Anda di halaman 1dari 29

TUGAS

KEPERAWATAN KRITIS

“ LUKA BAKAR”

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK VI

Alda Patty_NPM 12114201200007 Jonaldo Talapessy_NPM 12114201200108


Eunike Molle_NPM 12114201200063 Karmila Wakole_NPM 121142012000095
Eva Malawau_NPM 12114201200064 Odilifa Berasa_NPM 12114201200161
Herlin Labobar_NPM 121142012000095 Sabrina Serlaloy_NPM 12114201200172

Dosen Pengampuh : Ns. S. Tubalawony, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

2023
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
INTEGUMEN : LUKA BAKAR

1. Pengertian
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar
akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya.
Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan
kematian sel-sel (Purwanto H, 2016)
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung,
juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena
api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga (Purwanto H, 2016)
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan pada kulit atau jaringan organik lain yang
utamanya disebabkan oleh panas atau trauma akut. Penyebab terjadinya luka bakar antara
lain adalah kontak dengan sumber panas seperti air panas, api, bahan kimia, listrik dan
radiasi (Peck, 2012).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas arus listrik, bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Luka bakar yang luas
mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel tubuh, semua sistem dapat terganggu,
terutama sistem kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012)
2. Anatomi fisiologi

Kulit adalah sistem integumen, merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan
melapisi seluruh tubuh, membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit
berkisar 0,025 m2 pada anak baru lahir hingga pada orang dewasa 1.8 m2 ,dengan berat
kira-kira 4,5 - 5 kg (15% total berat badan). Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm
sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Kulit
memiliki sistem yang menakjubkan, lapisan epidermis mengontrol penguapan, sedangkan
dermis memberikan fleksibilitas dan kekuatan (Wardhana A, 2014)

 Epidermis/ Kutikel
Lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng
bertanduk, mengandung sei melanosit, Langerhans dan Merkel. Tebal epidermis
berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan
kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi
regenerasi setiap 4-6 minggu ( Wardhana A, 2014).
Epidermis terdiri atas lima lapisan, yaitu:
1. Stratum Korneum : Lapisan sei Keratinosit, yang mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum : Sei gepeng tanpa inti dan terdapat protein Eleidin, Biasanya
lebih mudah terlihat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan.
3. Stratum Granulosum : Terdiri dari 3-5 lapis sei polygonal gepeng yang disebut
Granula Keratohialin yang mengandung protein kaya akan Histidin. Pada lapisan
ini terdapat sei Langerhans.
4. Stratum Spinosum : Filamen Monofibril berperan penting mempertahankan
kohesi sei dan melindungi terhadap efek abrasi.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum) : Terdapat aktifitas mitosis yang hebat
dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sei epidermis secara konstan.
Epidermis diperbarui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, Hal ini
tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sei yang
mengandung Melanosit ( Wardhana A, 2014).

 Dermis
Lapisan lebih tebal (0,06 -1,2 mm) terdiri atas jaringan ikat yang menyokong
epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Terutama tersusun atas
kolagen dan serabut elastin, pembuluh darah, dan ujung-ujung saraf. Lebih dalam
dari dermis terdapat kelenjar keringat yaitu kelenjar sebasea dan folikel rambut serta
pleksus - pleksus kapiler dan lapisan lemak subdermal ( Wardhana A, 2014).
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal. Pada
usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin
berkurang. Hal ini menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak
mempunyai banyak keriput ( Wardhana A, 2014).

3. Klasifikasi
Berat luka bakar (Combustio) bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan
kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma
inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar (Purwanto H, 2016).
1) Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46°C. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Semakin luas
permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan
penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam
persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan
luas luka bakar, yaitu (Purwanto H, 2016) :
2) Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung
pada pasien dengan derajat luka II atau III.
3) Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
4) Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha
kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya
1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan
tubuh yang terbakar pada orang dewasa

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule
of nine atua rule of wallace yaitu:
1. Kepala dan leher : 9%
2. Lengan masing-masing 9% : 18%
3. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4. Tungkai maisng-masing 18% : 36% 5. Genetalia/perineum : 1% Total : 100%

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh
lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas
permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-
15- 20 untuk anak (Purwanto H, 2016).

Berdasarkan kedalaman luka bakar :


a. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama
tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung
gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung
pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis. Luka
bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-
7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan
rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa
bekas (Purwanto H, 2016).

Gambar 1. Luka bakar derajat I

b. Luka bakar derajat II


Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat,
terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf
teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
1) Derajat II dangkal (superficial) Kerusakan yang mengenai bagian superficial
dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari. 2)
2) Derajat II dalam (deep) Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan (Purwanto H,
2016).

Gambar 2. Luka bakar derajat II

c. Luka derajat III


Telah mencapai lapisan otot, tendom dan tulang dengan adanya kerusakan yang
luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ – organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula,
kulit yang terbakar berwarna abu – abu dan pucat, terletak lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal dengan scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung –
ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian. Penyembuhannya terjadi
lebih lama karena ada proses epitalisasi spontan (Moenadjat, 2001).

Gambar 3. Luka bakar derajat III


4. Etiologi
 Luka Bakar Termal
Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas atau objek-objek panas lainnya. Penyebab paling sering yaitu luka bakar
yang disebabkan karena terpajan dengan suhu panas seperti terbakar api secara
langsung atau terkena permukaan logam yang panas (Fitriana, 2014).
 Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
Luka bakar akibat zat kimia sering disebabkan oleh paparan zat asam dan basa,
termasuk asam hidrofolat, asam formiat, ammonia anhidrosa, semen dan fenol. Agen
kimia spesifik lain yang menyebabkan luka bakar kimia terdiri dari fosfor, unsur
logam tertentu, nitrat, hidrokarbon .
Waktu kontak sangat penting dalam menentukan keparahan cedera akibat zat kimia.
Permulaan hidroterapi sangat penting untuk membatasi efek zat kimia. Tanpa
memperhatikan agens penyebab, irigasi harus dilakukan setelah pasien tiba di IGD.
Tidak boleh membuang waktu untuk menetralkan zat asam atau basa, penanganan
hidroterapi harus dilanjutkan selama 2 sampai 3 jam (Hudak & Gallo, 2014).
 Luka bakar sengatan listrik (electrical burn)
Pengaruh listrik pada tubuh ditentukan oleh tujuh faktor : jenis arus, jumlah arus, alur
arus, durasi kontak, area kontak, resistensi tubuh, dan voltasenya. Manusia sensitif
terhadap arus listrik yang sangat kecil karena sistem saraf manusia terbentuk sangat
baik. Jaringan saraf, dan otot mudah mengalami kerusakan oleh aliran listrik. Luka
bakar akibat listrik dianggap cedera jika voltase minimalnya 380 volt (Hudak &
Gallo, 2014).
 Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber
radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar
matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar
radiasi (Rahayuningsih, 2012).
5. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik.
Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit
dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam
termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau
kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi
(Purwanto H, 2016).

Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya
kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu
sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka
bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat
penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik.
Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan
hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan
cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah.
Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan
vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah
perifer menurunkan curah jantung.

Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran
darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.

Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka
bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup.
Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap
resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka
bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat
terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai
hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup
trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui
pada kasus luka bakar.

Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh
jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi
renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel
darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila
aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.

Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang
abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk
mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya.
Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada
jamjam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme
6. Pathway

Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/ petir

LUKA BAKAR

Fase Akut Fase Sub Akut

Pada wajah Kerusakan kulit

Kerusakan mukosa
Luka derajat II Luka derajat III
Luka derajat I
Oedema laring

Kerusakan Epidermis,
Obstruksi jalan Merangsang saraf keseluruhan dermis dan
napas nyeri kadang- kadang
jaringan subkutan

Gagal napas Proses inflamasi


(kalor,dolor,rubor) Penguapan ↑

Pola Napas Tidak


Efektif Kerusakan epidermis ↑Pembuluh darah
dan dermis kapilaer

(Nyeri Akut)
Resiko Infeksi Ekstravasasi cairan
(H2O2, elektorlit,
protein)

Gangguan
Tekanan onkotik ↓
Intergritas Kulit/
Jaringan
Caiaran
intravaskuler ↓
Kekurangan
Hipovolemia volume cairan &
hemokonsentrasi

Laju metabolisme ↑ Gangguan perfusi Gangguan Gangguan


sirkulasi sirkulasi makro

glukogenolisis Devisit Nutrisi

7. Tanda dan gejala (Purwanto H, 2016)

Kedalaman Dan Bagian Gejala Penampilan


Penyebab Luka Kulit Yang Luka
Bakar Terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan, Memerah,
(Superfisial) : hiperestesia menjadi putih
tersengat matahari, (supersensivitas), ketika ditekan
terkena api dengan rasa nyeri mereda minimal atau
intensitas rendah jika didinginkan tanpa edema

Derajat Dua Epidermis Nyeri, Melepuh, dasar


(Partial- dan bagian hiperestesia, luka
Thickness) : dermis sensitif terhadap berbintikbintik
tersiram air udara yang merah,
mendidih, terbakar dingin epidermis retak,
oleh nyala api permukaan luka
basah, terdapat
edema
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering, luka
(FullThickness) : keseluruhan nyeri, syok, bakar berwarna
terbakar nyala api, dermis dan hematuria putih seperti
terkena cairan kadang- (adanya darah bahan kulit atau
mendidih dalam kadang dalam urin) dan gosong, kulit
waktu yang lama, jaringan kemungkinan retak dengan
tersengat arus subkutan pula hemolisis bagian lemak
listrik (destruksi sel yang tampak,
darah merah), terdapat edema
kemungkinan
terdapat luka
masuk dan keluar
(pada luka bakar
listrik)

8. Penatalaksanaan
1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas : (Purwanto H, 2016)
a. Intubasi Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai
fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu
agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih
mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika
dibanding dengan intubasi.
c. Pemberian oksigen 100% Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika
terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam
pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif,
sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator
sepsis.
d. Perawatan jalan nafas
e. Penghisapan sekret (secara berkala)
f. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan
nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi
umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan
bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat
tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat
(mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial).
g. Bilasan bronkoalveolar
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi
paru.

2. Tatalaksana resusitasi cairan


Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan
tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat
meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status
volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh
sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan
menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti
kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya
resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat
mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah
seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara
untuk menghitung kebutuhan cairan ini :
a. Cara Evans
1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3) cc glukosa 5% per 24 jam.
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

b. Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8
jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan
hari kedua.

3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak
dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian
nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya
mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian
nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah
terjadinya atrofi vili usus (Purwanto H, 2016).

9. Komplikasi (Purwanto H, 2016)


1.) Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2.) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler,
syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan
bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah
kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga
terjadi iskemia.
3.) Adult Respiratory Distress Syndrome Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat
gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4.) Ileus Paralitik dan Ulkus Curling Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus
merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan
nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat
stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah
okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan
tanda-tanda ulkus curling.
5.) Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien
menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine,
perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan
frekuensi denyut nadi.
6.) Gagal ginjal akut Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi
cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam
urine.

10. Landasan Teori Keperawatan

A. Wawancara
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami
luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru. (Purwanto H, 2016)

2) Riwayat penyakit sekarang


Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama
menjalan perawatanketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi
beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak),
fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang
klien pulang). (Purwanto H, 2016).

3) Riwayat penyakit masa lalu


Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai
riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat
dan alkohol. (Purwanto H, 2016).

4) Riwayat penyakit keluarga


Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan. (Purwanto H, 2016)

5) Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi
perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan
nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada
pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat
melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan.
Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri. (Purwanto H, 2016)

6) Riwayat psiko sosial.


Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image
yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan
perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam
sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan
stress, rasa cemas, dan takut. (Purwanto H, 2016).
7) Aktifitas/ istirahat
Tanda : Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit, gangguan massa otot, perubahan tonus. (Purwanto H, 2016).

8) Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda:
ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
(Purwanto H, 2016).

9) Eliminasi
Tanda : haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus
lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
(Purwanto H, 2016)

10) Makanan/cairan
Tanda : oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. (Purwanto H, 2016)

11) Neurosensori
Gejala : area batas; kesemutan. Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku;
penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas
kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman
penglihatan ; ruptur membran timpanik (gendang telinga pecah); paralisis
(kelumpuhan). (Purwanto H, 2016)

12) Nyeri/ kenyamanan


Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren
sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar
ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar
derajat tiga merupakan kondisi luka akibat terbakar yang paling buruk karena
mengenai seluruh lapisan epidermis maupun dermis, bahkan bisa lebih dalam
lagi. Derajat luka bakar ini dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya
seperti dehidrasi, infeksi hingga kematian. (Purwanto H, 2016)

13) Pernafasan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada;
jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme,
oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema
laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). (Purwanto H, 2016)

14) Keamanan
Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-
5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok. (Purwanto H, 2016)
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa
hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar
mulut dan atau lingkar nasal. (Purwanto H, 2016)
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin
coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72
jam setelah cedera. (Purwanto H, 2016)
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar
(eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan
luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya
fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik
sehubungan dengan syok listrik). (Purwanto H, 2016)

B. Pemeriksaan fisik ( head to toe)


a. Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda
asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena
air panas, bahan kimia akibat luka bakar. (Purwanto H, 2016).
b. Kulit
Merupakan pemeriksaan pada daerah yang mengalami luka bakar berupa luas dan
kedalaman luka. Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat
(grade). Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri
yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka. (Purwanto H, 2016)
c. Respirasi
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak
mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal);
bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan
nafas dalam (ronkhi). (Purwanto H, 2016)
d. Gastrointestinal
Terjadi penurunan bising usus atau berhenti karena syok atau kekurangan ion
kalium, tidak nyeri tekan, dapa terjadi hematemesis melena bila ada gejala tukak
pepti akan muncul lesi kecil berbatas tegas di dalam lapisan lambung. (Purwanto
H, 2016)
e. Muskuloskeletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri. (Purwanto H, 2016).
f. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan fisik sebaiknya fokus pada ketiga masalah utama selain secara
umum menilai dari ujung kepala hingga ujung ekstrimitas. (Purwanto H, 2016)
a. Trauma inhalasi :
 Inspeksi: batuk-batuk yang menetap, suara serak, adanya luka bakar
pada daerah wajah atau leher, jelaga hitam pada hidung, adanya rambut
yang terbakar, sputum kehitaman, penurunan kesadaran/status mental,
penggunaan otot bantu napas, napas cepat dan dangkal, dan tanda-tanda
kesulitan napas lain.
 Auskultasi: mengi, stridor.
b. Gangguan ekspansi rongga toraks :
 Inspeksi: penggunaan otot bantu napas, napas cepat dan dangkal, dan
tanda-tanda kesulitan napas lain, adanya luka bakar dengan eskar tebal
di daerah dada.
c. Sirkulasi :
 Nilai sirkulasi daerah distal.
 Gangguan perfusi
 Tekanan darah: normal lalu hipotensi dengan sistol <80 mmHg, denyut
nadi: takikardia atau bradikardia, suhu tubuh dingin terutama di ujung
ekstremitas, CRT > 2 detik.
 Inspeksi: kulit pucat, keringat dingin, frekuensi napas cepat dan dangkal,
penggunaan otot bantu napas

Identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa (ABCDE) : (Endradita G, 2016)

1.) Airway Maintenance with C-spine control


 Cek patensi jalan napas dengan cara berbicara dengan pasien
 Bersihkan jalan nafas dari benda asing
 Lakukan Chin lift, Jaw thrust
 Hindari melakukan hiperfleksi atau hiperekstensi kepala dan leher
 Kontrol tulang cervical dengan rigid collar
 Awasi tanda-tanda trauma inhalasi → laringoskopi → trauma inhalasi
confirm → intubasi → gagal intubasi → trakeostomi
Tanda trauma inhalasi:
 Look: luka bakar pada wajah, bulu hidung terbakar, sputum berjelaga, cuping
hidung membesar, sesak napas, retraksi trakea, retraksi supraclavicular,
retraksi intercostal
 Listen: suara serak, batuk kasar, stridor inspiratoir, batuk produktif

2.) Breathing and ventilation


 Periksa tanda - tanda hipoksia dan hiperventilasi atau hipoventilasi
 Hati-hati pasien dengan intoksikasi carbon monoksida, tampak cherry pink
dan tidak bernafas
 Pastikan ekspansi dada adekuat dan simetris
 Berikan oksigen 100% high flow 10-15 liter per menit melalui non-
rebreathing mask
 → jika tetap sesak → bagging → ventilasi mekanik
 Hati-hati luka bakar sirkumferensial pada dada, jika ada pertimbangkan
eskarotom

3.) Circulation with haemorrhage control


 Lakukan penekanan luka jika terdapat perdarahan aktif
 Cek nadi sentral
 Cek tekanan darah
 Cek capillary refill
 Jika capillary refill memanjang, mengindikasikan terjadi hypovolemia atau
terdapat luka bakar sirkumferensial pada ektremitas (pertimbangkan
eskarotomi)
 Cari tanda-tanda syok: akral dingin, nadi lemah, hipotermia, takikardia, CRT
> 2 detik. Jika terdapat tanda – tanda syok, pasang infus 2 jalur (2 perifer atau
1 perifer 1 sentral atau 2 sentral) menggunakan abbocath no.18 dengan cairan
RL 20 ml/kg berat badan
 Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, Analisa gas
darah, PT, APTT, Albumin.

4.) Disability: Neurological status


 Cek derajat kesadaran : GCS dan AVPU
A (Alert) : Sadar penuh
V (Verbal) : Respon terhadap rangsang verbal
P (Pain) : Respon terhadap rangsang nyeri
U (Unresponsive) : Tidak ada respon
 Cek refleks pupil
 Hati – hati pada pasien dengan hipoksemia dan syok karena dapat terjadi
penurunan kesadaran dan gelisah.

5.) Exposure with Environmental Control


 Melepas semua pakaian dan aksesoris yang melekat pada tubuh pasien
 Lakukan log roll untuk melihat permukaan posterior pasien
 Jaga pasien tetap dalam keadaan hangat
 Menghitung luas luka bakar dengan metode Rules of Nine
 Mengetahui derajat kedalaman luka bakar (derajat I, IIA, IIB, III) diantara
primary survey dan secondary survey terdapat F.A.T.T
F (Fluid) : Resusitasi Cairan
A (Analgesia) : Manajemen Nyeri
T (Tests) : Pemeriksaan Penunjang
T (Tubes) : Pemasangan pipa

11. Daftar dignosa keperawatan


1. Pola nafas tdk efektif b.d hambatan upaya nafas (mis nyeri saat bernafas) (D. 0005)
2. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif (D. 0023)
3. Nyeri akut b.d agen pencedera kimiawi (D. 0077)
4. Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d trauma (D. 0129)
5. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan (D. 0019)
6. Resiko infeksi b.d pertahanan primer tidak adekuat kerusakan perlindungan kulit (D.
0142)

12. Rencana Asuhan keperawatan


Tujuan perawatan luka bakar adalah untuk mempertahankan fisiologis pasien stabilitas,
memperbaiki integritas kulit, mencegah infeksi, dan meningkatkan fungsi maksimal dan
kesehatan psikososial. Perawatan yang kompeten segera setelah luka bakar terjadi dapat
secara dramatis meningkatkan keberhasilan pengobatan secara keseluruhan.
Setiap korban luka bakar harus dievaluasi awalnya sebagai trauma pasien. Fokus pada
pemeliharaan jalan napas pasien, pernapasan, dan sirkulasi. Bila luka bakar disebabkan
oleh bahan kimia, oritasnya adalah untuk menghilangkan agen penyebab dan mengairi
yang terkena daerah dengan air. (Wiliams L & Wilkins, 2013).

