Disusun oleh :
Surya Rianto
Kusuma
191913017
B. Anatomi Fisiologi
2) Kelenjar sebasea
berfungsi untuk menghasilkan minyak pada kulit kepala dan
melumasi rambut, paling banyak terdapat di kulit kepala, kening,
muka, dagu
c. Hipodermis
Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasia superfisialis) yang
terdiri atas jaringan pengikat longgar, komponennya serat longgar,
elastis dan sel lemak. Sel-sel lemak membentuk jaringan lemak pada
lapisan adiposa yang terdapat susunan lapisan subkutan untuk
menentukan mobilitas kulit diatasnya. Bila terdapat lobulus lemak
yang merata, hipodermis membentuk bantal lemak disebut pannikulus
adiposus. Pada daerah perut, lapisan ini dapat mencapai ketebalan tiga
cm, sedangkan pada kelopak mata, penis, dan skrotum, lapisan
subkutan tidak mengandung lemak. Bagian superfisial hipodermis
mengandung kelenjar keringat dan folikel rambut. Dalam lapisan
hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri, pembuluh vena, dan
anyaman saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit di bawah
dermis. Lapisan ini mempunyai ketebalan bervariasi dan mengikat
kulit secara longgar terhadap jaringan di bawahnya
2. Fungsi Kulit
Poltekkes Kemenkes Palangkaraya (2019) menyatakan bahwa, kulit
memiliki beberapa fungsi yang diantaranya adalah :
a. Pelindung atau proteksi. Kulit epidermis terutama lapisan tanduk
berguna untuk menutupi jaringan-jaringan tubuh di sebelah dalam
dan melindungi tubuh dari lingkungan luar seperti luka dan
serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi
dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit
dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah
zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau
rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.
b. Penerima rangsang. Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang
sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin,
tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan
melalui ujung-ujung saraf sensasi.
c. Pengatur panas atau thermoregulasi. Kulit mengatur suhu tubuh
melalui dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler serta melalui
respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pengatur
panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh
dan lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
d. Pengeluaran (ekskresi). Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu
yaitu keringat dari kelenjar kelenjar keringat yang dikeluarkan
melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan
zat kimia lainnya.
e. Penyimpanan cadangan lemak
C. Klasifikasi
Kim dan Drew (2021) menyatakan untuk menilai luka bakar terdapat
beberapa karakteristik utama diantaranya yaitu:
1. Kedalaman Luka bakar
Noorbakhsh (2021) menjelaskan bahwa menilai klasifikasi luka bakar
penting untuk dipahami karena kedalaman luka bakar merupakan faktor
prognostik yang penting dan mempengaruhi pengobatan. Berikut
klasifikasi luka bakar berdasarkan tingkat keparahan yaitu:
a. Derajat I (superfisial atau epidermal)
luka bakar yang terjadi akibat sinar matahari. Sinar matahari hanya
mengenai epidermis saja dan ditandai dengan eritema (kemerahan).
Luka bakar pada lapisan kulit ini tidak melepuh dan kemungkinan
akan membuat kulit terkelupas setelah beberapa hari dan tidak
meninggalkan jaringan parut. masa penyembuhan biasanya 2 sampai
3 hari (Kim & Drew, 2021).
b. Derajat II
Luka bakar derajat II terdiri dari 2 macam yaitu
1) II A (ketebalan parsial)
Luka bakar yang melibatkan lapisan atas dermis ditandai dengan
rasa nyeri, kemerahan (eritematosa) dan pucat apabila ditekan.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Fauzan (2021) tanda gejala yang muncul pada luka bakar yaitu
1. Derajat I
Kerusakan yang terjadi pada epidermis yang ditandai kulit kering
kemerahan, nyeri sedang hingga berat, tidak ada jaringan parut.
2. Derajat II
Kerusakan pada epidermis dan dermis terdapat vesikel dan edema
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri,
3. Derajat III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak
tidak sembuh sendiri.
F. Patofisiologi
Tubuh manusia ketika terjadi trauma jaringan seperti luka bakar akan
merespon pelepasan mediator inflamasi yang disebut dengan sitokin.
Sitokin sendiri dapat menimbulkan reaksi inflamasi sistemik maupun
lokal. Selain itu juga, sel mast akan segera bereaksi ketika tubuh
mengalami trauma jaringan dan melepaskan histamin, yang dapat
meningkatkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vascular local.
Prostaglandin adalah enzim yang dihasilkan dari asam arakidonat yang
merupakan vasodilator yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler
(pembuluh darah) sehingga pengiriman oksigen ke jaringan yang rusak
meningkat dengan cepat dan kemungkinan berbagai respon inflamasi akan
ke daerah tubuh yang mengalami cedera (Noorbakhsh et al., 2021).
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada luka bakar menurut Purwanto (2016)
yaitu :
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi
iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi
dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda
ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatkan nause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat
stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai
oleh darah okulta dalam feses, regurgitasi muntah atau vomitus yang
berdarah, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5. Syok sirkulasi
terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya
biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah,curah
jantung, tekanan vena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi
6. Gagal ginjal akut
Haluaran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusitasi cairan
yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau hemoglobin terdeteksi
dalam urine
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada luka bakar menurut
Ekawati (2019) sebagai berikut:
1. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) yang turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang berlebihan sedangkan Hb yang
meningkat lebih dari 15% menunjukkan adanya cedera, Peningkatan
hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi sehubungna dengan
perpindahan cairan. Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan
dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit: meningkat karena ditandai sebagai adanya respon inflamasi
atau infeksi
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4. Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urine: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEtAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat: peningkatan alkali berkaitan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum: tingginya kadar glukosa serum menandakan terjadinya
peningkatan respon stress.
8. Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9. BUN dan Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11. EKG: pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui adanya tanda
iskemia miokardium dan disritmia
J. Penatalaksanaan
McCann et al (2022) menjelaskan bahwa pertolongan pertama luka bakar
sangat penting dilakukan untuk mencegah cedera yang serius. Luka bakar
harus diatasi di bawah air dingin atau air hangat yang mengalir selama 20
menit sampai dengan 4 jam. Hal ini dikarenakan air dapat menahan kerusakan
jaringan dan menahan luka lebih dalam serta menurunkan pembentukan bekas
luka. Berikut pertolongan pertama sesuai penyebabnya:
1. Luka bakar termal (uap air, kobaran api, air panas, dll)
Prinsip umum pertolongan pertama luka bakar termal (air panas, kobaran
api, uap panas) adalah menggunakan pendekatan memanggil bantuan,
mengkaji lokasi TKP, Bebas dari bahaya, Evaluasi korban, menghentikan
proses pembakaran, dinginkan luka bakar dan menutupi luka bakar
dengan balutan yang tidak melekat (misalnya cling film). Penggunaan air
dingin dapat meningkatkan risiko hipotermia pada pasien luka bakar
karena itu pasien harus segera diselimuti dengan selimut yangkering
dan bersih
2. Luka bakar kimia (alkali)
Pasien luka bakar kimia harus dipindahkan ke area yang aman dari
paparan kimia serta melepaskan semua pakai yang terkontaminasi.
Pertolongan pertama luka bakar kimia harus di irigasi dengan air
mengalir atau cairan steril dengan berhati hati agar bahan kimia tidak
masuk ke organ vital seperti mulut, hidung, mata dan telinga). Irigasi
merupakan hal yang penting dalam luka bakar karena dapat
menghilangkan bahan kimia dan menghentikan proses pembakaran.
Dianjurkan pada luka bakar yang terkena asam harus diirigasi selama
45 menit dan luka bakar alkali selama 1 jam.
3. Luka bakar listrik
Sebelum melakukan pertolongan awal pada korban luka bakar listrik
hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan cara menghentikan
arus atau menggunakan isolator. Setelah cara ini selesai, barulah tim
penyelamat atau layanan darurat dapat disiagakan dan survei primer
dan sekunder biasa dapat dimulai. Bahan yang terbakar di tubuh korban
dilepaskan dan diganti dengan seprai bersih untuk mengurangi risiko
kontaminasi pada luka serta untuk menjaga suhu tubuh agar tidak
terjadi hipotermi. Pengobatan rumahan seperti mentega,, lemon, salep
hydrogen, pasta gigi, peroksida atau bawang tidak direkomendasikan
karena dapat merusak jaringan lebih lanjut.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2019) menjelaskan bahwa
terdapat prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma
(ATLS) dan resusitasi secara simultan harus diterapkan.
1. Penatalaksanaan Luka bakar 24 jam pertama
Sebelum melakukan pertolongan pertama, petugas medik diharuskan
menggunakan alat pelindung diri untuk melindungi dirinya dari cairan
tubuh, mikroorganisme dan yang lainnya seperti menggunakan goggle
glass, sarung tangan serta baju pelindung khusus sebelum menangani
pasien.
a Primary survey
Lakukan segera identifikasi keadaan yang mengancam jiwa dan
lakukan manajemen emergensi.
1) (Airway) : Penatalaksanaan jalan nafas dan manajemen
trauma cervical
2) (Breathing) : Pernapasan dan ventilasi
3) (Circulation: Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
4) (Disability): Status neurogenik
5) (Exposure): Pajanan dan Pengendalian lingkungan
b) Mata
Untuk mengetahui bentuk mata, fungsi mata serta untuk melihat
apakah ada kelainan pada mata.
Inspeksi: lihat warna konjungtiva dan sclera mata (kuning atau
ikterus), pupil isokor, lesi atau adakah benda asing yang
menyebabkan penglihatan terganggu serta bulu mata yang
rontok akibat air panas, bahan kimia atau luka bakar
Palpasi: lihat apakah ada tekanan intra okuler. Apabila ada maka
ketika dilakukan penekanan akan terasa keras, kaji jika ada nyeri
tekan.
c) Hidung
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung
Inspeksi: lihat bentuk hidung simetris atau tidak apakah ada
perdarahan, secret atau sumbatan pada hidung
Palpasi: lakukan penekanan apakah ada nyeri tekan pada sinus,
apakah ada nyeri tekan pada pangkal hidung
d) Mulut dan Faring
Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada mulut dan faring.
Inspeksi: lihat apakah ada kelainan pada bibir (bibir sumbing),
bentuk bibir simetris atau tidak, warna bibir sianosis karena
suplai darah ke otak berkurang, bibir tampak kering karena
intake cairan kurang
Palpasi: ada lesi atau massa pada daerah mulut dengan
melakukan penekanan di daerah pipi, serta kaji jika ada nyeri
tekan.
e) Telinga
Untuk mengetahui fungsi telinga dan melihat apakah ada
kondisi abnormal pada telinga.
Inspeksi: lihat warna daun telinga, bentuk, simetris apakah ada
perdarahan dan serumen yang keluar
Palpasi: lakukan penekanan ringan apakah ada nyeri tekan atau
tidak dan elastisitas kartilago.
f) Leher
Untuk mengetahui fungsi dan apakah ada kelainan pada leher
Inspeksi: lihat warna kulit, bentuk, amati adanya pembesaran ,
amati posisi trakea, dan denyut nadi karotis apakah terjadi
peningkatan
Palpasi: lakukan penekanan pada leher dengan cara
meletakkan kedua tangan di sisi samping leher dan pasien
suruh menelan lalu rasakan apakah ada pembesaran tiroid pada
sisi leher.
g) Dada
Untuk mengetahui bentuk, frekuensi, nyeri tekan, irama
pernafasan dan bunyi paru.
Inspeksi: lihat kesimetrisan dada kanan dan kiri, apakah ada
retraksi dada atau tidak.
Palpasi: apakah ada benjolan serta nyeri tekan, lihat apakah ada
pelebaran pada ictus cordis.
Perkusi: untuk melihat batas normal paru. Auskultasi: untuk
mengetahui bunyi nafas.
h) Abdomen
Untuk mengetahui warna, bentuk perut, peristaltic usus, dan
apakah ada nyeri tekan.
Inspeksi: amati bentuk perut, warna kulit, apakah ada
benjolan, dan asites. Auskultasi: dengarkan peristaltik usus
dan hitung apakah ada peningkatan pada bising usus.
Palpasi: apakah ada lesi, dan nyeri tekan. Perkusi: apakah ada
hipertimpani atau tidak.
i) Muskuloskeletal/ Ekstremitas
Untuk mengetahui mobilitas kekuatan otot.
Inspeksi : lihat apakah ada atrofi pada ekstremitas.
Palpasi : lakukan penekanan dan minta pasien untuk memberi
tahanan pada ekstremitas untuk melihat kekuatan otot
j) Pemeriksaan Integumen
Inspeksi: amati warna kulit, kaji adanya lesi dan edema
Palpasi:kelembaban kulit, mengecek suhu kulit dengan cara
membandingkan kedua kaki dan lengan tangan dengan
menggunakan jari, tarik/cubit untuk mengetahui turgor kulit
(normalnya kembali cepat). Wallace membagi tubuh atas bagian
9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan rule of nine of
Wallace yaitu :
- Kepala dan leher :9%
- Lengan masing-masing 9% :18%
- Badan depan 18%, badan bagian belakang :36%
- Tungkai masing-masing 18 :36%
- Genitalia/perineum :1%
B. Analisa Data
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
Diagnosis keperawatan ialah suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berhubungan dengan kesehatan. Diagnosa
keperawatan terbagi menjadi tiga bagian yaitu diagnosa aktual, risiko,
dan potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penderita luka bakar
menurut Purwanto (2016) adalah :
a. Nyeri Akut
b. Gangguan Integritas kulit
c. Resiko Hipovolemia
d. Resiko Infeksi
e. Gangguan Mobilitas Fisik
f. Defisit Nutrisi
g. Resiko perfusi Jaringan
h. Ansietas
2. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan keperawatan yang dilakukan
berdasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Dari diagnosis diatas intervensi utama yang dapat diberikan adalah :
a. Manajemen nyeri, pemberian analgesik
b. Perawatan Integritas kulit, perawatan luka bakar
c. Manajemen Hipovolemia, Pemantauan Cairan
d. Manajemen Imunisasi/vaksin, Pencegahan Infeksi
e. Dukungan Ambulasi, Dukungan Mobilisasi
f. Manajemen Nutrisi, promosi berat badan
g. Pencegahan syok, perawatan sirkulasi
h. Reduksi Ansietas, Relaksasi
C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA
NO INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL
1 Nyeri Akut (D.0077) Tujuan: (Manajemen Nyeri I.08238)
Definisi: Setelah dilakukan tindakan Observasi
Pengalaman sensorik atau keperawatan 1 x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
emosional yang berkaitan diharapkan tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas, 1. Mengetahui lokasi, karakteristik,
dengan kerusakan jaringan menurun intensitas nyeri durasi, frekeuansi, kualitas, dan
actual atau fungsional, dengan 2. Identifikasi skala nyeri intensitas nyeri
onset mendadak atau lambat Kriteria Hasil: 3. Identifikasi faktor yang 2. Mengetahui skala nyeri yang dirasa
dan berintensitas ringan hingga Tingkat nyeri (L.08066) memperberat dan memperingan pasien, skala 1-10
berat yang berlangsung kurang 1. Pasien mengatakan nyeri 3. Dengan mengetahui faktor yang
dari 3 bulan. nyeri berkurang Terapeutik mempengaruhi nyeri mempermudah
Penyebab: Agen pencedera 2. Pasien menunjukkan 4. Berikan teknik nonfarmakologi menentukan tindakan selanjutnya
fisiologis (misal: inflamasi, ekspresi wajah tenang untuk mengurangi rasa nyeri 4. Teknik nonfarmakologi mampu
iskemia, neoplasma) 3. Pasien dapat (misal: TENS, terapi music, mengurangi rasa nyeri
Batasan karakteristik: beristirahat dengan biofeedback, terapi pijat, 5. Memberikan lingkungan yang
1. Kriteria Mayor: nyaman aromaterapi, teknik imajinasi nyaman untuk pasien dalam
a. Subjektif: Mengeluh terbimbing, kompres dingin/hangat, mengontrol nyeri
nyeri terapi bermain) 6. Dapat mengontrol rasa nyeri secara
b. Objektif: Tampak 5. Kontrol lingkungan yang mandiri
meringis, bersikap memperberat rasa nyeri (misal: 7. Teknik nonfarmakologi dapat
protektif (misal: suhu ruangan, pencahayaan, membantu mengurangi rasa nyeri
waspada, posisi kebisingan) 8. Membantu mengurangi rasa nyeri
menghindari nyeri), 6. Anjurkan memonitor nyeri secara 9. Pemenuhan kebutuhan oksigen
gelisah, frekuensi mandiri dapat mengurangi rasa nyeri
nadi meningkat, 7. Ajarkan teknik nonfarmakologi
sulit tidur untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kriteria Minor: Kolaborasi
a. Subjektif: Tidak ada 8. Lakukan pemberian hasil
b. Objektif: Tekanan kolaborasi pemberian analgetik,
darah meningkat, jika perlu
pola nafas berubah, 9. Kolaborasi pemberian terapi
nafsu makan oksigen jika merasa nyeri (Sumber:
berubah, proses jurnal “Asuhan Keperawatan Pada
berfikir terganggu, Pasien Penyakit Jantung Koroner
Dengan Masalag Nyeri Akut”)
menarik diri,
berfokus pada diri
sendiri, diaphoresis
Kondisi klinis terkait:
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom coroner akut
5. Glaucoma
2 Perfusi perifer tidak efektif Tujuan: Pemantauan tanda vital (I.02060)
(D.0009) Setelah dilakukan tindakan Observasi
Definisi: Penurunan sirkulasi keperawatan 3 x 24 jam 1. Monitor tekanan darah 1. Mengetahui adanya tanda tanda
darah pada level kapiler yang diharapkan perfusi perifer 2. Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, syok
dapat mengganggu metabolism meningkat irama) 2. Peningkatan tekanan darah
tubuh. 3. Monitor pernafasan (frekuensi, menunjukan tanda-tanda syok
Penyebab: Peningkatan Kriteria Hasil : kedalaman) 3. Pernafasan yang cepat dan dangkal
tekanan darah Perfusi Perifer (L.02011) 4. Monitor suhu tubuh adalah tanda tanda syok
Kondisi klinis terkait 1) Nadi perifer teraba kuat 5. Identifikasi penyebab perubahan 4. Suhu tubuh yang dingin
a) Tromboflebitis 2) Akral teraba hangat tanda vital menunjukkan tanda tanda syok
b) Diabetes mellitus 3) Warna kulit tidak pucat 6. Melakukan penilaian 5. Perubahan tanda vital bisa terjadi
c) Anemia 4) Capillary refill normal < komperhensif dari sirkulasi perifer, karena pasien mengalami
d) Gagal jantung kongestif 2 detik (sumber: NOC) misal: memeriksa denyut nadi perdarahan atau syok
e) Kelainan jantung perifer, edema, capillary refill, 6. Capillary refill diatas 2 detik
kongenital warna dan suhu (Sumber: NIC) menunjukan tanda tanda syok
f) Thrombosis arteri Terapeutik 7. Untuk mengetahui perkembangan
g) Varises 7. Pantau dan catat kondisi pasien pasien
h) Thrombosis vena dalam Edukasi 8. Menambah informasi pasien
i) Sindrom kompartemen 8. Jelaskan tujuan dan prosedur 9. Kolaborasi dengan cara pemberian
pemantauan cairan ataupun transfusi darah
9. Lakukan hasil kolaborasi dengan
dokter
3 Defisit nutrisi b.d Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I. 03119)
peningkatan kebutuhan asuhan keperawatan 3 x 24 1. Identifikasi status nutrisi 1. Membantu untuk menentukan diet
metabolisme (D.0019) jam maka diharapkan status 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan yang tepat untuk pasien
Definisi : defisit nutrisi nutrisi dapat membaik. jenis nutrien 2. Membantu dalam pemberian jenis
Asupan nutrisi tidak cukup Kriteria hasil : 3. Monitor asupan makanan diet yang tepat
untuk
memenuhi kebutuhan Status nutrisi membaik (L. 4. Monitor berat badan 3. Memastikan kebutuhan pasien
metabolisme. 03030) 5. Monitor adanya mual dan muntah terpenuhi
a. Gejala dan Tanda Mayor 1. Porsi makan yang 6. Ajarkan diet yang di programkan 4. Penurunan berat badan
1) Subjektif : (tidak dihabiskan cukup 7. Kolaborasi pemberian medikasi menandakan kebutuhan nutrisi
tersedia) meningkat sebelum makan (mis. pereda nyeri, pasien tidak tercukupi
2) Objektif : Berat badan 2. Pengetahuan tentang antiemetik), jika perlu 5. Mual muntah dapat menyebabkan
menurun minimal 10% pilihan makanan yang penurunan nafsu makan
dibawah rentang ideal. sehat 6. Memastikan pasien agar teratur
b. Gejala dan Tanda Minor 3. Pengetahuan tentang mengkonsumsi diet yang telah di
1) Subjektif : Nafsu pilihan minuman yang programkan
makan menurun sehat 7. Membatu pasien untuk menerima
2) Objektif : Membran 4. Perasaan cepat kenyang diet yang disediakan
mukosa pucat, Diare menurun
Kondisi klinis terkait : 5. Berat badan cukup
1) Stroke membaik
2) Parkinson 6. Indeks massa tubuh
3) Mobius syndrome cukup membaik
4) Luka bakar 7. Nafsu makan membaik
5) Kanker
6) AIDS
4 Hipovolemia (D.0023) Tujaun : setelah dilakukan Observasi
Definisi : Peningkatan volume asuhan keperawatan 3 x 24 1. Monitor status kardiopulmonal 1. Takikardi, peningkatan frekuensi
cairan intravaskular, jam diharapkan (frekuensi dan kekuatan nadi, nafas, penurunan tekanan darah
interstisial, dan / atau hypovolemia dapat teratasi frekuensi napas, TD, MAP) adalah tanda tanda syok
intraselular. Kriteria hasil: 2. Monitor status 2. Memastikan oksigenasi terpenuhi
Penyebab: Status cairan membaik oksigenasi (oksimetri 3. Mengidentifikasi adanya tanda
1. Kehilangan cairan aktif (L.03028) nadi, AGD) tanda syok
2. Kegagalan 1. Kekuatan nadi 3. Monitor status cairan (masukan 4. Kesadaran pasien bisa saja
mekanisme regulasi meningkat dan haluaran, turgor kulit, CRT) menurun jika mengalami
3. Peningkatan 2. Output urin meningkat 4. Periksa tingkat kesadaran dan syok
permeabilitas kapiler 3. Membran mukosa respon pupil 5. Pada pasien luka bakar sering
4. Kekurangan intake cairan lembab meningkat Terapeutik terjadi penyempitan saluran nafas
5. Evaporasi 4. Ortopnea menurun 5. Pertahankan jalan napas paten 6. Untuk menghentikan perdarahan
Kondisi Klinis Terkait: 5. Dispnea menurun 6. Lakukan penekanan langsung 7. Pemasangan IV 2 jalur dengan
Penyakit Addison 6. Frekuensi nadi (direct pressure) pada perdarahan tujuan pemenuhan cairan
Trauma/pendarahan membaik eksternal 8. Mengetahui jumlah intake dan
7. Pasang jalur IV berukuran besar output pasien
Luika bakar 7. Tekanan darah (mis: nomor 14 atau 16) 9. Pengambilan sampel darah untuk
membaik 8. Pasang kateter urin untuk menilai pemeriksaan darah dan persiapan
8. Turgor kulit membaik produksi urin sampel jika pasien butuh
9. Ambil sampel darah untuk transfuse
pemeriksaan darah lengkap dan 10. Pemenuhan cairan
elektrolit 11. Pemenuhan cairan
Kolaborasi 12. Jika pasien kehilngan banyak darah
10. Kolaborasi pemberian infus cairan perlu dilakukan transfusi
kristaloid 1 – 2 L pada dewasa
11. Kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
12. Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu
7 Risiko Infeksi (D. 0142) Tujuan: Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
Definisi: Berisiko mengalami asuhan keperawatan 3 x 24 1. Observasi tanda-tanda 1. Sebagai tindakan yang akan
peningkatan terserang jam diharapkan resiko peradangan pada daerah luka dilanjutkan untuk mencegah infeksi.
organisme patogenik infeksi tidak terjadi bakar. 2. Untuk mencegah terjadinya infeksi.
Faktor Risiko : Kriteria hasil: 2. Jaga kebersihan balutan. 3. Untuk mencegah infeksi dan
1. Penyakit Kronis Tingkat infeksi menurun 3. Ganti balutan sesering mungkin. cepatnya penyembuhan luka.
2. Efek prosedur Infasif (l. 14137) 4. Observasi TTV: TD, N, S, P tiap 4. Merupakan indikator dini proses
3. Malnutrisi 1. Demam menurun 4 jam. infeksi.
4. Peningkatan paparan 2. Kemerahan menurun 5. Jaga kebersihan alat tenun. 5. Untuk mencegah timbulnya bakteri
organisme patogen 3. Nyeri menurun yang mengakibatkan infeksi
lingkungn 4. Bengkak menurun
5. Ketidakadekuatan 5. Kadar sel darah putih
pertahanan tubuh perifer : membaik
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi menuju status kesehatan yang baik/optimal. Pelaksanaan
tindakan merupakan realisasi dari rencana/intevensi keperawatan yang
mencakup perawatan langsung atau tidak langsung.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi
ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, R.W., Saragih, L. dan Eka, N.L.P., 2019. Pengaruh Topikal Ekstrak Gel
Lidah Buaya Aloe Vera Konsentrasi 10% dan 20% Terhadap Gambaran
Makroskopis Luka Bakar Grade II Pada Tikus Rattus Novergicus Galur
Wistar. Jurnal Keperawatan Terapan, 5(1), hh.53–64.
Antia, 2019. Klasifikasi Karakteristik Pasien dan Waktu Penyembuhan Luka di
Rawat Jalan. IJONHS, 4(1), hh.1–6.
Arifin, J., 2014. Intensif Budidaya Lidah Buaya Usaha dengan Prospek Yang
Kian Berjaya. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Astawan, M., 2008.
Sehat Dengan Hidangan Hewani. Jakarta : Penebar Swadaya.
Avachat, A., Dash, R. dan Shrotriya, S., 2011. Recent Investigations of Plant Based
Natural Gums and Mucilages in Novel Drug Delivery Systems. Indian
journal of pharmaceutcal education and research.
Benítez, J.M. dan Montáns, F., 2017. The mechanical behavior of skin: Structures
and models for the finite element analysis. Computers & Structures, 190,
hh.75–107.
Bittner, E.A., Shank, E., Woodson, L. dan Martyn, J.A.J., 2015. Acute and
Perioperative Care of the Burn-injured Patient. Anesthesiology, 122(2).
https://doi.org/10.1097/ALN.0000000000000559.
Chu, D.H., 2013. Overview of Biology, Development, and Structure Of The Skin.
In: Fitzpatrick’s dermatology in General Medicine, 8th ed. Mc Graw Hill
Medical.hh.58–75.
Herlianita, R., Ruhyanudin, F., Wahyuningsih, I., Husna, C. H. Al, Ubaidillah, Z.,
Theovany, A. T., & Pratiwi, Y. E. (2020). Pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap sikap dan praktik pada pertolongan pertama penanganan luka
bakar. Holistik Jurnal Kesehatan, 14(2), 163–169.
https://doi.org/10.33024/hjk.v14i2. 2825
Kattan, A., Alshomer, S., & Alhujayri, A. (2016). Current Knowledge Of Burn
Injury First Aid Pratices And Applied Traditional Remediest : a
Nationwide Survey. Burns And Trauma. 4, 1–7. Khambali, I. (2017).
Manajemen Penanggulangan Bencana.
Andi. Murti, Kuswana VindaKuliah, M. (2019). Pengaruh Metode Pendidikan
Kesehatan Demonstrasi Dengan Media Short Education Movie (SEM)
Terhadap Perilaku Perawatan Luka Pada Anak Usia Sekolah (Issue April).
Rineka Cipta. Notoadmodjo. (2014). Konsep Pengetahuan Dan Sikap. Rineka
Cipta. RI, K. (2017). Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis
Kesehatan Akibat Luka Bakar.
Kemenkes RI. Rifandani, B. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Luka
Bakar
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(edisi 1). Jakarta: DPP PPNI. 108
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi
1). Jakarta: DPP PPNI.