OLEH:
A. Anatomi Fisiologi
Kulit manusia merupakan sebuah struktur yang berkaitan satu dengan yang lain,
contohnya pada lengan bawah bagian volar, ketebalan lapisan epidermis mencapai
0,15mm dimana lapisan terluarnya yaitu stratum corneum memiliki 1/3 ketebalan dari
seluruh lapisan kulit. Kulit memiliki fungsi menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, pengaturan suhu, penyimpanan lemak, menghasilkan vitamin, dan sebagai
pertahanan terhadap infeksi dari luar. Dermis memiliki ketebalan 0,5 sampai 0,7mm
dan pada pertemuan antara dermis dengan epidermis terdapat daerah seperti bukit yang
dangkal yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop. “Kubah” dari lemak subkutan
yang menyentuh sampai ke dermis dan terlihat dengan mata telanjang sebagai bintik
kuning di dalam jaringan kolagen putih ketika kulit yang tebal dipisahkan.
Umumnya, kulit dibedakan menjadi dua lapisan utama secara embriologis yaitu
epidermis (kutikula) dan dermis (korium) yang terdiri atas beberapa lapisan kulit
lainnya menurut Huether dkk (2018), antara lain :
1) Epidermis
Lapisan ini merupakan lapisan epitel terluar yang berasal dari ectoderm yang
dikenal sebagai lapisan tanduk yang terdiri atas lapisan-lapisan keratinosit
mengandung sel melanosit (pigmentasi), pengenalan alergen (Langerhans), dan
merkel yang mana ketebalannya berbeda-beda tergantung bagian tubuh dengan
ketebalan sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit. Pada lapisan epidermis, terjadi
regenerasi kulit setiap 4-6 minggu sebab ia berfungsi sebagai proteksi barrier kulit,
sintesis vitamin D dan sitokin, organisasi sel, pembelahan dan mobilisasis sel.
Secara mikroskopis terdiri atas 5 lapisan utama yaitu sebagai berikut.
a) Stratum korneum, merupakan sel yang tipis dan terletak paling luar seperti
sisik dan paling mudah mengalami pengelupasan bila kulit terluka sebab terdiri
atas sel keratinosit yang mudah berganti;
b) Stratum lusidum, sel ini memiliki batas tegas namun tidak memiliki inti atau
garis translusen yang terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan tangan;
c) Stratum granulosum, sel yang memiliki batas yang jelas, memiliki inti, dan
memiliki granula basofilik kasar yang mengandung protein kaya histidin dan
didalamnya terdapat sel Langerhans;
d) Stratum spinosum, pada lapisan ini terdapat filament yang disebut tonofibril
yang berperan dalam mempertahankan kohesisel dan melindungi terhadap
efek abrasi. Lapisan ini merupakan epidemis yang mengalami gesekan dan
tekanan. Diantara stratum spinosum dan basale terdapat lapisan malfigi yang
didalamnya terdapat sel Langerhans;
e) Stratum basale (germinativum), terjadi aktivitas mitosis dalam regenerasi sel
epidermis secara konstan selama 28 hari untuk bermigrasi ke permukaan dan
pada lapisan ini terdapat sel melanosit.
2) Dermis
Merupakan lapisan kulit yang tersusun atas fibrosa dan jaringan ikat yang bersifat
elastis dan matriks ekstraseluler yang memberikan kekuatan padakulit atau sebagai
penyokong epidermis dan tersusun atas papilla-papilla kecil yang berisi pembuluh
kapiler. Dalam lapisan dermis terdapat adneksa kulit yang diperlukan dalam
regenerasi kulit yaitu :
a) Ujung akhir saraf sensori, sebagai indera peraba
b) Kelenjar keringat, lapisan ini terbentuk atas tabung yang terbelit-belit dengan
jumlah yang banyak yang mana saluran ini keluar melalui dermis dan
epidermis dan bermuara di atas permukaan kulit melalui pori untuk
mengeluarkan keringat.
c) Kelenjar sebaseus (minyak), berupa kelenjar kantong dalam kulit yang
berbentuk seperti botol dan bermuara dalam folikel rambut.
Secara fisiologis kulit berperan sebagai organ pengatur panas dengan
persarafan vasomotorik yang mengendalikan arteriol kutan melalui
vasodilatasi dan vasokonstriksi. Kulit dapat dengan cepat mengerut menjadi
pucat dan dingin atau kelenjar kulit dapat aktif atau hampir dihentikan
sehingga menyebabkan hilangnyapanas. Adanya pengendalian ini daapt
melepas panas atau mengurangi sesuai kebutuhan tubuh. Selain itu, kulit
sebagai indera peraba beruap rangsang sentuhan pada ujung saraf di dalam
kulit. Kulit juga berperan sebagai tempat penyimpanan air, yang mana terdapat
jaringan adiposa dibawah kulit yang merupakan tempat penyimpanan lemak
yang utama bagi tubuh. Kulit memiliki kemampuan penting dalam melindungi
tubuh yang relatif tidak tembus air yaitu menghindari hilangnya cairan dari
jaringan dan masuknya air ke dalam jaringan, misalnya bila tubuh terendam
air (Huether dkk., 2018).
Sel-sel basal epitelium yang ada di tepi luka akan bermigrasi di atas
permukaan luka sebagai respon terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi
karena hilangnya sel-sel hambatan dan faktor pertumbuhan, misalnya faktor
pertumbuhan epidermis, pertumbuhan transformasi α, dan pertumbuhan
keratinosit 1 dan 2 yang dapat merangsang migrasi. Selain itu, kontak dengan
molekul yang ditemukan padaluka berupa kolagen tipe 1 dna fibronektin dapat
merangsang terjadinya migrasi. Migrasi pada sel epitel akan lebih cepat terjadi
pada luka yang lembab dibandingkan dengan luka yang dibiarkan kering.
Apabila tidak terdapat adneksa kulit, maka migrasi epitel berhenti setelah 1
sampai 2 cm, dan penyembuhan selanjutnya terjadi melalui kontraksi. Jika
terdapat adneksa kulit, kreatinosit dirangsang untuk bermigrasi ke permukaan
dan melapisi kembali area luka. Pada area adneksa padat cenderung tidak
memiliki jaringan parut hipertrofik dan area adneksa kurang padat
membutuhkan waktu lebih lama untuk pemulihan dan memiliki jaringan parut
(Greenhalgh, 2019).
3) Subkutan atau Hipodermis
Lapisan ini tersusun atas jaringan ikat longgar yang berisi sel-sel lemak.
Penikulus adiposa merupakan lapisan terdalam yang sangat banyak
mengandung sel liposit dan menghasilkan banyak lemak yang berperan
sebagai cadangan makanan, bantalan antara kulit, dan struktur internal seperti
otot dan tulang, berperan sebagai mobilitas kulit, bantalan terhadap trauma,
serta tempat penumpukan energi.
B. Definisi
Luka bakar adalah kondisi cedera yang terjadi pada jaringan kulit ataupun jaringan
yang lain yang diakibatkan oleh radioaktif, aliran arus listrik, gesekan benda panas,
ataupun terkena bahan kimia (Darotin et al., 2023). Luka bakar atau combustio adalah
suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber
suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash),
terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik,
akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat
rendah (Kurniawan & Susianti, 2017).
C. Etiologi
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung dapat dipicu atau
di perparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor
rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan menyebabkan luka bakar
pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan
suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa
asam dan basa kuat (Fauzan, 2021).
Selain dari penjelasan di atas, luka bakar juga dapat dibagi menjadi empat, yaitu luka bakar
termal, luka bakar listrik, luka bakar kimiawi, dan radiasi.
a) Luka bakar termal adalah luka bakar yang disebabkan oleh air panas, jilatan api ke
tubuh, kobaran api ke tubuh dan akibat terpajan atau kontak dengan objek panas
lainnya ( plastik, logam, dan lain lain ).
b) Luka bakar listrik adalah luka bakar yang disebabkan oleh arus listrik, api dan
ledakan.
c) Luka bakar kimiawi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan zat yang bersifat
asam maupun basa.
d) Luka bakar radiasi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan dengan sumber
radiokatif (Fauzan, 2021).
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada luka bakar sesuai dengan kerusakannya.
Menurut (Otan Octavianus, 2019), yaitu :
a. Grade I : Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh
dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut.
b. Grade II : Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam 28 hari
tergantung komplikasi infeksi.
c. Grade III : Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh
sendiri
Uap/Asap
Saluran
Pernafasan
Wheezing
Oedem
laring
Bersihan Jalan
Napas Tidak
efektif
Hipovolemia
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien luka bakar disesuaikan dengan kondisi dan tempat
perawatan yang memperhatikan penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan
pertama (IGD), penanganan intensif, hingga perawatan di bangsal. Tindakan yang
perlu segera dilakukan adalah resusitasi cairan untuk mempertahankan jaringan
perfusi dan menghadapi inflamasi sistemik yang massif serta hypovolemia cairan
dan esktravaskuler. Tindakan selanjutnya yang perlu segera dilakukan diantaranya,
perawatan luka bakar dengan memperhatikan derajat luka bakar yang dialami klien
(Eni, 2023).
a. Tata Laksana luka bakar 24 jam pertama:
b) Breathing
Pernapasan pada klien luka bakar dapat terganggu karena cedera inhalasi,
tingkat kesadaran yang menurun, racun sistemik, dan luka bakar toraks yang
melingkar sehingga mencegah ventilasi yang memadai. Pada kondisi ini
pengukuran oksimetri nadi tidak dapat dilakukan karena dalam tubuh terjadi
keracunan karbon monoksida (CO) sehingga tidak mampu membedakan
antara oksihemoglobin (HbO) dengan karboksihemoglobin (HbCO). Namun,
dapat dilakukan analisis gas darah arteri dengan co-oksimeteri dan
pengukuran CO harus dilakukan. Adapun penilaian pernapasan pada klien
luka bakar perlu dilakukan hal-hal berikut berdasarkan panduan Burn
Crinical Practice Guideline (2016) yaitu:
c) Circulation
Tahap ini dilakukan dengan memantau sirkulasi dan status jantung dengan
kontrol perdarahan, dapatkan akses vaskular yang sesuai dan gunakan alat
untuk memonitor detak jantung dan tekanan darah. Hal ini dimaksudkan untuk
menilai apakah pasien mengalami tahap awal hipovolemia dan syok sehingga
akses IV harus diamankan dan perlu untuk segera diberikan resusitasi cairan
melalui kanula dua vena dan kateter IV kaliber besar dengancairan hangat.
Hindari area yang terbakar selama pemasangan jalur IV,namun apabila luka
bakar tersebut dilalui jalur IV, maka infus harus dijahit. Apabila tidak
mendapat akses vascular, maka dapat dimasukkan melalui infusintraosseous
(IO). Kebutuhan cairan atau resusitasi cairan pada pasien luka bakar
disesuaikan berdasarkan respon pasien terhadap resusitasi dan perlu dikaji
status perfusi dengan cara berikut, antara lain cek nadi, CRT (capillaryrefill
time), dan haluaran urin. Berdasarkan Burn Crinical Practice Guideline
(2016),terdapat penilaian haluaran urin yang perlu dipantau, antara lain :
a. Target haluaran urine dewasa adalah 30cc/jam
b. Target haluaran urine pediatrik adalah 1cc/kg/jam
c. Pada klien dengan cedera listrik dengan haluaran urine mioglobinuria
adalah 75-100cc/jam.
d) Disability
Tahap ini dilakukan untuk mendeteksi adanya defisit sistem neurologis yaitu
dengan dengan menilai GCS (gasglow coma scale) klien dan ukuran pupil
sebagai penilaian trauma.
e) Exposure
Tahap ini dilakukan untuk menilai tingkat keparahan luka bakar yang
berkaitan dengan riwayat luka bakar yang terjadi, menilai ukuran, dan
kedalaman luka bakar. Selanjutnya, lakukan hal-hal berikut:
a. Menyingkirkan bahan penyebab luka bakar, termasuk bahan kimia;
b. Pertahankan suhu normal dengan mengganti balutan basah dan
menutupnya dengan balutan kering dan steril;
c. Lakukan penghangatan pada klien dengan menutup menggunakan selimut
dan cairan hangat untuk mencegah terjadinya hipotermia, suhu sekitar 28
– 320C sedangkan suhu klien dipertahankan di atas 340C;
d. Lepaskan seluruh perhiasan atau aksesoris yang digunakan klien.
Adanya resusitasi cairan merupakan hal penting yang diberikan pada pasien
luka bakar dalam mempertahankan perfusi yang bertujuan untuk mengganti
kehilangan cairan yang cukup parah sebab terjadi penurunan volume intravaskuler.
Pasien luka bakar memerlukan cairan Lactated Ringers (LR) untuk menghindari
komplikasi hiperkloremia asidosis dan infus NaCl atau saline 0,9%. Adapun
perhitungan kebutuhan cairan pasien menggunakan rumus Parkland yang
pemberiannya dibagi menjadi dua yaitu setengah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama setelah luka bakar dan setengahnya lagi dilanjutkan pada 16 jam berikutnya
(Johnson dkk., 2018). Adapun target resusitasi cairan pada klien luka bakar ialah
haluran urine atau urin output, tekanan darah sistolik, ekstremitas, sensoris, dan base
deficit < 2 (Aziz dan Sobaryati, 2020).
Adapun tujuan dari resusitasi cairan pada klien dengan syok luka bakar ialah
untuk meminimalkan dan eliminasi pemberian cairan bebas yang adekuat dan
seimbang, mengoptimalkan status volume dan komposisi intravaskuler,
meminimalkan adanya respon inflamasi dan hipermetabolik dengan mengupayakan
stabilisasi pasien agar kembali ke kondisi fisiologis, dan preservasi reperfusi yang
adekuat dan seimbang pada selurh pembuluh vaskuler regional sehingga tidak
terjadi iskemia jaringan (Kurniawan dan Susianti, 2017).
J. Komplikasi
Komplikasi yang diakibatkan oleh combustion (luka bakar) diantaranya (Fauzan,
2021):
a. Curting Ulcer / Dekubitus
b. Sepsis
c. Pneumonia
d. Gagal Ginjal Akut
e. Deformitas
f. Kontraktur dan Hipertrofi
g. Jaringan parut
Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah edema paru akibat sindrom gawat
panas akut (ARDS, acute respiratory disters syndrome) yang menyerang sepsis gram
negatif. Sindrom ini diakibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan kebocoran cairan
kedalam ruang interstisial paru. Kehilangan kemampuan mengembang dan gangguan
oksigen merupakan akibat dari insufisiensi paru dalam hubungannya dengan siepsis
sistemik
Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, agama, pendidikan, status perkawinan, alamat, pekerjaan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pada umumnya klien mengalami penurunan kesadaran baik biasanya
mengeluh sakit atau nyeri kepala, pusing, mual muntah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji terkait : a. Sumber kecelakaan b. Sumber panas atau penyebab yang
berbahaya c. Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi d. Faktor
yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan e. Keadaan fisik
disekitar luka bakar f. Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk ke RS
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001) b.d ketidakseimbangan ventilasi
perfusi d.d sesak napas, mengi
Definisi
Penyebab :
Fisiologis :
1. Spasme jalan napas.
2. Hipersekresi jalan napas.
3. Disfungsi neuromuskuler.
4. Benda asing dalam jalan napas.
5. Adanya jalan napas buatan.
6. Sekresi yang tertahan.
7. Hiperplasia dinding jalan napas.
8. Proses infeksi .
9. Respon alergi.
10. Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
Situasional :
1. Merokok aktif.
2. Merokok pasif.
3. Terpajan polutan.
Subjektif Objektif
Subjektif Objektif
1. Dispnea. 1. Gelisah.
b. Nyeri akut (D.0077) b/d agens cedera fisik (luka bakar) d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sikap protektif
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan.
Penybab
Subjektif Objektif
- 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada,
posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Subjektif Objektif
5. Menarik diri
7. Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
5. Glaukoma
c. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129) b/d cedera kimiawi kulit (luka bakar)
d.d kerusakan jaringan kulit
Definisi :
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa,
kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan /atau ligamen ).
Penyebab :
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3. Kelebihan/kekurangan volume cairan
4. Penurunan mobilitas
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolan tulang,gesekan)
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan.
d. Hipovolemia (D.0023) b.d evaporasi d.d frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan nadi menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun
Definisi
Penyebab
Subjektif Objektif
Hematokrit meningkat
Subjektif Objektif
1. Penyakit Addison
2. Trauma/pendarahan
3. Luika bakar
4. AIDS
5. Penyakit Crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif
9. Hipoalbuminemi
Definisi
Penyebab
3. Malnutrisi.
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
• Gangguan peristaltik,
• Merokok,
• Penurunan homolobin,
• Imununosupresi,
• Leukopenia,
1. AIDS.
2. Luka bakar.
3. Penyakit paru obstruktif.
4. Diabetes melitus.
5. Tindakan invasi.
6. Kondisi penggunaan terapi steroid.
7. Penyalahgunaan obat.
8. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW).
9. Kanker.
10. Gagal ginjal.
11. Imunosupresi.
12. Lymphedema.
13. Leukositopedia.
3. Intervensi Keperawatan
No Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Pemenatauan Respirasi (I.01014)
(D.0001) b.d ketidakseimbangan Selama 3 x 24 jam, diharapkan Observasi
ventilasi perfusi d.d sesak napas, bersihan jalan napas meningkat • Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
mengi dengan kriteria hasil: upaya napas
Bersihan Jalan Napas (L.01002) • Monitor pola napas (seperti bradypnea,
1. Batuk efektif meningkat takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-
2. Produksi sputum menurun stokes, biot, ataksik)
3. Mengi menurun • Monitor kemampuan batuk efektif
• Monitor adanya produksi sputum
• Monitor adanya sumbatan jalan napas
• Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
• Auskultasi bunyi napas
• Monitor saturasi oksigen
• Monitor nilai analisa gas darah
Terapeutik
• Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
• Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
• Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
2. Nyeri akut (D.0077) b/d agens Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)
cedera fisik (luka bakar) d.d keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
mengeluh nyeri, tampak meringis, makatingkat nyeri menurun, dengan - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
gelisah, frekuensi nadi meningkat, Tingkat Nyeri (L.08066) - Identifikasi skala nyeri
sikap protektif 1. Keluhan nyeri menurun - Idenfitikasi respon nyeri non verbal
2. Meringis menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Sikap protektif menurun memperingan nyeri
4. Gelisah menurun - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
5. Kesulitan tidur menurun tentang nyeri
6. Frekuensi nadi membaik - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
- Ajarkan Teknik farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3. Gangguan integritas kulit/jaringan Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka (I.14564)
(D.0129) b/d cedera kimiawi kulit keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
(luka bakar) d.d kerusakan jaringan makaintegritas kulit/jaringan • Monitor karakteristik luka (mis: drainase,
kulit meningkat dengan kriteria hasil: warna, ukuran , bau)
Integritas kulit/jaringan (L.14125) • Monitor tanda-tanda infeksi
1. Kerusakan jaringan menurun Terapeutik
2. Kerusakan lapisan kulit • Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
menurun • Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
• Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
• Bersihkan jaringan nekrotik
• Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu
• Pasang balutan sesuai jenis luka
• Pertahankan Teknik steril saat melakukan
perawatan luka
• Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
• Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
• Berikan diet dengan kalori 30 – 35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25 – 1,5
g/kgBB/hari
• Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis:
vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai
indikasi
• Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori
dan protein
• Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
• Kolaborasi prosedur debridement (mis:
enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
perlu
• Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
4. Hipovolemia (D.0023) b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen Syok Hipovolemia (I.03116)
evaporasi d.d frekuensi nadi keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi
meningkat, nadi teraba lemah, status cairan membaik dengan • Monitor status kardiopulmonal (frekuensi
tekanan nadi menurun, membrane kriteria hasil: dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD,
mukosa kering, volume urin Status Cairan (L.03028) MAP)
menurun • Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi,
1. Kekuatan nadi meningkat AGD)
2. Output urin meningkat • Monitor status cairan (masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
3. Membran mukosa lembab • Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
meningkat • Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap
4. Dispnea menurun adanya DOTS (deformity/deformitas, open
5. Edema perifer menurun wound/luka terbuka, tenderness/nyeri tekan,
6. Frekuensi nadi membaik swelling/bengkak)
7. Tekanan darah membaik Terapeutik
8. Turgor kulit membaik • Pertahankan jalan napas paten
• Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
• Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis,
jika perlu
• Lakukan penekanan langsung (direct
pressure) pada perdarahan eksternal
• Berikan posisi syok (modified trendelenberg)
• Pasang jalur IV berukuran besar (mis: nomor
14 atau 16)
• Pasang kateter urin untuk menilai produksi
urin
• Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi
lambung
• Ambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap dan elektrolit
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid
1 – 2 L pada dewasa
• Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid
20 mL/kgBB pada anak
• Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika
perlu
5. Risiko infeksi (D.0142) d.d Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi (I.12406)
kerusakan integritas kulit keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
tingkat infeksi menurun dengan • Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
kriteria hasil: sistemik
Tingkat Infeksi (L.14137) Terapeutik
1. Tidak ada demam suhu stabil • Batasi jumlah pengunjung
(36,5° - 37,5°C) • Berikan perawatan kulit pada area edema
2. Kebersihan tangan terjaga • Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3. Nilai leukosit darah normal dengan pasien dan lingkungan pasien
• Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
• Ajarkan etika batuk
• Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
• Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
• Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, A. A. dan Sobaryanti. 2020. Laporan Kasus: Tatalaksana Pasien Luka Bakar
Berat dengan Trauma Inhalasi di Unit Perawatan Intensif. Jurnal Ilmiah
Widya Kesehatan dan Lingkungan. 2(1): 9-15.
Prabowo, B. (2016). Asuhan Keperawatan Pada an. Y.N Dengan Luka Bakar Grade
Ii Di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Rsud. Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang.
Pengaruh Penggunaan Pasta Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Untuk
Substitusi Tepung Terigu Dengan Penambahan Tepung Angkak Dalam
Pembuatan Mie Kering, 15(1), 165–175.
https://core.ac.uk/download/pdf/196255896.pdf
Ratna, Y., & Dewi, S. (2017). Berbasis Klinis Luka Antemortem Dan Burn Injury :
General Concepts and Investigation Based on Antemortem and. E-Jurnal
Medika Udayana, 2(3), 1–11.
SDKI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. tim pokja SDKI
DPP PPNI.
SIKI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. tim pokja SDKI
DPP PPNI.
SLKI. 2017. Starndar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. tim pokja SDKI DPP
PPNI