Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM INTEGUMEN :


LUKA BAKAR, DERMATITIS, DAN ACNE
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen Pengampu : Nunung Liawati, S.Kep., Ners., M.Kep

Disusun Oleh :
Nadilla Choerunnisa C1AA20062
Kelas 3B

SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI


2022
DAFTAR ISI

KONSEP DASAR LUKA BAKAR .............................................................................................. 2


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR ........................................................ 10
KONSEP DASAR DERMATITIS .............................................................................................. 14
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS .......................................................... 24
KONSEP DASAR ACNE ............................................................................................................ 30
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ACNE ........................................................................ 36

1
KONSEP DASAR LUKA BAKAR

1.1 Anatomi Sistem Integumen

Gambar 2.1. Gambar kulit dan bagian-bagiannya


(Wibowo 2008)
Kulit manusia memiliki ketebalan yang bervariasi, mulai dari 0,5 mm sampai
5 mm (0,5 mm di kelopak mata sampai 4 mm di telapak kaki) dengan luas permukaan
sekitar 2 m2 dan berat sekitar 4 kg (Wibowo 2008). Kulit dalam bahasa latin
dinamakan cutis dan di bagian bawahnya terdapat lapisan bernama subcutis. Lapisan
kulit terdiri dari (Sloane 2004):
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan teratas kulit yang tersusun dari 5 stratum yaitu:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel (inti selnya
sudah mati) dan mengandung zat keratin.
b. Stratum lusidum, selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-
sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih
sekali dan tembus sinar.
c. Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipih seperti kumparan.
Sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum spinosum/stratum akantosum, lapisan ini merupakan lapisan yang
paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya
disebut spinosum kaarena jika kita liaht di bawah mikroskop sel-selnya terdiri
dari sel yang bentuknya polygonal (banyak sudut) dan mempunyai tanduk
(spina).
e. Stratum basal/germinativum, disebut stratum basal karena sel-selnya terletak
di bagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya
dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang
lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin

2
warna
2. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit. Dermis terdiri dari dua lapisan
: bagian atas, pars papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah, retikularis
(stratum retikularis). Pars papilaris terdiri dari syaraf dan pembuluh darah. Pars
retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun dari serabut-serabut:
serabut kolagen, serabut elastic dan serabut retikulis
3. Subkutis / Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan di antara
gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Lapisan lemak ini
disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap-tiap tempat dan
juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama (berlainan).

Kulit memiliki fungsi yaitu (Brown & Burns 2005):

1) Mencegah terjadinya kehilangan cairan tubuh yang esensial


2) Melindungi dari masuknya zat-zat kimia beracun dari lingkungan dan
mikroorganisme
3) Fungsi-fungsi imunologis
4) Melindungi dari kerusakan akibat radiasi UV
5) Mengatur suhu tubuh
6) Sintesis vitamin D
7) Berperan penting dalam daya tarik seksual dan interaksi sosial

1.2 Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah perlukaan yang disebabkan karena kontak atau terpapar
dengan zat termal, Chemical, elektrik, atau radiasi yang menyebabkan luka bakar
(Luckmanandsorensen”s, 1993)
Luka bakar adalah sejenis cedera pada daging atau kulit yang disebabkan oleh
panas, listrik, zat kimia, gesekan atau radiasi. Luka bakar yang hanya mempengaruhi
kulit bagian luar dikenal dengan luka bakar superfisial atau derajat 1. Bila cedera
menebus beberapa lapisan dibawanya, hal ini disebut luka bakar sebagian lapisan kulit
luar atau derajat II. Pada luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit atau derajat
III, cedera meluas ke seluruh lapisan kulit. Sedangkan luka bakar derajat IV
melibatkan cedera kejaringan yang lebih dalam, seperti otot atau tulang. (Wikipedia)
Luka bakar merupakan perlukaan pada daerah kulit dan jaringan epitel lainnya
(Donna, 1991).

1.3 Etiologi
Luka bakar disebabkan oleh dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut
mungkin di pindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Berbagai faktor
dapat menjadi penyebab luka bakar, beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan
3
lamanya kontak dengan sumber panas (misalnya suhu benda yang membakar, jenis
pakaian yang terbakar, sumber panas: api, air panas dan minyak panas), listrik, zat
kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Faktor yang mempengaruhi beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka lain yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, ginjal, jantung, dll.
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi

1.4 Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh.
Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik,
derajat luka bakar yang berhubungan dengan beberapa faktor penyebab, konduksi
jaringan yang terkena dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas. Kulit dengan
luka bakar mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan subkutan
tergantung pada penyebabnya. Terjadinya integritas kulit memungkinkan
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Kehilangan cairan akan mempengaruhi nilai
normal cairan dan elektrolit tubuh akibat dari peningkatan pada permeabilitas
pembuluh darah sehingga terjadi perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstra
vaskuler melalui kebocoran kapiler yang berakibat tubuh kehilangan natrium, air,
klorida, kalium dan protein plasma. Kemudian terjadi edema menyeluruh dan dapat
berlanjut pada syok hipovolemik apabila tidak segera ditangani (Hudak dan Gallo,
1996). Menurunnya volume intra vaskuler menyebabkan aliran plasma ke ginjal dan
GFR (Rate Filtrasi Glomerulus) akan menurun sehingga haluaran urine meningkat.
Jika resitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat bisa terjadi gagal
ginjal dan apabila resitasi cairan adekuat, maka cairaninterstisial dapat ditarik kembali
ke intravaskuler sehingga terjadi fase diuresis.

1.5 Klasifikasi luka bakar


1. Klasifikasi luka bakar menurut kedalamannya
Jenis Lapisan Tampil Tekst Sensasi Waktu Prognosis
yang an ur penyemb
dilibatkan uhan
Superfisi Epidermis Merah Kerin Nyeri 5-10 hari Sembuh
al tampah g dengan baik
(derajat lepuh : sengatan
1) matahari

4
yang
berulang,
meningkatk
an risiko
kanker kulit
dikemudian
hari
Agak Meluas ke Merah Lemb Sangat Kurang Infeksi
superfisi al, lapisan dengan ab nyeri dari 2-3 lokal/sepuit
mengena i dermis lepuh minggu is tapi
sebagian (kapiler) yang
biasanya
lapisan superfisial jelas,
tampah parut
kulit pucat
(derajat dengan
II) tekanan
Cukup Meluas ke Kuning Agak Tekana n 3-8 Parut, kerut
dalam, lapisan atauputi kering da minggu (mungkinm
mengena i dermis h. lebihtid n tidakny emerlukane
sebagian (retikuler) akpucat aman ksisi dan
lapisan dalam . cangkokkul
kulit Mungki it
(derajat II) nlebih
melepu
h
Seluruhl Meluaske Kaku dan kasar Tidakn Lama Parut, kerut,
apisanku lit seluruhlap putih/c yeri (berbula n- ambutasi,
(derajat III) isan dermis oklattid bulan) dan (eksisidinid
akpucat tidaksem ianjurkan )
purna
Derajat Meluaske Hitam Kerin Tidak Perlu Ambutasi
IV Seluruh hangus g nyeri eksisi
gangguan
lapisan dengan
kulit, dan eskar fungsional
kedalam yang
lapisan signifikan
lemak, otot dan, dalam
dan tulang beberapa
di kasus,
bawahnya kematian

2. Klasifikasi luka bakar berdasarkan luasnya

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal


dengan rule of nine of wallace yaitu :
a. Kepala dan leher :9%
b. Lengan masing-masing 9% :18%

5
c. Badan depan 18%, badan bagian belakang :36%
d. Tungkai masing-masing 18 :36%
e. Genitalia/perinium :1%

3. Klasifikasi luka bakar berdasarkan berat ringannya

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa


faktorantara lain:
a. Presentase area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
b. Kedalaman luka bakar
c. Anatomi lokasi luka bakar
d. Umur klien
e. Riwayat pengobatan yang lalu
f. Trauma yang menyertai atau bersamaan

4. America burn Association membagi dalam :


a. Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :
Tingkat II : kurang dari 15% total bodysurface area pada orang dewasa
atau kurang dari 10% total bodysurface area pada anak- anak
 Tingkat III : kurang dari 2% total bodysurface area yang
tidak disertai komplikasi .
b. Yang termasuk luka bakar sedang (moderate)
Tingkat II :15% - 25% total bodyserface area pada orang
dewasa atau kurang dari 10% - 20% total body pada area
anak.
 Tingkat III: kurang dari 10% total bodysurface area yang
tidak disertai komplikasi
c. Yang termasuk luka bakar kritis (mayor) :
 Tingkat II 32% : Total bodysurface area atau lebih pada
orang dewasa atau lebih dari 20% total bodysurface area
pada anak- anak.
 Tingkat III : 10% atau lebih
 Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga kaki
danperineum.
 Luka bakar pada jalan pernapasan atau adanya komplikasi
pernapasan.
 Luka bakar sengatan listrik(elektrik.
 Luka bakar yang ditandai dengan masalah yang
memperlemah daya tahan tubuh seperti luka jaringan lunak,
fraktur, trauma lainatau masalah kesehatan sebelumnya.

5. Americancollageofsurgoen membagi dalam :

6
a. Parah – critical :
 Tingkat II : 30% atau lebih.
 Tingkat III: 10% atau lebuh.
 Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah
 Dengan adanya komplikasipernapasan, jantung, fraktur,
sloftissue yang luas.
b. Sedang – moderate
 Tingkat II : 15 – 30%
 Tingkat III: 1 – 10%
c. Ringan – minor
 Tingkat II: < 155
 Tingkat III : < 1%

1.6 Manifestasi Klinik


Menurut Effendi, 1999 manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai
dengan kerusakannya :
1. Grade I : Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh
dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II : Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam 28 hari
tergantung komplikasi infeksi.
3. Grade III : Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak
sembuh sendiri maka perlu Skingraf.

1.7 Komplikasi
1. Segera
Sindrom kompartemen dari luka bakar sirkumferensial ( luka bakar pada
ekstremitas iskemia ekstremitas, luka bakar pada toraks hipoksia dari gagal napas
restriktif) ( cegah dengan eskaratomi segera).
2. Awal
 Infeksi ( waspadai steptococcus ) obati infeksi yang timbul ( 10% organisme pada
biopsi luka ) dengan antibiotik sistemis.
 Ulkus akibat stres ( ulkus cerling) ( cegah dengan antasida, broker H 2 atau
inhibitor pompa proton profilaksis)
 Hiperkalsemia ( dari sitolisis pada luka bakar luas). Obati denganinsulin, dekstrosa.

1.8 Pemeriksaan penunjang


Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah :
1. Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi

7
sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya Hematokrit dan sel darah
merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit akan meningkat sebagai respons inflamasi
3. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cedera inhalasi
4. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cedera jaringan,
hipokalemia terjadi bila diuresis.
5. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
6. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
7. EKG : Tanda iskemik miokardia dapat terjadi pada luka bakar
8. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.

1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat pasien
dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain
mencakup penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat
darurat, penanganan di ruangan intensif dan bangsal. Tindakan yang dilakukan antara
lain terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri pasien dengan luka bakar memerlukan obat-
obatan topikah karena eschar tidak dapat ditembus dengan pemberian obat antibiotik
sistemis. Pemberian obat- obatantopikah anti mikrobial bertujuan tidak untuk
mensterilkan luka akan tetapi untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme dan
mengurangi kolonisasi, dengan pemberian obat-obatan topikah secara tepat dan
efektif dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang sering kali
masih terjadi penyebab kematian pasien.
1. Tatalaksana resusitasi luka bakar
a. Tatalaksana resusitasi jalan napas
1) Inkubasi : tindakan inkubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
2) Krikotiroidomi :bertujuan sama dengan inkubasi hanya dianggap agresif
3) Pemberian oksigen 100%
4) Perawatan jalan napas
5) PenghiasanSecret
6) Pemberian terapi inhalasi
7) Bilasan bronkoalveolor
8) Perawatan rehabilitatif untuk respirtif
9) Eskarotomi
2. Tatalaksana resusitasi cairan
a. Cara Evans
b. Cara baxter
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar,pemberian nutrisi enteral sebaiknya dilakukan sejak dini

4. Penanganan Luka
a. Pendinginan luka

8
b. Debridemen
c. Tindakan pembedahan
1) Split cangkok kulit
2) Flap

5. Terapi manipulasi lingkungan


a. Fase inflamasi
b. Fase fibrolastic
c. Fase maturbasi

9
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

2.1 Pengkajian
Menurut (luckmanandsorensen”s, 1993) data pengkajian tergantung pada tipe,
berat dan permukaan tubuh yang terkena, antara lain :
1. Aktivitas / Istirahat
 Tanda : Penundaan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang gerak, perubahan
tonus.
2. Sirkulasi
 Tanda : Hipotensi (syok), perubahan nadi distal pada ekstremitas
yang cedera,kulit putih dan dingin (syok listrik), edema jaringan,
disritmia.
3. Integritas ego
 Tanda dan Gejala : Kecacatan, kekuatan, menarik diri
4. Eliminasi
 Tanda : diuresis, haluaran urine menurun fase darurat, penurunan mobilitas
usus.
5. Makanan / Cairan
 Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah
6. Neurosensori
 Gejala : area kebas, kesemutan
 Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku, aktivitas kejang,
paralisis (Cederaaliran listrik pada aliran Saraf)
7. Nyeri / kenyamanan
 Gejala : nyeri, panas
8. Pernafasan
 Gejala : Cedera inhalasi (terpajan lama)
 Tanda : serak, batuk, sianosis, jalan nafas atas stridor bunyi
nafas gemiricik,ronkhiSecret dalam jalan nafas
9. Keamanan
 Tanda : destruksi jaringan, kulit mungkin coklat dengan
tekstur seperti :lepuh, ulkus, nekrosis atau jaringan parut tebal

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan
karbonmonoksida,obstruksi trakeobronkial, keterbatasan pengembangan dada
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler dan
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstisial
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler dan
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstisial
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan statushipermetaboik, katabolisme protein

10
5. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan,
pembentukan edema
6. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan permukaan
kulit
7. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan
respons imun, prosedur invasif
8. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema, nyeri, kontraktur

2.3 Fokus Intervensi


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan
karbonmonoksida,obstruksitrakeobronkial, keterbatasan pengembangan dada
(Doenges, 2000).
Tujuan : Pemeliharaan oksigenasi jaringan adekuat
Intervensi :
a. Awasi frekuensi, irama, kedalaman napas
b. Berikan terapi O2 sesuai pesanan dokter
c. Berikan pasien dalam posisi semi fowler bila mungkin
d. Pantau AGD, kadar karbonsihemoglobin
e. Dorongan batuk atau latihan nafas dalam dan perubahan posisi

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan kebocoran kapiler dan


perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang Interstitiel (Effendi. C, 1999)
Tujuan : Pemulihan cairan optimal dan keseimbangan elektrolit serta perfusi organ
vital
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital
b. Pantau dan catat masukan dan haluaran cairan
c. Berikan pengganti cairan intravena dan elektrolit (kolaborasi)
d. Timbang berat badan setiap hari

3. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi, penurunan


aliran darah arteri (Doenges, 2000)
Tujuan : Perfusi jaringan perifer adekuat
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan dan nadi perifer
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat
c. Berikan dorongan untuk melakukan ROM aktif
d. Hindari memplester sekitar yang terbakar
e. Kolaborasi ; pertahankan penggantian cairan perprotokol

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan status

11
hipermetaboik, katabolisme protein (Doenges, 2000)
Tujuan : masukan nutrisi adekuat
Intervensi :
a. Pertahankan jumlah kalori ketat
b. Berikan makanan sedikit tapi sering
c. Timbang berat badan setiap hari
d. Dorong orang terdekat untuk menemani saat makan
e. Berikan diet tinggi protein dan kalori
f. Kolaborasi dengan ahli gizi

5. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan,


pembentukan edema (Doenges, 2000)
Tujuan : nyeri berkurang/terkontrol, ekspresi wajah rileks
Intervensi :
a. Kaji terhadap keluhan nyeri lokasi, karakteristik, dan intensitas (skala 0- 10)
b. Anjuran teknik relaksasi
c. Pertahanan suhu lingkungan yang nyaman
d. Jelaskan setiap prosedur tindakan pada pasien
e. Kolaborasi pemberian analgetik

6. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan barier kulit, kerusakan


respons imun, prosedur invasif (Effendi. C, 1999).
a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
b. Terapkan teknik aseptik antiseptik dalam perawatan luka
c. Pertahankan personal higiene pasien
d. Ganti balutan dan bersihkan areal luka bakar tiap hari
e. Kaji tanda-tanda vital dan jumlah leukosit
f. Kolaborasi pemberian antibiotik

7. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma kerusakan permukaan kulit


(Doenges, 2000).
Tujuan : Menunjukkan regresi jaringan, mencapai penyembuhan tepat waktu.
Intervensi :
a. Kaji atau catat ukuran, warna, kedalaman luka terhadap iskemik
b. Berikan perawatan luka yang tepat
c. Pertahankan tempat tidur bersih, kering
d. Pertahankan masukan cairan 2500-3000 ml/Hr
e. Dorong keluarga untuk membantu dalam perawatan diri

8. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema, nyeri, kontraktur


(Effendi. C, 1997)

12
Tujuan : Mempertahankan posisi fungsi, meningkatkan kekuatan dan fungsi yang
sakit.
Intervensi :
a. Kaji ROM dan kekuatan otot pada area luka bakar
b. Pertahankan area luka bakar dalam posisi fungsi fisiologis
c. Beri dorongan untuk melakukan ROM aktif tiap 2-4 jam
d. Jelaskan pentingnya perubahan posisi dan gerakan pada pasien Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi dalam rehabilitasi

13
KONSEP DASAR DERMATITIS

3.1 Definisi Dermatitis Atopik


Dermatitis atopik merupakan penyakit peradangan kulit yang bersifat kronis,
dengan onset puncak terjadi pada usia kurang dari 12 bulan dan sebagian besar kasus
dermatitis atopik terjadi pada beberapa tahun pertama dalam kehidupan (Moore dkk.,
2004; Illi dkk., 2004). Dermatitis atopik merupakan manifestasi paling dini dari
penyakit alergi. Sebesar 50% penderita dermatitis atopik akan menjadi asma dan 75%
menjadi rhinitis alergika (Spergel dan Schneider, 1999; Won Oh dkk., 2007).
Dermatitis atau eksema Atopik dianggap sama.enyakit ini dibagi secara
etiologi dan klinis. Lesi lesi kulit ini sangat gatal dengan batas yang tidak tegas.secara
histologis dapat dilihat adanya edema epidermis interseluler (spongiosis).
Dermatitis Atopik adalah kondisi kambuhan yang dimulai pada masa kanak
kanak dan kadang terus berlanjut sampai manula. Atopi adalah kecendrungan untuk
terjadinya suatu perubahan status reaktifitas imun yang diturunkan (reaksi
hipersensivitas tipe 1 dan tipe lain). Asien yang mempunyai riwayat atau keluarga
tingkat ertama dengan asma,hay fever,konjungtivitis,atau dermatitis memiliki diatesis
atoik (25% dari seluruh populasi dermatitis). Pasien-pasien atopik memilik kadar IgE
serum yang meningkat.

3.2 Etiologi Dermatitis Atopik


Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas
akibat peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E total dan spesifik, kondisi kulit yang
relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor eksogen pada DA,
antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan, allergen debu, tungau debu
rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi mikroba, perubahan iklim (peningkatan
suhu dan kelembaban), serta hygiene lingkungan. Faktor endogen lebih berperan
sebagai faktor predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor
pencetus (Boediardja, 2006).
1. Faktor Endogen
a. Sawar kulit
Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering baik di
daerah lesi maupun non lesi, dengan mekanisme yang kompleks dan terkait
erat dengan kerusakan sawar kulit. Hilangnya ceramide di kulit, yang
berfungsi sebagai molekul utama pengikat air di ruang ekstraselular stratum
korneum, dianggap sebagai penyebab kelainan fungsi sawar kulit. Variasi pH
kulit dapat menyebabkan kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi
sawar kulit mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss (TEWL) 2-
5 kali normal, kulit akan makin kering dan merupakan port d’entry untuk
terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus. Bakteri pada pasien

14
dermatitis atopik mensekresi ceramidase yang menyebabkan metabolisme
ceramide menjadi sphingosine dan asam lemak, selanjutnya semakin
mengurangi ceramide di stratum korneum, sehingga menyebabkan kulit makin
kering (Soebaryo, 2009).
Selain itu, faktor luar (eksogen) yang dapat memperberat keringnya
kulit adalahsuhu panas, kelembaban yang tinggi, serta keringat berlebih.
Demikian pula penggunaan sabun yang bersifat lebih alkalis dapat
mengakibatkan gangguan sawar kulit. Gangguan sawar kulit tersebut
meningkatkan rasa gatal, terjadilah garukan berulang (siklus gatal-garuk-gatal)
yang menyebabkan kerusakan sawar kulit. Dengan demikian penetrasi alergen,
iritasi, dan infeksi menjadi lebih mudah (Boediardja, 2006).
b. Genetik
Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu terdapat
DA dalam keluarga. Jumlah penderita DA di keluarga meningkat 50% apabila
salah satu orangtuanya DA, 75% bila kedua orangtuanya menderita DA.
c. Hipersensitivitas
Berbagai hasil penelitian terdahulu membuktikan adanya peningkatan
kadar IgE dalam serum dan IgE di permukaan sel Langerhans epidermis.
d. Faktor psikis
Berdasarkan laporan orangtua, antara 22-80% penderita DA
menyatakan lesi DA bertambah buruk akibat stress emosi (Boediardja, 2006).

2. Faktor eksogen
a. Iritan
Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara
lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok
untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol (Boediardja, 2006).
b. Alergen
Penderita DA mudah mengalami alergi terutama terhadap beberapa
alergen tetrentu.
c. Lingkungan
Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada kekambuhan
DA, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen dioksida, sufur dioksida),
walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas, kelembaban, dan
keringat yang banyak akan memicu rasa gatal dan kekambuhan DA.

3.3 Manifestasi Klinis

15
Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di
epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan
teraba dingin. Penderita dermatitis atopik cenderung tipe astenik, dengan inteligensia
di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa tertekan.
Gejala umum dermatitis akut ialah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang
hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan
menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan dikulit berupa papul,
likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.
Dermatitis dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu dermatitis atopik infantil
(terjadi pada usia 2 bulan sampai 2 tahun), dermatitis atopik anak (2 sampai 10 tahun),
dan dermatitis atopik pada remaja dan dewasa.
1. Dermatitis Atopik Unfantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)
Dermatitis atopik paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan,
biasanya setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-
vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya terbentuk
krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain yaitu ke skalp, leher, pergelangan
tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi di temukan di lutut.
Biasanya anak mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul
sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada
umumnya lesi dermatitis atopik infantil eksudatif, banyak eksudatif, erosi, krusta, dan
dapat mrngalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata bahkan, walaupun jarang,
dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18
bulan mulai tampak likenifikasi. Padasebagian besar penderita sembuh setelah usia 2
tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada
saat itu penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makanan yang sebelumnya
menyebabkan kambuh penyakitnya.
2. Dermatitis Atopik anak (Usia 2 – 10 tahun)
Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri ( de
novo).Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan
sedikit skuama. Letak kelainan kulit du lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan
bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal menyebabkan
penderita sering menggaruk, dapat terjadi erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami
infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan peruahan lainnya yang
menyebabkan gatal sehingga terjadi siklus gatal garuk. Rangsangan menggaruk sering
diluar kendali. Penderita sensitif terhadap wol, bulu kucing dan anjing, juga bulu
ayam, burung dan sejenisnya. Dermatitis atopik berat yang melebihi 50% permukaan
tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.
3. Dermatitis Atopik pada remaja dan dewasa
Lesi kulit dermatitis akut pada bentuk ini dapat berupa plak papular-
eritematosa dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada dermatitis atopik
remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar

16
mata. Pada dermatitis akut dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering
mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di
bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau skalp. Kadang erupsi meluas,
dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul,
papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit
skuama, dan sering terjadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi
hiperpigmentasi.
Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu istirahat. Pada orang
dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stres. Mungkin
karena stres dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Penderita atopik memang sulit
mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik.
Pada umumnya dermatitis akut remaja atau dewasa berlangsung lama, kemudian
cenderung menurun dan membaik sembuh setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia
pertengahan, hanya sebagian kecil terus berlangsung sampai tua. Kulit penderita
dermatitis akut yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh
bahan iritan eksogen
Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan, kira-kira 70%
suatu saat dapat mengalaminya. Dermatitis akut pada tangan dapat mengenai
punggung maupun telapak tangan, sulit dibedakan dengan dermatitis kontak.
Dermatitis atopik di tangan biasa timbul pada wanita muda setelah melahirkan anak
pertama, ketika sering terpajan sabun dan air sebagai pemicunya (Djuanda,2007).

3.4 Patofisiologi
Dermatitis Atopik ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau penderita (D.A, rinitis alergik, dan atau asma bronkial). Kelainan kulit
berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi,
distribusinya di lipatan (fleksural).
Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis dermatitis atopik misalnya
faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, farmakologik, dan imunologik. Konsep dasar
terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologik, yang diperantarai oleh
sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.
Kadar IgE dalam serum penderita dermatitis atopik dan jumlah eosinofil
dalam darah perifer umumnya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan secara
sistemik antara dermatitis akut dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan D.A
mengalami asma bronkial atau rinitis alergik. Dari percobaan pada tikus yang
disensitisasi secara epikutan dengan antigen, akan terjadi dermatitis alergik, IgE
dalam serum meningkat, eosinofila saluran napas, dan respon berlebihan terhadap
metakolin. Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa pajanan alergen pada dermatitis
akut akan mempermudah timbulnya asma bronkial.

17
3.5 Penatalaksanaan
1. Terapi Topical
Hidrasi kulit
Pasien DA menunjukkan penurunan fungsi sawar kulit dan xerosis yang
berkontribusi untuk terjadinya fissure mikro kulit yang dapat menjadi jalan masuk
pathogen, iritan dan alergen. Problem tersebut akan diperparah selama winter dan
lingkungan kerja tertentu. Lukewarm soaking baths minimal 20 menit dilanjutkan
dengan occlusive emollient (untuk menahan kelembaban) dapat meringankan
gejala. Terapi hidrasi bersama dengan emolien menolong mngembalikan dan
memperbaiki sawar lapisan tanduk, dan dapat mengurangi kebutuhan steroid
topical.
Steroid Topical
Karena efek samping potensial, pemakaian steroid topikal hanya untuk
mengontrol DA eksaserbasi akut. Setelah control DA dicapai dengan pemakaian
steroid setiap hari, control jangka panjang dapat dipertahankan pada sebagian
pasien dengan pemakaian fluticasone 0.05% 2 x/minggu pada area yang telah
sembuh tetapi mudah mengalami eksema. Steroid poten harus dihindari pada
wajah, genitalia dan daerah lipatan. Steroid dioleskan pada lesi dan emolien
diberikan pada kulit yang tidak terkena. Steroid ultra-poten hanya boleh dipakai
dalam waktu singkat dan pada area likenifikasi (tetapi tidak pada wajah atau
lipatan). Steroid mid-poten dapat diberikan lebih lama untuk DA kronik pada
badan dan ekstremitas. Efek samping local meliputi stria, atrofi kulit, dermatitis
perioral, dan akne rosasea.
Inhibitor kalsineurin topical
Takrolimus dan pimekrolimus topikal telah dikembangkan sebagai
imunomodulator nonsteroid. Salap takrolimus 0.03% telah disetujui sebagai terapi
intermiten DA sedang-berat pada anak ≥ 2 tahun dan takrolimus 0.1% untuk
dewasa. Krim pimekrolinus 1% untuk anak ≥ 2 tahun dengan DA ringan-sedang.
Kedua obat efektif dan dengan profil keamanan yang baik untuk terapi 4 tahun
bagi takrolimus dan 2 tahun untuk pimekrolimus. Kedua bahan tersebut tidak
menyebabkan atrofi kulit, sehingga aman untuk wajah dan lipatan; dan tidak
menyebabkan peningkatan kecenderungan mendapat superinfeksi virus.
2. Identifikasi dan eliminasi faktor pencetus.
Faktor pencetus yang perlu diidentifikasi di antaranya sabum atau
detergen, pajanan kimiawi, rokok, pakaian abrasif, pajanan ekstrim suhu dan
kelembaban.
3. Alergen spesifik
Alergen potensial dapat didentifikasi dengan anamnesis detil, uji tusuk
selektif, dan level IgE spesifik. Uji kulit atau uji in vitro positif, terutama terhadap
makanan, sering tidak berkorelasi dengan gejala klinis sehingga harus

18
dikonfirmasi dengan controlled food challenges dan diet eliminasi. Bayi dan anak
lebih banyak mengalami alergi makanan, sedang anak yang lebih tua dan dewasa
lebih banyak alergi terhadap aeroallergen lingkungan.
4. Anti-infeksi
Sefalosporin dan penicillinase-resistant penicillins (dikloksasilin,
oksasilin, kloksasilin) diberikan untuk pasien yang tidak dikolonisasi oleh strain S
aureus resisten. Stafilokokus yang resisten terhadap metisilin memerlukan kultur
dan uji sensitivitas untuk menentukan obat yang cocok.
Mupirosin topikal dapat berguna untuk lesi yang mengalami infeksi
sekunder terbatas.
Terapi antivirus untuk infeksi herpes simplek kulit,sangat penting untuk
pasien DA luas. Asiklovir oral 3 x 400 mg/h atau 4 x 200 mg/h untuk 10 hari
untuk dewasa dengan infeksi herpes simplek kulit. Sedangkan asiklovir iv
diberikan untuk eczema herpetikum diseminata.
Infeksi dermatofit dapat menyebabkan eksaserbasi DA, sehingga harus
diterapi dengan anti-jamur topical atau sistemik.
5. Pruritus
Steroid topikal dan hidrasi kulit untuk mengurangi radang dan kulit
kering, sering mengurangi keluhan gatal. Alergen hirup dan makanan yang
terbukti menyebabkan rash pada controlled challenges, harus disingkirkan.
Antihistamin sistemik bekerja terutama memblok reseptor H1 dalam dermis,
karenanya dapat menghilangkan pruritus akibat histamine. Karena histamine
hanya merupakan satu mediator penyebab gatal, beberapa pasien hanya mendapat
keutungan minimal terhadap terapi antihistamin. Keuntungan beberapa
antihistamin adalah mempunyai efek anxiolytic ringan sehingga dapat lebih
menolong melalui efek sedatif. Antihistamin non-sedatif baru menunjukkan hasil
yang bervariasi, dan akan berguna bila DA disertai dengan urtikaria atau rhinitis
alergika.
Karena pruritus biasanya lebih parah pada malam hari, antihistamin
sedatif, hidroksizin atau difenhidramin, mempunyai kelebihan (oleh efek samping
mengantuk) bila diberikan pada waktu tidur. Doksepin memiliki efek antidepresan
dan efek blok terhadap reseptor H1 dan H2. Obat ini dapat diberikan dengan
dosis 10-75 mg oral malam hari atau sampai 2 x 75 mg pada pasien dewasa.
Pemberian doksepin 5% topikal jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi
pruritus tanpa menimbulkan sensitisasi. Walaupun demikian, dapat terjadi efek
sedasi pada pemberian topical area yang luas dan dermatitis kontak alergik.
6. Preparat ter
Preparat ter batubara mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi pada
kulit tetapi tidak sekuat steroid topikal. Preparat ter dapat mengurangi potensi
steroid topikal yang diperlukan pada terapi pemeliharaan DA kronis. Produk ter

19
batubara baru telah dikembangkan sehingga lebih dapat diterima pasien berkaitan
dengan bau dan mengotori pakaian. Sampo mengandung ter dapat menolong
untuk dermatitis kepala. Preparat ter tidak boleh diberikan pada lesi kulit radang
akut, karena dapat terjadi iritasi kulit. Efek samping ter di antaranya folikulitis dan
fotosensitif.
7. Terapi foto
UVB broadband, UVA broadband, UVB narrowband (311 nm), UVA-1
(340-400nm), dan kombinasi UVA-B dapat berguna sebagai terapi penyerta DA.
Target UVA dengan/tanpa psoralen adalah sel LC dan eosinofil, sedangkan UVB
berfungsi imunosupresif melalui penghambatan fungsi sel penyaji antigen, LC dan
merubah produksi sitokin oleh keratinosit. Efek samping jangka pendek terapi
foto di antaranya eritema, nyeri kulit, garal, dan pigmentasi; sedangkan efek
samping jangka panjang adalah penuaan kulit premature dan keganasan kulit.
8. Rawat inap
Pasien DA yang tampak eritrodermik atau dengan penyakit kulit berat dan
luas yang resisten terhadap terapi outpatient, harus dirawat inap sebelum
mempertimbangkan terapi sistemik alternatif, dengan maksud menjauhkan pasien
dari alergen lingkungan atau stress emosional. Bersihnya lesi kulit selama dirawat,
memberikan kesempatan untuk dilakukan uji kulit dan controlled challenge.
9. Terapi sistemik
Steroid sistemik
Pemakaian prednison oral jarang pada DA kronik. Beberapa pasien dan
dokter lebih menyukai pemberian steroid sistemik karena terapi topical dan hidrasi
kulit memberikan hasil yang lambat. Perlu diingat, bahwa hasil yang dramatis
oleh steroid sistemik sering disertai rebound flare berat DA setelah steroid
dihentikan. Untuk DA eksaserbasi akut dapat diberikan steroid oral jangka
pendek. Bila ini diberikan, perlu dilakukan tapering dosis dan memulai skin care,
terutama dengan steroid topical dan frequent bathing, dilanjutkan dengan
pemberian emolien untuk cegah rebound flare DA.
Siklosporin
Siklosporin adalah obat imunosupresif poten yang bekerja terutama
terhadap sel T dengan cara menekan transkripsi sitokin. Agen mengikat sitopilin,
dan komplek ini seterusnya menekan kalsineurin (molekul yang diperlukan
memulia transkripsi gen sitokin. Pasien DA dewasa dan anak yang refrakter
terhadap terapi konvensional, dapat berhasil dengan siklosporin jangka pendek.
Dosis 5 mg/kg umumnya dipakai secara sukses dalam pemakaian jangka pendek
dan panjang (1 tahun), sedang beberapa peneliti lain memakai dosis tak
bergantung berat badan untuk dewasa, dosis rendah (150 mg) atau 300 mg (dosis
tinggi) perhari memakai siklosporin mikroemulsi. Terapi siklosporin disertai
dengan menurunnya penyakit kulit dan perbaikan kualitas hidup. Penghentian

20
terapi dapat menghasilkan kekambuhan (beberapa pasien tetap remisi lama).
Meningkatnya kreatinin serum atau yang lebih nyata gengguan ginjal dan
hipertensi adalah efek samping spesifik yang perlu diperhatikan pada terapi
siklosporin.
Antimetabolit
Mycophenolate mofetil adalah inhibitor biosintesis purin yang digunakan
sebagai imunosupresan pada transplantasi organ, telah pula digunakan dalam
terapi penyakit kulit inflamatori. Studi open label melaporkan MMF oral (2 g/h)
jangka pendek, dan monoterapi menghasilkan penyembuhan lesi kulit DA dewasa
yang resisten terhadap obat lain (steroid oral dan topical, PUVA). Obat tersebut
ditoleransi baik (hanya 1 pasien mengalami retinitis herpes). Supresi sumsum
tulang (dose-related) pernah dilaporkan. Bila obat tidak berhasil dalam 4-8
minggu, obat harus dihentikan.
Allergen immutherapy
Imunoterapi dengan aeroallergen tidak terbukti efektif dalam terapi DA.
Penelitian terbaru, imunoterapi spesifik selama 12 bulan pada dewasa
dengan DA yang disensitasi dengan alergen dust mite menunjukkan
perbaikan pada SCORAD dan pengurangan pemakaian steroid.
Probiotik

Pemberian probiotik (Lactobacillus rhamnosus strain GG) saat perinatal,


menunjukkan penurunan insiden DA pada anak berisiko selama 2 tahun pertama
kehidupan. Ibu diberi placebo atau lactobasilus GG perhari selama 4 minggu
sebelum melahirkan dan kemudian baik ibu (menyusui) atau bayi terus diberi
terapi tiap hari selama 6 bulan. Hasil di atas menunjukkan bahwa lactobasilus GG
bersifat preventif yang berlangsung sesudah usia bayi. Hal ini terutama didapat
pada pasien dengan uji kulit positif dan IgE tinggi.

3.6 Komplikasi
1. Problem mata
Dermatitis palpebra dan blefaritis kronik dapat menyebabkan
gangguan visus dan skar kornea. Keratokonjungtivitis atopic biasanya bilateral
dan menimbulkan gejala gatal, terbakar, keluar air mata dan sekresi mukoid.
Keratokonus adalah deformitas konikal kornea akibat gosokan kronik. Katarak
dilaporkan terjadi pada 21% pasien DA berat. Belum jelas apakah ini akibat
manifestasi primer DA atau sebagai akibat pemakaian ekstensif steroid topical dan
sistemik.
2. Infeksi

21
DA dapat mengalami komplikasi infeksi virus berulang yang
merupakan refleksi dari defek local fungsi sel T. Infeksi virus yang paling serius
adalah akibat infeksi herpes simplek, menghasilkan Kaposi varicelliform eruption
atau eczema herpeticum. Setelah inkubasi 5-12 hari, lesi vesikopustular, multipel
dan gatal timbul dalam pola diseminata; lesi vesikuler ber umbilated dan
cenderung berkelompok, dan sering mengalami perdarahan dan berkrusta,
menghasilkan erosi punch-out dan sangat nyeri. Lesi dalam bergabung menjadi
area besar (dapat seluruh tubuh) yang mengelupas dan berdarah.
Vaksinasi smallpox pada pasien DA (bahkan pajanan pasien dengan
individu yang mendapat vaksinasi), dapat menyebabkan erupsi luas berat (eczema
vaccinatum) yang tampak sangat mirip dengan eczema herpeticum.
Pasien DA menunjukkan peningkatan prevalensi infeksi T rubrum
dibandingkan control nonatopik. Antibodi (IgE) terhadap M furfur biasa dijumpai
pada pasien DA, sebaliknya jarang pada control normal dan pasien asmatik. M
furfur dan dermatofit lain penting karena setelah terapi anti jamur, akan terjadi
penurunan keparahan kulit DA.
Staphylococcus aureus dijumpai pada > 90% lesi kulit DA. Krusta kuning
madu, folikulitis, pioderma dan pembesaran KGB regional, merupakan indikasi
adanya infeksi sekunder (biasanya oleh S aureus) dan memerlukan terapi
antibiotik. Pentingnya S aureus pada DA didukung oleh observasi bahwa pasien
DA berat, walaupun tanpa infeksi berat, dapat menunjukkan respon klinis
terhadap terapi kombinasi dengan antibiotik dan steroid topikal.
3. Dermatitis tangan
Pasien DA sering mengalami dermatitis tangan nonspesifik. Dermatitis ini
sering dipicu oleh basah berulang dan pencucian tangan dengan sabun, detergen,
dan desinfektan.
4. Dermatitis/eritroderma eksfoliatif
Komplikasi ini terjadi akibat superinfeksi, seperti S aureus penghasil
toksin atau infeksi herpes simplek, iritasi berulang, atau terapi yang tidak
mencukupi. Pada beberapa kasus, penghentian steroid sistemik yang dipakai
mengontrol DA berat dapat menjadi factor pencetus eritroderma eksfoliatif.

3.7 Prognosis
Penyakit cenderung lebih berat dan persisten pada anak, dan periode remisi
lebih sering bila anak bertambah usia. Resolusi spontan dilaporkan terjadi setelah usia
5 tahun pada 40-60% pasien yang menderita sejak bayi. Walaupun penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa kisaran 84% anak akan terus menderita DA sampai
dewasa, tetapi studi yang lebih baru melaporkan bahwa DA sembuh pada kisaran 20%
anak, dan menjadi kurang parah pada 65%. Faktor prediktif berikut berkorelasi
dengan prognosis jelek DA : DA luas pada masa anak, disertai rhinitis alergik dan

22
asma, riwayat DA pada orang tua atau saudara, awitan DA pada usia lebih dini, anak
tunggal, dan level IgE sangat tinggi.

23
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DERMATITIS

4.1 Pengkajian
1. Identitas : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa masuk.
2. Keluhan Utama: pasien biasanya mengeluh gatal-gatal yang terjadi terus menerus.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu :Pasien pernah mengalami penyakit yang sama.
Pernah mengalami asma sebelumnya
b. Riwayat kesehatan keluarga : Keluarga pernah memiliki riwayat penyakit
gatal-gatal , riwayat alergi, dan pernah mengalami asma/sesak napas
c. Riwayat kesehatan sekarang :Perlu dikaji berapa lama pasien mengalami
gatal-gatal (Pasien telah mengalami gatal-gatal di daerah pipi dan leher> 1
minggu). Kaji juga apakah Gatal yang terjadi lebih sering di malam hari,
apakah pasien sering menggosok-gosok daerah yang gatal sehingga gatalnya
meluas dan menimbulkan skuama. Dan Kaji juga apa yang dirasakan klien
saat ini dan apa yang sudah dilakukan klien untuk mengatasi sakit yang
dirasakan

4. Pengkajian 11 Fungsional Gordon


a. Pola Persepsi Kesehatan
 Adanya riwayat infeksi sebelumya
 Pengobatan sebelumnya tidak berhasil
 Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya jamu.
 Adakah konsultasi rutin ke Dokter
 Hygiene personal yang kurang
 Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
b. Pola Nutrisi Metabolik
 Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari
makan.
 Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
 Jenis makanan yang disukai.
 Nafsu makan menurun.
 Muntah-muntah.
 Penurunan berat badan.
 Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
 Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar
atau perih.
c. Pola Eliminasi
 Sering berkeringat.

24
 tanyakan pola berkemih dan bowel.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
 Pemenuhan sehari-hari terganggu.
 Kelemahan umum, malaise.
 Toleransi terhadap aktivitas rendah.
 Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
 Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
e. Pola Tidur dan Istirahat
 Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
 Mimpi buruk.
f. Pola Persepsi Kognitif
 Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
 Pengetahuan akan penyakitnya.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
 Perasaan tidak percaya diri atau minder.
 Perasaan terisolasi.
h. Pola Hubungan dengan Sesama
 Hidup sendiri atau berkeluarga
 Frekuensi interaksi berkurang
 Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
i. Pola Reproduksi Seksualitas
 Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
 Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
 Emosi tidak stabil
 Ansietas, takut akan penyakitnya
 Disorientasi, gelisah
k. Pola Sistem Kepercayaan
 Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
 Agama yang dianut

Analisa Data

Masalah
Analisa Data Etiologi
Keperawatan
DS: klien mengatakan Faktor Eksogen/Genetik Kerusakan Integritas
kulitnya gatal dan ada bekas ↓ Kulit
yang tertinggal setelah di Peningkatan HLA-DR
garuk ↓

25
Aktivasi sel T
DO: kulit terlihat ↓
kemerahan, terkelupas, dan Peningkatan IgE
lecet ↓
Hipersensitivitas thd alergen

Kulit kering dan gatal

Iritasi pada kulit

Gangguan integritas kulit

DS: klien mengatakan gatal- Faktor Eksogen/Genetik Nyeri akut


gatal yang dideritanya ↓
menggangu aktivitasnya Peningkatan HLA-DR

DO: klien tampak gatal dan Aktivasi sel T
sering menggaruk. ↓
Peningkatan IgE

Hipersensitivitas thd alergen

Gatal terus menerus

Timbul lesi

Terasa panas dan perih

Nyeri akut

DS: klien mengatakan Faktor Eksogen/Genetik Gangguan citra tubuh


kulitnya terkelupas dan ↓
lecet Peningkatan HLA-DR

DO: kulit klientampak Aktivasi sel T
kering, berwarna ↓
kemerahan, terkelupas dan Peningkatan IgE
lecet ↓
Hipersensitivitas thd alergen

Kulit kering dan gatal

Iritasi pada kulit

26

Perubahan body image

Malu dan tidak percaya diri

Gangguan citra tubuh

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hipersensitivitas terhadap alergen
2. Nyeri akut berhubungan dengan lesi yang muncul setelah gatal
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan iritasi yang terjadi pada kulit

4.3 Intervensi Keperawatan


1. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan respon peradangan (hipersensitivitas
terhadap alergen).
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam, integritas kulit kembali
baik/tidak rusak.
Kriteria Hasil :
 Kulit klien tidak merah, tidak lecet, dan tidak ada bula
 Klien tidak mengeluh gatal.

Intervensi :
Intervensi Rasional
Kaji tanda lesi dan respon Mengetahui gejala dan tanda
peradangan inflamasi untuk memberikan
tindakan tindakan dan menegakan
prognosisnya
Berikan bedak talk yang salisil pada kulit akan menimbulkan
mengandung salisil. rasa sejuk dan melindungi kuman
untuk menginfeksi
Berikan antihistamin sesuai dosis antihistamin dapat menurunkan
yang telah ditentukan tim medis aktivitas histamine sehingga
aktivitas komplemen C1 dan
menghambat aktivitas bradikinin
dan zat kinin lainnya.

Kolaborasi pemberian mengurangi rasa gatal dan


kortikosteroid /antibiotic topical. mencegah infeksi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan lesi yang muncul setelah gatal.

27
Tujuan : klien merasa nyaman dan tidak merasakan gatal-gatal dalam 1x24 jam.
Kriteria hasil :
 Klien tidak menggaruk kulitnya
 Klien tidak mengeluh nyeri
 Klien memperlihatkan tidak adanya gejala eksorasi kulit karena garukan.

Intervensi :

Intervensi Rasional
Periksa daerah yang terlibatdan Pemahaman tentang luas dan
periksa penyebab terjadinya gatal karakteristik kulit meliputi bantuan
dalam menyusun rencana
intervensi
Mengantisipasi reaksi alergi yang Rasa gatal dapat diperburuk oleh
mungkin terjadi: mendapatkan panas, kimia, dan fisik.
riwayat pemakaian obat
Oleskan lotion dan krim kulit Dapat menjaga kelembaban kulit
setelah mandi dan kenyamanan
Anjurkan pasien untuk menghindari Masalah pasien dapat disebabkan
pemakaian salep atau lotion yang oleh iritasi atau sesitivitas karena
dibeli tanpa resep dokter. pengobatan sendiri.

Jelaskan agar kuku selalu pemotongan kuku akan


terpangkas mengurangi kerusakan kult karena
garukan.

3. Gangguan citra tubuh dengan iritasi yang terjadi pada kulit.


Tujuan : Dalam waktu 30 menit klien mampu menyesuaikan diri .
Kriteria hasil : Tidak lagi pemurung, dapat bersosialisasi, dan kepercayaan diri
positif.
Intervensi :

Intervensi Rasional
Berikan kesempatan pengungkapan klien membutuhkan seseorang untuk
perasaan mendengarkan apa yang dialami, dan
memahaminya
Dukung upaya klien untuk membantu meningkatkan penerimaan
memperbaiki citra dirinya, semisal diri dan sosial
dengan cara merapikan pakaian,
berhias, dll.

Dorong klien untuk bersosialisasi membantu meningkatkan penerimaan

28
dengan orang lain (lingkungan diri dan sosial.
sekitarnya)

29
KONSEP DASAR ACNE

5.1 Pengertian Akne Vulgaris


Akne vulgaris atau biasa disebut juga dengan jerawat adalah peradangan
kronik folikel filosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, dan
kista pada daeah-faerah predileksi, seperti muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas
superior, dada, dan punggung (Ilmu Penyakit Kulit, Marklali Harahap, 2000).
Akne merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar
sebasea.Penyakit ini dapat bersifat minor dengan hanya komedo atau peradangan
dengan pustule multiple atau kista.Keadaan ini sering dialami oleh mereka yang
berusia remaja dan dewasa muda, dan akan menghilang dengan sendirinya pada usia
sekitar 20-30 tahun.Walaupun demikian ada banyak juga orang setengah baya yang
mengalami serangan akne.Akne biasanya disebabkan oleh tingginya sekresi
sebum.Androgen telah diketahui sebagai perangsang sekresi sebum, dan estrogen
mengurangi produksi sebum.Tanpa androgen kelenjar sebasea akan tetap kecil.Akne
tidak terdapat pada laki-laki yang dikastrasi sebelum pubertas atau pada perempuan
yang sudah diooforektomi.
Suatu awitan mendadak serangan akne yang disertai hirsutisme atau kelainan
menstruasi mungkin menunjukkan adanya gangguan endokrin pada pasien prempuan.
Akne pada prempuan yang berusia sekitar 20-an, 30-an dan 40-an sering kali
disebabkan oleh kosmetik dan pelembab yang bahan dasarnya dari minyak dan
menimbulkan komedo.Faktor-faktor mekanik, seperti mengusap, menggesek, tekanan,
dan meregangkan kulit yang kaya akan kelenjar sebasea dapat memperburuk akne
yang sudah ada.Dari penyebab mekanik yang paling sering menimbulkan akne adalah
helm yang dipakai pemain football Amerika, plester operasi, kerah kemeja. Agen
komedogenik seperti petrolatum dan kosmetik yang mengandung minyak juga dapat,
merangsang akne.
Akne merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar sebasea.
(SylviaA. Pric, 2006).
Jadi akne vulgaris adalah penyakit kulit akibat peradangan kronik pada
kelenjarsebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dengan gambaran klinis
berupakomedo, papul, postul, nodus, dan kista pada tempat predileksinya.

5.2 Etiologi
Berbagai faktor. Penyebab akne sangat banyak (multifaktorial), antara lain :
genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan,
keaktifan dari kelenjar sebasea sendiri, faktor psikis, musim, infeksi bakteri
(Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh:
1. Sebum

30
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Akne yang
keras selalu disertai pengeluaran sebore yang banyak.
2. Bakteria
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah corynebacterium
acnes, Stafilococcus epidermidis, dan pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini
yang terpenting yakni C. Acnes yang bekerja secara tidak langsung.
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar
palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne,
kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.
4. Hormon
Hormon androgen. Hormon ini memegang peranan yang penting karena
kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon androgen berasal dari
testes dan kelenjar anak ginjal (adrenal). Hormon ini menyebabkan kelenjar palit
bertamabah besar dan produksi sebum meningkat.
Pada penyelidikan Pochi, Frorstrom dkk. & Lim James didapatkan bahwa
konsentrasi testosteron dalam plasma penderita akne pria tidak berbeda dengan
yang tidak menderita akne.Berbeda dengan wanita, pada testosteron plasma sangat
meningkat pada penderita akne.
Estrogen. Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh terhadap
produksi sebum. Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal
dari kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek menurunkan
produksi sebum.
Progesteron. Progesteron, dalam jumlah fisiologik tak mempunyai efek
terhadap efektivitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama siklus
menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progesteron dapat menyebabkan akne
premenstrual.
5. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat
pada musim dingin, sebaliknya kebanyakan membaik pada musim panas.
Sinar ultraviolet (UV) mempunyai efek membunuh bakteri pada
permukaan kulit. Selain itu, sinar ini juga dapat menembus epidermis bagian
bawah dan bagian atas dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada
dibagian dalam kelenjar palit. Sinar UV juga dapat mengadakan pengelupasan
kulit yang dapat membantu menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea.
Menurut Cunliffe, pada musim panas didapatkan 60% perbaikan akne,
20% tidak ada perubahan, dan 20% bertambah hebat. Bertambah hebatnya akne
pada musim panas tidak disebabkan oleh sinar UV melainkan oleh banyaknya
keringat pada keadaan yang sangat lembab dan panas tersebut.

31
6. Psikis
Pada beberapa penderita, stress dan gangguan emosi dapat menyebabkan
eksaserbasi akne. Mekanisme yang pasti mengenai hal ini belum diketahui.
Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi aknenya secara mekanis,
sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi yang beradang
yang baru, teori lain mengatakan bahwa eksaserbasi ini disebabkan oleh
meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar anak ginjal dan sebum,
bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat.
7. Kosmetik
Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus menerus dalam
waktu lama, dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri
dari komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustular pada pipi dan dagu. Bahan
yang sering menyebabkan akne ini terdapat pada berbagai krem muka seperti
bedak dasar (faundation), pelembab (moisturiser), krem penahan sinar matahari
(sunscreen), dan krem malam. Yang mengandung bahan-bahan, seperti lanolin,
pektrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan-bahan kimia murni (butil
stearat, lauril alcohol, dan bahn pewarna merah D &C dan asam oleic). Jenis
kosmetika yang dapat menimbulkan akne tak tergantung pada harga, merk, dan
kemurnian bahannya.

5.3 Epidemologi
Insiden akne vulgaris 80-100% pada usia dewassa muda, yaitu umur 14-17
tahun pada wanita, dan 16-19 tahun pada pria. Meskipun demikian akne vulgaris
dapat pula terjadi pada usia lebih muda atau lebih tua dari pada usia tersebut.
Meskipun kebanyakan jerawat terjadi pada masa remaja atau dewasa muda,
tetapi dalam kenyataannya jerawat juga timbul pada berbagai golongan usia lainnya.

5.4 Gejala Klinis


Keluhan yang sering timbul biasanya lebih karena gangguan estetik atau
keindahan yang dirasakan oleh penderita, bukan karena gangguan fisik kesehatan
secara umum. Memang kadang-kadang jerawat menyebabkan rasa gatal yang
mengganggu atau bahkan rasa sakit, tetapi umumnya tidak ada efek menyeluruh pada
tubuh yang ditimbulkan.
Penderita biasanya mengeluh adanya erupsi kulit pada tempat-tempat
predileksi, yakni di muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas, dan lengan bagian
atas. Dapat disertai rasa gatal. Erupsi kulit berupa komedo, papul, pustula, nodus, atau
kista. Isi komedo ialah sebum yang kental atau padat. Isi kista biasanya pus dan darah.

5.5 Patofisiologi

32
Jerawat merupakan penyakit yang melibatkan folikel pilosebasea (kompleks
folikel rambut dan kelenjar sebasea) pada wajah, leher, dada, dan punggung atas. Tiga
factor patofisiologi berperan dalam pertumbuhan jerawat yaitu kelebihan produksi
sebum, komedogenesis, dan pertumbuhan propionibacterium acnes yang berlebihan.
Distribusi akne sejalan dengan daerah yang mengandung kelenjar sebasea, dan
timbul pada wajah, leher, dada, punggung dan bahu.Lesi paling dini yang tampak
pada kulit adalah komedo.Komedo putih atau komedo tertutup kemungkinan besar
akan berkembang menjadi papula dan pustule.Komedo hitam atau komedo terbuka
memiliki sumbatan berwarna gelap yang menutup saluran pilosebasea.Komedo ini
menghalangi aliran sebum ke permukaan.Sebum, bakteri (Propionibacteriumacnes),
dan asam-asam lemak diduga menyebabkan perkembangan peradangan di sekeliling
saluran pilosebasea dan kelenjar sebasea.
Komedogenesis (pembentukan komedo) menyebabkan lesi non inflamasi yang
dapat berupa komedo terbuka (bintil hitam) atau komedo tertutup (bintil putih).
Inflamasi terjadi bersamaan dengan proliferasi propionibacterium acnes, organism
jinak yang selaluada di kulit, yang menghasilkan papula, pustule, nodul, dan
kista.Perhatian remaja pada penampilan dirinya menggoda mereka untuk
memencet,menyentuh, meremas, dan memanipulasi lesi. Hal ini memainkan peranan
penting dalamkemunculan jerawat secara terus menerus da kemungkinan
menyebabkan infeksisekunder. Selain itu pemberian krim dan minyak, termasuk dasar
riasan wajah yang beratdapat memperburuk jerawat. (pathway terlampir).

5.6 Diagnosa
Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskokleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor
(sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti
lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.

5.7 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik
berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel sebasea dengan massa sebum di
dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang di ganti dengan jaringan ikat
pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin
yang lepas. Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran
pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan laboratorium mikrobiologi
yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids)
dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris kadar asam lemak bebas
(free fatty acid) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan
digunakan cara untuk menurunkannya.

33
5.8 Penatalaksanaan
1. Non-Farmakologi
a. Perawatan muka
Pemakaian sabun bakteriostatik dan deterjen tidak dianjurkan, bahkan
pemakaian sabun berlebihan bersifat aknegenik dan dapat menyebabkan akne
bertambah hebat.
Menurut Plewig Kligman tak terbukti bahwa muka kurang di cuci akan
bertambah hebat atau terlalu seing mencuci muka ada gunanya. Mencuci muka
hanya menghilangkan lemak yang ada dipermukaan kulit, tetapi tidak
mempengaruhi lemak yang ada di dalam folikel.
b. Pemakean kosmetik dan bahan kimia
Bahan-bahan yang bersifat aknegenik lebih berpengaruh pada
penderita akne. Bahan ini dapat membentuk komedo lebih cepat dan lebih
banyak pada kulit penderita akne. Sebaiknya pasien dianjurkan untuk
menghentikan pemakaian kosmetik yang tebal dan hanya memakai kosmetik
yang ringan, yang tidak berminyak serta tidak mengandung obat (non
medicated).
c. Emosi dan faktor psikosomatik
Pada orang-orang yang mempunyai predisposisi akne stress dan emosi
dapat menyebabkan eksaserbasi atau aknenya bertambah hebat. Perlu pula
dianjurkan untuk tidak memegang-megang, memijit dan menggosok akne,
sebab dapat menyebabkan keadaan yang disebut “ akne mekanika”.

2. Farmakologi
a. Obat-obat Topikal
1) Retinoid topical meliputi:
 Tetrinoin (as.retinoat) gel,krim,solusia:0,01-0,1%
 Isotetrion gel
 Adapalen gel,krim solusio:0,1%
 Tazaroten gel, krim:0,05-0,1%

2) Agen keratolitik
 Sulfur 3-10%
 As. Salisilikum
 Resorsinol

3) Agen antibiotic
 Eritromisin gel, solusio 1%
 Klindamisin gel, solusio 1%
 Benzoil peroksida gel 2,5-5%

34
b. Obat-obat Sistemik
1) Agen antibiotik, dengan anjuran pengobatan selama 3 bualn. Alternative
pengobatan meliputi:

 Tetrasiklin 3 x 250 mg/hari-2 x 500 mg/hari


 Doksisiklin 2 x 50-100 mg/hari
 Lymecycline 1 x 150-300 mg/hari
 Minosiklin 2 x 20-100 mg/hari
 Klindamisin 2-3 x 150-300 mg/hari
 Eritromisin 2-3 x 500 mg/hari
 Linkomisin 2-3 x 250-500 mg/hari

2) Terapi hormone
 Siproteron asetat 2 mg dikombinasikan dengan etinil estradiol 35 mg

5.9 Komplikasi
Jaringan parut dapat terbentuk pada kasus yang parah. Rasa percaya diri
dapatterganggu. (Elizabeth J. Cowin, 2001).Infeksi. Kepada pasien wanita yang
mendapatkan terapi antibiotik jangka panjang dengan tertasiklin harus disarankan
untuk terus mengamati dan melaporkan tanda-tandaserta gejala kandidiasis oral atau
vaginal, yaitu suatu infeksi jamur mirip ragi. (Bruner &Suddarth, 2002).

5.10 Prognosis
Umumnya prognosis penyakit baik, tetapi sebagian penderita sering residif.
Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum mencapai usia 30-40 an. Jarang terjadi akne
vulgaris yang menetap sampai tua atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu
rawat inap di rumah sakit. Namun ada yang sukar diobati, mungkin ada faktor
genetika. Bila banyak sikatrik bisa dilakukan dermabrasi oleh yang ahli.

35
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ACNE

6.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Dalam melakukan pengkajian anamnesis, perawat perlu menggali persepsi
pasien mengenai faktor-faktor yang memicu peningkatan intensitas akne atau
yang membuat lesi semakin parah, seperti makanan dan minuman, gesekan atau
tekanan dari pakain seperti kerah baju, helm, tali helm atau pita kepala, atau
trauma akibat upaya untuk memijet keluar komedo dengan tangan.Adanya
ketidaksesuaian atau kesalahan persepsi dari pasien tentang faktor-faktor tersebut
dapat menjadi data dasar dalam memberikan intervensi keperawatan pada masalah
keperawatan penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif.
2. Riwayat penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang didapatkan adanya keluhan
lain yaitu efek sekunder dari peradangan, seperti misalnya gatal yang
berlebihan, masalah plain pada kulit yang dialami.
b. Riwayat Penyakit terdahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu diperlukan sebagai sarana dalam
pengkajian preoperative, serta penting untuk ditanyakan mengenai adanya
program pengobatan akne atau pasien berusaha mengobati sendiri dengan
berbagai produk komersial yang terdapat di pasaran. Buat daftar lengkap yang
memuat nama-nama preparat kosmetik, krim, obat, pelembap kulit, dan
preparat akne yang dibeli di toko-toko obat, serta baru saja digunakan oleh
pasian harus di peroleh.
3. Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial biasanya didapatkan kecemasan akan nyeri hebat
atau akibat respons pembedahan. Pada beberapa pasien juga didapatkan
mengalami ketidakefektifan koping berhubungan dengan perubahan peran dalam
keluarga
4. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan status lokalis kulit pasien diregangkan dengan hati-hati
dan kemudian lesinya diinspeksi pada saat melakukan pemeriksaan
jasmani.Komedo yang tertutup (yang merupakan precursor untuk terjadinya lesi
inflamatori yang lebih besar) tampak seperti papula kecil yang agak
menonjol.Komedo yang tebuka akan terlihat datar atau agak menonjol dengan
pemadatan bagian tengah folikel.Ciri-ciri lesi inflamatori
(papula,pustule,nodul,kista) harus dicatat.

36
Apabila lesi utama akne mengalami peradangan akan disertai papula,
pustul, nodula, dan kista.Lesi nodula-kistik yang mengalami peradangan dapat
terasa gatal dan nyeri tekan, bila pecah dapat mengeluarkan pus.Lokasi terutama
pada muka, dada, dan punggung. .

6.2 Diagnosa
1. Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit
2. Nyeri b/d proses peradangan
3. Gangguan citra tubuh b/d keadaan luka
4. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakitnya
5. Resiko terjadi penyebaran infeksi b/d pertahanan primer tidak adekuat

6.3 Rencana Keperawatan


1. Kerusakan integritas kulit b.d kerusakan permukaan kulit
Tujuan dan Kreteria Hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
… x 24 jam diharapkan integritas kulit mengalami perbaikan dengan kreteria
hasil: penurunan jumlah lesi dan pembentukan jaringan parut minimal.

No Intervensi Rasional
1. Mandiri:
Membantu dalam rehabilitasi danpe
Kaji tingkat kerusakan integritas kulit yang
pasien.
dialami oleh pasien.

2. Dorong klien untuk menghindari Mencegah penularan bakteri yang


semua bentuk friksi (menyentuh, dapat memperparah infeksi pada
menggaruk dengan lesi
tangan) pada kulit kulit

3. Anjurkan pasien untuk dapat merawat kulit Perawatan kulit yang benar

dengan bersih dan benar. mengurangi resiko


terakumulasinya
kotoran di kulit

37
4. Motivasi pasien untuk tetap mengkonsumsi obat Untuk memperlancar proses
dan makanan yang mengandung cukup penyembuhan.
gizi

5. Observasi terhadap eritema dan palpasi area Kehangatan merupakan tanda


sekitar terhadap kehangatan adanya infeksi.

6. Kolaborasi: Untuk menghambat pertumbuhan


Kolaborasi pemberian antibiotik topical bakteri

2. Nyeri b.d proses peradangan


Tujuan dan Kreteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
….. x 24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang atau hilang denga kreteria hasil:
menyatakan secara verbal nyeri berkurang atau hilang dengan skala nyeri (0-1)

No Intervensi Rasional
1. Mandiri: Pendekatan komprehensif
Kaji respons nyeri dengan pendekatan untukmenentukan
PQRST

2. Lakukan menejemen nyeri keperawatan: Istirahat secara fisiologis akan


Istirahatkan klien pada saat nyeri muncul
menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan
metabolism basal
3. Tingkatkan pengetahuan mengenai sebab- Pengetahuan yang akan dirasakan
sebab nyeri yang membantu mengurangi nyerinya dan
menghubungkan beberapa lama nyeri akan dapat membantu mengembangkan
berlangsung kepatuhan klien terhadap rencana
terapiutik.

4. Kolaborasi: Analgetik memblok lintasan nyeri


Kolaborasikan dengan tim medis sehingganyeri akan berkurang.
mengenai pemberian analgesic

38
3. Gangguan citra tubuh b.d rasa malu terhapad keadaan luka dan
penampilannya
Tujuan dan Kreteria Hasil: Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama
x 24 jam
Diharapkan citra diri pasien meningkata dengan kreteria hasil: mampu
menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasai dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap
kondisi tubuh.
No Intervensi Rasional
1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individu
dan hubungan dengan derajat dalam
ketidakmampuan. menyusun rencana perawatan
aataupemilihan
interevensi.
2. Identivikasi arti dari kehilangan atau Beberapa pasien dapat menerima
disfungsi pada pasien. secara efektif kondisi perubahan yang
sedang dialaminya, sedangan yang
lain mempunyai kesulitan dalam
menerima perubahan fungsi yang
dialaminya, sehingga ,memberikan
dapak kondisi
koping maladaptif.
3. Anjurkan orang yang terdekat untuk Menghidupak kembali
mengizinkan pasien untuk melakukan persaan
sebanyak-banyaknya hal-hal untuk kemandirian dan
dirinya. membantu
perkembangan harga diri, serta
mempengaruhi proses rehabilitasi.
4. Anjurkan untuk berbagi dengan individu Dengan mengungkapkan, saling
tentang nilai-nilai dan hal-hal yang berbagi,dapat mengurangi beban
penting untuk mereka secara psikologis

4. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang penyakitnya


Tujuan dan Kreteria Hasil: Setelah dilakuan tindakan keperawatan selama
…. X 24 jam diharapakan pengetahuan pasein mengenai penyakit meningkat
dengan kreteria hasil: menyatakan terpenuhinya informasi tentang penyakit,
prosedur pengobatan, jadwal control ke dokter ahli kulit, pencegahan dan
perawatan kulit.

39
No Interevensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang Pengetahuan tentang akne vulgaris,
akne vulgaris. pengobatan akne yang rasional, jadwal
control, upacaya pencegahan, dan
perawatan kulit yang konprehensif
dapat membantu peningkatan
proses
penyembuhan.
2. Kaji persepsi pasien tentang akne Sebagian besar pasien akne vulgaris
vulgaris. mempunyai persepsi yang salah
terhadap bagaimana cara dalam
menurunkan kondisi akne sehingga
kondisi ini dapat memicu peningkatan
intensitas akne atau yang membuat
lesi semakin parah dengan manifestasi
pada infeksi kulit melalui lesi
dari akne vulgaris.

3. Jelasakan mengenai pentingnya Pemberian pengobatan


pengobatan topical dan sistemik. dirumahdibutuhkan
untuk mengurangi kerusakan
pada kulit.
4. Tingkatkan kepatuhan dan pemahaman Dengan meningkatkan kepatuhan dan
akan terapi. pemahaman akan terapi yang akan
menurunkan intensitas akne dan
menurunkan risiko infeksi klit pada
lesi akne vulgaris. Upaya penjelasan
yang diberikan oleh perawat akan
meningkatkan kepatuhan pasien akan
penatalaksanaan
program terapuitik.
5. Anjurkan pada pasien yang menggunakan Kepada pasien wanita yang
antibiotic jangka panjang untuk segera menggunakan antibiotik jangka
memereksakan diri bila ada perubahan. panjang seperti tetrasiklin harus
disarkan untuk terus mengamati dan
melaporkan tanda-tanda, serta gejala
kondidiasis oral dan vaginal, yang
suatu
infeksi jamur mirip ragi

40
6. Meningkatkan cara hidup sehat seperti Meningkatkan terhadap system imun
intake makanan yang baik, keseimbangan danpertahanan terhadap infeksi.
anatara aktivitas dn istirahat, serta
monitor status kesehatan
dan adanya infeksi.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan terbentuknya pus pada pustule


Tujuan dan kreteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
…. X 24 jam diharapan infeksi tidak terjadi dengan kreteria hasil: tidak ada tanda-
tanda infeksi seperti kemerahan, panas pada luka.

No Intervensi Rasional
1. Ajarkan pasien agar dapat Memandirikan pasien terhadap
mengidentifikasikan perubahan yang terjadi tanda- tanda infeksi, agar pasien
pada kulit sedini mungkin. dapat melakukan pengobatan
secepat mungkin ketika terjadi
perubahan pada
kulitnya
2. Demonstrasikan perawatan kulit dan Perawatan kulit yang benar
tekankan pentingnya tehnik aseptik. (aseptic) mencegah infeksi yang
berkelanjutan
3. Tekankan pentingnya diet nutrisi yangbergizi Nutrisi yang bagus
untuk meningkatkan pemulihan meningkatkan
imunitas tubuh terhadap
perkembanganbakteri
4. Jelaskan hal-hal yang dapat menimbulkan Meningkatkan pengetahuan pasien
infeksi lain agar berperilaku sehat yang dapat
mencegah infeksi yang lebih parah
lagi

5. Jelaskan pentingnya istirahat. Seseorang dengan akne vulgaris


memerlukan nasehat untuk
menghilangan iritan eksternal dan
menghindari panas yang berlebihan.
Kebiasaan menggaruk dan mengosok
bagian yang gatal akan
mempengeruhi
lamanya penyakit.

41
42

Anda mungkin juga menyukai