Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR


(COMBUSTIO)

Disusun oleh :
Surya Rianto
Kusuma
191913017

Pembimbing Klinik : Khairunisa, S. Kep, Ns


Pembimbing Akademik : Utarie Yunie Atrie, S. Kep, Ns, M. Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH TANJUNGPINANG


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
LUKA BAKAR

I. Konsep Combustio (Luka Bakar)


A. Definisi
Luka bakar (Combustio) adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, aliran listrik, radiasi
dan bahan kimia. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada
epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab
dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka
bakar dapat mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan
kematian sel-sel jaringan kulit (Purwanto, 2016).
Luka bakar adalah kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh trauma
panas atau trauma dingin (frostbite). Penyebabnya diantaranya adalah
paparan/kobaran api, cairan atau uap panas, sengatan listrik, bahan kimia,
radiasi dan trauma dingin (frostbite) (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa luka bakar disebabkan
oleh kobaran api, bahan kimia, uap panas, listrik, trauma dingin serta radiasi
yang merusak jaringan kulit.

B. Anatomi Fisiologi

Sumber: Haryani, 2012


1. Anatomi sistem integumen
Kulit merupakan bagian tubuh yang melapisi seluruh daging dan
organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-rata
dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika
tanpa lemak, atau beratnya sekitar 16% dari berat badan seseorang
(Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017). Kulit berperan penting dalam
homeostasis tubuh seperti mengontrol suhu, memediasi persepsi sensori,
kandungan air dan garam, mensintesis vitamin dan hormon membentuk
penghalang masuknya mikroorganisme (Kim & Drew, 2021).
Selain itu juga kulit membangun sebuah barier yang memisahkan
organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi
dalam berbagai fungsi tubuh vital (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).

Menurut Aminuddin et.al (2020) kulit tersusun atas 3 bagian yaitu :


a. Epidermis (lapisan tipis bagian luar)
Ialah lapisan paling luar yang melindungi tubuh dengan ketebalan
yang bervariasi, dimana telapak tangan dan kaki memiliki epidermis
yang paling tebal. Epidermis dari 4 tipe sel yaitu keratinocytes
(90%) yang berfungsi untuk memproduksi keratin sebagai penahan
air, melanocytes bertugas memproduksi melanin yang akan
memberikan warna pada kulit, sel langerhans (macrophages)
berfungsi sebagai sistem respon imun dan Merkel cells yang
bertugas menangkap sensasi sentuhan pada kulit (touch sense) yang
terhubung dengan ujung saraf di lapisan dermis.
b. Dermis
Dermis atau cutan (cutaneus), yaitu lapisan kulit di bawah
epidermis. Dermis terdiri dari kumpulan serat-serat elastis yang
dapat membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan
serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen dikenal
sebagai jaringan penunjang karena berfungsi membentuk jaringan-
jaringan kulit dan keelastisan kulit serta menjaga kekeringan kulit.
Ketika kulit terjadi luka maka dapat menimbulkan cacat permanen,
hal ini terjadi karena kulit jangat tidak memiliki kemampuan
memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari. Di dalam
lapisan kulit jangat terdapat
dua macam kelenjar yaitu kelenjar keringat (Sudorifera) dan kelenjar
palit (Sebacea) sebagai berikut (Poltekkes Kemenkes Palangkaraya,
2019):
1) Kelenjar keringat
Kelanjar ekrin teletak di seluruh daerah kulit dan terbanyak di
telapak tangan dan tidak terdapat di selaput lendir. Sedangkan
kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara
ke folikel rambut, terdapat di papilla mammae dan arreola,
anogenital, dan daerah ketiak. Kelenjar sebaseus teletak disemua
kulit kecuali di plantar pedis, manus dan dorsum pedis.

2) Kelenjar sebasea
berfungsi untuk menghasilkan minyak pada kulit kepala dan
melumasi rambut, paling banyak terdapat di kulit kepala, kening,
muka, dagu
c. Hipodermis
Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasia superfisialis) yang
terdiri atas jaringan pengikat longgar, komponennya serat longgar,
elastis dan sel lemak. Sel-sel lemak membentuk jaringan lemak pada
lapisan adiposa yang terdapat susunan lapisan subkutan untuk
menentukan mobilitas kulit diatasnya. Bila terdapat lobulus lemak
yang merata, hipodermis membentuk bantal lemak disebut pannikulus
adiposus. Pada daerah perut, lapisan ini dapat mencapai ketebalan tiga
cm, sedangkan pada kelopak mata, penis, dan skrotum, lapisan
subkutan tidak mengandung lemak. Bagian superfisial hipodermis
mengandung kelenjar keringat dan folikel rambut. Dalam lapisan
hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri, pembuluh vena, dan
anyaman saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit di bawah
dermis. Lapisan ini mempunyai ketebalan bervariasi dan mengikat
kulit secara longgar terhadap jaringan di bawahnya
2. Fungsi Kulit
Poltekkes Kemenkes Palangkaraya (2019) menyatakan bahwa, kulit
memiliki beberapa fungsi yang diantaranya adalah :
a. Pelindung atau proteksi. Kulit epidermis terutama lapisan tanduk
berguna untuk menutupi jaringan-jaringan tubuh di sebelah dalam
dan melindungi tubuh dari lingkungan luar seperti luka dan
serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi
dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit
dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah
zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau
rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.
b. Penerima rangsang. Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang
sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin,
tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan
melalui ujung-ujung saraf sensasi.
c. Pengatur panas atau thermoregulasi. Kulit mengatur suhu tubuh
melalui dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler serta melalui
respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pengatur
panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh
dan lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
d. Pengeluaran (ekskresi). Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu
yaitu keringat dari kelenjar kelenjar keringat yang dikeluarkan
melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan
zat kimia lainnya.
e. Penyimpanan cadangan lemak

C. Klasifikasi
Kim dan Drew (2021) menyatakan untuk menilai luka bakar terdapat
beberapa karakteristik utama diantaranya yaitu:
1. Kedalaman Luka bakar
Noorbakhsh (2021) menjelaskan bahwa menilai klasifikasi luka bakar
penting untuk dipahami karena kedalaman luka bakar merupakan faktor
prognostik yang penting dan mempengaruhi pengobatan. Berikut
klasifikasi luka bakar berdasarkan tingkat keparahan yaitu:
a. Derajat I (superfisial atau epidermal)
luka bakar yang terjadi akibat sinar matahari. Sinar matahari hanya
mengenai epidermis saja dan ditandai dengan eritema (kemerahan).
Luka bakar pada lapisan kulit ini tidak melepuh dan kemungkinan
akan membuat kulit terkelupas setelah beberapa hari dan tidak
meninggalkan jaringan parut. masa penyembuhan biasanya 2 sampai
3 hari (Kim & Drew, 2021).
b. Derajat II
Luka bakar derajat II terdiri dari 2 macam yaitu
1) II A (ketebalan parsial)
Luka bakar yang melibatkan lapisan atas dermis ditandai dengan
rasa nyeri, kemerahan (eritematosa) dan pucat apabila ditekan.

Luka bakar derajat 2 A dapat membuat kulit melepuh dalam waktu


24 jam setelah cedera. Sebagian besar luka bakar membaik dalam
waktu 3 minggu
2) Derajat II B (ketebalan parsial dalam)
Kondisi luka yang melebar ke lapisan dermis yang lebih dalam
yang ditandai dengan melepuh dan nyeri ketika ditekan, dan tidak
tampak pucat serta jaringan kulit berwarna merah atau putih.
Penyembuhan luka bakar tanpa komplikasi dapat terjadi dalam 3
hingga 9 minggu. Akan tetapi pembentukan parut dapat terjadi
sehingga menyebabkan jaringan parut patologis (hipertrofik atau
keloid).
c. Derajat III
Luka bakar yang terjadi pada semua lapisan epidermis dan dermis
yang ditandai adanya eskar yang keras dan kasar, tidak nyeri, tidak
melepuh, berwarna hitam, putih, atau merah. Luka bakar dermal
yang dalam membutuhkan eksisi dengan pencangkokan kulit pasien
untuk menyembuhkan luka secara tepat waktu (Jeschke & Gauglitz,
2020).
d. Derajat IV
Yaitu luka bakar yang melibatkan semua lapisan kulit serta struktur di
bawahnya yang dalam seperti otot, tulang, tendon, dan ligament
(Jeschke & Gauglitz, 2020).
3. Derajat keparahan luka bakar
Markiewicz et al (2022) menjelaskan terdapat 3 macam tingkat keparah
luka bakar yaitu :
a. Luka bakar ringan
1) derajat 2 pada orang dewasa yang melibatkan kurang dari 15%
permukaan tubuh.
2) derajat 2 pada anak yang kurang dari 10% permukaan tubuh.
3) derajat 2 yang melibatkan kurang dari 2% permukaan tubuh
b. Luka bakar sedang
1) derajat 2 yang menutupi 15-25% permukaan tubuh orang dewasa
2) derajat 2 pada anak yang menutupi 10-20% permukaan tubuh.
3) derajat 3 melibatkan 2-10% permukaan tubuh.
c. Luka bakar berat
1) derajat 2 pada orang dewasa yang mengenai lebih dari 25% luas
permukaan tubuh
2) derajat 2 yang mengenai lebih dari 20% permukaan tubuh pada anak
3) derajat 3 mengenai lebih dari 10% permukaan tubuh.
4) Luka bakar listrik pernapasan, luka bakar yang diperumit oleh
trauma besar lainnya.
5) Luka bakar luas yang melibatkan wajah, mata, telinga, tangan,
kaki, dan perineum.
4. Luas luka bakar
Menurut Jeschke & Gauglitz (2020) menjelaskan bahwa dalam
menentukan luas bakar menggunakan penilaian Rule of Nine diantaranya
sebagai berikut :
a. Dewasa
Pada bagian ekstremitas atas 9%, kepala sampai dengan leher adalah
9% dari TBSA, ekstremitas bawah dan batang anterior dan posterior
masing-masing 18%, genitalia hingga perineum 1% dari TBSA.
b. Anak-anak
Anak anak mempunyai bagian lebih besar dari luas permukaan tubuh di
kepala dan leher, yang dikompensasi oleh luas permukaan yang relatif
lebih kecil di ekstremitas bawah.
c. Bayi
memiliki 21% TBSA di bagian kepala hingga leher dan 13% berada
di kaki, yang secara bertahap mendekati proporsi orang dewasa
dengan bertambahnya usia. Rumus Berkow digunakan untuk
menentukan ukuran luka bakar secara akurat pada anak-anak.
D. Etiologi
Agen penyebab luka bakar tersering adalah kontak api secara langsung yang
dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti
gas kompor rumah tangga, bensin, cairan dari pemantik api yang
mengakibatkan luka bakar pada seluruh atau sebagian kulit. Selain itu
penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam dan basa kuat
(Fauzan, 2021).
Menurut Jeschke et al (2020) menjelaskan bahwa penyebab luka bakar
dibagi menjadi empat bagian yaitu sebagai berikut:
1. Luka bakar termal adalah luka bakar yang disebabkan oleh nyala api atau
minyak panas. Nyala api atau minyak panas dapat langsung
menyebabkan luka bakar yang dalam, sedangkan luka melepuh yang
disebabkan uap panas atau cairan panas luka bakar cenderung tampak
lebih dangkal pada awalnya, karena pengenceran sumber dan energi yang
cepat.
2. Luka bakar listrik adalah luka bakar yang diakibatkan oleh arus listrik,
api dan ledakan yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan dalam yang
lebih besar daripada cedera kulit yang terlihat
3. Luka bakar kimiawi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan zat
yang bersifat asam maupun basa. Seperti bahan kimia alkali

menyebabkan nekrosis koagulatif dimana cairan tersebut merubah


jaringan menjadi cairan massa kental, sedangkan luka bakar asam
menyebabkan nekrosis koagulasi yaitu di mana arsitektur jaringan mati
dapat dipertahankan
4. Luka bakar radiasi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan
dengan sumber radioaktif (Fauzan, 2021).

E. Manifestasi Klinis
Menurut Fauzan (2021) tanda gejala yang muncul pada luka bakar yaitu
1. Derajat I
Kerusakan yang terjadi pada epidermis yang ditandai kulit kering
kemerahan, nyeri sedang hingga berat, tidak ada jaringan parut.
2. Derajat II
Kerusakan pada epidermis dan dermis terdapat vesikel dan edema
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri,
3. Derajat III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak
tidak sembuh sendiri.

F. Patofisiologi
Tubuh manusia ketika terjadi trauma jaringan seperti luka bakar akan
merespon pelepasan mediator inflamasi yang disebut dengan sitokin.
Sitokin sendiri dapat menimbulkan reaksi inflamasi sistemik maupun
lokal. Selain itu juga, sel mast akan segera bereaksi ketika tubuh
mengalami trauma jaringan dan melepaskan histamin, yang dapat
meningkatkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vascular local.
Prostaglandin adalah enzim yang dihasilkan dari asam arakidonat yang
merupakan vasodilator yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler
(pembuluh darah) sehingga pengiriman oksigen ke jaringan yang rusak
meningkat dengan cepat dan kemungkinan berbagai respon inflamasi akan
ke daerah tubuh yang mengalami cedera (Noorbakhsh et al., 2021).

Dalam model Jackson dalam Noorbakhsh et al (2021), patofisiologi luka


bakar terbagi menjadi 3 zona yaitu
1. Zona koagulasi adalah zona atau area yang dekat dengan sumber
trauma jaringan. Ketika paparan panas dengan suhu yang tinggi di zona ini
dapat menyebabkan terjadinya koagulasi protein dan pembatasan aliran
darah yang berdampak pada kerusakan iskemik. Sehingga kulit dan
jaringan bawah yang berada pada zona ini akan mengalami kematian
jaringan (nekrosis) koagulatif dan kehilangan jaringan yang tidak dapat
kembali ke dalam kondisi semula (ireversibel).
2. Zona stasis adalah zona yang ditandai adanya cedera seluler yang
reversible (cidera atau kondisi yang dapat kembali ke kondisi stabil)
karena akibat menurunnya aliran darah. Dalam penanganan luka bakar,
zona ini sangat penting dalam mengembalikan perfusi karena untuk
mencegah luka melebar dan mengurangi kehilangan jaringan
3. zona hiperemia adalah zona yang ditandai dengan adanya peningkatan
perfusi perifer akibat berbagai mediator inflamasi, termasuk peningkatan
prostaglandin.
Pathway

Sumber : Arif Mutaqin, 2012


G. Proses Penyembuhan Luka
Dalam proses penyembuhan cedera jaringan kulit, baik luka ulseratif kronis
(dekubitus, ulkus tungkai), luka traumatis (laserasi, abrasi, luka bakar) atau
luka akibat tindakan bedah, terjadi proses dasar biokimia dan seluler yang
sama (Ariningrum & Subandono, 2017).
Menurut Aminuddin (2020) proses fisiologis penyembuhan luka dibagi dalam
3 fase yaitu sebagai berikut:
1. Fase Koagulasi dan Inflamasi (0-3 hari).
Koagulasi merupakan respon yang pertama terjadi sesaat setelah luka
terjadi dan melibatkan platelet. Pengeluaran platelet akan menyebabkan
vasokonstriksi. Proses ini bertujuan untuk homeostatis sehingga
mencegah perdarahan lebih lanjut. Fase inflamasi selanjutnya terjadi
beberapa menit setelah luka terjadi dan berlanjut hingga sekitar 3 hari.
Fase inflamasi memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya neutrofil).
Neutrofil selanjutnya memfagosit dan membunuh bakteri dan masuk ke
matriks fibrin dalam persiapan pembentukan jaringan baru.
2. Fase Proliferasi atau Rekonstruksi (2-24 hari).
Apabila tidak ada infeksi atau kontaminasi pada fase inflamasi, maka
penyembuhan selanjutnya memasuki tahapan Proliferasi atau
rekonstruksi. Tujuan utama dari fase ini adalah:
a. Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka).
b. Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru).
c. Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Angiogenesis terjadi
bersamaan dengan fibroplasia. Tanpa proses angiogenesis sel-sel
penyembuhan tidak dapat bermigrasi, replikasi, melawan infeksi dan
pembentukan atau deposit komponen matrik baru.
d. Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling
berdekatan).
kontraksi adalah peristiwa fisiologi yang menyebabkan terjadinya
penutupan pada luka terbuka. Kontraksi terjadi bersamaan dengan
sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi akan tampak dimana ukuran luka
akan tampak semakin mengecil atau menyatu.
3. Fase Remodelling atau Maturasi (24 hari-1 tahun).
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen berada
dalam keseimbangan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara
bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong oleh proteinase untuk
perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang utama pada
matriks. Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan menyatu
serta berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan. Akhir dari
penyembuhan didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai
kekuatan 80 % dibanding kulit normal.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada luka bakar menurut Purwanto (2016)
yaitu :
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi
iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi
dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda
ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatkan nause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat
stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai
oleh darah okulta dalam feses, regurgitasi muntah atau vomitus yang
berdarah, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5. Syok sirkulasi
terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya
biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah,curah
jantung, tekanan vena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi
6. Gagal ginjal akut
Haluaran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusitasi cairan
yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau hemoglobin terdeteksi
dalam urine

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada luka bakar menurut
Ekawati (2019) sebagai berikut:
1. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) yang turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang berlebihan sedangkan Hb yang
meningkat lebih dari 15% menunjukkan adanya cedera, Peningkatan
hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi sehubungna dengan
perpindahan cairan. Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan
dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit: meningkat karena ditandai sebagai adanya respon inflamasi
atau infeksi
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4. Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urine: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEtAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat: peningkatan alkali berkaitan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum: tingginya kadar glukosa serum menandakan terjadinya
peningkatan respon stress.
8. Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9. BUN dan Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11. EKG: pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui adanya tanda
iskemia miokardium dan disritmia

J. Penatalaksanaan
McCann et al (2022) menjelaskan bahwa pertolongan pertama luka bakar
sangat penting dilakukan untuk mencegah cedera yang serius. Luka bakar
harus diatasi di bawah air dingin atau air hangat yang mengalir selama 20
menit sampai dengan 4 jam. Hal ini dikarenakan air dapat menahan kerusakan
jaringan dan menahan luka lebih dalam serta menurunkan pembentukan bekas
luka. Berikut pertolongan pertama sesuai penyebabnya:
1. Luka bakar termal (uap air, kobaran api, air panas, dll)
Prinsip umum pertolongan pertama luka bakar termal (air panas, kobaran
api, uap panas) adalah menggunakan pendekatan memanggil bantuan,
mengkaji lokasi TKP, Bebas dari bahaya, Evaluasi korban, menghentikan
proses pembakaran, dinginkan luka bakar dan menutupi luka bakar
dengan balutan yang tidak melekat (misalnya cling film). Penggunaan air
dingin dapat meningkatkan risiko hipotermia pada pasien luka bakar
karena itu pasien harus segera diselimuti dengan selimut yangkering
dan bersih
2. Luka bakar kimia (alkali)
Pasien luka bakar kimia harus dipindahkan ke area yang aman dari
paparan kimia serta melepaskan semua pakai yang terkontaminasi.
Pertolongan pertama luka bakar kimia harus di irigasi dengan air
mengalir atau cairan steril dengan berhati hati agar bahan kimia tidak
masuk ke organ vital seperti mulut, hidung, mata dan telinga). Irigasi
merupakan hal yang penting dalam luka bakar karena dapat
menghilangkan bahan kimia dan menghentikan proses pembakaran.
Dianjurkan pada luka bakar yang terkena asam harus diirigasi selama
45 menit dan luka bakar alkali selama 1 jam.
3. Luka bakar listrik
Sebelum melakukan pertolongan awal pada korban luka bakar listrik
hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan cara menghentikan
arus atau menggunakan isolator. Setelah cara ini selesai, barulah tim
penyelamat atau layanan darurat dapat disiagakan dan survei primer
dan sekunder biasa dapat dimulai. Bahan yang terbakar di tubuh korban
dilepaskan dan diganti dengan seprai bersih untuk mengurangi risiko
kontaminasi pada luka serta untuk menjaga suhu tubuh agar tidak
terjadi hipotermi. Pengobatan rumahan seperti mentega,, lemon, salep
hydrogen, pasta gigi, peroksida atau bawang tidak direkomendasikan
karena dapat merusak jaringan lebih lanjut.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2019) menjelaskan bahwa
terdapat prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma
(ATLS) dan resusitasi secara simultan harus diterapkan.
1. Penatalaksanaan Luka bakar 24 jam pertama
Sebelum melakukan pertolongan pertama, petugas medik diharuskan
menggunakan alat pelindung diri untuk melindungi dirinya dari cairan
tubuh, mikroorganisme dan yang lainnya seperti menggunakan goggle
glass, sarung tangan serta baju pelindung khusus sebelum menangani
pasien.
a Primary survey
Lakukan segera identifikasi keadaan yang mengancam jiwa dan
lakukan manajemen emergensi.
1) (Airway) : Penatalaksanaan jalan nafas dan manajemen
trauma cervical
2) (Breathing) : Pernapasan dan ventilasi
3) (Circulation: Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
4) (Disability): Status neurogenik
5) (Exposure): Pajanan dan Pengendalian lingkungan

