka bakar
- Sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya
- Cairan yang direkomendasikan adalah RL
 Volume resusitasi memperkiraka jumlah cairan yang akan dibutuhkan,
dilanjutkan evaluasi pasien terhadap usaha resusitasi termasuk pengukuran
urine output perjam, merupakan hal penting dalam resusitasi cairan yang
sesuai.
- Monitor utama adalah terbaik penggantian cairan adalah urine output
- Diuretik basanya tidak diindikasikan selama awal upaya resusitasi
- Pemasangan kateter dianjurkan pada pasien luka bakar lebih dari 20%
dari total permukaan tubuh.

G. Patofisiologi (narasi dan pohon masalah beserta masalah keperawatan)


Luka bakar (combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan melalui hantaran atau
radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi
protein. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi
jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik yang lama dengan burning agent.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat
selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan
hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung
dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik
awal sesudah luka bakae yang berat ialah ketidakstabilan hemodinamik akibat
hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium
serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruangan interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada
volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutannya kehilangan
cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus
turun dan terjadi penurunan tekanan darah.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga
36 jam pertama sesudah luka bakar dan menapai puncaknya dalam tempo 6-8
jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan
menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka
bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi
iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat
terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam
sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon
kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya
hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan
dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi
kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah
mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa
pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka
bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,
konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat
dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi
cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah
lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen
serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat
pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit
menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama
pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam
berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.
H. Proses Penyembuhan Luka
Menurut Paula Krisanty (2009) mengatakan bahwa proses penyembuhan
luka bakar terdiri dari tiga fase meliputi fase inflamasi, fase fibioblastik, dan
fase maturasi. Adapun proses penyembuhannya antara lain:
1) Fase inflamasi
Fase terjadinya luka bakar sampai 3 - 4 hari pasca luka bakar. Pada
fase ini terjadi perubahan vascular dan proliferase seluler. Daerah luka
mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkar serotonin serta mulai
timbul epitelisasi.
2) Fase Fibi Oblastik
Fase yang dimulai pada hari ke 4 sampai 20 pasca luka bakar Pada
fase ini timbul abrobast yang membentuk kolagen yang tampak secara
klinis sebagai jaringan granulasi yang berwarna kemerahan.
3) Fase Maturasi
Proses pematangan kolagen dan terjadi penurunan aktivitas seluler
dan vaskuler. Hasil ini berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari satu
tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda inflamasi untuk akhir
dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa
rasa nyeri atau gatal

I. Pemeriksaan penunjang
1) Darah Lengkap
Menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/kehilangan cairan.
2) AGD
Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan PaO2 atau
PaCO2-
3) Elektrolit Serum CoHb
Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon
monoksida.
4) BUN
Mengetahui penurunan fungsi ginjal.
5) Foto Rontgen Dada
Dapat tampak normal/tidak normal pada pasca luka bakar dini.
6) Bronkoskopi
Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi hasil dapat meliputi edema,
pendarahan/tukak pada saluran pernafasan atas.
7) Scan Paru
Menentukan luasnya cedera inhalasi.
8) EKG
Tanda iskemia miokardial/disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
9) Fotografi Luka Bakar
Memberikan catatan untuk menyembuhkan luka bakar selanjutnya.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis :
1) Pemberian cairan ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan
ini:
a. Cara Evans
- Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
- Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
- 2.000 cc glukosa 5% per 24 jamSeparuh dari jumlah 1+2+3
diberikan dalam 8 jam pertama.Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikansetengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikansetengah jumlah cairan hari
kedua.
b. Cara Baxter
- Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikansetengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikansetengah jumlah cairan hari kedua.
2) Pemberian analgetik
3) Pemberian antibiotic
4) Perawatan luka dengan hidroterapi dan penggantian balutan
5) Bedrest
6) Debridement
7) Meningkatkan nutrisi

K. Masalah keperawatan dan data pendukung


1) Nyeri akut
Mayor
2) Gangguan integritas kulit
3) Risiko infeksi

No Analisa Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1 Ds: Bahan kimia suhu Nyeri kronis
- Klien mengeluh radikal listrik
nyeri dibagian luka ↓
bakar Luka bakar
- P : :luka bakar ↓
- Q : Panas seperti Merusak jaringan
terbakar dermis/ epidermis
- R : bagian luka ↓
bakar Kerusakan integritas
- S : Skala 6 kulit
(numerik) ↓
- T : saat terkena Merangsang pengeluaran
angin atau udara mediator nyeri
Do: ↓
- Klien nampak Menstimulasi nyeri
meringis ↓
- Klien mendapatkan Nyeri akut
terapi analgetik
2 Ds: Bahan kimia suhu Gangguan
- Klien mengatakan radikal listrik integritas kulit
bagian tubuhnya ↓
berwarna merah Luka bakar
dan panas ↓
Do: Merusak jaringan dermis
- Luka bakar hingga / epidermis
epidermis dan ↓
sebagian dermis Gangguan integritas kulit
- Terdapat eritema
pada wajah, leher
dada, perut
- Klien mengalami
pembengkakan,
lepuhan dan luka
bakae
sirkumferensial
- Dasar luka
berwarna merah
dan pucat
3 Ds: Bahan kimia suhu Risiko infeksi
- Klien mengatakan radikal listrik
bagian tubuhnya ↓
berwarna merah Luka bakar
dan panas ↓
Do: Depresi sistem imun
- Luka bakar hingga ↓
epidermis dan Depresi aktivitas
sebagian dermis lymphocyte
- Terdapat eritema ↓
pada wajah, leher Supresi aktivitas
dada, perut complement dan
- Klien mengalami perubahan
pembengkakan, ↓
lepuhan dan luka Risiko infeksi
bakae
sirkumferensial
- Dasar luka
berwarna merah
dan pucat

L. Diagnosis keperawatan (PPNI, 2017)


1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan bahan kimia iritatif
3) Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit

M. Tujuan rencana keperawatan dan kriteria hasil (PPNI, 2018b)


No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selam
berhubungan 3x 24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun
dengan agen dengan kriteria hasil :
pencedera fisik 1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Kesulitan tidur menurun
4) Frekuensi nadi membaik
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selam
integritas kulit 3x 24 jam diharapkan integritas kulit dan
berhubungan jaringan meningkat dengan kriteria hasil :
denganbahan 1) Kerusakan jaringan menurun
kimia iritatif 2) Kerusakan lapisan kulit menurun
3) Nyeri menurun
4) Hidrasi meningkat
5) Perfusi jaringan meningkat
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selam
berhubungan 3x 24 jam diharapkan tingkat infeksi menurun
dengan dengan kriteria hasil :
kerusakan 1) Nyeri menurun
integritas kulit 2) Kemerahan menurun

N. Intervensi keperawatan dan rasionalnya (PPNI, 2018)


No Diagnosa Intervensi Rasional
1 Nyeri akut Manajemen Nyeri Observasi :
berhubungan (I.08238) 1. Untuk mengetahui lokasi,
dengan agen Tindakan : karakteristik, durasi,
pencedera fisik Observasi : frekuensi, kualitas dan
1. Identifikasi intensitas nyeri.
lokasi, 2. Agar kita mengetahui
karakteristik, tingkat cedera yang
durasi, frekuensi, dirasakan oleh pasien
kualitas, intensitas 3. Agar kita mengetahui
nyeri. tingkatan nyeri yang
2. Identifikasi skala sebenarnya dirasakan
nyeri pasien
3. Identifikasi 4. Agar kita dapat
respon nyeri non mengurangi faktor-faktor
verbal yang dapat memperparah
4. Identifikasi faktor nyeri yang dirasakan oleh
yang pasien
memperberat 5. Agar kita mengetahui
dan meringankan sejauh mana pemahaman
nyeri dan pengetahuan pasien
5. Identifikasi terhadap nyeri yang
pengetahuan dan dirasakan
keyakinan tentang 6. Karena budaya pasien
nyeri dapat mempengaruhi
6. Identifikasi bagaimana pasien
pengaruh budaya mengartikan nyeri itu
terhadap respon sendiri
nyeri 7. Untuk mencegah
7. Identifikasi terjadinya penurunan
pengaruh nyeri kualitas hidup dari pasien
pada kualitas itu sendiri
hidup 8. Agar kita mengetahui
8. Monitor sejauh mana kemajuan
keberhasilan yang dialami pasien
terapi setelah dilakukan terapi
komplementer komplementer
yang sudah 9. Agar ketika timbul ciri-ciri
diberikan abnormal pada tubuh
9. Monitor efek pasien kita dapat
samping menghentikan pemberian
penggunaan obat analgetik itu sendiri
analgetik
Terapeutik :
Terapeutik : 1. Agar pasien juga
1. Berikan teknik mengetahui kondisinya
nonfarmakologis dan mempermudah
untuk mengurangi perawatan
rasa nyeri 2. Agar dapat mengurangi
(mis.TENS, rasa nyeri yang dirasakan
hipnosis, oleh pasien dengan
akupresur, dll) menggunakan cara
2. Kontrol nonfarmakologis
lingkungan yang 3. Agar nyeri yang dirasakan
memperberat rasa oleh pasien tidak menjadi
nyeri (mis. Suhu lebih buruk
ruangan, 4. Agar kebutuhan tidur
pencahayaan, pasien terpenuhi
kebisingan) 5. Agar tindakan yang akan
3. Fasilitasi istirahat kita berikan sesuai dengan
dan tidur jenis nyeri dan sumber
4. Pertimbangkan dari nyeri itu sendiri serta
jenis dan sumber dapat mengurangi rasa
nyeri dalam nyeri yang dirasakan oleh
pemilihan strategi klien
meredakan nyeri
Edukasi :
Edukasi : 1. Agar pasien dapat
1. Jelaskan menghindari penyebab
penyebab, dari nyeri yang dirasakan
periode, dan 2. Agar pasien dapat
pemicu nyeri meredakan nyeri secara
2. Jelaskan strategi mandiri ketika sudah
meredakan nyeri pulang dari rumah sakit
3. Anjurkan 3. Agar ketika nyeri yang
memonitor nyeri dirasakan klien mulai
secara mandiri parah dia dapat
4. Anjurkan memberitahu keluarga
menggunakan atau bahkan tenaga medis
analgetik secara agar mendapat
tepat penanganan segera
5. Ajarkan teknik 4. Agar pasien dapat
nonfarmakologis menghilangkan rasa nyeri
untuk mengurangi itu dengan menggunakan
rasa nyeri obat analgesik yang sesuai
dengan nyeri yang dirakan
Kolaborasi : pasien
1. Kolaborasi
pemberian Kolaborasi :
analgetik, jika 1. Agar rasa nyeri yang
perlu dirasakan pasien dapat
dihilangkan atau dikurangi
2 Gangguan Perawatan Integritas Observasi
integritas kulit Kulit (I.11353) 1. Untuk mengetahui penyebab
berhubungan Observasi dari kerusakan kulit sehinga
dengan bahan 1. Identifikasi dapat menentukan tindakan
kimia iritatif penyebab selanjutnya
gangguan
integritas Terapeutik
kulit(mis. 1. Tidur pada posisi yang sama
Perubahan dalam jangka yang lama
sirkulasi, dapat memperburuk kondisi
perubahan status jaringan kulit pasien
nutrisi, penurunan 2. Untuk mengurangi
kelembaban, suhu ketegangan otot pada area
lingkungan penonjolan
ekstream, 3. Untuk melembabkan kulit
penurunan yang kering karena
mobilitas) petroleum jelly mengandung
bahan yang melembabkan
Terapeutik kulit
1. Ubah posisi tiap 2 4. Untuk meminimalisir
jam jika tirah terjadinya alergi yang
baring dapat memperburuk kondisi
2. Lakukan pasien
pemijatan pada 5. Alcohol dapat membuat
area penonjolan kulit menjadi kering
tulang, jika perlu sehingga
3. Gunakan produk
berbahan Edukasi
petroleum atau 1. Untuk melembabkan kulit
minyak pada 2. Agar pasien tidak dehidrasi
kulit kering dan kulit tidak kering
4. Gunakan produk 3. Agar asupan nutrisi
berbahan 4. pasien terpenuhi dan
ringan/alami dan 5. jaringan kulit pasien
hipoalergik pada 6. perlahan membaik
kulit sensitive 7. 4. Agar tidak
5. Hindari produk 8. kelembapan kulit
berbahan dasar 9. pasien terjaga karena
alcohol pada kulit 10. cuaca ekstrem dapat
kering 11. memperburukondisi kulit

Edukasi
1. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
lotion, serum)
2. Anjurkan minum
air yang cukup
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstream
3 Risiko infeksi Pencegahan infeksi Observasi
berhubungan Observasi: 1. Untuk mengetahui adanya
dengan kerusakan 1. Monitor tanda gejala awal dari proses
integritas kulit gejala infeksi infeksi
lokal dan Terapeutik
sistemik 1. Untuk mengurang risiko
infeksi
Terapeutik 2. Untuk pencegahan infeksi
1. Batasi jumlah 3. Untuk mengurangi infeksi
pengunjung 4. Untuk mengurangi
2. Berikan keparahan risiko infeksi
perawatan kulit
pada daerah Edukasi
edema 1. Untuk memberi pemahaman
3. Cuci tangan mengenai tanda dan gejala
sebelum dan infeksi
sesudah kontak 2. Agar pasien mengetahui
dengan pasien dan cara memeriksa luka
lingkungan pasien 3. Agar cairan tubuh tercukupi
4. Pertahankan
teknik aseptik
pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi
1. Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara
memeriksa luka
2. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
DAFTAR PUSTAKA

Kalangi, S. J. R. (2013). Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik (Jbm), 5(3), 12–20.


https://doi.org/10.35790/jbm.5.3.2013.4344
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.
Rahayuningsih, T. (2012). PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR
(COMBUSTIO). Profesi, 08, 1–13.
https://media.neliti.com/media/publications/161583-ID-penatalaksanaan-
luka-bakar-combustio.pdf
Randa. (2021). LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
LUKA BAKAR.
Rusandi, A. (2020). Rule of Nines. Dewan Pengurus Daerah PPNI Kabupaten
Hulu Sungai Utara. https://ppni-hsu.web.id/2020/10/rule-of-nines/
Yuningsih. (2022). Bahan Mata Ajar Kmb Ll. In Suparyanto dan Rosad (2015
(Cetakan 1, Vol. 5, Issue 3). Widina Bhakti Persada Bandung.
https://media.neliti.com/media/publications/161583-ID-penatalaksanaan-
luka-bakar-combustio.pdf
Moenadjat, Y. (2016). Luka Bakar Pediatrik. PT. Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai