KEPERAWATAN KRITIS
“ LUKA BAKAR”
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK VI
FAKULTAS KESEHATAN
2023
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
INTEGUMEN : LUKA BAKAR
1. Pengertian
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar
akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya.
Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan
kematian sel-sel (Purwanto H, 2016)
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung,
juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena
api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga (Purwanto H, 2016)
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan pada kulit atau jaringan organik lain yang
utamanya disebabkan oleh panas atau trauma akut. Penyebab terjadinya luka bakar antara
lain adalah kontak dengan sumber panas seperti air panas, api, bahan kimia, listrik dan
radiasi (Peck, 2012).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas arus listrik, bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Luka bakar yang luas
mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel tubuh, semua sistem dapat terganggu,
terutama sistem kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012)
2. Anatomi fisiologi
Kulit adalah sistem integumen, merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan
melapisi seluruh tubuh, membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit
berkisar 0,025 m2 pada anak baru lahir hingga pada orang dewasa 1.8 m2 ,dengan berat
kira-kira 4,5 - 5 kg (15% total berat badan). Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm
sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Kulit
memiliki sistem yang menakjubkan, lapisan epidermis mengontrol penguapan, sedangkan
dermis memberikan fleksibilitas dan kekuatan (Wardhana A, 2014)
Epidermis/ Kutikel
Lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng
bertanduk, mengandung sei melanosit, Langerhans dan Merkel. Tebal epidermis
berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan
kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi
regenerasi setiap 4-6 minggu ( Wardhana A, 2014).
Epidermis terdiri atas lima lapisan, yaitu:
1. Stratum Korneum : Lapisan sei Keratinosit, yang mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum : Sei gepeng tanpa inti dan terdapat protein Eleidin, Biasanya
lebih mudah terlihat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan.
3. Stratum Granulosum : Terdiri dari 3-5 lapis sei polygonal gepeng yang disebut
Granula Keratohialin yang mengandung protein kaya akan Histidin. Pada lapisan
ini terdapat sei Langerhans.
4. Stratum Spinosum : Filamen Monofibril berperan penting mempertahankan
kohesi sei dan melindungi terhadap efek abrasi.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum) : Terdapat aktifitas mitosis yang hebat
dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sei epidermis secara konstan.
Epidermis diperbarui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, Hal ini
tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sei yang
mengandung Melanosit ( Wardhana A, 2014).
Dermis
Lapisan lebih tebal (0,06 -1,2 mm) terdiri atas jaringan ikat yang menyokong
epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Terutama tersusun atas
kolagen dan serabut elastin, pembuluh darah, dan ujung-ujung saraf. Lebih dalam
dari dermis terdapat kelenjar keringat yaitu kelenjar sebasea dan folikel rambut serta
pleksus - pleksus kapiler dan lapisan lemak subdermal ( Wardhana A, 2014).
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal. Pada
usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin
berkurang. Hal ini menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak
mempunyai banyak keriput ( Wardhana A, 2014).
3. Klasifikasi
Berat luka bakar (Combustio) bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan
kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma
inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar (Purwanto H, 2016).
1) Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46°C. Luasnya
kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Semakin luas
permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan
penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam
persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan
luas luka bakar, yaitu (Purwanto H, 2016) :
2) Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung
pada pasien dengan derajat luka II atau III.
3) Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
4) Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha
kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya
1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan
tubuh yang terbakar pada orang dewasa
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule
of nine atua rule of wallace yaitu:
1. Kepala dan leher : 9%
2. Lengan masing-masing 9% : 18%
3. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4. Tungkai maisng-masing 18% : 36% 5. Genetalia/perineum : 1% Total : 100%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh
lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas
permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-
15- 20 untuk anak (Purwanto H, 2016).
Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya
kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu
sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka
bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat
penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik.
Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan
hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan
cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah.
Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan
vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah
perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran
darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka
bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup.
Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap
resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka
bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat
terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai
hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup
trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui
pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh
jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi
renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel
darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila
aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat
tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang
abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk
mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya.
Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada
jamjam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme
6. Pathway
LUKA BAKAR
Kerusakan mukosa
Luka derajat II Luka derajat III
Luka derajat I
Oedema laring
Kerusakan Epidermis,
Obstruksi jalan Merangsang saraf keseluruhan dermis dan
napas nyeri kadang- kadang
jaringan subkutan
(Nyeri Akut)
Resiko Infeksi Ekstravasasi cairan
(H2O2, elektorlit,
protein)
Gangguan
Tekanan onkotik ↓
Intergritas Kulit/
Jaringan
Caiaran
intravaskuler ↓
Kekurangan
Hipovolemia volume cairan &
hemokonsentrasi
8. Penatalaksanaan
1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas : (Purwanto H, 2016)
a. Intubasi Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai
fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu
agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih
mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika
dibanding dengan intubasi.
c. Pemberian oksigen 100% Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika
terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam
pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif,
sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator
sepsis.
d. Perawatan jalan nafas
e. Penghisapan sekret (secara berkala)
f. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan
nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi
umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan
bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat
tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat
(mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial).
g. Bilasan bronkoalveolar
h. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi
paru.
b. Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8
jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan
hari kedua.
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak
dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian
nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya
mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian
nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah
terjadinya atrofi vili usus (Purwanto H, 2016).
A. Wawancara
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami
luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru. (Purwanto H, 2016)
5) Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi
perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan
nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada
pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat
melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan.
Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri. (Purwanto H, 2016)
8) Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda:
ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
(Purwanto H, 2016).
9) Eliminasi
Tanda : haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus
lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
(Purwanto H, 2016)
10) Makanan/cairan
Tanda : oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. (Purwanto H, 2016)
11) Neurosensori
Gejala : area batas; kesemutan. Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku;
penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas
kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman
penglihatan ; ruptur membran timpanik (gendang telinga pecah); paralisis
(kelumpuhan). (Purwanto H, 2016)
13) Pernafasan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada;
jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme,
oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema
laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). (Purwanto H, 2016)
14) Keamanan
Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-
5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler
lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok. (Purwanto H, 2016)
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa
hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar
mulut dan atau lingkar nasal. (Purwanto H, 2016)
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin
coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72
jam setelah cedera. (Purwanto H, 2016)
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar
(eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan
luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya
fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik
sehubungan dengan syok listrik). (Purwanto H, 2016)
No Diagnosa Intervensi
1 Pola nafas tdk efektif b.d Manajemen Jalan Napas (I.01011)
hambatan upaya nafas Observasi
(mis nyeri saat bernafas) 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya:
gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift (jaw thrust jika curiga
trauma fraktur servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak ada kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
2 Hipovolemia b.d Manajemen Cairan (I.03098)
kehilangan cairan aktif Observasi
1. Monitor status hidrasi
2. Monitor berat badan sebelum dan sesudah
dialysis
3. Monitor berat badan harian
Teraupetik
1. Berikan asuhan cairan sesuai kebutuhan
2. Catat intake-ouput dan hitung balans cairan
selama 24 jam
3. Berikan cairan intravena
3 Nyeri akut b.d agen Manajemen Nyeri I.08238
pencedera kimiawi Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi,frekuensi,kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat
4. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
5. Monitorefek samping penggunaan analgetik
Teraupetik
1. Kontrol lingkungan yang memperberatkan
rasa nyeri
2. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,periode dan pemicu nyeri
2. Ajarkan menggunakan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4 Gangguan integritas kulit/ Perawatan Luka Bakar I.14565
jaringan b.d trauma Observasi
1. Identifikasi penyebab luka bakar
2. Identifikasi durasi terkena luka bakar dan
riwayat penanganan luka bakar sebelumnya
3. Monitor kondisi luka
Teraupetik
1. Gunakan teknik aseptic dalam merawat luka
2. Lepaskan balutan lama dan menghindari nyeri
dan perdarahan
3. Bersihkan luka dengan cairan steril
4. Lakukan terapi relaksasi untuk mengurangi
nyeri
5. Berikan sublemen vitamin dan mineral
Edukasi
1. Anjurkan pada klien mengomsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
5 Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi I.03119
berhubungan dengan Observasi
ketidakmampuan 1. Identifikasi status nutrisi
menelan makanan 2. Identifikasi makanan yang disukai
3. Monitor asupan makanan
Teraupetik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
2. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
6 Resiko infeksi Pencegahan Infeksi I.14539
berhubungan dengan Observasi
pertahanan primer tidak 1. Monitor tanda dan gejala local dan sistemik
adekuat kerusakan Teraupetik
perlindungan kulit 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
2. Pertahabkan teknik aseptic pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
3. Anjurkan meningkatkan cairan
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, H. (2016). “Keperawatan medikal bedah II”. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.
Wiliams, L., & Wilkins. (2013). “Nusrsing Procedures Sixth Edition”. Hongkong Sydney: Jay
Abramavitz.
Fitriana, R.N. (2014). Hubungan Self Efficacy Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu Dalam
Penanganan Pertama Luka Bakar Pada AnakUsia Pra- Sekolah Di Desa Jombor
Bendosari Sukoharjo. Artikel. Stikes Kusuma Husada Surakarta.
Wardhana A, 2014. Panduan Praktis Manajemen Awal Luka Bakar. Jakarta : Yayasan Lingkar
Studi Bedah Plastik.
Hudak dan Gallo. 2014. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi - VIII Jakarta:
EGC.
Rahayuningsih, T., 2012, Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio), Jurnal Profesi Volume 08/
Februari-September 2012
Luka bakar : pengetahuan klinik praktis. Edisi ke-2. 2001 / FKUI ; Moenadjat,Yefta (-) · Book ·
ind · Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) , 2001.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1”. Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1”.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). “Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1”.
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.