Berikut check list dalam mengidentifikasi dan pelaksanaan pasien luka


bakar berat pada survey primer berdasarkan Fundamental Critical Care
Support (FCCS course) oleh Asosiasi Critical Care dunia, Early
Management of Severe Burn course, dan ABC of Burn:

Manajemen Cek Tindakan


Airway Patensi Jalan napas • Berbicara dengan pasien
• Bersihkan jalan nafas dari
benda asing
• Lakukan Chin lift, Jaw thrust
• Hindari melakukan
hiperfleksi dan
hiperekstensi kepala dan
leher
• Kontrol tulang cervical
dengan rigidcollar
Breathing • Periksa tanda dan gejala • Inspeksi dada, pastikan
hipoksia, hiperventilasi dan pergerakan dinding dada
hipoventilasi adekuat dan simetris
• Waspada terhadap pasien • Berikan oksigen 100% high
yangmengalami intoksikasi flow 10-15 liter per menit
karbon monoksida, tampak melalui masker non
cherry pink dan tidak rebreathing
bernafas • jika tetap sesak, lakukan
• Waspada terhadap luka bagging atau ventilasi
bakar yang melingkar pada mekanik
area dada (jika ada
pertimbangkan eskarotomi)
Circulation • Tanda – tanda syok • Lakukan penekanan luka
• Cek nadi sentral jika terdapat perdarahan
• Cek Tekanan darah aktif
• Cek Capillary refill • Pasang 2 jalur IV ukuran
(normal kembali <2detik) besar, lebih disarankan pada
• Cek luka bakar daerah yang tidak terkena
melingkar pada luka bakar
area ekstremitas • Jika pasien syok, berikan
(pertimbangkan bolus ringer laktat hingga
escharotomy) nadi radialis teraba
• Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap,
analisis gas darah arteri
• Cari dan tangani tanda
tanda klinis syok lainnya
yang disebabkan oleh
penyebab
lainnya.
Disability Derajat kesadaran: • Periksa derajat kesadaran
• Periksa respon pupil terhadap
A (Alert): Sadar penuh cahaya

V (Verbal): merespon terhadap • Hati – hati pada pasien


rangsangverbal dengan hipoksia dan syok
karena dapat terjadi
P (Pain): merespon terhadap penurunan kesadaran dan
rangsangnyeri gelisah.

U (Unresponsive): Tidak ada


respon
Exposure Exposure dan kontrol • Exposure dan control
lingkungan lingkungan
• Melepas semua pakaian
dan aksesorisyang melekat
pada tubuh pasien
• Lakukan log
roll untuk
melihat
permukaan
posterior pasien
• Jaga pasien tetap
dalam keadaan hangat
• menghitung luas luka
bakar denganmetode
Rules of Nine
Fluid Resusitasi cairan yang • Parkland Formula: 3-4 ml
(ResusitasiCairan) adekuat dan x Berat Badan (kg) x %
monitoring TBSA Luka Bakar (+
Rumatan untuk pasien
anak)
• Setengah dari jumlah
cairan diberikan pada 8
jam pertama dan
setengah cairansisanya
diberikan dalam 18 jam
selanjutnya
• Gunakan cairan
Kristaloid (Hartmann
solution) seperti Ringer
Lactate
• Hitung Urine Output tiap
jam
• Lakukan pemeriksaan
EKG, nadi, tekanan
darah, respiratory rate,
pulseoximetry, analisis
gas darah arteri
• Berikan cairan resusitasi
sesuai indikasi
• SIADH (IDAI)
Analgesia Manajemen Nyeri • Berikan morfin
intravena 0,05 – 0,1
mg/kg sesuai indikasi
• Untuk anak
paracetamol cairan
drip(setiap 6 jam)
dengan dosis 10-15
mg/kg BB/kal
Test menyingkirkan kemungkinan X-Ray:
ada cederalain o Lateral cervical
o Thorax
o Pelvis
o Lainnya sesuai indikasi
Tubes • mencegah gastroparesis Pasang
• Dekompresi lambung Nasogastric
Tube(NGT)
b Secondary survey
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki.
Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa
diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah
menegakkan diagnosis yang tepat.
1) Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit
yang diderita pasien sebelum terjadi trauma:
A (Allergies) : Riwayat alergi
M (Medications) : Obat – obat yang dikonsumsi
P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
L (Last meal) : Makan terakhir
E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat traum
2) Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien
dengan lingkungan:
a) Luka bakar:
• Durasi paparan
• Jenis pakaian yang digunakan
• Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air
panas

• Kecukupan tindakan pertolongan pertama


b) Trauma tajam:
• Kecepatan proyektil
• Jarak
• Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
• Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
c) Trauma tumpul:
• Kecepatan dan arah benturan
• Penggunaan sabuk pengaman
• Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
• Ejeksi (terlontar)
• Jatuh dari ketinggian
• Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas
3) Pemeriksaan survei sekunder
a) Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada
pemeriksaan sekunder ATLS course (advanced trauma life
support)
b) Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
c) Persiapkan dokumen transfer
2. Tatalaksana setelah 24 jam pertama
a. Resusitasi Cairan
b. Kebutuhan Nutrisi
c. Perawatan luka bakar
d. Kontrol Infeksi
e. Rehabilitasi

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan data baik data subyektif maupun data
obyektif. Data subyektif didapatkan dari hasil wawancara baik dengan
pasien ataupun orang lain, sedangkan data obyektif diperoleh berdasarkan
hasil observasi dan pemeriksaan fisik

Pengkajian menurut Andini (2021) meliputi :


1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku, bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi dan diagnosa
medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan pada pasien luka bakar diantaranya adalah nyeri, sesak nafas.
Nyeri dapat terjadi dikarenakan adanya kerusakan kulit. Untuk
menilai respon nyeri menggunakan pengkajian nyeri yaitu paliatif,
severe, time, quality (P,Q,R,S,T). Sesak nafas muncul beberapa jam
atauhari setelah pasien mengalami luka bakar yang disebabkan adanya
pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran
nafas bagian atas.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Peristiwa atau gambaran kondisi pasien mulai terjadinya luka bakar
dan penyebabnya. pertolongan awal yang dilakukan keluarga atau
pasien, keluhan pasien selama menjalani perawatan. ada beberapa fase
ketika pasien dirawat yaitu: fase emergency (±48 jam pertama
terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa
hari
/bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat yang mungkin pernah diderita pasien sebelumnya
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Didalam keluarga pasien apakah memiliki riwayat penyakit
menurun atau memiliki masalah kesehatan yang sama dengan pasien
f. Riwayat Psiko- Sosio- Spiritual
Pengkajian psikologi meliputi status emosi, kognitif, dan perilaku
pasien, pengkajian mekanisme koping pasien terhadap penyakit yang
diderita.

g. Pola Aktivitas sehari hari


1) Pola kebiasaan
Meliputi kebiasaan atau aktivitas pasien selama dirumah dan di RS
yang kemungkinan menimbulkan masalah bagi pasien.
2) Pola tidur dan istirahat
Pola istirahat tidur terganggu atau mengeluh susah tidur karena
merasa tidak nyaman ataupun nyeri pada bagian luka serta
adanya penurunan kekuatan, keterbatasan rentang gerak pada
area yang nyeri
3) Pola eliminasi
Pasien pada pola eliminasi mengeluh susah melakukan seperti
biasa karena nyeri.
4) Pola hubungan dan peran
terjadinya perubahan peran dan hubungan karena terhambatnya
pola aktivitas.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien merasa tidak berdaya ketika sakit dan punya harapan
untuk sembuh
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
2) Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kepala dan rambut
Untuk mengetahui turgor kulit dan mengetahui adanya lesi atau
bekas luka bakar
Inspeksi: lihat ada lesi atau tidak, warna rambut, edema, dan
penyebaran rambut., grade luka bakar
Palpasi: meraba dan tentukan elastisitas turgor kulit serta tekstur
kasar atau halus, akral dingin/ hangat.

b) Mata
Untuk mengetahui bentuk mata, fungsi mata serta untuk melihat
apakah ada kelainan pada mata.
Inspeksi: lihat warna konjungtiva dan sclera mata (kuning atau
ikterus), pupil isokor, lesi atau adakah benda asing yang
menyebabkan penglihatan terganggu serta bulu mata yang
rontok akibat air panas, bahan kimia atau luka bakar
Palpasi: lihat apakah ada tekanan intra okuler. Apabila ada maka
ketika dilakukan penekanan akan terasa keras, kaji jika ada nyeri
tekan.
c) Hidung
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung
Inspeksi: lihat bentuk hidung simetris atau tidak apakah ada
perdarahan, secret atau sumbatan pada hidung
Palpasi: lakukan penekanan apakah ada nyeri tekan pada sinus,
apakah ada nyeri tekan pada pangkal hidung
d) Mulut dan Faring
Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada mulut dan faring.
Inspeksi: lihat apakah ada kelainan pada bibir (bibir sumbing),
bentuk bibir simetris atau tidak, warna bibir sianosis karena
suplai darah ke otak berkurang, bibir tampak kering karena
intake cairan kurang
Palpasi: ada lesi atau massa pada daerah mulut dengan
melakukan penekanan di daerah pipi, serta kaji jika ada nyeri
tekan.
e) Telinga
Untuk mengetahui fungsi telinga dan melihat apakah ada
kondisi abnormal pada telinga.
Inspeksi: lihat warna daun telinga, bentuk, simetris apakah ada
perdarahan dan serumen yang keluar
Palpasi: lakukan penekanan ringan apakah ada nyeri tekan atau
tidak dan elastisitas kartilago.

f) Leher
Untuk mengetahui fungsi dan apakah ada kelainan pada leher
Inspeksi: lihat warna kulit, bentuk, amati adanya pembesaran ,
amati posisi trakea, dan denyut nadi karotis apakah terjadi
peningkatan
Palpasi: lakukan penekanan pada leher dengan cara
meletakkan kedua tangan di sisi samping leher dan pasien
suruh menelan lalu rasakan apakah ada pembesaran tiroid pada
sisi leher.
g) Dada
Untuk mengetahui bentuk, frekuensi, nyeri tekan, irama
pernafasan dan bunyi paru.
Inspeksi: lihat kesimetrisan dada kanan dan kiri, apakah ada
retraksi dada atau tidak.
Palpasi: apakah ada benjolan serta nyeri tekan, lihat apakah ada
pelebaran pada ictus cordis.
Perkusi: untuk melihat batas normal paru. Auskultasi: untuk
mengetahui bunyi nafas.
h) Abdomen
Untuk mengetahui warna, bentuk perut, peristaltic usus, dan
apakah ada nyeri tekan.
Inspeksi: amati bentuk perut, warna kulit, apakah ada
benjolan, dan asites. Auskultasi: dengarkan peristaltik usus
dan hitung apakah ada peningkatan pada bising usus.
Palpasi: apakah ada lesi, dan nyeri tekan. Perkusi: apakah ada
hipertimpani atau tidak.
i) Muskuloskeletal/ Ekstremitas
Untuk mengetahui mobilitas kekuatan otot.
Inspeksi : lihat apakah ada atrofi pada ekstremitas.
Palpasi : lakukan penekanan dan minta pasien untuk memberi
tahanan pada ekstremitas untuk melihat kekuatan otot
j) Pemeriksaan Integumen
Inspeksi: amati warna kulit, kaji adanya lesi dan edema
Palpasi:kelembaban kulit, mengecek suhu kulit dengan cara
membandingkan kedua kaki dan lengan tangan dengan
menggunakan jari, tarik/cubit untuk mengetahui turgor kulit
(normalnya kembali cepat). Wallace membagi tubuh atas bagian
9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan rule of nine of
Wallace yaitu :
- Kepala dan leher :9%
- Lengan masing-masing 9% :18%
- Badan depan 18%, badan bagian belakang :36%
- Tungkai masing-masing 18 :36%
- Genitalia/perineum :1%