No Diagnosa Intervensi
1 Pola nafas tdk efektif b.d Manajemen Jalan Napas (I.01011)
hambatan upaya nafas Observasi
(mis nyeri saat bernafas) 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya:
gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga
trauma fraktur servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak ada kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
2 Hipovolemia b.d Manajemen Cairan (I.03098)
kehilangan cairan aktif Observasi
1. Monitor status hidrasi
2. Monitor berat badan sebelum dan sesudah
dialysis
3. Monitor berat badan harian
Teraupetik
1. Berikan asuhan cairan sesuai kebutuhan
2. Catat intake-ouput dan hitung balans cairan
selama 24 jam
3. Berikan cairan intravena
3 Nyeri akut b.d agen Manajemen Nyeri I.08238
pencedera kimiawi Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi,frekuensi,kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat
4. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
5. Monitorefek samping penggunaan analgetik
Teraupetik
1. Kontrol lingkungan yang memperberatkan
rasa nyeri
2. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
2. Ajarkan menggunakan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4 Gangguan integritas kulit/ Perawatan Luka Bakar I.14565
jaringan b.d trauma Observasi
1. Identifikasi penyebab luka bakar
2. Identifikasi durasi terkena luka bakar dan
riwayat penanganan luka bakar sebelumnya
3. Monitor kondisi luka
Teraupetik
1. Gunakan teknik aseptic dalam merawat luka
2. Lepaskan balutan lama dan menghindari nyeri
dan perdarahan
3. Bersihkan luka dengan cairan steril
4. Lakukan terapi relaksasi untuk mengurangi
nyeri
5. Berikan sublemen vitamin dan mineral
Edukasi
1. Anjurkan pada klien mengomsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
5 Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi I.03119
berhubungan dengan Observasi
ketidakmampuan 1. Identifikasi status nutrisi
menelan makanan 2. Identifikasi makanan yang disukai
3. Monitor asupan makanan
Teraupetik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
6 Resiko infeksi Pencegahan Infeksi I.14539
berhubungan dengan Observasi
pertahanan primer tidak 1. Monitor tanda dan gejala local dan sistemik
adekuat kerusakan Teraupetik
perlindungan kulit 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
2. Pertahabkan teknik aseptic pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
3. Anjurkan meningkatkan cairan
DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, H. (2016). “Keperawatan medikal bedah II”. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Wiliams, L., & Wilkins. (2013). “Nusrsing Procedures Sixth Edition”. Hongkong Sydney: Jay
Abramavitz.

Fitriana, R.N. (2014). Hubungan Self Efficacy Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Dalam
Penanganan Pertama Luka Bakar Pada AnakUsia Pra- Sekolah Di Desa Jombor
Bendosari Sukoharjo. Artikel. Stikes Kusuma Husada Surakarta.

Wardhana A, 2014. Panduan Praktis Manajemen Awal Luka Bakar. Jakarta : Yayasan Lingkar
Studi Bedah Plastik.

Hudak dan Gallo. 2014. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi - VIII Jakarta:
EGC.

Rahayuningsih, T., 2012, Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio), Jurnal Profesi Volume 08/
Februari-September 2012

Luka bakar : pengetahuan klinik praktis. Edisi ke-2. 2001 / FKUI ; Moenadjat,Yefta (-) · Book ·
ind · Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) , 2001.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1”. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1”.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). “Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1”.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai