Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN COMBUSTIO (LUKA BAKAR)


DI RUANG MAWAR RSD.dr.SOEBANDI

OLEH:

Varadila Istika Umami


144.01.21.055

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA


D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLEMORE-BANYUWANGI
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Fisiologi

Kulit manusia merupakan sebuah struktur yang berkaitan satu dengan yang lain,
contohnya pada lengan bawah bagian volar, ketebalan lapisan epidermis mencapai
0,15mm dimana lapisan terluarnya yaitu stratum corneum memiliki 1/3 ketebalan dari
seluruh lapisan kulit. Kulit memiliki fungsi menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, pengaturan suhu, penyimpanan lemak, menghasilkan vitamin, dan sebagai
pertahanan terhadap infeksi dari luar. Dermis memiliki ketebalan 0,5 sampai 0,7mm
dan pada pertemuan antara dermis dengan epidermis terdapat daerah seperti bukit yang
dangkal yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop. “Kubah” dari lemak subkutan
yang menyentuh sampai ke dermis dan terlihat dengan mata telanjang sebagai bintik
kuning di dalam jaringan kolagen putih ketika kulit yang tebal dipisahkan.
Umumnya, kulit dibedakan menjadi dua lapisan utama secara embriologis yaitu
epidermis (kutikula) dan dermis (korium) yang terdiri atas beberapa lapisan kulit
lainnya menurut Huether dkk (2018), antara lain :
1) Epidermis
Lapisan ini merupakan lapisan epitel terluar yang berasal dari ectoderm yang
dikenal sebagai lapisan tanduk yang terdiri atas lapisan-lapisan keratinosit
mengandung sel melanosit (pigmentasi), pengenalan alergen (Langerhans), dan
merkel yang mana ketebalannya berbeda-beda tergantung bagian tubuh dengan
ketebalan sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit. Pada lapisan epidermis, terjadi
regenerasi kulit setiap 4-6 minggu sebab ia berfungsi sebagai proteksi barrier kulit,
sintesis vitamin D dan sitokin, organisasi sel, pembelahan dan mobilisasis sel.
Secara mikroskopis terdiri atas 5 lapisan utama yaitu sebagai berikut.
a) Stratum korneum, merupakan sel yang tipis dan terletak paling luar seperti
sisik dan paling mudah mengalami pengelupasan bila kulit terluka sebab terdiri
atas sel keratinosit yang mudah berganti;
b) Stratum lusidum, sel ini memiliki batas tegas namun tidak memiliki inti atau
garis translusen yang terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan tangan;
c) Stratum granulosum, sel yang memiliki batas yang jelas, memiliki inti, dan
memiliki granula basofilik kasar yang mengandung protein kaya histidin dan
didalamnya terdapat sel Langerhans;
d) Stratum spinosum, pada lapisan ini terdapat filament yang disebut tonofibril
yang berperan dalam mempertahankan kohesisel dan melindungi terhadap
efek abrasi. Lapisan ini merupakan epidemis yang mengalami gesekan dan
tekanan. Diantara stratum spinosum dan basale terdapat lapisan malfigi yang
didalamnya terdapat sel Langerhans;
e) Stratum basale (germinativum), terjadi aktivitas mitosis dalam regenerasi sel
epidermis secara konstan selama 28 hari untuk bermigrasi ke permukaan dan
pada lapisan ini terdapat sel melanosit.
2) Dermis
Merupakan lapisan kulit yang tersusun atas fibrosa dan jaringan ikat yang bersifat
elastis dan matriks ekstraseluler yang memberikan kekuatan padakulit atau sebagai
penyokong epidermis dan tersusun atas papilla-papilla kecil yang berisi pembuluh
kapiler. Dalam lapisan dermis terdapat adneksa kulit yang diperlukan dalam
regenerasi kulit yaitu :
a) Ujung akhir saraf sensori, sebagai indera peraba
b) Kelenjar keringat, lapisan ini terbentuk atas tabung yang terbelit-belit dengan
jumlah yang banyak yang mana saluran ini keluar melalui dermis dan
epidermis dan bermuara di atas permukaan kulit melalui pori untuk
mengeluarkan keringat.
c) Kelenjar sebaseus (minyak), berupa kelenjar kantong dalam kulit yang
berbentuk seperti botol dan bermuara dalam folikel rambut.
Secara fisiologis kulit berperan sebagai organ pengatur panas dengan
persarafan vasomotorik yang mengendalikan arteriol kutan melalui
vasodilatasi dan vasokonstriksi. Kulit dapat dengan cepat mengerut menjadi
pucat dan dingin atau kelenjar kulit dapat aktif atau hampir dihentikan
sehingga menyebabkan hilangnyapanas. Adanya pengendalian ini daapt
melepas panas atau mengurangi sesuai kebutuhan tubuh. Selain itu, kulit
sebagai indera peraba beruap rangsang sentuhan pada ujung saraf di dalam
kulit. Kulit juga berperan sebagai tempat penyimpanan air, yang mana terdapat
jaringan adiposa dibawah kulit yang merupakan tempat penyimpanan lemak
yang utama bagi tubuh. Kulit memiliki kemampuan penting dalam melindungi
tubuh yang relatif tidak tembus air yaitu menghindari hilangnya cairan dari
jaringan dan masuknya air ke dalam jaringan, misalnya bila tubuh terendam
air (Huether dkk., 2018).
Sel-sel basal epitelium yang ada di tepi luka akan bermigrasi di atas
permukaan luka sebagai respon terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi
karena hilangnya sel-sel hambatan dan faktor pertumbuhan, misalnya faktor
pertumbuhan epidermis, pertumbuhan transformasi α, dan pertumbuhan
keratinosit 1 dan 2 yang dapat merangsang migrasi. Selain itu, kontak dengan
molekul yang ditemukan padaluka berupa kolagen tipe 1 dna fibronektin dapat
merangsang terjadinya migrasi. Migrasi pada sel epitel akan lebih cepat terjadi
pada luka yang lembab dibandingkan dengan luka yang dibiarkan kering.
Apabila tidak terdapat adneksa kulit, maka migrasi epitel berhenti setelah 1
sampai 2 cm, dan penyembuhan selanjutnya terjadi melalui kontraksi. Jika
terdapat adneksa kulit, kreatinosit dirangsang untuk bermigrasi ke permukaan
dan melapisi kembali area luka. Pada area adneksa padat cenderung tidak
memiliki jaringan parut hipertrofik dan area adneksa kurang padat
membutuhkan waktu lebih lama untuk pemulihan dan memiliki jaringan parut
(Greenhalgh, 2019).
3) Subkutan atau Hipodermis
Lapisan ini tersusun atas jaringan ikat longgar yang berisi sel-sel lemak.
Penikulus adiposa merupakan lapisan terdalam yang sangat banyak
mengandung sel liposit dan menghasilkan banyak lemak yang berperan
sebagai cadangan makanan, bantalan antara kulit, dan struktur internal seperti
otot dan tulang, berperan sebagai mobilitas kulit, bantalan terhadap trauma,
serta tempat penumpukan energi.

B. Definisi
Luka bakar adalah kondisi cedera yang terjadi pada jaringan kulit ataupun jaringan
yang lain yang diakibatkan oleh radioaktif, aliran arus listrik, gesekan benda panas,
ataupun terkena bahan kimia (Darotin et al., 2023). Luka bakar atau combustio adalah
suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan disebabkan kontak dengan sumber
suhu yang sangat tinggi seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash),
terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik,
akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangat
rendah (Kurniawan & Susianti, 2017).

C. Etiologi
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung dapat dipicu atau
di perparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor
rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan menyebabkan luka bakar
pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan
suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa
asam dan basa kuat (Fauzan, 2021).
Selain dari penjelasan di atas, luka bakar juga dapat dibagi menjadi empat, yaitu luka bakar
termal, luka bakar listrik, luka bakar kimiawi, dan radiasi.
a) Luka bakar termal adalah luka bakar yang disebabkan oleh air panas, jilatan api ke
tubuh, kobaran api ke tubuh dan akibat terpajan atau kontak dengan objek panas
lainnya ( plastik, logam, dan lain lain ).
b) Luka bakar listrik adalah luka bakar yang disebabkan oleh arus listrik, api dan
ledakan.
c) Luka bakar kimiawi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan zat yang bersifat
asam maupun basa.
d) Luka bakar radiasi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan dengan sumber
radiokatif (Fauzan, 2021).

D. Patofisiologi dan Clinical Pathway


Pada klien dengan luka bakar akan memberikan efek pertama kali berupa syok
sebab kaget dan merasa kesakitan yang hebat. Hal ini menyebabkan pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan tingginya permeabilitas, sehingga sel darah
yang ada di dalamnya juga ikut rusak dan terjadi anemia. Peningkatan permeabilitas ini
menyebabkan adanya edema dan menimbulkan bula yang banyak mengandung
elektrolit sehingga terjadi penurunan volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit
akibat luka bakar akan mengakibatkan terjadinya kehilangan cairan karena penguapan
yang berlebihan, masuknya cairan ke bula (pada luka bakar derajat II) dan pengeluaran
cairan dari luka bakar (derajat III). Bila kondisi luas luka bakar (TBSA) kurang dari
20% terjadi mekanisme kompensasi tubuh masih mampu mengatasi, namun bila lebih
dari 20% akan berdampak pada syok hipovolemik yang ditandai dengan gelisah, dingin,
pucat, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan haluaran urin yang
berkurang (Aziz dan Sobaryati, 2020).
Kemudian, secara perlahan maksimal 8 jam setelahnya akan terbentuk edema. Pada
kebakaran di ruang tertutup atau terdapat luka di wajah dapat mengakibatkan kerusakan
mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap sehingga timbullah
edema laring. Edema laring yang timbul akan menyebabkan hambatan jalan napas
dengan gejala seperti dyspnea (sesak napas), takipnea, stridor, suara serak, dan dahak
berwarna gelap karena adanya jelaga. Selain itu, klien luka bakar akan mengalami
keracunan akibat gas CO dan gas beracun lainnya selama ruang tertutup. CO akan
mengikat Hb dengan kuat sehingga Hb tidak mampu mengikat O2 yang ditandai dengan
lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah (Aziz dan Sobaryati, 2020)
E. Klasifikasi
Luka bakar dibedakan berdasarkan fase luka bakar, derajat kedalaman dan derajat
keparahan luka bakar (Fauzan, 2021):
a. Fase luka bakar
a) Fase akut/syok/awal
Fase ini di mulai saat kejadian hingga penderita mendapatkan perawatan di IRD/
Unit luka bakar. Masalah yang terjadi pada pasien luka bakar fase awal yaitu
gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bermafas), dan
circulation (sirkulasi).
b) Fase sub-akut/flow/hipermetabolik
Fase ini berlangsung setelah syok teratasi. Permasalahan pada fase ini adalah
proses inflamasi atau infeksi pada luka bakar, problem penutupan luka, dan
keadaan hipermetabolisme.
c) Fase lanjut
Pada fase ini penderita dinyatakan sembuh namun memerlukan control rawat
jalan. Permasalah pada fase ini adalah timbulnya jaringan parut yang hipertrofik,
keloid, gangguan pigmentasi, deformitas, dan adanya kontraktur.
b. Derajat kedalaman
a) Luka bakar derajat I
Kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial)/epidermal
burn. Kulit hiperemik berupa eritema, sedikit edema, tidak dijumpai bula, dan
terasa nyeri akibat ujung saraf sensoris teiritasi.
b) Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi. Pada derajat ini terdapat bula dan terasa nyeri akibat
iritasi ujung-ujung saraf sensoris. Luka bakar derajat II terbagi menjadi 2, yaitu
dangkal dan dalam
1) Dangkal/superfisial partial thickness
Pada luka bakar derajat II dangkal kerusakan yang meliputi epidermis dan
lapisan atas dermis. Kulit tampak kemerahan, edema, dan terasa lebih nyeri
di banding dengan luka bakar derajat I. masih dapat ditemukan folikel
rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea. Penyembuhan terjadi
secara spontan dalam 10-14 hari, namun warna kulit sering tidak sama
dengan sebelumnya.
2) Dalam/deep partial thickness
Pada luka bakar derajat II dalam kerusakan terjadi di hampir seluruh dermis.
Bula sering ditemukan dengan dasar luka eritema yang basah. Permukaan
luka berbecak merah dan sebagian putih karena variasi vaskularisasi. Luka
terasa nyeri, namun tidak seperti derajat II dangkal. folikel rambut, kelenjar
keringat, dan kelenjar sebasea sudah mulai hilang. Penyembuhan sekitar 3-
9 minggu dan meninggalkan jaringan parut
c) Luka bakar derajat III
Kerusakan jaringan permanen yang meliputi seluruh tebal kulit hingga jaringan
subkutis, otot, dan tulang. Tidak terdapat lagi elemen epitel dan tidak dijumpai
bula, kulit yang terbakar berwarna keabu-abuan pucat hingga warna hitam
kering (nekrotik). Luka tidak nyeri dan hilang sensasi akibat kerusakan ujung-
ujung saraf sensoris. Penyembuhan lebih sulit karena tidak ada epitelisasi
spontan.
c. Derajat keparahan
a) Luka bakar ringan
Terdiri dari luka bakar derajat II kurang dari 15%, luka bakar derajat II kurang
dari 10% pada anak, luka bakar derajat derajat III kurang dari 2%.
b) Luka bakar sedang
Terdiri dari luka bakar derajat II kurang dari 15% - 25%, luka bakar derajat II
lebih dari 10% - 20% pada anak, luka bakar derajat III kurang dari 10%.
c) Luka bakar berat
Terdiri dari luka bakar derajat II lebih dari 25%, luka bakar derajat II lebih dari
20% pada anak, luka bakar derajat III lebih dari 10%, luka bakar pada wajah,
telinga, mata, tangan, kaki, dan genitalia/perineum, luka bakar dengan cedera
inhalasi, listrik, dan disertai trauma lain.
d. Luas luka bakar
Penentuan luas luka bakar dapat dengan cepat diperkirakan pada ukuran luka
bakar menggunakan Rule of Nine, metode ini membagi luas permukaan tubuh
menjadi presentase luka bakar, sebagai berikut :
a) Pada orang dewasa dengan presentase kepala dan leher 9%, lengan 18%, badan
bagian depan 18%, badan bagian belakang 18%, tungkai 36%, dan
genetalia/perineum 1%.
b) Pada anak anak dengan presentase bagian depan dan belakang kelapa dan leher
setara dengan 21% luas permukaan tubuh, bagian depan dan belakang lengan
dan tangan setara dengan 10% dari luas permukaan tubuh, dada dan perut setara
dengan 13% dari luas permukaan tubuh, punggung setara dengan 13% dari luas
permukaan tubuh, pantat setara dengan 5% dari luas permukaan tubuh, bagian
depan dan belakang tungkai kaki dan kaki setara dengan 13,5% dari luas
permukaan tubuh, dan area genetalia setara dengan 1% dari luas permukaan
tubuh.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada luka bakar sesuai dengan kerusakannya.
Menurut (Otan Octavianus, 2019), yaitu :
a. Grade I : Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh
dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut.
b. Grade II : Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam 28 hari
tergantung komplikasi infeksi.
c. Grade III : Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh
sendiri
Uap/Asap

Saluran
Pernafasan

Wheezing

Oedem
laring

Obstruksi jalan napas

Bersihan Jalan
Napas Tidak
efektif
Hipovolemia
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien luka bakar disesuaikan dengan kondisi dan tempat
perawatan yang memperhatikan penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan
pertama (IGD), penanganan intensif, hingga perawatan di bangsal. Tindakan yang
perlu segera dilakukan adalah resusitasi cairan untuk mempertahankan jaringan
perfusi dan menghadapi inflamasi sistemik yang massif serta hypovolemia cairan
dan esktravaskuler. Tindakan selanjutnya yang perlu segera dilakukan diantaranya,
perawatan luka bakar dengan memperhatikan derajat luka bakar yang dialami klien
(Eni, 2023).
a. Tata Laksana luka bakar 24 jam pertama:

a) Airway with C-spine protection

Gambar 13. Indikasi dilakukan intubasi untuk kepatenan jalan napas


(Sumber : Haryono dan Hidayat, 2021)
Merupakan langkah awal yang digunakan pada seluruh kasus trauma
yang bertujuan untuk menilai dan memastikan jalan napas secara dini agar
menghindari terjadinya cedera inhalasi. Namun, umumnya klien luka bakar
akan mengalami cedera inhalasi sehingga berisiko mengganggu saluran
napas. Trauma inhalasi merupakan cedera supraglotik yang menyebabkan
edema jalan napas dan cedera subglotik yang mengakibatkan injuri pada
parenkim paru, pada kondisi ini perlu dilakukan pemantauan patensi jalan
napas (Aziz dan Sobaryati, 2020).
Jika pada mulut pasien terdapat jelaga, pertimbangkanlah untukdiberikan
intubasi dini secara nasal dengan endotrakeal atau dapat dilakukanintubasi
secara oral meskipun pasien dapat bernapas normal, kemudian lanjutkan
untuk memantau ventilasi menggunakan ventilator untuk mencegah cedera
paru dan pengobatan (Johnson dkk., 2018). Pada luka bakar parah, pasien
akan mengalami pneumonia (Jeschke dkk., 2020). Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menilai jalan napas berdasarkan panduan Burn Crinical
Practice Guideline (2016) yaitu :
a. Menghilangkan agen pembakaran termasuk bahan kimia;
b. Memeriksa rambut hidung, wajah, dan alis mata;
c. Mencari luka bakar dan edema di sekitar kepala dan leher;
d. Menentukan apakah terdapat luka bakar melingkar di area dada yang
dapat menghambat ventilasi dan membutuhkan eskarotomi.

b) Breathing
Pernapasan pada klien luka bakar dapat terganggu karena cedera inhalasi,
tingkat kesadaran yang menurun, racun sistemik, dan luka bakar toraks yang
melingkar sehingga mencegah ventilasi yang memadai. Pada kondisi ini
pengukuran oksimetri nadi tidak dapat dilakukan karena dalam tubuh terjadi
keracunan karbon monoksida (CO) sehingga tidak mampu membedakan
antara oksihemoglobin (HbO) dengan karboksihemoglobin (HbCO). Namun,
dapat dilakukan analisis gas darah arteri dengan co-oksimeteri dan
pengukuran CO harus dilakukan. Adapun penilaian pernapasan pada klien
luka bakar perlu dilakukan hal-hal berikut berdasarkan panduan Burn
Crinical Practice Guideline (2016) yaitu:

a. Auskultasi suara napas;


b. Pemantauan laju, kedalaman, dan kerja pernapasan;
c. Pemantauan dispnea (sesak napas) dan stridor (suara napas tambahan).

c) Circulation
Tahap ini dilakukan dengan memantau sirkulasi dan status jantung dengan
kontrol perdarahan, dapatkan akses vaskular yang sesuai dan gunakan alat
untuk memonitor detak jantung dan tekanan darah. Hal ini dimaksudkan untuk
menilai apakah pasien mengalami tahap awal hipovolemia dan syok sehingga
akses IV harus diamankan dan perlu untuk segera diberikan resusitasi cairan
melalui kanula dua vena dan kateter IV kaliber besar dengancairan hangat.
Hindari area yang terbakar selama pemasangan jalur IV,namun apabila luka
bakar tersebut dilalui jalur IV, maka infus harus dijahit. Apabila tidak
mendapat akses vascular, maka dapat dimasukkan melalui infusintraosseous
(IO). Kebutuhan cairan atau resusitasi cairan pada pasien luka bakar
disesuaikan berdasarkan respon pasien terhadap resusitasi dan perlu dikaji
status perfusi dengan cara berikut, antara lain cek nadi, CRT (capillaryrefill
time), dan haluaran urin. Berdasarkan Burn Crinical Practice Guideline
(2016),terdapat penilaian haluaran urin yang perlu dipantau, antara lain :
a. Target haluaran urine dewasa adalah 30cc/jam
b. Target haluaran urine pediatrik adalah 1cc/kg/jam
c. Pada klien dengan cedera listrik dengan haluaran urine mioglobinuria
adalah 75-100cc/jam.

d) Disability
Tahap ini dilakukan untuk mendeteksi adanya defisit sistem neurologis yaitu
dengan dengan menilai GCS (gasglow coma scale) klien dan ukuran pupil
sebagai penilaian trauma.
e) Exposure
Tahap ini dilakukan untuk menilai tingkat keparahan luka bakar yang
berkaitan dengan riwayat luka bakar yang terjadi, menilai ukuran, dan
kedalaman luka bakar. Selanjutnya, lakukan hal-hal berikut:
a. Menyingkirkan bahan penyebab luka bakar, termasuk bahan kimia;
b. Pertahankan suhu normal dengan mengganti balutan basah dan
menutupnya dengan balutan kering dan steril;
c. Lakukan penghangatan pada klien dengan menutup menggunakan selimut
dan cairan hangat untuk mencegah terjadinya hipotermia, suhu sekitar 28
– 320C sedangkan suhu klien dipertahankan di atas 340C;
d. Lepaskan seluruh perhiasan atau aksesoris yang digunakan klien.

b. Tata Laksana Luka Bakar Setelah 24 Jam Pertama


a) Resusitasi Cairan

Gambar 14. Cairan yang dibutuhkan klien luka bakar


(Sumber : Lang dkk, 2019)

Adanya resusitasi cairan merupakan hal penting yang diberikan pada pasien
luka bakar dalam mempertahankan perfusi yang bertujuan untuk mengganti
kehilangan cairan yang cukup parah sebab terjadi penurunan volume intravaskuler.
Pasien luka bakar memerlukan cairan Lactated Ringers (LR) untuk menghindari
komplikasi hiperkloremia asidosis dan infus NaCl atau saline 0,9%. Adapun
perhitungan kebutuhan cairan pasien menggunakan rumus Parkland yang
pemberiannya dibagi menjadi dua yaitu setengah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama setelah luka bakar dan setengahnya lagi dilanjutkan pada 16 jam berikutnya
(Johnson dkk., 2018). Adapun target resusitasi cairan pada klien luka bakar ialah
haluran urine atau urin output, tekanan darah sistolik, ekstremitas, sensoris, dan base
deficit < 2 (Aziz dan Sobaryati, 2020).
Adapun tujuan dari resusitasi cairan pada klien dengan syok luka bakar ialah
untuk meminimalkan dan eliminasi pemberian cairan bebas yang adekuat dan
seimbang, mengoptimalkan status volume dan komposisi intravaskuler,
meminimalkan adanya respon inflamasi dan hipermetabolik dengan mengupayakan
stabilisasi pasien agar kembali ke kondisi fisiologis, dan preservasi reperfusi yang
adekuat dan seimbang pada selurh pembuluh vaskuler regional sehingga tidak
terjadi iskemia jaringan (Kurniawan dan Susianti, 2017).

Resusitasi cairan berdasarkan rumus Parkland sebagai berikut.


1) Dewasa dengan luka bakar termal dan kimia
2 ml LR x BB klien (kg) x % TBSA (derajat II dan III)
2) Dewasa dengan luka bakar elektrik
4 ml LR x BB klien (kg) x % TBSA (derajat II dan III)

Resusitasi cairan berdasarkan Burn Unit (San Antonio Medical Center)


sebagai berikut.
1) Dewasa
2-4 ml per kg x TBSA dengan urine output 30ml/jam
2) Dewasa dengan luka bakar elektrik
2-4 ml per kg x TBSA dengan urine output 75-100ml/jam
Jika ditemukan mioglobinuria, maka memerlukan cairan tambahan selama
resusitasi yang umumnya ditemukan pada klien cedera listrik danmengalami
cedera inhalasi.

Pada 24 jam berikutnya, klien diberikan resusitasi cairan dengan rumus


maintenance menurut Kemenkes RI (2019) yaitu sebagai berikut.
(1500 x TBSA) + (25 + % TBSA x 24/2)
Tabel 1. Modified Brooke Formula untuk Resusitasi Klien Luka Bakar

(Sumber : Sheridan, 2018)


b) Perawatan Luka
Perawatan luka dianggap sebagai prioritas rendah dalam penanganan awal
kasus luka bakar dan dilakukan setelah jalan napas dan status sirkulasi telah diatasi. Hal
yang perlu dilakukan yaitu pendinginan luka bakar dengan air dingin dan mengganti
balutan basah dengan yang streril. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi nyeri dan
meningkatkan kenyamanan pada pasien luka bakar. Berdasarkan panduan Burn
Crinical Practice Guideline (2016), perawatan luka bakar yang dapat dilakukan antara
lain :
a. Jika kurang dari 10% TBSA, maka dressing dilakukan dengan dibasahi
menggunakan cairan salin normal.
b. Jika lebih dari 10% TBSA, maka luka bakar pasien ditutup dengan balutanatau
perban kering dan bersih;
c. Jika lebih dari 20% TBSA, maka luka bakar pasien ditutup dengan perbanbersih dan
kering serta mempertahakan pasien tetap dalam kondisi hangat dengan selimut
hangat atau meningkatkan suhu ruangan hingga 90 derajat.
I. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien anak dengan luka bakar diantaranya
adalah (Eni, 2023):
a) Hitung Darah Lengkap: Hasil hematocrit pada darah dapat menunjukkan kerusakan
pembuluh darahsetelah terpajan suhu panas berakibat luka bakar.
b) Analisa Gas Darah (AGD): untuk mengetahui cedera inhalasai atau jalan nafas.
c) Elektrolit serum: kadar kalium yang meningkat dapat menunjukkan cedera
jaringan, dan hypokalemia pada pasien yang mengalami diuresis.
d) Albumin serum: hasil albumin serum yang meningkat dapat menunjukkan besaran
protein yang hilang pada edema jaringan.
e) EKG: mengetahui tanda iskemik miokardia yang kemungkinan dialami pasien

J. Komplikasi
Komplikasi yang diakibatkan oleh combustion (luka bakar) diantaranya (Fauzan,
2021):
a. Curting Ulcer / Dekubitus
b. Sepsis
c. Pneumonia
d. Gagal Ginjal Akut
e. Deformitas
f. Kontraktur dan Hipertrofi
g. Jaringan parut
Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah edema paru akibat sindrom gawat
panas akut (ARDS, acute respiratory disters syndrome) yang menyerang sepsis gram
negatif. Sindrom ini diakibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan kebocoran cairan
kedalam ruang interstisial paru. Kehilangan kemampuan mengembang dan gangguan
oksigen merupakan akibat dari insufisiensi paru dalam hubungannya dengan siepsis
sistemik
Proses Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, agama, pendidikan, status perkawinan, alamat, pekerjaan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Pada umumnya klien mengalami penurunan kesadaran baik biasanya
mengeluh sakit atau nyeri kepala, pusing, mual muntah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji terkait : a. Sumber kecelakaan b. Sumber panas atau penyebab yang
berbahaya c. Gambaran yang mendalam bagaimana luka bakar terjadi d. Faktor
yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan e. Keadaan fisik
disekitar luka bakar f. Peristiwa yang terjadi saat luka sampai masuk ke RS

3) Riwayat penyakit dahulu

Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang merubah


kemampuan untuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan
terhadap infeksi (seperti DM,gagal jantung, sirosis hepatis, gangguan
pernafasan)
c. Pemeriksaan Fisik Keperawatan
1) Keadaan umum
Tergantung berat ringannya cedera, keadaan umum bi
2) Kesadaran
3) Tanda-tanda vital
Umumnya pasien dengan cedera luka bakar > 20% akan mengalami hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer
umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua
luka bakar)
4) Kepala
Jika memungkinan maka akan timbul luka bakar pada area kepala
5) Wajah
Jika memungkinan maka akan timbul luka bakar pada area wajah
6) Mata
Umumnya pasien akan mengalami kekurangan cairan, pasien mual dan muntah yang
bisa ditandai dengan mata cowong
7) Telinga
Tidak ada nyeri tekan maupun kelainan, umumnya indera pendengeran normal
8) Hidung
Tidak ada nyeri tekan maupun kelainan, umumnya indera penghidu normal jika tidak
mengalami luka bakar
9) Mulut
Umumnya pasien akan mengalami kesulitan dalam menelan sekresi secara oral,
mukosa tampak kering
10) Leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis
11) Dada
Umumnya pasien akan mengalami serak; batuk mengi; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi
12) Abdomen
Jika memungkinan maka akan timbul luka bakar pada area abdomen
13) Ekstremitas
Penurunan kekuatan, tahanan, keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit ;
gangguan masa otot, perubahan tonus

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001) b.d ketidakseimbangan ventilasi
perfusi d.d sesak napas, mengi

Definisi

ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk


mempertahankan jalan nafas tetap paten

Penyebab :
Fisiologis :
1. Spasme jalan napas.
2. Hipersekresi jalan napas.
3. Disfungsi neuromuskuler.
4. Benda asing dalam jalan napas.
5. Adanya jalan napas buatan.
6. Sekresi yang tertahan.
7. Hiperplasia dinding jalan napas.
8. Proses infeksi .
9. Respon alergi.
10. Efek agen farmakologis (mis. anastesi)

Situasional :
1. Merokok aktif.
2. Merokok pasif.
3. Terpajan polutan.

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif

- 1.batuk tidak efektif


2. tidak mampu batuk.
3. sputum berlebih.
4. Mengi, wheezing dan / atau ronkhi
kering.
5. Mekonium di jalan nafas pada
Neonatus.

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

1. Dispnea. 1. Gelisah.

2. Sulit bicara. 2. Sianosis.

3. Ortopnea 3. Bunyi napas menurun.

4. Frekuensi napas berubah.

5. Pola napas berubah

b. Nyeri akut (D.0077) b/d agens cedera fisik (luka bakar) d.d mengeluh nyeri,
tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sikap protektif
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan.
Penybab

1. Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)

2. Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)

3. Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat

berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan tanda mayor

Subjektif Objektif

- 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada,
posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejala dan tanda minor

Subjektif Objektif

1. Tekanan darah meningkat

2. pola napas berubah

3. nafsu makan berubah

4. proses berpikir terganggu

5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait

1. Kondisi pembedahan

2. Cedera traumatis

3. Infeksi

4. Sindrom koroner akut

5. Glaukoma

c. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129) b/d cedera kimiawi kulit (luka bakar)
d.d kerusakan jaringan kulit
Definisi :
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa,
kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan /atau ligamen ).

Penyebab :

1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3. Kelebihan/kekurangan volume cairan
4. Penurunan mobilitas
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Faktor mekanis (mis. penekanan pada tonjolan tulang,gesekan)
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan.

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif Objektif
- Kerusakan jaringan dan / atau lapisan
kulit
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
- 1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hermatoma
Kondisi Klinis Terkait
- Imobilisasi
- Gagal jantung kongestif
- Gagal ginjal
- Diabetes melitus
- Imunodefisiensi (mis.AIDS)

d. Hipovolemia (D.0023) b.d evaporasi d.d frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan nadi menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun

Definisi

Peningkatan volume cairan intravascular,interstisial,dan/atau intraselular

Penyebab

1. Kehilangan cairan aktif


2. Kegagalan mekanisme regulasi
3. Peningkatan permeabilitas kapiler
4. Kekurangan intake cairan
5. Evaporasi

Gejala dan tanda Mayor

Subjektif Objektif

Frekuensi nadi meningkat


-
Nadi teraba lemah

Tekanan darah menurun

Tekanan nadi menyempit


Tugor kulit mnyempit

Membran mukosa kering

Volume urin menurun

Hematokrit meningkat

Gejala dan tanda minor

Subjektif Objektif

Merasa lemah Pengisian vena menurun

Mengeluh haus Status mental berubah

Suhu tubuh meningkat

Konsentrasi urin meningkat

Berat badan turun tiba-tiba


Kondisi Klinis Terkait

1. Penyakit Addison
2. Trauma/pendarahan
3. Luika bakar
4. AIDS
5. Penyakit Crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif
9. Hipoalbuminemi

e. Risiko infeksi (D.0142) d.d kerusakan integritas kulit

Definisi

Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik

Penyebab

1. Penyakit kronis (mis. diabetes. melitus).

2. Efek prosedur invasi.

3. Malnutrisi.
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.

5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :

• Gangguan peristaltik,

• Kerusakan integritas kulit,

• Perubahan sekresi pH,

• Penurunan kerja siliaris,

• Ketuban pecah lama,

• Ketuban pecah sebelum waktunya,

• Merokok,

• statis cairan tubuh.

6. Ketidakdekuatan pertahanan tubuh sekunder :

• Penurunan homolobin,
• Imununosupresi,
• Leukopenia,

• Supresi respon inflamasi,


• Vaksinasi tidak adekuat.

Kondisi Klinik Terkait

1. AIDS.
2. Luka bakar.
3. Penyakit paru obstruktif.
4. Diabetes melitus.
5. Tindakan invasi.
6. Kondisi penggunaan terapi steroid.
7. Penyalahgunaan obat.
8. Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW).
9. Kanker.
10. Gagal ginjal.
11. Imunosupresi.
12. Lymphedema.
13. Leukositopedia.
3. Intervensi Keperawatan
No Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Pemenatauan Respirasi (I.01014)
(D.0001) b.d ketidakseimbangan Selama 3 x 24 jam, diharapkan Observasi
ventilasi perfusi d.d sesak napas, bersihan jalan napas meningkat • Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
mengi dengan kriteria hasil: upaya napas
Bersihan Jalan Napas (L.01002) • Monitor pola napas (seperti bradypnea,
1. Batuk efektif meningkat takipnea, hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-
2. Produksi sputum menurun stokes, biot, ataksik)
3. Mengi menurun • Monitor kemampuan batuk efektif
• Monitor adanya produksi sputum
• Monitor adanya sumbatan jalan napas
• Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
• Auskultasi bunyi napas
• Monitor saturasi oksigen
• Monitor nilai analisa gas darah
Terapeutik
• Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
• Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
• Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

2. Nyeri akut (D.0077) b/d agens Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)
cedera fisik (luka bakar) d.d keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
mengeluh nyeri, tampak meringis, makatingkat nyeri menurun, dengan - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
gelisah, frekuensi nadi meningkat, Tingkat Nyeri (L.08066) - Identifikasi skala nyeri
sikap protektif 1. Keluhan nyeri menurun - Idenfitikasi respon nyeri non verbal
2. Meringis menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Sikap protektif menurun memperingan nyeri
4. Gelisah menurun - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
5. Kesulitan tidur menurun tentang nyeri
6. Frekuensi nadi membaik - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
- Ajarkan Teknik farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3. Gangguan integritas kulit/jaringan Setelah dilakukan asuhan Perawatan Luka (I.14564)
(D.0129) b/d cedera kimiawi kulit keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
(luka bakar) d.d kerusakan jaringan makaintegritas kulit/jaringan • Monitor karakteristik luka (mis: drainase,
kulit meningkat dengan kriteria hasil: warna, ukuran , bau)
Integritas kulit/jaringan (L.14125) • Monitor tanda-tanda infeksi
1. Kerusakan jaringan menurun Terapeutik
2. Kerusakan lapisan kulit • Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
menurun • Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
• Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
• Bersihkan jaringan nekrotik
• Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu
• Pasang balutan sesuai jenis luka
• Pertahankan Teknik steril saat melakukan
perawatan luka
• Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
• Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
• Berikan diet dengan kalori 30 – 35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25 – 1,5
g/kgBB/hari
• Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis:
vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai
indikasi
• Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori
dan protein
• Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
• Kolaborasi prosedur debridement (mis:
enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
perlu
• Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

4. Hipovolemia (D.0023) b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen Syok Hipovolemia (I.03116)
evaporasi d.d frekuensi nadi keperawatan selama 3x24 jam, maka Observasi
meningkat, nadi teraba lemah, status cairan membaik dengan • Monitor status kardiopulmonal (frekuensi
tekanan nadi menurun, membrane kriteria hasil: dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD,
mukosa kering, volume urin Status Cairan (L.03028) MAP)
menurun • Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi,
1. Kekuatan nadi meningkat AGD)
2. Output urin meningkat • Monitor status cairan (masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)
3. Membran mukosa lembab • Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil
meningkat • Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap
4. Dispnea menurun adanya DOTS (deformity/deformitas, open
5. Edema perifer menurun wound/luka terbuka, tenderness/nyeri tekan,
6. Frekuensi nadi membaik swelling/bengkak)
7. Tekanan darah membaik Terapeutik
8. Turgor kulit membaik • Pertahankan jalan napas paten
• Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen > 94%
• Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis,
jika perlu
• Lakukan penekanan langsung (direct
pressure) pada perdarahan eksternal
• Berikan posisi syok (modified trendelenberg)
• Pasang jalur IV berukuran besar (mis: nomor
14 atau 16)
• Pasang kateter urin untuk menilai produksi
urin
• Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi
lambung
• Ambil sampel darah untuk pemeriksaan
darah lengkap dan elektrolit
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid
1 – 2 L pada dewasa
• Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid
20 mL/kgBB pada anak
• Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika
perlu
5. Risiko infeksi (D.0142) d.d Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi (I.12406)
kerusakan integritas kulit keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
tingkat infeksi menurun dengan • Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
kriteria hasil: sistemik
Tingkat Infeksi (L.14137) Terapeutik
1. Tidak ada demam suhu stabil • Batasi jumlah pengunjung
(36,5° - 37,5°C) • Berikan perawatan kulit pada area edema
2. Kebersihan tangan terjaga • Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3. Nilai leukosit darah normal dengan pasien dan lingkungan pasien
• Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
• Ajarkan etika batuk
• Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
• Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
• Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Anggowarsito, J. L. (2014). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal Widya


Medika, 2(2), 115–120.
http://jurnal.wima.ac.id/index.php/JWM/article/view/852

Aziz, A. A. dan Sobaryanti. 2020. Laporan Kasus: Tatalaksana Pasien Luka Bakar
Berat dengan Trauma Inhalasi di Unit Perawatan Intensif. Jurnal Ilmiah
Widya Kesehatan dan Lingkungan. 2(1): 9-15.

Darotin, R., Nastiti, E. M., & Ekaprasetia, F. (2023). Program Kelompok


Pengenalan Kegawatdaruratan Dasar (KOPDAR) Tentang Luka Bakar
(Combustio) Di SMPN 12 Jember. Journal of Health Innovation and
Community Service, 2(1), 38–43. https://doi.org/10.54832/jhics.v2i1.72

Doenges, M. E., M. F. Moorhouse, dan A. C. Murr. 2019. Nursing Care Plans


Guidelines for Indivdualizing Client Care Across the Life Span 10th Edition.
Philadelphia: F.A. Davis Philadelphi

Eni. (2023). Asuhan Keperawatan Anak Dengan Penyakit Akut. In Angewandte


Chemie International Edition, 6(11), 951–952. (Issue Mi).

Fauzan, A. R. (2021). Penggunaan Madu Terhadap Proses Penyembuhan Luka


Bakar Derajat II. Universitas Muhammadiyah Magelang, 1–28.

Greenhalgh, D. G. 2019. Managements of Burns. The New England Journal of


Medicine. 380(24): 2349-2359

Hamid, A, N. 2019. Luka Bakar. April 2018.

Huether, S. E., K. L. McCance, dan V. L. Brashers. 2018. Understanding


Pathophysiology Seventh Edition. Elsevier.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Republik Indonesia. https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_5
19d41d8cd98f00/files/Hasil-riskesdas2018_1274.pdf
Kurniawan, S. W., & Susianti. (2017). Luka Bakar Derajat II-III 90% karena Api
pada Laki-laki 22 Tahun di Bagian Bedah Rumah Sakit Ucmum Daerah
Abdoel Moeloek Lampung. Jurnal Medula Unila, Volume 7,(2), 140.

Otan Octavianus, L. (2019). Asuhan Keperawatan Pad Tn A Dengan Combutio di


Ruang Asoka RSUD Prof DR. W.Z. Yohanes Kupang. Kemenkes RI, 53(9),
1689–1699.

Purnomo, E. (2019). Anatomi Fungsional. 164.


http://staffnew.uny.ac.id/upload/131872516/penelitian/c2-FUNGSIONAL
ANATOMI soft cpy.pdf

Prabowo, B. (2016). Asuhan Keperawatan Pada an. Y.N Dengan Luka Bakar Grade
Ii Di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Rsud. Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang.
Pengaruh Penggunaan Pasta Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Untuk
Substitusi Tepung Terigu Dengan Penambahan Tepung Angkak Dalam
Pembuatan Mie Kering, 15(1), 165–175.
https://core.ac.uk/download/pdf/196255896.pdf

Ratna, Y., & Dewi, S. (2017). Berbasis Klinis Luka Antemortem Dan Burn Injury :
General Concepts and Investigation Based on Antemortem and. E-Jurnal
Medika Udayana, 2(3), 1–11.

SDKI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. tim pokja SDKI
DPP PPNI.

SIKI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. tim pokja SDKI
DPP PPNI.

SLKI. 2017. Starndar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. tim pokja SDKI DPP
PPNI

Anda mungkin juga menyukai