B. Analisa Data
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
Diagnosis keperawatan ialah suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berhubungan dengan kesehatan. Diagnosa
keperawatan terbagi menjadi tiga bagian yaitu diagnosa aktual, risiko,
dan potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penderita luka bakar
menurut Purwanto (2016) adalah :
a. Nyeri Akut
b. Gangguan Integritas kulit
c. Resiko Hipovolemia
d. Resiko Infeksi
e. Gangguan Mobilitas Fisik
f. Defisit Nutrisi
g. Resiko perfusi Jaringan
h. Ansietas
2. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan keperawatan yang dilakukan
berdasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Dari diagnosis diatas intervensi utama yang dapat diberikan adalah :
a. Manajemen nyeri, pemberian analgesik
b. Perawatan Integritas kulit, perawatan luka bakar
c. Manajemen Hipovolemia, Pemantauan Cairan
d. Manajemen Imunisasi/vaksin, Pencegahan Infeksi
e. Dukungan Ambulasi, Dukungan Mobilisasi
f. Manajemen Nutrisi, promosi berat badan
g. Pencegahan syok, perawatan sirkulasi
h. Reduksi Ansietas, Relaksasi
C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA
NO INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL
1 Nyeri Akut (D.0077) Tujuan: (Manajemen Nyeri I.08238)
Definisi: Setelah dilakukan tindakan Observasi
Pengalaman sensorik atau keperawatan 1 x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
emosional yang berkaitan diharapkan tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas, 1. Mengetahui lokasi, karakteristik,
dengan kerusakan jaringan menurun intensitas nyeri durasi, frekeuansi, kualitas, dan
actual atau fungsional, dengan 2. Identifikasi skala nyeri intensitas nyeri
onset mendadak atau lambat Kriteria Hasil: 3. Identifikasi faktor yang 2. Mengetahui skala nyeri yang dirasa
dan berintensitas ringan hingga Tingkat nyeri (L.08066) memperberat dan memperingan pasien, skala 1-10
berat yang berlangsung kurang 1. Pasien mengatakan nyeri 3. Dengan mengetahui faktor yang
dari 3 bulan. nyeri berkurang Terapeutik mempengaruhi nyeri mempermudah
Penyebab: Agen pencedera 2. Pasien menunjukkan 4. Berikan teknik nonfarmakologi menentukan tindakan selanjutnya
fisiologis (misal: inflamasi, ekspresi wajah tenang untuk mengurangi rasa nyeri 4. Teknik nonfarmakologi mampu
iskemia, neoplasma) 3. Pasien dapat (misal: TENS, terapi music, mengurangi rasa nyeri
Batasan karakteristik: beristirahat dengan biofeedback, terapi pijat, 5. Memberikan lingkungan yang
1. Kriteria Mayor: nyaman aromaterapi, teknik imajinasi nyaman untuk pasien dalam
a. Subjektif: Mengeluh terbimbing, kompres dingin/hangat, mengontrol nyeri
nyeri terapi bermain) 6. Dapat mengontrol rasa nyeri secara
b. Objektif: Tampak 5. Kontrol lingkungan yang mandiri
meringis, bersikap memperberat rasa nyeri (misal: 7. Teknik nonfarmakologi dapat
protektif (misal: suhu ruangan, pencahayaan, membantu mengurangi rasa nyeri
waspada, posisi kebisingan) 8. Membantu mengurangi rasa nyeri
menghindari nyeri), 6. Anjurkan memonitor nyeri secara 9. Pemenuhan kebutuhan oksigen
gelisah, frekuensi mandiri dapat mengurangi rasa nyeri
nadi meningkat, 7. Ajarkan teknik nonfarmakologi
sulit tidur untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kriteria Minor: Kolaborasi
a. Subjektif: Tidak ada 8. Lakukan pemberian hasil
b. Objektif: Tekanan kolaborasi pemberian analgetik,
darah meningkat, jika perlu
pola nafas berubah, 9. Kolaborasi pemberian terapi
nafsu makan oksigen jika merasa nyeri (Sumber:
berubah, proses jurnal “Asuhan Keperawatan Pada
berfikir terganggu, Pasien Penyakit Jantung Koroner
Dengan Masalag Nyeri Akut”)
menarik diri,
berfokus pada diri
sendiri, diaphoresis
Kondisi klinis terkait:
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom coroner akut
5. Glaucoma
2 Perfusi perifer tidak efektif Tujuan: Pemantauan tanda vital (I.02060)
(D.0009) Setelah dilakukan tindakan Observasi
Definisi: Penurunan sirkulasi keperawatan 3 x 24 jam 1. Monitor tekanan darah 1. Mengetahui adanya tanda tanda
darah pada level kapiler yang diharapkan perfusi perifer 2. Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, syok
dapat mengganggu metabolism meningkat irama) 2. Peningkatan tekanan darah
tubuh. 3. Monitor pernafasan (frekuensi, menunjukan tanda-tanda syok
Penyebab: Peningkatan Kriteria Hasil : kedalaman) 3. Pernafasan yang cepat dan dangkal
tekanan darah Perfusi Perifer (L.02011) 4. Monitor suhu tubuh adalah tanda tanda syok
Kondisi klinis terkait 1) Nadi perifer teraba kuat 5. Identifikasi penyebab perubahan 4. Suhu tubuh yang dingin
a) Tromboflebitis 2) Akral teraba hangat tanda vital menunjukkan tanda tanda syok
b) Diabetes mellitus 3) Warna kulit tidak pucat 6. Melakukan penilaian 5. Perubahan tanda vital bisa terjadi
c) Anemia 4) Capillary refill normal < komperhensif dari sirkulasi perifer, karena pasien mengalami
d) Gagal jantung kongestif 2 detik (sumber: NOC) misal: memeriksa denyut nadi perdarahan atau syok
e) Kelainan jantung perifer, edema, capillary refill, 6. Capillary refill diatas 2 detik
kongenital warna dan suhu (Sumber: NIC) menunjukan tanda tanda syok
f) Thrombosis arteri Terapeutik 7. Untuk mengetahui perkembangan
g) Varises 7. Pantau dan catat kondisi pasien pasien
h) Thrombosis vena dalam Edukasi 8. Menambah informasi pasien
i) Sindrom kompartemen 8. Jelaskan tujuan dan prosedur 9. Kolaborasi dengan cara pemberian
pemantauan cairan ataupun transfusi darah
9. Lakukan hasil kolaborasi dengan
dokter
3 Defisit nutrisi b.d Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I. 03119)
peningkatan kebutuhan asuhan keperawatan 3 x 24 1. Identifikasi status nutrisi 1. Membantu untuk menentukan diet
metabolisme (D.0019) jam maka diharapkan status 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan yang tepat untuk pasien
Definisi : defisit nutrisi nutrisi dapat membaik. jenis nutrien 2. Membantu dalam pemberian jenis
Asupan nutrisi tidak cukup Kriteria hasil : 3. Monitor asupan makanan diet yang tepat
untuk
memenuhi kebutuhan Status nutrisi membaik (L. 4. Monitor berat badan 3. Memastikan kebutuhan pasien
metabolisme. 03030) 5. Monitor adanya mual dan muntah terpenuhi
a. Gejala dan Tanda Mayor 1. Porsi makan yang 6. Ajarkan diet yang di programkan 4. Penurunan berat badan
1) Subjektif : (tidak dihabiskan cukup 7. Kolaborasi pemberian medikasi menandakan kebutuhan nutrisi
tersedia) meningkat sebelum makan (mis. pereda nyeri, pasien tidak tercukupi
2) Objektif : Berat badan 2. Pengetahuan tentang antiemetik), jika perlu 5. Mual muntah dapat menyebabkan
menurun minimal 10% pilihan makanan yang penurunan nafsu makan
dibawah rentang ideal. sehat 6. Memastikan pasien agar teratur
b. Gejala dan Tanda Minor 3. Pengetahuan tentang mengkonsumsi diet yang telah di
1) Subjektif : Nafsu pilihan minuman yang programkan
makan menurun sehat 7. Membatu pasien untuk menerima
2) Objektif : Membran 4. Perasaan cepat kenyang diet yang disediakan
mukosa pucat, Diare menurun
Kondisi klinis terkait : 5. Berat badan cukup
1) Stroke membaik
2) Parkinson 6. Indeks massa tubuh
3) Mobius syndrome cukup membaik
4) Luka bakar 7. Nafsu makan membaik
5) Kanker
6) AIDS
4 Hipovolemia (D.0023) Tujaun : setelah dilakukan Observasi
Definisi : Peningkatan volume asuhan keperawatan 3 x 24 1. Monitor status kardiopulmonal 1. Takikardi, peningkatan frekuensi
cairan intravaskular, jam diharapkan (frekuensi dan kekuatan nadi, nafas, penurunan tekanan darah
interstisial, dan / atau hypovolemia dapat teratasi frekuensi napas, TD, MAP) adalah tanda tanda syok
intraselular. Kriteria hasil: 2. Monitor status 2. Memastikan oksigenasi terpenuhi
Penyebab: Status cairan membaik oksigenasi (oksimetri 3. Mengidentifikasi adanya tanda
1. Kehilangan cairan aktif (L.03028) nadi, AGD) tanda syok
2. Kegagalan 1. Kekuatan nadi 3. Monitor status cairan (masukan 4. Kesadaran pasien bisa saja
mekanisme regulasi meningkat dan haluaran, turgor kulit, CRT) menurun jika mengalami
3. Peningkatan 2. Output urin meningkat 4. Periksa tingkat kesadaran dan syok
permeabilitas kapiler 3. Membran mukosa respon pupil 5. Pada pasien luka bakar sering
4. Kekurangan intake cairan lembab meningkat Terapeutik terjadi penyempitan saluran nafas
5. Evaporasi 4. Ortopnea menurun 5. Pertahankan jalan napas paten 6. Untuk menghentikan perdarahan
Kondisi Klinis Terkait: 5. Dispnea menurun 6. Lakukan penekanan langsung 7. Pemasangan IV 2 jalur dengan
Penyakit Addison 6. Frekuensi nadi (direct pressure) pada perdarahan tujuan pemenuhan cairan
Trauma/pendarahan membaik eksternal 8. Mengetahui jumlah intake dan
7. Pasang jalur IV berukuran besar output pasien
Luika bakar 7. Tekanan darah (mis: nomor 14 atau 16) 9. Pengambilan sampel darah untuk
membaik 8. Pasang kateter urin untuk menilai pemeriksaan darah dan persiapan
8. Turgor kulit membaik produksi urin sampel jika pasien butuh
9. Ambil sampel darah untuk transfuse
pemeriksaan darah lengkap dan 10. Pemenuhan cairan
elektrolit 11. Pemenuhan cairan
Kolaborasi 12. Jika pasien kehilngan banyak darah
10. Kolaborasi pemberian infus cairan perlu dilakukan transfusi
kristaloid 1 – 2 L pada dewasa
11. Kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
12. Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu

5 Gangguan Mobilitas Fisik Tujuan: Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi (I.05173)


(D.0054) asuhan keperawatan 3 x 24 Observasi
Definisi: Keterbatasan dalam jam mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Nyeri dapat menyebabkan gangguan
gerakan fisik dari satu atau meningkat keluhan fisik lainnya dalam mobilisasi
lebih ekstremitas secara Kriteria Hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik 2. Mengidentifikasi kemungkinan
mandiri Mobilitas Fisik meningkat melakukan pergerakan kerusakan secara fungsional dan
Penyebab : (L.05042) 3. Monitor frekuensi jantung dan mempengaruhi intervensi yang akan
1. Kerusakan integritas 1. Pergerakan ekstremitas tekanan darah sebelum memulai dilakukan
struktur tulang meningkat mobilisasi 3. Memantau agar tidak terjadi
2. Ketidakbugaran fisik 2. Kekuatan otot 4. Monitor kondisi umum selama kelelahan berlebih saat sesudah
3. Penurunan kendali otot meningkat melakukan mobilisasi melakukan mobilisasi
4. Penurunan massa otot 3. Rentan gerak (ROM) Terapeutik 4. Melihat adanya perkembangan
5. Penurunan kekuatan otot meningkat 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi aktivitas sehari-hari
6. Kekakuan sendi 4. Nyeri menurun dengan alat bantu (mis: pagar 5. Memudahkan pasien pada saat
7. Keengganan melakukan 5. Kaku sendi menurun tempat tidur) melakukan mobilisasi
pergerakan 6. Gerakan terbatas 6. Libatkan keluarga untuk membantu 6. Membantu dan memotivasi pasien
8. Gangguan sensoripersepsi menurun pasien dalam meningkatkan melakukan mobilisasi untuk
Kondisi Klinis Terkait: 7. Kelemahan fisik pergerakan menghindari pasien jatuh
1. Stroke menurun Edukasi 7. Perubahan posisi yang teratur dapat
2. Cedera medula spinalis 7. Jelaskan tujuan dan prosedur meningkatkan sirkulasi pada seluruh
3. Trauma mobilisasi tubuh
4. Fraktur 8. Anjurkan melakukan mobilisasi 8. Perubahan yang lambat sering kali
5. Osteoarthirtis dini melibatkan trauma kepala,
6. Ostemalasia 9. Ajarkan mobilisasi sederhana yang keterlibatan pasien dalam
7. Keganasan harus dilakukan (mis: duduk di perencanaan dan keberhasilan
tempat tidur, duduk di sisi tempat intervensi
tidur, pindah dari tempat tidur ke 9. Perpindahan perlahan dapat
kursi) membantu melatih otot untuk kuat
melakukan aktivitas.
6 Gangguan integritas kulit/ Tujuan: setelah dilakukan Perawatan Luka( I.14564 )
jaringan (D.0129) asuhan keperawatan 24 jam Observasi
Definisi : Kerusakan kulit maka diharapkan integritas 1. Monitor karakteristik luka 1. Untuk mengetahui kondisi luka
(dermis dan/atau epidermis) kulit dan jaringan dapat (mis: 2. Kemerahan dan gatal adalah tanda
atau jaringan (membran meningkat. drainase,warna,ukuran,bau terjadinya infeksi
mukosa, kornea, fasia, otot, Kriteria hasil : 2. Monitor tanda –tanda infeksi 3. Membuka dengan perlahan agar
tendon, tulang, kartilago, Integritas Kulit Terapiutik tidak mengenai luka
kapsul sendi dan /atau ligamen Meningkat (L.14125) 3. lepaskan balutan dan plester secara 4. Mempercepat penyembuhan luka
Penyebab 1. Perfusi jaringan cukup perlahan 5. Membatu dalam proses
1. Perubahan sirkulasi meningkat 4. Bersihkan jaringan nekrotik penyembuhan luka
2. Perubahan status 2. Kerusakan jaringan 5. Berikan salep yang sesuai di kulit 6. Memasang balutan yang tidak
nutrisi (kelebihan atau menurun /lesi, jika perlu sesuai dapat memperburuk luka
kekurangan) 3. Kerusakan lapisan kulit 6. Pasang balutan sesuai jenis luka 7. Mencegah terjadinya infeksi
3. Kelebihan/kekurangan menurun 7. Pertahan kan teknik seteril saaat 8. Membantu dalam proses
volume cairan 4. Nyeri, perdarahan, perawatan luka penyembuhan luka
4. Penuruna mobilitas kemerahan, hematoma 8. Berikan suplemen vitamin dan 9. Menambah informasi terkait luka
5. Bahan kimia iritatif menurun mineral (mis vitamin A,vitamin yang diderita
6. Suhu lingkungan yang 5. Nekrosis menurun C,Zinc,Asam amino),sesuai 10. Membantu percepat proses
ekstrem 6. Sensasi dan tekstur indikasi penyembuhan luka
7. Faktor mekanis (mis. membaik Edukasi 11. Mempersiapkan pasien untuk dapat
penekanan pada 9. Jelaskan tandan dan gejala infeksi melakukan perawatan luka ketika
tonjolan tulang,gesekan) 10. Anjurkan mengonsumsi makan sudah pulang kerumah
8. Efek samping terapi tinggi kalium dan protein 12. Prosedur debridement adalah
radiasi 11. Ajarkan prosedur perawatan luka tindakan yang dilakukan untuk
secara mandiri membersihkan jaringan mati yang
Kolaborasi terdapat diluka sehingga
12. Kolaborasi prosedur mempercepat proses penyembuhan
debridement(mis: enzimatik luka
biologis mekanis,autolotik), jika 13. Mencegah infeksi
perlu
13. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

7 Risiko Infeksi (D. 0142) Tujuan: Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
Definisi: Berisiko mengalami asuhan keperawatan 3 x 24 1. Observasi tanda-tanda 1. Sebagai tindakan yang akan
peningkatan terserang jam diharapkan resiko peradangan pada daerah luka dilanjutkan untuk mencegah infeksi.
organisme patogenik infeksi tidak terjadi bakar. 2. Untuk mencegah terjadinya infeksi.
Faktor Risiko : Kriteria hasil: 2. Jaga kebersihan balutan. 3. Untuk mencegah infeksi dan
1. Penyakit Kronis Tingkat infeksi menurun 3. Ganti balutan sesering mungkin. cepatnya penyembuhan luka.
2. Efek prosedur Infasif (l. 14137) 4. Observasi TTV: TD, N, S, P tiap 4. Merupakan indikator dini proses
3. Malnutrisi 1. Demam menurun 4 jam. infeksi.
4. Peningkatan paparan 2. Kemerahan menurun 5. Jaga kebersihan alat tenun. 5. Untuk mencegah timbulnya bakteri
organisme patogen 3. Nyeri menurun yang mengakibatkan infeksi
lingkungn 4. Bengkak menurun
5. Ketidakadekuatan 5. Kadar sel darah putih
pertahanan tubuh perifer : membaik
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi menuju status kesehatan yang baik/optimal. Pelaksanaan
tindakan merupakan realisasi dari rencana/intevensi keperawatan yang
mencakup perawatan langsung atau tidak langsung.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi
ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, R.W., Saragih, L. dan Eka, N.L.P., 2019. Pengaruh Topikal Ekstrak Gel
Lidah Buaya Aloe Vera Konsentrasi 10% dan 20% Terhadap Gambaran
Makroskopis Luka Bakar Grade II Pada Tikus Rattus Novergicus Galur
Wistar. Jurnal Keperawatan Terapan, 5(1), hh.53–64.
Antia, 2019. Klasifikasi Karakteristik Pasien dan Waktu Penyembuhan Luka di
Rawat Jalan. IJONHS, 4(1), hh.1–6.
Arifin, J., 2014. Intensif Budidaya Lidah Buaya Usaha dengan Prospek Yang
Kian Berjaya. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Astawan, M., 2008.
Sehat Dengan Hidangan Hewani. Jakarta : Penebar Swadaya.
Avachat, A., Dash, R. dan Shrotriya, S., 2011. Recent Investigations of Plant Based
Natural Gums and Mucilages in Novel Drug Delivery Systems. Indian
journal of pharmaceutcal education and research.
Benítez, J.M. dan Montáns, F., 2017. The mechanical behavior of skin: Structures
and models for the finite element analysis. Computers & Structures, 190,
hh.75–107.
Bittner, E.A., Shank, E., Woodson, L. dan Martyn, J.A.J., 2015. Acute and
Perioperative Care of the Burn-injured Patient. Anesthesiology, 122(2).
https://doi.org/10.1097/ALN.0000000000000559.
Chu, D.H., 2013. Overview of Biology, Development, and Structure Of The Skin.
In: Fitzpatrick’s dermatology in General Medicine, 8th ed. Mc Graw Hill
Medical.hh.58–75.
Herlianita, R., Ruhyanudin, F., Wahyuningsih, I., Husna, C. H. Al, Ubaidillah, Z.,
Theovany, A. T., & Pratiwi, Y. E. (2020). Pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap sikap dan praktik pada pertolongan pertama penanganan luka
bakar. Holistik Jurnal Kesehatan, 14(2), 163–169.
https://doi.org/10.33024/hjk.v14i2. 2825
Kattan, A., Alshomer, S., & Alhujayri, A. (2016). Current Knowledge Of Burn
Injury First Aid Pratices And Applied Traditional Remediest : a
Nationwide Survey. Burns And Trauma. 4, 1–7. Khambali, I. (2017).
Manajemen Penanggulangan Bencana.
Andi. Murti, Kuswana VindaKuliah, M. (2019). Pengaruh Metode Pendidikan
Kesehatan Demonstrasi Dengan Media Short Education Movie (SEM)
Terhadap Perilaku Perawatan Luka Pada Anak Usia Sekolah (Issue April).
Rineka Cipta. Notoadmodjo. (2014). Konsep Pengetahuan Dan Sikap. Rineka
Cipta. RI, K. (2017). Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis
Kesehatan Akibat Luka Bakar.
Kemenkes RI. Rifandani, B. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Luka
Bakar
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(edisi 1). Jakarta: DPP PPNI. 108
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi
1). Jakarta: DPP PPNI.

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Khairunisa, S. Kep, Ns Utarie Yunie Atrie, S. Kep, Ns, M. Kep

Anda mungkin juga menyukai